Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Internet Dalam Perspektif Kriminologi

(1)

Barda Nawawi, Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan

Pengembangan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Dikdik, M Arief Mansur, Urgensi perlindugan Korban Kejahatan Antara Norma

dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Dikdik. M, Arief Mansyur, Elitaris Gultom, Cyberlaw, Aspek Hukum Teknologi

Informasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005.

Gosita, Arif, Masalah Korban Kejahatan, UniversitasTrisakti, Jakarta, 2007. Kaligis, O.C, Penerapan undang-undang nomor 11 tahun 2008, Yarsif

Watampone, Jakarta, 2012.

Mas Wigaranto Roes Setyadi, “Teknologi Informasi dan komunikasi dan Perananya Dalam Proses Perubahan Sosial”,

R.Sonarto soerodibroto, KUHP Dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi dan Hoge Raad, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

Sitompul, Josua,Cyberspace Cybercrime Cyberlaw, PT.Tatanusa, Jakarta, 2012. Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan III, UI-Press,

Jakarta,2006.

Taufiq Mustakim, Pembunuhan yang Dilakukan oleh Orang Tua Terhadap Anak Ditinjau dari Psikologi Kriminal, Medan, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008

Widodo, Memerangi Cybercrime Karakteristik Motivasi dan Srategi


(2)

Wisnubroto, Aloysius, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme

Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ,

Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

C. INTERNET

“Aktivitas Kejahatan Cyber di Indonesia Meningkat Tajam”, http://tekno.kompas.com, diakses pada 8 Juli 2014.

Balianzahab.wordpress.com/artikel/penegakan-hukum-positif-di-indonesia-terhadap-cybercrime diakses tanggal 15 september 2014.

Dewipurwatinikadek.blogspot.com/2012/06/v-behavioruldefaultmlo.html, diakses pada 15 September 2014.

http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2012/06/27/kebijakan-hukum- pidana-terhadap-kejahatan-penyalahgunaan-informasi-data-di-dunia-maya/, diakses pada 17 Agustus 2014.

http://conventions.coe.int/Treaty/Commun/ChercheSig.asp?NT=185&CL=NG, diakses pada 8 Juli 2014.


(3)

Kehidupan masyarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfaatkan untuk kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia saja disisi lain teklonogi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti maraknya proses prostisusi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahaan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasanya pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan terarah, demi terciptanya masyarakat elektronik yang selalu menerapakan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya16

Adapun motivasi pelaku cybercrime, motivasi pelaku cybercrime sangat bervariasi, tergantung pada bentuk kejahatan yang di lakukan dan karakteristik pribadi pelaku kejahatan ini, di sebabkan oleh beberapa faktor untuk melakukan

16


(4)

kejahatan internet, berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan kejahatan internet:

A. Faktor Akses Internet Yang Tidak Terbatas

Pada zaman sekarang ini internet bukanlah hal yang langka lagi, karena semua orang telah memanfaatkan fasilitas internet. dengan menggunakan internet kita diberikan kenyamanan kemudahan dan mengakses segala sesuatu tanpa ada batasanya, dengan kenyamanan itulah yang merupakan faktor utama bagi sebagian oknum untuk melakukan tindak kejahatan cybercrime dengan mudahnya.17

Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainya dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik kabel maupun gelombang elektromagnetik). Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak (dalam hal ini provider) harus memiliki program aplikasi serta bank data yang menyediakan informasi dan data yang dapat diakses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet.18

Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat tersendiri (bagaikan nomor telepon) yang dapat dihubungi melalui jaringan

17

Rutinitasin formatika.blogspot.com/2012/03/tugas-paper-komputer-dan-masyarakat.html diakses pada 15 September 2014.

18

http://octah yuuga.wordpr ess.com/2009/03/02/dampak-negatif-dan-positif-dari-internet/ diakses pada 6 Oktober 2014.


(5)

internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer (PC) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses internet.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet juga semakin maju. Internet adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri.

Pada tahun 1999, jumlah komputer yang telah dihubungkan dengan internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta dan jumlah ini terus bertambah setiap hari. Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik.

B. Faktor Kelalaian Pengguna Komputer

Hal ini merupakan salah satu penyebab utama kejahatan komputer. Seperti kita ketahui orang-orang menggunakan fasilitas internet selalu memasukan semua data-data penting ke dalam internet. sehingga memberikan kemudahan bagi sebagian oknum untuk melakukan kejahatan. Mudah dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super modern inilah yang merupakan faktor pendorong terjadinya kejahatan di dunia maya, karena seperti kita ketahui bahwa internet merupakan sebuah alat yang dengan mudahnya kita gunakan tanpa memerlukan alat-alat khusus dalam mengunakanya. Namun pendorong utama tindak kejahatan di internet yaitu susahnya melacak orang yang menyalah gunakan fasilitas dari internet tersebut.


(6)

Para pelaku merupakan orang yang pada umunya cerdas, mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan fanatik akan teknologi komputer. Hal ini merupakan faktor yang sulit untuk dihindari, karena kelebihan atau kecerdasan dalam mengakses internet yang dimiliki seseorang di zaman sekarang ini banyak yang disalah gunakan demi mendapatkan keuntungan semata, sehingga sulit untuk dihindari.

C. Faktor Sistem Keamanan Jaringan Yang Lemah

Seperti kita ketahui bahwa orang-orang dalam menggunakan fasilitas intenet kebanyakan lebih mementingkan desain yang dimilikinya dengan menyepelekan tingkat keamananya, sehingga dengan lemahnya sistem keamanan jaringan tersebut menjadi celah besar sebagian oknum untuk melakukan tindak kejahatan. Pada era global seperti sekarang ini, keamanan sistem informasi berbasis internet menjadi suatu keharusan untuk lebih diperhatikan karena jaringan internet yang sifatnya publik dan global pada dasarnya tidak aman. Pada saat data terkirim dari suatu komputer ke komputer yang lain yang berarti akan memberi kesempatan pada user tersebut untuk mengambil alih satu atau beberapa komputer. Kecuali suatu komputer terkunci di dalam suatu ruangan yang mempunyai akses terbatas komputer tersebut tidak terhubung keluar dari ruangan itu, maka komputer tersebut tidak terhubung ke luar dari ruangan itu, maka komputer tersebut akan aman. Pembobolan sistem keamanan di internet terjadi hampir tiap hari di seluruh dunia. Akhir-akhir kita banyak mendengar masalah keamanan yang berhubungan dengan dunia internet. Kejahatan cyber atau lebih


(7)

dikenal dengan cybercrime/cybersecurity adalah suatu bentuk kejahatan virtual dengan memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet, dan mengeksploitasi komputer lain yang terhubung juga pada internet. Adanya lubang-lubang keamanan pada sistem operasi menyebabkan kelemahan dan terbukanya lubang yang dapat digunakan para hacker, cracker, dan script kiddies untuk menyusup ke dalam komputer tersebut.19

1. Segi teknis

D. Faktor Lingkungan

Faktor yang menimbulkan tindak pidana kejahatan internet disebabkan oleh dua hal, yaitu :

Keberhasilan teknologi tersebut menghilangkan batas wilayah negara menjadikan dunia ini menjadi begitu sempit, keterhubungan antara jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan bagi si pelaku untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan yang lebih kuat daripada yang lain. Kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan perbuatanya.

2. Segi sosial ekonomi

Kemudahan dalam melakukan komunikasi secara global di interenet mendorong banyak pengguna internet untuk menjalankan kegiatan ekonomi melalui media internet. Faktor ingin memperoleh keuntungan dengan cara dan

19

http://www.slideshare.net/denysyahrir/makalah-keamanan-jaringan-internet-internet-permasalahan-dan-penanggulangan-keamanannya-dalam-dunia-maya di akses tanggal 6 oktober


(8)

mudah mengurangi ketakutan para penggunananya untuk melakukan tindakan yang bersifat melawan hukum.

Tudingan penyebab maraknya aktivitas cyberfraud di Indonesia adalah longgarnya peraturan pengguanaan fasilitas warung internet (warnet), sehingga para carder dapat dengan leluasa melakukan transaksi kartu kredit ilegal secara online di warnet menetapkan peraturan yang tegas bagi pelangganya misalnya menitipkan kartu tanda penggenal. Demikian juga hanya sedikit warnet yang menyimpan data atau log aktivitas para pelanggan warnet mereka ketika surfing di internet.

