Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Simalungun Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun).

(1)

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Simalungun Pada

Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus :

Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten

Simalungun)

DISUSUN OLEH : MARIA N. C. SARAGIH

050906059

DOSEN PEMBIMBING : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si DOSEN PEMBACA : Indra Fauzan, SHI, M.Soc.Sc

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Simalungun Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya,

Kabupaten Simalungun)

Nama : Maria N. C. Saragih Nim : 050906059

ABSTRAKSI

Pemilihan Legislatif secara langsung terkait dengan peran serta masyarakatnya dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses Pemilihan Legislatif Langsung ini akan menghadirkan perilaku politik dari masing-masing pemilih. Dan banyak faktor yang akan mempengaruhi preferensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah etnis yang dianggap sebagai faktor penting dalam perilaku pemilih di Indonesia.

Pada pemilu legislatif 2009 terjadi perubahan sistem pemilu yang berbeda dari pemilu sebelumnya, ini terkait dengan mekanisme suara terbanyak yang berhak menjadi caleg terpilih. Mekanisme ini menyebabkan faktor individu caleg menjadi lebih diperhitungkan selain dari ideologi partai.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di desa Sondi Raya, kabupaten Simalungun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara umum perilaku politik etnis Batak Simalungun dalam hubungannya dengan preferensi calon Legislatifnya pada pemilihan Legislatif 2009 sekaligus mengetahui seberapa besar partisipasi mereka. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih yang terdaftar dalam pemilihan Legislatif 2009 di desa Sondi Raya, kabupaten Simalungun. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini bahwa penelitian dilakukan terhadap etnis Batak Simalungun. Penelitian dilakukan tehadap responden yang telah berhak memilih yaitu yang telah berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian ini kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 96 orang.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Pengasih karena atas berkat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini disusun melalui pengumpulan data dari berbagai sumber yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan angket. Dalam skripsi ini digambarkan mengenai perilaku politik dari etnis Batak Simalungun dalam hubungannya dengan preferensi pilihan calon Legislatifnya pada Pemilihan Legislatif Langsung 2009 Kabupaten Simalungun.

Dalam skripsi ini terdapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, petunjuk dan saran, keterangan-keterangan serta data yang diberikan secara tertulis maupun lisan oleh karenanya maka skipsi ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Terimakasih yang tak terhingga kepada bapak aku B.D. Saragih yang selalu memberikan aku dukungan yang luar biasa serta motivasi dan selalu mendoakan aku. Dan mama aku R. Purba yang selalu tabah dan sabar terhadap keluarga, dan tak lupa juga selalu memberikan yang terbaik kepada aku, mendoakan dan memberikan memotivasi. Juga kepada kakak ku tercinta Leli Wulan Dari Saragih, SH, yang juga turut memberikan semangat dan teman curhat ku disaat aku lagi senang dan sedih. Walaupun kita sering bertengkar mulai dari kecil tapi yakinlah aku tetap sayang kepada mu.


(4)

Penulis juga menyampaikan rasa terimaksih yang sebesarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik USU Medan yaitu bapak Prof.

Dr. Baddaruddin, M.Si.

2. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA. Selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik USU.

3. Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing dan Bapak Indra Fauzan, SHI, M.Soc.Sc. Selaku Dosen Pembaca yang telah berkenan memberikan bimbingan dengan sabar dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Seluruh dosen yang telah mengajar penulis selama masa perkuliahan dan juga kepada seluruh staf Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

5. Kepala Desa beserta perangkat desa Sondi Raya, Kabupaten Simalungun yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk skripsi ini.

6. Seluruh Responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket yang telah diberikan sehingga penulis sangat terbantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada teman-teman ku Rolas, FX, Ronald, Anthon, Feri, Sapri tungir, Hanna, Pebri kiting. Jangan sombong kalau nanti sudah sukses.

8. Kepada De Janda’s ( Stella, Isabella, Eka ) akhirnya wisuda bareng juga kita. Thx sudah ada disaat aq susah dan senang. Ingat motto kita “ Hadapi Hidup Ini dengan Santai dan Tawa”.


