Pengertian Hukum Humaniter Internasional

Mochamad Rangga Rambe : Mekanisme Penegakan Hukum Law Enforcement Terhadap Kejahatan-Kejahatan Internasionaldalam Perspektif Hukum Humaniter, 2008. USU Repository © 2009 kejam adalah kecil jika dibandingkan dengan orang-orang yang menghasut atau melakukan kejahatan seperti yang didefinisikan dalam Statuta Roma. Kejahatan- kejahatan dalam yurisdiksi ICC tersebut saling tumpang tindih. Misalnya, genoside yang sebenarnya juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Kemudian dalam kejahatan perang ada tindakan-tindakan yang pada waktu damai diklasifikasikan oleh Pengadilan Tingkat Banding dalam kasus Tadic, tak ada alasan yang tepat mengapa tindakan negara dalam keadaan perang harus dinilai dengan cara yang berbeda dengan yang berlaku dalam konflik internal negara 9 Isitilah hukum humaniter atau “International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict” berasal dari istilah hukum perang laws of war yang kemudian berkembang menjadi hukum persengketaan bersenjata laws of armed conflict, yang . Perbedaan menurut hukum ini telah terlalu lama ada dalam Pengadilan Den Haag, dan hal yang sama juga akan terjadi dalam pelaksanaan ICC. Sulit untuk dimengerti mengapa pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi hanya atas kejahatan terhadap kemanusiaan, baik yang dilakukan pada masa perang, saat perang internal negara, saat terjadi pemberontakan atau kerusuhan, atau saat damai. Orang-orang yang bertanggung jawab atas pola meluas dari kekejaman yang dilakukan oleh negara melalui politisi atau kepolisian atau militernya atau oleh organisasi-organisasi militer yang berjuang untuk memperoleh atau menambah kekuasaannya, juga harus dituntut. Tuntutan terhadap mereka seharusnya tidak tergantung pada persoalan teknis karakterisasi legal dari latar belakang konflik.