Tidak seperti kejahatan pada umumnya terhadap orang atau barang seperti pembakaran rumah, perampokan, dan pembunuhan, kejahatan dunia maya merupakan kejahatan yang mengandalkan skill atau keterampilan. Pada negara-negara industri, orang-orang yang memiliki kemampuan teknologi informasi lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang bergengsi. Sejumlah besar serangan cyber berasal dari Eropa Timur dan Rusia karena pelajar pada negara ini mempunyai kemampuan matematika, fisika dan komputer yang baik tetapi kesulitan mencari pekerjaan. Faktor ekonomi dari negara-negara pecahan Uni Soviet hanya sedikit menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan komputer.20

20

6 Oktober 2014.


(9)

Terdapat faktor-faktor pendorong pertumbuhan kejahatan internet yaitu: a. Kesadaran hukum masyarakat

Sampai saat ini, kesadaran hukum masyarakat Indonesia dalam merespon aktifitas cybercrime masih dirasakan kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lock of information) masyarakat terhadap jenis kejahatan internet cybercrime. Jika masyarakat memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana cybercrime maka baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk pola penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cybercrime atau pola penataan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum. Masyarakat dan penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap kejahatan konvensional. Pada kenyataanya para pelaku kejahatan komputer masih terus melakukan aksi kejahatanya. Hal ini disebabkan karena rendahnya faktor pengetahuan tentang penggunaan intenet yang lebih dalam pada masyarakat. b. Faktor keamanan

Rasa aman tentu akan dirasakan oleh pelaku kejahatan ini pada saat melaksanakan aksinya. Hal ini tidak lain karena internet lazim dipergunakan di tempat-tempat yang relatif tertutup, seperti di rumah, kamar, tempat kerja, perpustakaan bahkan di warung internet (warnet). Aktivitas yang dilakuan oleh pelaku di tempat-temapt tersebut sulit untuk di ketahui pihak luar.

Akibatnya, pada saat sedang melakukan tindak pidana/kejahatan sangat jarang orang luar mengetahuinya. Orang lain akan beranggapan pelaku sedang


(10)

menggunakan komputer untuk keperluan biasa, padahal sebenarnya ia melakukan kejahatan. Kondisi ini akan membuat pelaku menjadi sesemakin berani. Selain itu, apabila pelaku telah melakukan tindak pidana, maka dapat dengan mudah pula pelaku dapat menghapus semua jejak kejahatan yang telah dilakukan mengingat internet menyediakan fasilitas untuk menghapus data/file yang ada.21

Dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindak kejahatan di internet sangat banyak, antara pelaku dan korban tidak perlu berada pada ruang dan waktu yang sama, seringkali korban dan pelaku dan pelaku tidak saling mengenal, semakin mudahnya penggunaan internet melalui tampilan program yang user friendly dan pelaku kejahatan ini tidak merasa berbuat kesalahan besar, karena mereka bermain di dunia maya, pelaku kejahatan tersebut seringkali usil dan merasa tidak berdosa, juga rasa ingin menampilkan kelucuan, misalnya dalam kasus blogger yang sering dijumpai di internet, kasus ini belum tentu dapat dianggap sebagai kejahatan.

E. Faktor Individu

22

21

Dikdik. M, Arief Mansyur, Elitaris Gultom, Cyberlaw, Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005, Halaman 91.

22

Mas Wigaranto Roes Setyadi, “Teknologi Informasi dan komunikasi dan Perananya Dalam Proses Perubahan Sosial”, sebagaimana dimuat dalam di akses pada 1 september 2014


(11)

Upaya atau kebijakan untuk melakukan Pencegahan dan Penanggulanggan Kejahatan (PPK) adalah termasuk dalam kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk melindungi masyarakat yang disebut social defence policy.23

Dengan demikian maka apabila kebijakan yang dipergunakan dalam menaggulangi kejahatan adalah kebijakan kriminal maka jalan yang harus ditempuh adalah dengan menggunakan kebijakan penal atau kebijakan hukum pidana. Khususnya yudikatif/aplikatif harus memerhatikan dan mengarah pada tercapainya kebijakan sosial itu.

Dalam melakukan Pencegahan dan Penagulangan Kejahatan (PPK) harus ada keseimbangan antara kebijakan penal/kebijakan hukum pidana sosial atau non penal aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content,

computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam

cyberspace.

Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini beberapa cara penanggulangannya:

23


(12)

A. Upaya Pre-entif

Upaya Pre-entif merupakan suatu upaya dari Polri untuk mecegah secara dini agar tidak tejadi kejahatan, sistem ini dapat dilakukan:

a. Bersifat moralitas yaitu bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk lebih menyebarkan norma-norma agama, kesusilaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengekang nafsu untuk berbuat jahat.

b. Pembimbing disiplin terhadap anak-anak remaja, usaha ini Polri memberi bimbingan maupun penyuluhan ke sekolah-sekolah tingkat SLTP dan SLTA maupun perguruan tinggi dan dapat berbentuk ceramah-ceramah mengenai kejahatan yang dipandang perlu agar dapat menjaga diri.24

c. Pengamanan sistem yang kuat

1. Sebuah sistem keamanan berfungsi untuk mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki atau di akses oleh pemakai lain tanpa persetujuan pemilik, pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan sebuah situs intenet.25

2. Membangun sebuah keamanan sistem merupakan sebuah langkah-langkah yang utaman dan terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized acttions yang merugikan.

24

Ediwarman, Penegak Hukum Pidana dalam Perspektif Kriminologi, Genta Publishing, Yogjakarta, 2014. Halaman. 28.

25

Rutinitasin formatika.blogspot.com/2012/03/tugas-paper-komputer-dan-masyarakat.html, Loc. Cit.


(13)

3. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data.

4. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melalui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP (File Tranfer Protocol), SMTP (Simple Mail Tranfer Protocol) , Telnet (Telelcommunication

network) dan pengamanan Web Server.26

5. Berbagai perangkat lunak keamanan sistem meliputi :

a. Internet Firewall

Jaringan komputer yang terhubung ke internet perlu dilengkapi dengan

internet firewall. Internet firewall berfungsi untuk mencegah akses dari

pihak luar ke sistem internal. Dengan demikian data-data yang berada dalam jaringan komputer tidak dapat diakses oleh pihak-pihak luar yang tidak bertanggung jawab. Firewall bekerja dengan 2 cara: menggunakan

filter dan proxy. Firewall filter menyaring komunikasi agar terjadi

seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu saja yang bisa lewat dan hanya komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa berhubungan. Firewall

proxy berarti mengizinkan pemakai dari dalam untuk mengakses internet

seluas-luasnya, namun dari luar hanya dapat mengakses satu komputer tertentu saja.

26


(14)

b. Kriptografi

Kriptografi adalah seni menyandikan data. data yang akan dikirim disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Pada komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga. ada dua proses yang trjadi dalam kriptografi, yaitu proses mengembalikan data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses mengembalikan data sandi menjadi data aslinya. Data asli atau data yang akan disandikan disebut dengan plain text, sedangkan data hasil penyadian disebut cipher text. Proses enkripsi terjadi di komputer pengirim sebelum data tersebut dirimkan, sedangkan proses deskripsi terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si penerima dapat mengerti data yang dikirim.

c. Secure Socket Layer (SSL)

Jalur pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan dikuasai oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data melalui internet rawan oleh penyadapan. Maka dari itu, browser di lengkapi dengan Secure Socket Layer yang berfungsi untuk menyandikan data. Dengan cara ini, komputer-komputer yang berada di antara komputer pengirim dan penerima tidak dapat lagi membaca isi data.


(15)

B. Upaya Preventif

Upaya preventif adalah suatu perbuatan atau upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan jauh sebelum kejahatan itu terjadi dengan melibatkan sel-sel organisasi kemasyarakatan agar dapat diberdayakan secara bersama-sama dalam rangka pengawasan terhadap kelompok atau orang-orang yang berpotensi melakukan tindak kejahatan. Metode ini dapat dilakukan setelah mengetahui telebih dahulu faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya kejahatan tersebut.