(5)

9. Terutama kepada Hendrik, thx rela begadang bantu aq dalam mengerjakan skripsi ini. Memotivasi aq, memberi semangat buat aq, memarahi aku sewaktu aku lupa mengerjakan skripsi qu (keasyikan main ama teman2). Kalau bukan karena kau, skripsi ini tidak akan selesai sampai sekarang.

Dalam skripsi ini penulis sadar banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kiranya pembaca dapat memaklumi kekurangan yang ditemui dalam srkripsi ini.

Akhir kata salam penulis ucapkan kepada seluruh pembaca yang tertarik dengan skripsi ini. Semoga apa yang terdapat dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 22 September 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

I. Abstraksi………..………i

II. Kata Pengantar……….ii

III. Daftar Isi………..v

IV. Daftar Tabel………..viii

BAB I. PENDAHULUAN…….……….1

1. Latar Belakang...……….………1

2. Pembatasan Masalah……...……….…………11

3. Perumusan Masalah……..………...11

4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………..12

4.1. Tujuan Penelitian………...………..12

4.2. Manfaat Penelitian………...…12

5. Kerangka Teori……….…………...….………13

5.1. Etnis…………...………...……….13

5.2. Perilaku Politik………...…………..15

5.3. Partai Politik dan Sistem kepartaian.……….………20

5.3.1. Definisi partai Politik ………..………..20

5.3.2. Sistem Kepartaian ……….20

5.3.3. Partai Politik di Indonesia……….22

5.4. Pemilu dan Sistem Pemilu………...………..………..26

5.4.1. Definisi Pemilu………26


(7)

5.4.3. Pemilu di Indonesia…………..………..………28

6. Metodologi Penelitian………..……….………33

6.1 Jenis Penelitian………..……...……….34

6.2. Lokasi Penelitian………...…35

6.3. Populasi dan Sampel………...……….35

6.4. Teknik Pengambilan Data...………...………….36

6.5. Teknik Pengumpulan Data…………...……….37

7. Sistematika Penulisan……….……….……….37

BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN………..………...40

2.1. Keadaan Geografi Desa………40

2.1.1. Keadaan Alam………40

2.1.2. Luas Wilayah……….………….40

2.1.3. Letak dan Batas Wilayah……….………..…40

2.2. Demografi………...………...…41

2.2.1. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga……...41

2.2.2. Tingkat Pendidikan Penduduk……….42

2.2.3. Lembaga Pendidikan………..42

2.2.4. Mata Pencaharian Penduduk………43

2.2.5. Agama Penduduk……….…………..44

2.2.6. Fasilitas Kesehatan Penduduk………...…………...45

2.2.7. Perolehan Hasil Suara Pemilihan Umum Legislatif di Kecamatan Raya………..………...45


(8)

BAB III. PENYAJIAN DAN ANALISA DATA………...….51

3.1. Penyajian Data………...………..….51

3.2. Karakteristik Responden………...………...…...51

3.2.1. Evaluasi Tentang Etnisitas…………...……….55

3.2.2 Evaluasi Tentang Perilaku Politik………...………..59

3.2.3 Evaluasi Tentang Partisipasi Poltik………...66

3.2.4 Evaluasi Tentang Kampanye di Desa Sondi Raya……...69

3.3. Analisis Data………...………..76

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN………...………….83

4.1. Kesimpulan…...………..………...………83

4.2. Saran………...………...84

DAFTAR PUSTAKA………..……….86 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Pemilihan Umum Tahun 1955……… 25

Tabel 2 Pemilihan Umum Pada Masa Orde Baru……… 29

Tabel 3 Hasil Pemilihan Umum Pada Masa Orde Baru……… 30

Tabel 4 Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Di Desa Sondi Raya………41

Tabel 5 Tingkat Pendidikan Penduduk………...42

Tabel 6 Lembaga Pendidikan………..43

Tabel 7 Agama Yang Dianut Di Desa Sondi Raya……….44

Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Umur………..52

Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………53

Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Agama………53

Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan…………54

Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan………...55

Tabel 13 Distribusi Jawaban Responden Tentang Marga……….56

Tabel 14 Distribusi Jawaban Responden Jumlah Marga Simalungun……..56

Tabel 15 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh Etnis Terhadap Pemilihan Calon Legislatif……….57