2. Pengertian Hukum Humaniter Internasional

9 Ibid. hal. 409. Mochamad Rangga Rambe : Mekanisme Penegakan Hukum Law Enforcement Terhadap Kejahatan-Kejahatan Internasionaldalam Perspektif Hukum Humaniter, 2008. USU Repository © 2009 pada akhirnya saat ini biasa dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. 10 Haryomataram membagi hukum Humaniter Internasional ini menjadi 2 dua aturan pokok, yaitu : 11 Mochtar Kusumaatmadja membagi Hukum Perang menjadi 2 dua bagian, yaitu : 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang Hukum Den HaagThe Hague Law. 2. Hukum yang mengatur perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat perang Hukum JenewaThe Jenewa Laws. 12 Seperti telah diketahui bersama, semula istilah yang digunakan adalah Hukum Perang, tetapi karena istilah Perang tidak disukai karena trauma yang disebabkan oleh 1. Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata. 2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi 2 dua bagian, yaitu : a. hukum yang mengatur cara dilakukannya perang conduct of war. Bagian ini biasanya disebut The Hague Laws. b. hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws. 10 GPH. Haryomataram, Op.cit, hal. 2-3. 11 Ibid, hal. 5 12 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Bina Cipta, Bandung, 1979, hal. 12. Mochamad Rangga Rambe : Mekanisme Penegakan Hukum Law Enforcement Terhadap Kejahatan-Kejahatan Internasionaldalam Perspektif Hukum Humaniter, 2008. USU Repository © 2009 Perang Dunia II yang memakan banyak korban, maka istilah Hukum Perang diganti menjadi Hukum Humaniter Internasional. 13 Atas dasar pengertian tersebut, kiranya setiap individu tanpa memandang kedudukan, fungsi dan wewenang dalam situasi tertentu konflik diperlakukan sama di muka hukum. Jaminan perlakuan dan perlindungan yang sama untuk semua individuwarga negara yang sedang bersengketa baik militer atau sipil merupakan Hukum humaniter Internasional merupakan bagian dari hukum internasional umum yang inti dan maksudnya diarahkan pada perlindungan individu, khususnya dalam siatuas tertentu, yaitu situasi perangpertikaian bersenjata serta akibatnya yaitu perlindungan terhadap korban perangpertikaian bersenjata. Dengan kata lain, hukum Humaniter Internasional mempunyai fokus sentral tentang bagaimana memperlakukan manusia secara manusiawi termasuk dalam kondisi perang. Sehubungan dengan arah hukum Humaniter Internasional tersebut di atas, kiranya hukum Humaniter Internasional dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan hukum yang mengatur tentang perlidnungan korban sengketa bersenjata sebagaimana diatur di dalam Konvensi Jenewa 1949 serta ketentuan Internasional lainnya yang berhubungan dengan itu. Sedangkan hukum Humaniter Internasional dalam arti luas adalah keseluruhan asas atau kaidah dan ketentuan-ketentuan Internasional lainnya baik tertulis atau tidak yang mencakup Hukum Perang dan Hak Asasi Manusia yang bertujuan menjamin penghormatan terhadap harkat martabat pribadi seseorang. 13 Pada Perang Dunia I terdapat lebih dari 60 juta jiwa terbunuh. Pada abad ke-18 jumlah korban mencapai 5,5 juta jiwa, abad ke-19 mencapai 16 juta jiwa. Pada Perang Dunia II korban mencapai 38 juta jiwa, sedangkan pada koflik-konflik yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah mencapai angka 24 juta jiwa, seperti dikutip oleh ICRC, Pengantar Hukum Humaniter, Miamata Print, Jakarta, 1999, hal. 6. Mochamad Rangga Rambe : Mekanisme Penegakan Hukum Law Enforcement Terhadap Kejahatan-Kejahatan Internasionaldalam Perspektif Hukum Humaniter, 2008. USU Repository © 2009 landasan utama pemikiran para ahli Hukum Internasional untuk menciptakan hukum Humaniter Internasional sebagai bagian dari hukum Internasional. J. Pictet lebih lanjut menjelaskan arti hukum Humaniter Internasional, yaitu : “International Humanitarian Law is wide sense, is constituted by all the International legal provisions, whether writers or customary ensuring respect for individual and his well being”. 14 Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa :“Hukum Humaniter merupakan bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan melakukan perang itu sendiri”. Dari definisi yang dikemukakan oleh J. Pictet ini tampak bahwa hukum Humaniter Internasional juga mencakup Hak Asasi Manusia. 15 Apabila diperhatikan kembali definisi dari hukum Humaniter Internasional tersebut dan dihubungkan dengan pembagiancabang hukum Humaniter Internasional, maka dapat ditarik suatu pengertian umum, bahwa hukum Humaniter Internasional dalam arti luas terdiri dari dua cabang, yaitu Hukum Perang dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai makna dan arah tidak hanya pengakuan akan adanya hak-hak asasi manusia, tetapi juga dihormati dan dilaksanakannya hak-hak asasi manusia pada waktu manusia “dikuasai” emosi, terutama pada saat-saat kritis dengan memperhatikan cara-cara conduct of war sebagaimana diatur dalam Konvensi Den Haag, sehingga diharapkan penderitaan akibat perang menjadi seminimal mungkin untuk itu dibutuhkan akan adanya kesadaran Internasional yang tinggi. Gezaherzegh memberi definisi hukum Humaniter Internasional dalam arti sempit dengan membagi 14 GPH. Haryomataram, Op.cit, hal. 15. 15 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1980, hal. 5. Mochamad Rangga Rambe : Mekanisme Penegakan Hukum Law Enforcement Terhadap Kejahatan-Kejahatan Internasionaldalam Perspektif Hukum Humaniter, 2008. USU Repository © 2009 hukum Humaniter Internasional pada Hukum Jenewa saja. Alasan yang dikemukakan adalah sebagaimana yang dikutip oleh Haryomataram sebagai berikut : a. Bahwa yang benar-benar dapat dikatakan mempunyai sifat Internasional dan Humaniter hanyalah apa yang disebut dengan Hukum Jenewa saja. Apabila The Hague dimasukkan, maka hal ini hanya akan mengurangi sifat humaniter yang begitu diutamakan. b. Human rights tidak dimasukkan karena di dalam Negara sosialis, human rights ini ditegakkan enforced oleh Negara dengan jalan menggunakan hukum nasional. Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum Humaniter Internasional merupakan bagian dari Hukum Perang, khusus perlindungan korban perang. Sedangkan Hukum Perang itu sendiri mengatur cara berperang conduct of war. 16 Pada hakikatnya Hukum Perang dalam arti luas sejak awal sampai akhir suatu peperangan, termasuk korban perang, idealnya dilakukan dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga segi-segi kemanusiaan tetap diperhatikan. Kalau demikian halnya, hukum Humaniter Internasional dalam arti luas tepat untuk dikembangkan dan diperhatikan terus dalam setiap pertikaiankonflik yang timbul antar dua negara. J.G. Starke termasuk aliran tengah, menurut istilah Haryomataram, menyatakan :”…as will appear post, the appellation “laws of war” has been replaced by that of International Humanitarian Law…”. 17 16 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, Op.cit, hal. 16. 17 Ibid, hal. 17. Kesan yang didapat dalam hal ini adalah bahwa dengan Hukum Humaniter Internasional berperang lebih dapat dikendalikan. Sedangkan Haryomataram berpendapat dan Mochamad Rangga Rambe : Mekanisme Penegakan Hukum Law Enforcement Terhadap Kejahatan-Kejahatan Internasionaldalam Perspektif Hukum Humaniter, 2008. USU Repository © 2009 menyimpulkan bahwa hukum Humaniter Internasional mencakup baik Hukum Den Haag maupun Hukum Genewa dengan dua Protokol Tambahannya. 18 Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

3. Pengertian Penegakan Hukum Law Enforcement