Hoefnagels berpendapat bahwa pencegahan dengan tanpa menggunkan pidana dilakukan dengan melaksanakan kebijakan sosial, perencanaan dan pengembanagan kesehatan mental masyarakat, perbaikan kesehatan mental secara nasional, upaya menciptakan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan anak-anak, serta penerapan hukum administrasi dan hukum perdata. langkah-langkah sebagaimana dikemukakan Hoefnagels ini dapat dilakukan oleh Indonesia karena selaras dengan kebijakan internasional, konsepsi kebijakan kriminal, dan karakteristik cybercrime dan pelakunya. Jabaran berikut akan mengambarkan relevansi karakteristik cybercrime dengan kebijakan non-penal.27

Berkaitan dengan upaya memerangi cybercrime, Internastional Telecommunication Unition (ITU) mengemukakan bahwa ada 5 agenda yang harus dilakukan dalam rangka kerjasama, The Global Cybersecurity Agenda has

seven, main strategic goals, bulit on five work areas: Legal Measures; Technical

27


(16)

and Procdural Measures; Technical and procedural Measures; Organizational

Structures; Capacity Buliding; andInternational Coorperation.

Berkaitan dengan upaya memerangi cybercrime, sebelum Covention on

Cybercrime ditandatangani tahun 2001 dan diberlakukan tahun 2005, dalam

rangka penanggulanganya cybercrime, negara-negara yang tergabung dalam The G-8 membuat kesepakatan dalam suatu komunike bersama (joint communique), tanggal 9 dan 10 Desember 1997 dalam rangka the meeting of justiceand interior

ministers of the eight. Komunikasi bersama berisi 10 asas penuntutan dan

pemidanaan pelaku cybercrime (cybercrime) dalam rangka kerjasama internasional. Sepuluh asas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada tempat perlindungan yang aman bagi pelaku penyalahgunaan teknologi informasi.

2. Penyidikan dan penuntutan high-tech crime internasional harus dikoordinasikan antar negara yang menaruh perhatian terhadap kejahatan tersebut, tanpa melihat dimana lokasi terjadinya kerugian akibat tindak pidana dibidang teknologi informasi tersebut.

3. Aparat penegak hukum dilatih dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dalam menghadapi high-tech crimes.

4. Sistem hukum harus memberikan izin perlindungan terhadap kerahasiaan,integritas serta keberadaan data dan sistem komputer dari perbuatan yang tidak sah, dan menjamin bahwa pelaku penyalahgunaan teknologi informasi serius akan dipidana.


(17)

5. Sistem hukum harus memberikan izin perlindungan dan akses yang cepat terhadap data elektronik agar penyidikan kejahatan tersebut dapat berhasil. 6. Pengaturan mutual assistence harus dapat menjamin pengumpulan dan

pertukaran alat-alat bukti secara tepat waktu, yaitu dalam kasus-kasus yang berkaitan high-tech crimes;

7. Akses elektronik lintas batas oleh penegak hukum terhadap kebenaran informasi yang bersifat umum tidak memerlukan pengesahan dari negara dimana tempat data tersebut berada.

8. Standar forensik untuk mendapatkan dan membuktikan keaslian data elektronik dalam rangka penyidikan tindak pidana dan penuntutan harus dikembangkan dan digunakan secara optimal.

9. Untuk kepentingan praktis, sistem informasi dan telekomunikasi harus didesain untuk membantu mencegah dan mendeteksi penyalahgunaan jaringan komputer, serta harus dapat memfasilitasi pencarian penjahat dan pengumpulan alat buktinya.

10.Bekerja di lingkungan kejahatan dengan teknologi tinggi (high-tech crime) harus berkoordinasi dengan pekerjaan di era informasi yang relevan untuk menghindari duplikasi kebijakan,

Selanjutnya dalam rangka penanngulangan cybercrime, negara-negara G-8 mencanangkan Rencana Aksi Global, yaitu sebagai berikut :

a. Pengunaan jaringan personilia yang berpengatahuan tinggi menjamin ketepatan waktu, reaksi yang efektif terhadap kasus-kasus high-tech


(18)

crimes, transnasional, dan mendesain point of contact yang selalu siap selama 24 jam.

b. Mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa jumlah personalia penegak hukum yang terlatih mencukupi dalam rangka menjalankan tugas memerangi high-tech crimes dan membantu badan penegak hukum di negara lain.

c. Meninjau sistem hukum yang ada untuk menjamin bahwa telah terjadi kriminalisasi yang memadai terhadap kejahatan penyalahgunaan sistem telekomunikasi dan komputer serta mempromosikan tentang penyidikan terhadap high-tech crimes.

d. Menimbang berbagai isu yang ditimbulkan oleh high-tech crimes sepanjang relevan pada saat mengadakan negosiasi tentang perjanjian mutual assiteance.

e. Melanjutkan pemeriksaan dan pengembangan solusi yang dapat dilakukan dengan cara pengembangan alat-alat bukti sebelum melaksanakan dan memenuhi mutual asisitance, penyelidikan lintas batas, dan penelusuran data komputer yang ada pada tempat data yang belum diketahui.

f. Mengembangkan prosedur cepat untuk memperoleh lalu lintas data dari seluruh jaringan dan mata rantai komunikasi serta mengkaji berbagai jalan agar secara cepat dapat menyebarluaskan data tersebut tersebut secara internasional.


(19)

g. Bekerjasama dengan industri untuk menjamin bahwa teknologi baru dapat memfasilitasi usaha menerangi high-tech crimes dengan cara melindungi dan mengumpulkan bukti-bukti yang membahayakan.

h. Menjamin bahwa dalam kasus-kasus penting beberapa pihak akan saling menerima dan menggapi untuk memberikan bantuan,jika diperlukan termasuk permintaan yang berkaitan dengan high-tech crimes melalui sarana komunikasi yang cepat dan dipercaya, misalnya voice, faximile atau e-mail dengan konfirmasi tertulis sebagai tindak lanjutnya.

i. Meningkatkan peranan lembaga-lembaga internasional yang diakui di bidang telekomunikasi dan teknologi informasi untuk melanjutkan penyediaan di lingkungan sektor publik dan privat, standar bagi teknologi komunikasi dan proses data yang aman dan dapat dipercaya.

j. Mengembangkan dan menggunakan standar forensik yang cocok untuk mendapatkan dan membuktikan keaslian data elektronik yang digunakan dalam rangka penyidikan.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional perlu mengikuti kebijakan beberapa negara maju tersebut untuk melakukan pencegahan

cybercrime. Hal ini sudah mulai dilakukan sejak tahun 2002, misalnya melalui

kesepakatan antarnegara anggota ASEAN untuk mengimplementasikan ketentuan

Convention onCybercrime, yang di dalamnya juga mengatur tentang upaya


(20)

Pencegahan cybercrime dengan cara tanpa menggunakan pidana di Indonesia dapat dilakukan dengan cara peningkatan kerjasama internasional, dan meningkatkan pengelolaan dan pengamanan jaringan komputer.

1. Kerjasama Internasional (International Coorperation)

Convention on Cybercrime mengatur, bahwa kerjasama internasional

perlu dilakukan dalam rangka penaggulangan cybercrime, misalnya melalui perjanjian ekstradisi, kerjasama dalam penentuan ukuran kejahatan (mutual

assistance in criminal matters), pemberian informasi secara spontan ,dan

pembentukan jaringan yang dikelola oleh tenaga-tenaga profesional dalam rangka menjamin terselenggaranya bantuan secepatnya untuk investigasi dan peradilan dalam rangka pengumpulan alat bukti elektronik. Bantuan-bantuan tersebut juga meliputi pemberian fasilitas atau bantuan lain, sepanjang diizinkan oleh hukum nasional masing-masing negara. Untuk itu juga perlu diatur tentang pertanggungjawaban korporasi (corporate liability), baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata dan hukum administrasi. Hal ini diuraikan secara lengkap dalam Bab III Convention onCybercrime tentang kerjasama internasional.

Hukum Pidana material, hukum pidana formil dan kerjasama dalam pemberantasan cybercrime di Indonesia perlu ditingkatkan terus-menerus, karena selama ini kerjasama antarnegara selalu terhambat dibandingkan dengan kecepatan teknologi dan kecanggihan teknik kejahatan di dunia maya. Hanya sedikit negara-negara yang mempunyai hukum yang memadai untuk menyelesaikan masalah. Untuk memecahkan semuanya perlu peraturan perundang-undangan, penegakan hukum, dan pencegahanya. Saat ini


(21)

Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi modal besar bagi penyelesaian cybercrime di Indonesia.