Tabel 16 Distribusi Jawaban Responden Tentang Memiliki Marga Yang Sama Dengan Calon Legislatif……….…………..57

Tabel 17 Distribusi Jawaban Responden Tentang Latar Belakang Caleg Yang Paling Layak Jadi Anggota Legislatif……...58


(10)

Tabel 18 Distribusi Jawaban Responden Tentang Hubungan Dengan Calon Legislatif Yang dipilih………59 Tabel 19 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ikut Tidaknya Pada Pemilu Legislatif 2009………60 Tabel 20 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Tidaknya Anggota

Keluarga Yang Lain Mengikuti Pemilu Legislatif 2009…………60 Tabel 21 Distribusi Jawaban Responden Tentang Berpengaruhkah anggota

Keluarga Menentukan Pilihan Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009……...61 Tabel 22 Distribusi Jawaban Responden Tentang Cara Memilih………….61 Tabel 23 Distribusi Jawaban Responden Tentang Apa Pilihan Pada

Pemilihan Umum Legislatif 2009………..62 Tabel 24 Distribusi Jawaban Responden Tentang Setuju Atau Tidaknya

Memilih Langsung Calegnya……….63 Tabel 25 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ikut Tidaknya Sebagai

Anggota Atau Kader Pada Pemilu Legislatif 2009………63 Tabel 26 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlu Tidaknya Diadakan

Pemilu Legislatif………64 Tabel 27 Distribusi Jawaban Responden Tentang Apa Pilihan Pada

Pemilihan Umum Legislatif 2009………..65 Tabel 28 Distribusi Jawaban Responden Tentang Demokrasi Atau Tidaknya


(11)

Tabel 29 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Pemilu Legislatif………66 Tabel 30 Distribusi Jawaban Responden Tentang Partai Yang Dipilih Pada

Pemilu Legislatif 2009………...67 Tabel 31 Distribusi Jawaban Responden Tentang Motivasi Memilih

Partai………...68 Tabel 32 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendidikan Politik Oleh

Partai………...68 Tabel 33 Distribusi Jawaban Responden Tentang Partai Yang Sering

Mengadakan Kampanye……….69 Tabel 34 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlu Tidaknya Diadakan

Kampanye Sebelum Pemilu………...70 Tabel 35 Distribusi Jawaban Responden Tentang Mengikuti Kampanye

Calon Legislatif Di Sondi Raya………..70 Tabel 36 Distribusi Jawaban Responden Tentang Motivasi Mengikuti

Kampanye………...71 Tabel 37 Distribusi Jawaban Responden Tentang Seberapa Sering

Responden Mengikuti Kampanye Partai Politik………72 Tabel 38 Distribusi Jawaban Responden Tentang Yang Paling Diingat Pada

Saat Kampanye………...72 Tabel 39 Distribusi Jawaban Responden Tentang Bentuk Kampanye Para

Caleg Pada Masa Kampanye Pemilihan Umum Legislatif


(12)

Tabel 40 Distribusi Jawaban Responden Tentang Cara Kampanye Yang Paling Efektif Mempengaruhi Seseorang Untuk Memilih……….74 Tabel 41 Distribusi Jawaban Responden Tentang Parpol Sudah Pernah

Membantu Atau Memberikan Kontribusi Daerah Sebelum Masa Kampanye………...75 Tabel 42 Klasifikasi Jawaban Responden Berdasarkan Marga Memilih


(13)

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Simalungun Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya,

Kabupaten Simalungun)

Nama : Maria N. C. Saragih Nim : 050906059

ABSTRAKSI

Pemilihan Legislatif secara langsung terkait dengan peran serta masyarakatnya dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses Pemilihan Legislatif Langsung ini akan menghadirkan perilaku politik dari masing-masing pemilih. Dan banyak faktor yang akan mempengaruhi preferensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah etnis yang dianggap sebagai faktor penting dalam perilaku pemilih di Indonesia.