Dalam kaitanya dengan upaya penanggulangan cybercrime melalui sarana non-penal, Muladi berpendapat sebagai berikut:

1. Perlu dirumuskan secara profesional penyusunan kode etik, code of

conduct and of practice tentang penggunaan teknologi informatika.

2. Perlu kerja sama antarsemua pihak yang terkait termasuk kalangan industri untuk mengembangkan preventive technology menghadapi

cybercrime. Sebagai contoh adalah pengembangan cyber patroll

software yang dapat digunakan oleh Internet Service Provider (ISP)

atau Internet Content Provider (ICP) untuk menayring atau memblok akses ke situs tertentu secara otomatis apabila situs tersebut telah masuk dalam blacklist. hal ini didasarkan fakta bahwa internet memang bukan merupakan jaringan yang aman.

C. Upaya Represif

Upaya represif dilakukan setelah terjadinya peristiwa pidana, yaitu upaya penegakan hukum terhadap mereka yang terlibat dalam tindak pidana kejahatan. Seseorang yang telah melakukan tindak pidana akan menjalani proses pemeriksaan yang akhirnya akan menerima vonis dari hakim yang apabila terbukti bersalah akan dijatuhi hukuman dengan mengasingkanya dari lingkungan masyarakat ke suatu tempat yang disebut Lembaga Pemasyarakatan. Pemberian hukuman ini adalah merupakan suatu upaya pengekangan terhadap pelaku


(22)

kejahtan agar tidak campur dengan lingkungan masyarakat guna melindungi ketentrataman masyarakat. Jadi hukuman berupa pidana adalah sesuatu yang harus ada sebagai konsekuensi logis dilakukanya kejahatan karena sudah barang tentu setiap kejatan harus dijatuhi hukuman.

Dengan demikian dijatuhkanya hukuman berupa pidana adalah merupakan maksud daripada usaha penaggulangan kejahatan dengan cara represif. Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan

(treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya uraiannya sebagai

berikut ini :28

1. Perlakuan (treatment)

Dalam penggolongan perlakuan, penulis tidak membicarakan perlakuan yang pasti terhadap pelanggar hukum, tetapi lebih menitikberatkan pada berbagai kemungkinan dan bermacam-macam bentuk perlakuan terhadap pelanggar hukum sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya.

Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, yang membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan, yaitu :

a. Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana, artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang yang belum telanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai usaha pencegahan.

2

pada 17 agustus 2014.


(23)

b. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.

Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan-perlakuan ini ialah tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang diterimanya. Perlakuan ini dititikberatkan pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan dapat kembali bergaul di dalam masyarakat seperti sedia kala.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan pokok, yaitu sebagai upaya pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku kejahatan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi dimaksudkan agar si pelaku kejahatan ini di kemudian hari tidak lagi melakukan pelanggaran hukum, baik dari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin lebih besar merugikan masyarakat dan pemerintah.

2. Penghukuman (punishment)

Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan (treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum pidana.

Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan, maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan kepada pelanggar hukum adalah hukuman


(24)

yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.

Seiring dengan tujuan dari pidana penjara sekarang, Sahardjo menyatakan bahwa tujuan dari pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, tetapi juga orang-orang yang menurut Sahardjo telah tersesat diayomi oleh pohon beringin dan diberikan bekal hidup sehingga menjadi kaula yang berfaedah di dalam masyarakat Indonesia.29

Upaya reformatif ini meliputi antara lain :

D. Upaya Reformatif

Upaya reformatif adalah bentuk usaha untuk merubah kembali seseorang yang telah melakukan kejahatan dan kejahatan itu tidak akan terulang kembali apabila dia telah kembali ke masyarakat, upaya reformatif atau pembinaan terhadap narapidana ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya peran serta langsung dari masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana tersebut dalam lingkunganya seperti masyarakat lainya serta memberi kesempatan bagi mereka untuk menjadi manusia yang lebih berguna dalam menjalani kehidupanya.

30

a. Pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan sesuai dengan konsep lembaga, bahwa istilah hukuman penjara telah tergeser titik beratnya kepada pembinaan. Maka dalam lembaga pemasyarakatan perlu kegiatan

29

Loc.Cit.

30

Taufiq Mustakim, Pembunuhan yang Dilakukan oleh Orang Tua Terhadap Anak Ditinjau dari Psikologi Kriminal, Medan, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, Halaman 85.


(25)

i. Pembinaan ketrampilan; ii. Pembinaan agama dan moral; iii. Pembinaan mental dan spiritual;

b. Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan :

i. Belajar di tempat latihan kerja milik industri atau dinas lain (Balai Latihan Kerja);

ii. Mengadakan pengawasan secara terpadu terhadap perkembangan jiwa ataupun tingkah laku dari pelaku khususnya yang oleh kelainan jiwa; iii. Beribadah dengan sembahyang di Mesjid, Gereja untuk meningkatkan

tumbuh kembang iman pelaku.

iv. Mengaktifkan para pelaku dengan berbagai bidang kegiatan seperti olahraga dan seni yang bertujuan untuk membebaskan pelaku dari derita batin yang menghantui pikiranya pikiranya sebagai akibat dari perbuatanya.

Selain upaya-upaya penanggulangan yang telah di sebutkan diatas, untuk tercapainya hal-hal di atas bukanlah mudah dan bukan pula hanya tanggungjawab petugas semata, melainkan adalah tanggungjawab semua pihak termasuk penulis dan masyarakat seluruhnya.


(26)

CONTOH KASUS KEJAHATAN INTERNET DAN ANALISISNYA

A.Posisi Kasus

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Wonogiri No:76/Pid.B/2012/PN.Wng yang mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara terdakwa:

Nama : DODI RUDIA ATMA Bin GITO Tempat lahir : Wonogiri

Umur/Tanggal lahir : 21/25 Mei 1993 Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarnegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal : Tukluk Rt. 02/Rw. 15 Desa Kerjolor Kecamatan Ngadijoro Kabupaten Wonogiri.

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Bahwa Ia terdakwa DODI RUDIA ATMA Bin GITO pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 21012 bertempat di Jalan Manyar Bauresan Rt.03, Rw.01, Kelurahan Giritirto, kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Wonogiri yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian


(27)

kebohongan, menggerakan orang lain yaitu saksi Feri Eko Santoso untuk menyerahkan barang sesuatu berupa SPM Yamaha Vixion Nopol AD 6074 JP kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, dan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :--- -Awalnya Terdakwa membuat akun jejaring sosial Facebook dengan nama Tasya Nur Anisa jenis kelamin perempuan dan dengan profile seorang wanita, selanjutnya pada hari Rabu tanggal 22 februari 2012 Terdakwa mencari-cari nama di akun facebook dengan nama VIXION kemudian diantaranya muncul nama EKO VIXION (nama facebook saksi Feri Eko santoso) dan Terdakwa dengan menggunakan nama Tasya lewat jejaring sosial Facebook tersebut kemudian meminta pertemanan dengan EKO VIXION yang kemudian disetujui oleh saksi EKO, selanjutnya antara Terdakwa yang menggunakan nama “Tasya” sering berhubungan lewat Facebook dengan saksi EKO dan kemudian saling tukar nomor HP dan mreka kemudian sering komunikasi lewat SMS, selanjutnya pada hari Sabtu pagi tanggal 25 Februari 2012 Terdakwa yang menggunakan nama “TASYA” yang mengaku beralamat di Pencil Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan saksi EKO di depan mesjid Gudangseng Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan saksi EKO di sms oleh Terdakwa yang mengaku sebagai kakak dari “TASYA” menanyakan apakah saksi EKO jadi atau tidak akan ketmuan dengan adiknya yang bernama Tasya kalau jadi akan ditunggu di lampu merah Gudangseng dan saksi EKO mengatakan jadi, selanjutnya sekitar pukul 12.00 WIB saksi Eko ditemani saksi Agung Setyawan menunggu Tasya di toko pakan burung dijalan Manyar 1 RT. 03, Rw. 01 Bauresan Kelurahan Giritirto.


(28)

Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan tidak berapa lama kemudian Terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak dari “TASYA” dan merekapun ngobrol-ngobrol sambil menunggu kedatangan Tasya, selanjutnya sekitar pukul 13.00 WIB Terdakwa meminjam sepeda motor Merk Yamaha Vixion Nopol AD 6074 JP milik saksi EKO dengan alasan akan menjemput pacar terdakwa di Pasar Wonogiri dan Terdakwa meminta kepada saksi EKO untuk tetap menunggu “TASYA” ditempat tersebut, selanjutnya Terdakwa tidak datang-datang kembali padahal jarak pasar dan tempat menunggu cukup dekat dan saat dihubungi lewat HP “TASYA” ataupun HP terdakwa tidak aktif, dan saksi kemudian selalu menghubungi nomor Terdakwa dan kemudian dijawab melalui SMS bahwa motor saksi ditangkap/ kena tilang di pasar Wonogiri setelah di cek tidak ada dan Terdakwa kemudian mengatakan motor ada di Lantas Wonogiri dan Kemudian di cek di lantas juga tidak ada hingga kemdian pada hari Senin tanggal 27 februari 2012 disepakati untuk ketemuan dan akan mengambil motor yang ternyata Terdakwa datang tidak membawa motor saksi EKO sehingga terdakwa kmudian ditangkap oleh saksi EKO dan teman-temanya kemudian diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp 15.500.000,00 (lima belas juta lima ratus ribu rupiah). ---Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP.


(29)

ATAU KEDUA:

Bahwa ia terdakwa DODI RUDIA ATMA Bin GITO pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 2012 sekira pukul 13.00 WIB. Atau pada waktu lain dalam bulan februari 2012 sekitar pukul 13.00 WIB atau pada waktu lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Wonogiri yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, dengan sengaja atau melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, dan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :

-Awalnya Terdakwa membuat akun jejaring sosial Facebook dengan nama Tasya Nur Anisa jenis kelamin perempuan dan dengan gambar profile seorang wanita, selanjutnya pada hari Rabu tanggal 22 februari 2012 terdakwa mencari-cari nama di akun facbook dengan nama VIXION kemudian diantaranya muncul nama EKO VIXION (nama facebook saksi Feri Eko Santoso) dan Terdakwa dengan menggunakan nama Tasya lewat jejaring sosial Facebook tersebut kemudian meminta pertemanan dengan EKO VIXION yang kemudian disetujui oleh saksi EKO, selanjutnya antara Terdakwa yang menggunakan nama Tasya sering berhubungan lewat Facebook dengan saksi EKO dan mereka kemudian saling tukar nomor HP dan mereka kemudian sering komunikasi lewat SMS, selanjutnya pada hari Sabtu pagi tanggal 25 februari 2012 Terdakwa (Tasya) yang mengku beralamat di Pencil Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan saksi EKO di depan mesjid Gudanseng Wonogiri dan sekitar pukul 10.30 saksi EKO di sms oleh Terdakwa yang mengaku sebagai kakak dari Tasya menanyakan apakah saksi


(30)

EKO jadi atau tidak akan ketemuan dengan adiknya yang bernama Tasya kalau jadi akan ditunggu di lampu merah Gudanseng dan saksi EKO mengatakan jadi, selanjutnyasekitar pukul 12.00 WIB saksi Eko ditemani saksi Agung Setyawan menunggu Tasya di toko pakan burung di Jalan Manyar 1 Rt.03, Rw.01 Baresan Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan tidak berapa lama kemudian terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak dari Tasya dan merekapun ngobrol-ngobrol sambil menunggu kedatangan Tasya, selanjutnya sekitar pukul 13.00 WIB Terdakwa meminjam sepeda motor Merk Yamaha Nopol AD 6074 JP milik saksi EKO dengan alasan akan menjemput pacar terdakwa di Pasar Wonogiri dan Terdakwa meminta kepada saksi EKO untuk tetap menunggu “Tasya” ditempat tersebut selanjutnya Terdakwa tidak datang-datang kembali dan saat dihubungi lewat HP “Tasya” ataupun HP terdakwa tidak aktif, dan saksi kemudian selalu menghubungi nomor Terdakwa dan dijawab melalui SMS bahwa motor saksi ditangkap / kena tilang di pasar Wonogiri dan kemudian di cek juga tidak ada hingga kemudian pada hari Senin tanggal 27 februari 2012 disepakati untuk ketemuan dan akan mengambil motor ternyata Terdakwa datang tidak membawa motor saksi EKO sehingga terdakwa kemudian ditangkap oleh saksi EKO dan teman-temanya kemudian diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp 15.500.000,00 (lima belas juta lima ratus ribu rupiah)---Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 372 KUHP.


(31)

Menimbang, bahwa atas dakwaan tersebut, terdakwa menyatakan telah mengerti isi dan maksudnya dan terdakwa tidak mengajukan keberatan (eksepsi);

Menimbang, bahwa dalam upaya membuktikan dakwaanya Penuntut Umum di persidangan telah menghadirkan dan menghadapkan saksi kepersidangan dan telah memberikan keteranganya dibawah sumpah masing-masing yaitu :

1. Feri Eko Santoso 2. Agung Setiawan 3. Marwanto

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah fakta-fakta hukum yang diperoleh dapat diterapkan kedalam perbuatan terdakwa, maka selanjutnya dakwaan Jaksa Penuntut Umum akan dibuktikan ;

Menimbang,bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan berbentuk Alternatif yaitu melanggar Pasal 378 KUHP atau kedua Pasal 372 KUHP;

Menimbang, bahwa setelah mencermati fakta-fakta yang diperoleh di persidangan,

Majelis Hakim berpendapat dakwaan yang paling tepat dan sesuai yang dilakukan oleh terdakwa adalah dakwaan Kesatu yaitu melanggar Pasal 378 KUHP, yang unsur-unsurnya terdiri dari :

1. Barang Siapa ;

2. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak ;


(32)

Menggunakan nama palsu, atau keadaan palsu dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan rangkaian kata-kata bohong membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat hutang atau menghapus piutang;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut, Majelis Hakim akan mempertimbangkanya sebagai berikut :

Ad. 1. Barang siapa ;

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan “Barang Siapa” adalah setiap orang atau siapa saja baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama atau badan hukum yang merupakan subyek hukum yang dihadapkan dan didakwa kedepan persidangan karena diduga telah melakukan perbuatan pidana;

Menimbang,bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan ternyata bahwa subyek hukum yang dihadapkan dan di dakwa telah melakuakn suatu tindak pidana tersebut, adalah subyek hukum yang identitasnya diuraikan didalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum;

Menimbang,bahwa selama pemeriksaan berlangsung terdakwa DODI RUDIA ATMA Bin GITO adalah subyek hukum yang dipandang cakap dan mampu untuk mempertanggyngjawabkan akibat dari perbuatan yang didakwakan kepadanya menurut hukum pidana karena terdakwa sehat jasmani dan rohani;

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “Barang Siapa” dinyatakan telah terpenuhi;


(33)

Ad. 2. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan “menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak” adalah adanya suatu perbuatan yang aktif yang dilakukan oleh pelaku dengan tidak didasarkan pada haknya melainkan dengan melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan aturan hukum dengan kesengajaan melakukan perbuatan yang bertujuan memberikan kerugian bagi korban;

Menimbang bahwa dari fakta-fakta hukum yang diperoleh dipersidangan menerangkan bahwa perbuatan terdakwa yang dengan sengaja mengaku dengan mengaku sebagai kakak “Tasya” teman facebook saksi Feri Eko Santoso yang kemudian janjian ketemuan pada hari sabtu. Tanggal 25 februari 2012 sekira pukul 13.00 WIB. Bertempat di jalan Manyar Bauresan RT.03 RW.01, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan setelah ketemuan terdakwa telah meminjam sepeda motor Yamaha Vixion Nopol AD 6074 JP kepada saksi saksi Feri Eko;

Menimbang, bahwa terdakwa hanya berpura-pura pinjam karena sebenarnya Terdakwa mempunyai maksud untuk memiliki sepeda motor Yamah Vixion milik saksi Feri Eko Santoso;

Menimbang, bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp.15.500.000,00 (lima belas juta lima ratus rupiah).