Pada pemilu legislatif 2009 terjadi perubahan sistem pemilu yang berbeda dari pemilu sebelumnya, ini terkait dengan mekanisme suara terbanyak yang berhak menjadi caleg terpilih. Mekanisme ini menyebabkan faktor individu caleg menjadi lebih diperhitungkan selain dari ideologi partai.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di desa Sondi Raya, kabupaten Simalungun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara umum perilaku politik etnis Batak Simalungun dalam hubungannya dengan preferensi calon Legislatifnya pada pemilihan Legislatif 2009 sekaligus mengetahui seberapa besar partisipasi mereka. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih yang terdaftar dalam pemilihan Legislatif 2009 di desa Sondi Raya, kabupaten Simalungun. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini bahwa penelitian dilakukan terhadap etnis Batak Simalungun. Penelitian dilakukan tehadap responden yang telah berhak memilih yaitu yang telah berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian ini kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 96 orang.


(14)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Dalam bab ini akan dibahas tentang data yang diperoleh selama penelitian berlangsung, yang terdiri dari karakteristik responden dan jawaban responden atas angket yang telah dibagikan terlebih dahulu selama penelitian berlangsung. Dalam penyajian data ini jawaban yang diperoleh dari responden akan disajikan dalam bentuk tabel tunggal, yang berisi kategori jawaban, jumlah responden yang menjawab dan persentase. Adapun hasil penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Karakteristik Responden. 2. Variabel Penelitian

Setelah disajikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka akan dipaparkan analisa dari hasil-hasil penelitian.

3.1. Penyajian Data

3.2. Karakteristik Responden

Data mengenai identitas responden akan disajikan dalam bentuk umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel masyarakat sebanyak 96 orang. Berikut ini distribusi responden berdasarkan umurnya.


(15)

Usia masyarakat yang dijadikan responden ini adalah berkisar antara usia 17 tahun-76 tahun. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan usia responden dalam bentuk tabel.

TABEL 8

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN UMUR

Umur Jumlah Persentase

17-26 13 13,54%

27-36 20 20,83%

37-46 16 16,67%

47-56 27 28,13%

57-66 17 17,71%

67-76 3 3,12%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Tabel 7 tentang distribusi responden berdasarkan umur menunjukkan usia terbanyak yang menjadi responden pada penelitian ini yaitu berada pada umur dibawah 56 tahun.

TABEL 9

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 61 63,54%

Perempuan 35 36,46%

Total 96 100%


(16)

Dari tabel 8 tentang distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat ditunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini turut menjelaskan bahwa laki-laki lebih berpartisipasi dalam pemilihan legislatif.

TABEL 10

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN AGAMA

Agama Jumlah Persentase

Kristen Protestan 69 71,88%

Kristen Katolik 2 2,08%

Islam 25 26,04%

Budha - -

Hindu - -

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa responden terbanyak beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak 69 orang atau 71,88%. Kemudian diikuti oleh agama Islam. Hal ini sesuai dengan keadaan penduduk di Desa Sondi Raya yang mayoritas beragama Kristen Protestan.


(17)

TABEL 11

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dilihat dari tabel 10 tentang distribusi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikannya, tamat SLTA lebih banyak jumlahnya dibanding dengan yang lain, yaitu sebanyak 49 orang atau 51,04%.

TABEL 12

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN PEKERJAAN

Pekerjaan Jumlah Persentase

Petani 35 36,46%

Pedagang 9 9,37%

Pegawai Negeri Sipil 24 25%

Buruh 13 13,54%

Dan lain-lain 15 15,63%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

Tidak Sekolah - -

Tamat SD/sederajat 2 2,08%

Tamat SLTP/sederajat 13 13,54%

Tamat SLTA/sederajat 49 51,04%

Tamat Akademi/Diploma 17 17,71%

Tamat S1 15 15,63%


(18)

Dari tabel 11 tentang distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat bahwa pekerjaan sebagai petani lebih banyak yaitu 35 orang dan selanjutnya sebagai Pegawai Negeri Sipil yaitu 24 orang.