(34)

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri sendiri atau orang lain dengan melawan hak” telah terepenuhi oleh terdakwa;

Ad. 3. Menggunakan nama palsu, atau keadaan palsu dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan rangkaian kata-kata bohong membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat hutang atau menghapus piutang;

Menimbang, bahwa apabila dalam suatu unsur terdapat beberapa elemen unsur maka apabila salah satu elemen unsur sudah dapat dibuktikan,terhadap elemen unsur yang lain tidak harus dibuktikan seluruhnya;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “membujuk orang lain” adalah melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang lain sehingga orang itu menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya ia tidak akan berbuat demikian untuk itu;

Menimbang,bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta barang bukti menerangkan bahwa awalnya terdakwa membuat akun jejaring sosial Facebook dengan nama Tasya Nur Anisa jenis kelamin perempuan dan dengan gambar profile seorang wanita, selanjutnta pada hari Rabu, tanggal 22 februari 2012 terdakwa mencari-cari nama di akun facebook dengan nama VIXION kemudian diantaranya muncul nama EKO VIXION (nama facebook saksi Feri Eko Santoso) dan terdakwa dengan mengunakan nama Tasya lewat jejaring sosial Facebook tersebut kemudian meminta pertemanan dengan EKO VIXION yang kemudian disetujui oleh saksi EKO;


(35)

Menimbang,bahwa selanjutnya antara Terdakwa yang menggunakan nama “TASYA” sering berhubungan lewat Facebook dengan saksi EKO dan mereka kemudian saling tukar nomor HP dan mereka kemudian sering komunikasi lewat SMS;

Menimbang bahwa selanjutnya pada hari Sabtu pagi< tanggal 25 februari 2012 Terdakwa yang menggunakan nama “TASYA” yang mengaku beralamat di pencil Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan saksi Eko di depan mesjid Gudang seng dan saksi Eko mengatakan jadi;

Menimbang, bahwa selanjutnya sekitar pukul 12.00 WIB saksi Eko ditemani saksi Agung Setyawan menunggu Tasya di toko pakan burung di Jalan Manyar 1 RT. 03, RW. 01 Bauresan Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan tidak berapa lama kemudian Terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak dari “TASYA” dan merekapun ngobrol-ngobrol sambil menunggu kedatangan Tasya;

Menimbang, bahwa kemudian Terdakwa tidak datang-datang kembali padahal jarak pasar dan tempat menunggu cukup dekat dan saat dihubungi lewat HP “TASYA” ataupun HP terdakwa tidak aktif, dan saksi kemudian selalu menghubungi nomor Terdakwa dan kemudian dijawab melalui SMS bahwa motor saksi ditangkap/kena tilang di pasar Wonogiri setlah di cek tidak ada dan Terdakwa kemudian mengatakan motor ada di Lantas Wonogiri dan kemudian di cek di Lantas juga tidak ada hingga;

Menimbang, bahwa kemudian pada hari senin, tanggal 27 Februari 2012 disepakati untuk ketemuan dan akan mengambil motor yang ternyata Terdakwa


(36)

datang tidak membawa motor saksi EKO sehingga terdakwa kemudian ditangkap oelh saksi EKO dan teman-temanya;

Menimbang, bahwa kemudian diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp 15.500.000,00 (lima belas juta ratus ribu rupiah);

Menimbang,bahwa dengan demikian unsur “Dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atapun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang” dinyatakan telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa;

Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur-unsur dakwaan Kesatu telah terpenuhi maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Jaksa Penuntut Umum tersebut dan karenanya terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatanya sebagaimana ditentukan dalam amar putusan ini (Pasal 193 KUHAP);

Menimbang, bahwa dikaitkan dengan tujuan pemidanaan yang bukan semata-mata sebagai pembalasan atas perbuatan terdakwa melainkan bertujuan untuk membina dan mendidik agar terdakwa menyadari dan menginflasi kesalahanya sehingga menjadi anggota masyarakat yang baik dikemudian hari;

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana, maka berdasarkan ketentuan Pasal 197


(37)

huruf “i” dan Pasal 222 ayat (1) KUHAP,maka terdakwa harus dibebani membayar biaya perkara yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti akan ditentukan statusnya dalam amar putusan ini;

B.Pertimbangan Hukum

Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka dengan demikian perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal yang di dakwakan oleh jaksa yaitu:

i. Adanya keterangan saksi. ii. Adanya keterangan terdakwa.

iii. Menetapkan barang bukti berupa kendaraan bermotor merk Yamaha Vixion Nopol AD 6074 JP warna biru, dikembalikan kepada saksi Feri Eko Santoso.

Hal-hal yang memberatkan:

i. Perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat. ii. Terdakwa sudah pernah dihukum.

Hal-hal yang meringankan:

i. Terdakwa mengaku bersalah dan menyesali perbuatanya. Putusan Hakim:

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa telah


(38)

terbukti bersalah dan menyakinkan telah melakukan kejahatan seperti yang didakwakan kepadanya oleh jaksa penuntut umum yang melanggar pasal 378 KUHPidana yaitu .

1. Melakukan penipuan dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun Oleh karena itu menghukum terdakwa dengan hukuman penjara 1 tahun dengan membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah)

C. Analisis Kasus

Setelah membaca isi putusan Pengadilan Negeri Wonogiri No: 76/Pid.B/2012/PN. Wng, yang dikeluarkan melalui proses pengadilan pada hari Senin, tanggal 25 Juni 2012, maka penulis turut membenarkan bahwa terdakwa DODI RUDIA ATMA telah melakukan tindak pidana penipuan.

Terdakwa melakukan tindak pidana penipuan yang diatur dalam pasal 378 KUHP sebagaimana pertimbangan hakim karena pelaku melakukan suatu perbuatan melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan dengan membuat akun palsu di jejaring sosial Facebook dengan:

1. Tipu muslihat


(39)

3. Nama palsu

Maka demikian unsur dalam pasal 378: dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang” dinyatakan telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.

Yang dimaksud tipu muslihat merupakan perbuatan yang menyesatkan yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru dan memaksa orang untuk menerimanya.31

Terdakwa Dodi Rudia Atma membuat akun palsu di jejaring sosial Facebook yang telah dipercayai oleh korban Feri Eko Santoso. Maka selanjutnya Terdakwa yang memakai akun palsu yang bernama “TASYA” sering berhubungan lewat Facebook dengan korban Feri Eko Santoso dan kemudian mereka saling tukar nomor HP dan mereka kemudian sering saling komunikasi lewat SMS, selanjutnya terdakwa yang mengaku beralamat di Pencil Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan korban Feri Eko Santoso di depan mesjid Gudang Seng Wonogiri dan kemudian terdakwa yang mengaku sebagai kakaknya “TASYA” menanyakan kepada korban Feri Eko Santoso jadi atau tidak untuk bertemu dengan adiknya lalu korban mengatakan jadi, lalu korban datang dengan ditemani Agung Setyawan ditempat yang telah ditentukan tidak berapa lama kemudian Terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak “TASYA” dan mereka pun mengobrol-ngobrol. Kemudian terdakwa meminjam sepeda motor Merk

31


(40)

Yamaha Vixion AD 6074 milik korban dengan alasan menjemput pacarnya sedangkan korban menunggu ditempat tersebut, namun selanjutnya terdakwa tidak datang-datang.

Terdakwa telah melakukan rangkaian kebohongan dimana kebohongan yang satu ditutupi dengan kebohongan yang lain mulai disadari oleh korban setelah sepeda motor yang dipinjam oleh terdakwa tak kunjung dikembalikan oleh terdakwa. Terdapat rangkaian kebohongan, dimana kebohongan memiliki hubungan dengan kebohongan yang lainnya yang dilakukan oleh terdakwa, sehingga menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran.

Kasus ini diklasifikasikan sebagai kasus kejahatan internet karena terdakwa menggunakan media internet yaitu jejaring sosial Facebook dalam melakukan aksinya. Tindak pidana penipuan bukan hal baru sebagai kejahatan yang sering terjadi di masyarakat. Namun, modus penipuan yang dilakukan terdakwa adalah dengan menggunakan media interenet yaitu dengan mengunakan jejaring sosial Facebook dengan cara mengadakan hubungan dengan korbanya menggunakan akun palsu dimana korban tertipu dengan akun palsu yang di buat terdakwa.

Penipuan secara online pada prinsipnya sama dengan penipuan konvensional, yang membedakan hanya pada sarana perbuatannya yakni menggunakan sistem elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama


(41)

sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).32

Dalam putusan kasus ini, putusannya tidak hanya bersifat fakultatif, namun juga limitatif, karena dalam putusan ini tidak hanya diberikan sanksi berupa hukuman penjara selama 1 (satu) tahun kepada terdakwa, tetapi juga pengembalian barang bukti berupa kendaraan bermotor Merk Yamaha Vixion Nomor Polisi AD 6074 JP warna biru kepada korban.

32


(42)

www.hukumonline.com/klinik/detail/cara-penyidik-melacak-pelaku-penipuan-dalam-PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Pengaturan hukum yang mengatur perlindungan terhadap korban kejahatan internet diatur dalam KUHP yakni pada pasal 362 KUHP, 378 KUHP, 335 KUHP, 311 KUHP, 303 KUHP, 282 KUHP, 406 KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 5, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36, pasal 38, pasal 39, pasal 40, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 52, pasal 53, pasal 54, serta dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada pasal 72 ayat (3), Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi pada pasal 22, Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada pasal 2 ayat 1 huruf q, pasal 38 huruf b, Undang-Undang No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme pada pasal 27 huruf b

2. Penyebab kejahatan internet di sebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Faktor Akses Internet Yang Tidak Terbatas

b. Faktor Kelalaian Pengguna Komputer

c. Faktor Sistem Keamanan Jaringan Yang Lemah d. Faktor Lingkungan


(43)

3. Upaya-upaya dalam penanggulangan korban kejahatan internet adalah:

a. Upaya Pre-entif, salah satunya dengan cara melakukan pengamanan sistem yang kuat.

b. Upaya Preventif, yakni dengan melaksanakan kebijakan sosial, perencanaan dan pengembangan kesehatan mental masyarakat, perbaikan kesehatan mental secara nasional, upaya menciptakan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan anak-anak serta penerapan hukum administrasi dan hukum perdata.

c. Upaya Represif dilakukan dengan 2 cara yakni:

1. Perlakuan (treatment), dengan tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana dan dengan menerapkan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung. 2. Penghukuman (punishment) dilakukan dengan memberi penghukuman

yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum pidana. d. Upaya Reformatif

Dengan melakukan pembinaan dan melibatkan peran serta masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana tersebut dalam lingkunganya dan memberi kesempatan bagi mereka untuk menjadi manusia yang lebih berguna dalam menjalani kehidupanya.

B. Saran

1. Berkaitan dengan upaya memerangi cybercrime, pemerintah Indonesia perlu terus meningkatkan kerjasama antarnegara dan antar-pemegang peran (stake holder) dalam pencegahan dan pemberantasan cybercrime selaras dengan


(44)

perkembangan teknologi informasi, baik melalui kerjasama bilateral maupun multirateral, misalnya melalui pelatihan para penegak hukum dengan kepolisian Negara Australia dan Federal Berau Investigation (FBI) Amerika Serikat, dan kepolisian negara-negara sahabat lainya sebagaimana dilakukan saat ini.

2. Indonesia membutuhkan Badan Penyelidikan Khusus yang mengungkap kejahatan melalui media internet karena aparat penegak hukum yang akan memeriksa pelaku kejahatan ini haruslah menguasai kegiatan dalam media internet itu sendiri.

3. Pemerintah harus mengkaji ulang proses dalam pembentukan Undang-undang dan peraturan khususnya mengenai cybercrime agar fleksibel karena menyangkut perubahan teknologi yang sangat cepat berubah sehingga dapat segera mengurangi kerugian dan menyelamatkan negara atau individu.


(45)

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Selain itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi arena efektif perbuatan melawan hukum.10

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Cyber, yang diambil dari kata cyber law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law) dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbaris virtual. Istilah hukum cyber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan dunia maya

10

http://www.setkab.go.id/artikel-6249-upaya-pemerintah-melawan-cybercrime.html diakses pada 22 juli 2014.

akan cukup menghadapi persoalan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai maya, sesuatu yang tidak terlihat dan semu.


(46)

Melihat fakta hukum sebagaimana yang ada pada saat ini, dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disalahgunakan sebagai sarana kejahatan ini menjadi teramat penting untuk diantisipasi bagaimana kebijakan hukumnya, sehingga cyber crime yang terjadi dapat dilakukan upaya penanggulangannya dengan hukum pidana, termasuk dalam hal ini adalah mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan teramat penting karena dalam penegakan hukum pidana dasar pembenaran seseorang dapat dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, di samping perbuatannya dapat dipersalahkan atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas), juga perbuatan yang didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahan). Pemikiran demikian telah sesuai dengan penerapan asas legalitas dalam hukum pidana (KUHP) kita, yakni sebagaimana dirumuskan secara tegas dalam Pasal I ayat (1) KUHP nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali

Bertolak dari dasar pembenaran sebagaimana diuraikan di atas, bila dikaitkan dengan cybercrime

atau dalam istilah lain dapat dikenal dengan tiada pidana tanpa kesalahan.

,

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat internet, undang-undang yang diharapkan (

maka unsur membuktikan dengan kekuatan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya untuk diantisipasi di samping unsur kesalahan dan adanya perbuatan pidana.

ius konstituendum) adalah perangkat hukum


(47)

termasuk dampak negatif penyalahgunaan internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus atau cyber law yang mengatur mengenai cybercrime. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:11

A. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kebijakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana untuk menangulangi kejahatan pengertian kebijakan hukum pidana sama dengan kebijakan penal (penal policy), sehingga pengertian kebijakan hukum pidana terhadap cybercrime adalah penerapan hukum pidana untuk menanggulangi

cybercrime.

Berikut ini penjelasan secara hukum kejahatan cybercrime: 1. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.

Untuk menangani kasus carding diterapkan pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software setelah card generator di internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang

11


(48)

Balianzahab.wordpress.com/artikel/penegakan-hukum-positif-di-indonesia-terhadap-dikrimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.12

2. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.

Penipuan secara online pada prinsipnya sama dengan penipuan konvensional, yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan sistem elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).13

3. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”

Akhirnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 335 ayat (1)

12

http://kelompokcarding.blogspot.com/2012/11/undang-undang-dan-cara-pencegahan-html, diakses pada 8 Juli 2014.

13

www.hukumonline.com/klinik/detail/cara-penyidik-melacak-pelaku-penipuan-dalam-jual-beli-online, diakses pada 8 Juli 2014.


(49)

menyenangkan dan Pasal 21 ayat (4)

Sehingga Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi,

tentang KUHAP. MK membatalkan frasa perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 KUHP, tetapi MK tak membatalkan Pasal 335 ayat (1) KUHP dan Pasal 21 ayat (4) KUHAP sebagai pasal yang bisa dilakukan penahanan.

MK menyatakan bahwa frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 1/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK.

“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”14

4. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media internet, modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.

5. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di internet dengan penyelenggara dari Indonesia.

14


(50)

6. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak berdar dan mudah diakses di internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.

7. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di internet, misalnya kasus Sukma Ayu-Bejah. 8. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Dalam konteksnya bahwa sudah ada kebijakan hukum pidana yang dapat digunakan untuk menanggulangi cybercrime terutama dalam penyalahgunaan informasi. KUHP, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun tentu setiap kebijakan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan.15

Saat ini pengaturan mengenai yurisdiksi tidak diatur dengan jelas serta perlunya pengaturan lebih jelas dengan pertanggungjawaban dari subjek hukum terutama korporasi. Kelemahan tersebut menuntut kebijakan formulasi hukum

15

http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2012/06/27/kebijakan-hukum-pidana-terhadap-kejahatan-penyalahgunaan-informasi-data-di-dunia-maya/, diakses pada 17 Agustus 2014.


(51)

yang mudah dan tepat dalam penanggulangan kejahatan pada umumnya serta penyalahgunaan informasi pada khususnya. Dalam pembentukan kebijakan hukum pidana tersebut haruslah memperhatikan dengan baik karakteristik dari cybercrime

Dengan langkah awal kriminalisasi, maka penentuan yurisdiksi, subjek dan objek tindak pidana, perumusan tindak pidana, perumusan pertanggungjawaban pidana, perumusan sanksi pidana, dan perumusan sistem pemidanaan harus dilakukan dengan tetap sasaran. Mengingat kejahatan dunia maya tidak bisa dilawan dengan cara dunia nyata. Orientasi dari formulasi kebijakan pidana yang baru juga harus jauh ke depan memikirkan kemungkinan besar dampak buruk bentuk kejahatan baru. tidak semata-mata hanya memikirkan untuk melahirkan aturan baru memang. Tetapi juga harus dimaksimalkan upaya penanggulangan dan pencegahan dengan instrumen hukum yang ada saat ini. Memaksimalkan faktanya kejahatan tradisonal yang sekarang menjadi konvensional ternyata mampu melahirkan kejahatan dunia maya yang memerlukan cara baru dalam penanggulangannya. Dengan adanya kejahatan dunia maya saat ini, dimungkinkan akan lahir bentuk kejahatan lain diluar jangkauan manusia dalam beberapa waktu ke depannya.

yang berbasis pada teknologi informasi yang terjadi di dunia maya dan bersifat transnasional.

B.Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


(52)

Keberadaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berfungsi sebagai pedoman, norma dan kontrol terhadap perilaku para pengguna internet. Hal ini bertujuan untuk merevensi, mendeteksi atau mereduksi kejahatan internet, kecurangan dan perilaku pengguna internet yang tidak etis, yang dilakukan melalui penggunaan teknologi informasi. Pedoman, norma dan fungsi kontrol tercermin pada ketentuan yang terdapat dalam bab dan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketentuan ini mengacu pada upaya regulator untuk mengarahkan dan mengendalikan perilaku para pengguna internet serta meningkatkan kepatuhan para pengguna terhadap Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peningkatan kepatuhan para pengguna internet diharapkan mampu mereduksi terjadinya kejahatan internet (cybercrime) dan perilaku negatif para pengguna internet.

Perlakuan hukum pelaku cybercrime (fraud) jika dijerat menggunakan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.” Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).

Untuk pembuktiannya, aparat penegak hukum bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5


(53)

ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di samping bukti konvensional lainnya sesuai denganKitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP).

Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia

Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud) dalam ketentuan khusus cybercrime.

Berdasarkan ruang lingkupnya pengaturan tindak pidana cyber dapat di bagi menjadi dua bagian, yakni :

1. Pengaturan Tindak Pidana Cyber Materil di Indonesia.

Berdasarkan instrumen Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), maka pengaturan tindak pidana cyber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Secara luas, tindak pidana cyber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan sistem elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana Sistem Elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana


(54)

Cybercrimes, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga tidak memberikan definisi juga mengenai cybercrimes, tetapi membanginya menjadi beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes.

a. kesusilaan

Pasal 27

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusiakan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45 (1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.

b. perjudian

Pasal 27

(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentramisikan dan/atau mebuat dapat diaksesenya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.

c. penghinaan atau pencemaran nama baik Pasal 27

(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentramisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik


(55)

dan/dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

d. pemerasan atau pengancaman

Pasal 27

(4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentramisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

e. berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen Pasal28

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

f. menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA Pasal 28

(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau prmusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku. agama, ras, dan antar golongan (SARA).

g. mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi

Pasal 29

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menggrimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti


(56)

yang ditujukan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00.

h. dengan cara apapun melakukan akses ilegal Pasal 30

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/ atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengamanan (cracking, hacking,

ilegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi

unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)

i. intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik

Pasal 31

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam


(57)

suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

j. tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu: 1. Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data

interference

Pasal 32

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, tranmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyebunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.

(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentrasfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat


(58)

rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana semestinya.

k. gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference) Pasal 33

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

l. tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang Pasal 34

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan memproduksi, menjual, mengadakan untuk untuk digunakan mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.

m.tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik Pasal 35

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang autentik (phising= penipuan situs)

n. tindak pidana tambahan (accessoir) Pasal 36


(59)

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

o. penyelesain sengketa

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelengarakan Sitem Elektronik dan/atau menggunakan Tekhnologi Informasi yang menimbulkan kerugian.

(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelengarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

p. peran pemerintah dan peran masyarakat Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


(1)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas dukungan yang besar terhadap seluruh mahasiswa/i di dalam lingkungan Kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih kepada bapak yang selama ini telah memberikan bimbingan dan nasehat-nasehat kepada penulis dalam menjalankan program studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Prof. Ediwarman, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan petunjuk, masukan, bimbingan, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;


(2)

9. Ibu Nurmalawaty, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah memberikan petunjuk, masukan, bimbingan, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;

10. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar yang sangat berperan dalam kehidupan penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Kepada kedua Orang Tua yang telah memberikan segala sesuatunya selama proses perkuliahan dan penulisan skripsi;

12. Saudara kandung penulis Kakak Heny Atika dan Gina Febrila keponakan tercinta Dava Pratama, yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan penulis yang telah memberikan do’a, dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi ini;

13. Kekasih yang Luar Biasa Ayu Miranda Damanik SE yang selalu setia membantu dan memotivasi dan menemani Penulis dalam suka duka, terimakasih atas segala dukungan, bantuan, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada Penulis;

14. Teman-teman Angkatan 2010 terkhusus Grup E Dikky Abdullah siahaan, Juara Monang, Rahman Swadana, Gilbert Sinaga, Devi Silvia Hutapea, SH. , Laurentia Kartika, SH. , Muchril Ardiansyah, Muhammad Kolan, Theopilus Sembiring, Tamba Saragih, Nidea Hutabarat, Fitri charunisa, Mutiara Parwita, Fatih Alsilmi, Irfan Fauzi daulay, Andre dan lain-lain yang tidak


(3)

15. Sahabat-sahabat terbaik Rizky Tri Sanjaya, Ramadhan, Febrina permatasari, Jery Thomas, Martina, Triana, Hary, Oren, Fikry, angie sere, Fauzi, Yonatan Sirait, Anastasya Silitonga.

16. Dan untuk semua teman-teman dan saudara-saudara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan oleh karenanya dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan yang dapat digunakan bagi penegakan hukum di Indonesia dan semoga pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini mendapatkan pahala dan berkah dari Allah SWT. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Assalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Medan, Oktober 2014

Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Tinjauan Kepustakaan ... 8

G. Metode Penelitian... 22

BAB II : PENGATURAN KEJAHATAN INTERNET DALAM BEBERAPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. 24 A. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 26

B. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 30

C. Dalam Undang-Undang Hukum Positif lainnya ... 43

BAB III : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KEJAHATAN INTERNET ... 47

A. Faktor Akses Internet Yang Tidak Terbatas ... 48


(5)

E. Faktor Individu ... 54

BAB IV : UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KORBAN KEJAHATAN INTERNET DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI ... 55

A. Upaya Pre-entif ... 56

B. Upaya Preventif ... 59

C. Upaya Represif ... 65

D. Upaya Reformatif ... 68

BAB V : ANALISIS KASUS TENTANG KORBAN KEJAHATAN INTERNET ... 70

A. Posisi Kasus ... 70

B. Pertimbangan Hukum... 81

C. Analisis Kasus ... 82

BAB VI : PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87


(6)

ABSTRAK Muhammad Fajar

Maraknya cybercrime di Indonesia dan di negara-negara lain mendorong banyak pihak terus berusaha memeranginya dengan berbagai macam cara. Salah satu satu dasarnya adalah dengan cara memahami aspek cybercrime dari semua sisi. Keutuhan pemahaman tentang pemberantasan cybercrime dan cybercriminal perlu dilakukan berdasarkan pendekatan multi dimensional, salah satunya melalui perspektif hukum pidana dan kriminologi.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan hukum yang mengatur perlindungan kepada korban kejahatan internet, bagaimana penyebab terjadinya kejahatan internet tersebut, bagaimana upaya-upaya dalam penaggulangan korban kejahatan internet.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skiripsi ini. Bahan-bahan hukum primer dalam skripsi ini terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku, pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan judul skripsi ini yaitu Perlindugan hukum terhadap korban kejahatan internet dalam perspektif kriminologi. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan lain-lain.

Pedoman, norma dan fungsi kontrol tercermin pada ketentuan yang terdapat dalam bab dan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketentuan ini mengacu pada upaya regulator untuk mengarahkan dan mengendalikan perilaku para pengguna internet serta meningkatkan kepatuhan para pengguna terhadap Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peningkatan kepatuhan para pengguna internet diharapkan mampu mereduksi terjadinya kejahatan internet (cybercrime) dan perilaku negatif para pengguna internet, Pemerintah harus mengkaji ulang proses dalam pembentukan Undang-undang dan peraturan khususnya mengenai cybercrime agar fleksibel karena menyangkut perubahan teknologi yang sangat cepat berubah sehingga dapat segera mengurangi kerugian dan menyelamatkan negara atau individu.

Kata Kunci: Cybercrime, Cybercriminal, Cyberfraud, Hukum Pidana,