3.2.1 Evaluasi Tentang Etnisitas

Berikut ini disajikan data dari jawaban responden terhadap keseluruhan pertanyaan melalui kuesioner yang telah disebarkan yaitu menyangkut evaluasi responden tentang etnisitas.

TABEL 13

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG MARGA

Marga Jumlah Persentase

Saragih 40 41,7%

Purba 23 23,96%

Sinaga 25 26,04%

Damanik 8 8,3%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa responden mayoritas bermarga Saragih sebanyak 40 orang atau 41,7% kemudian diikuti oleh marga Sinaga sebanyak 25 orang atau 26,04%.


(19)

TABEL 14

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN JUMLAH MARGA SIMALUNGUN

Jumlah Marga Jumlah Persentase

1 - -

2 - -

3 2 2,08%

4 94 97,92%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya sudah benar-benar tahu berapa jumlah jumlah marga etnis Simalungun.

TABEL 15

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PENGARUH ETNIS TERHADAP PILIHAN CALON LEGISLATIF

Kategori Jumlah Persentase

Sangat berpengaruh 24 25%

Berpengaruh 43 44,79%

Kurang berpengaruh 19 19,79%

Tidak berpengaruh 10 10,42%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa faktor etnis sangat berpengaruh terhadap pilihan calon legislatif.


(20)

TABEL 16

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG MEMILIKI MARGA YANG SAMA DENGAN CALON LEGISLATIF

Kategori Jumlah Persentase

Ada 68 70,83%

Tidak ada 4 4,17%

Tidak tahu 24 25%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya memiliki marga yang sama dengan calon legislatif sebanyak 68 orang atau 70,83%.

TABEL 17

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG LATAR BELAKANG CALEG YANG PALING LAYAK JADI ANGGOTA LEGISLATIF

Latar belakang caleg Jumlah Pesentase Caleg yang bermarga Simalungun 29 30,21% Caleg yang berdomisili di Simalungun walau

bukan orang Simalungun

37 38,54%

Anda tidak mempersoalkan latar belakang asal calon legislative

30 31,25%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Rayalebih memilih caleg yang berdomisili di Simalungun walau bukan orang Simalungun.


(21)

TABEL 18

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG HUBUNGAN DENGAN CALON LEGISLATIF YANG DIPILIH

Calon legislatif yang dipilih Jumlah Persentase

Memiliki hubungan keluarga 18 18,75%

Tidak memiliki hubungan 68 70,83%

Teman kerja 10 10,42%

Lain-lain - -

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel 17 di atas bahwa 68 orang tidak memiliki hubungan terhadap calon legislatif yang dipilihnya.

3.2.2 Evaluasi Tentang Perilaku Politik

Berikut ini akan disajikan keseluruhan dari jawaban responden yang berkaitan dengan perilaku politik di Sondi Raya pada pemilihan Legislatif tahun 2009.

TABEL 19

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG IKUT TIDAKNYA PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

Kategori Jumlah Persentase

Ya 65 67,70%

Tidak 31 32,3%

Total 96 100%


(22)

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya memilih ikut pada pemilu legislatif 2009 sebanyak 65 orang atau 67,70%.

TABEL 20

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG

ADA TIDAKNYA ANGGOTA KELUARGA YANG LAIN MENGIKUTI PEMILU LEGISLATIF 2009

Kategori Jumlah Persentase

Ada 63 65,62%

Tidak Ada 33 34,38%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa keluarga masyarakat dari Sondi Raya kebanyakan mengikuti pemilihan umum legislatif 2009 sebanyak 63 orang atau 65,62%.

TABEL 21

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG BERPENGARUHKAH ANGGOTA KELUARGA MENENTUKAN PILIHAN DALAM

PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009

Kategori Jumlah Persentase

Ya 18 18,75%

Tidak 78 81,25%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya tidak terpengaruh atas pilihan dari anggota keluarga lainnya. Melalui wawancara diperoleh keterangan lebih lanjut bahwa dari 78 responden yang memilih option


(23)

“tidak” ada 76 responden yang mengaku bahwa walau tidak terpengaruh oleh anggota keluarga lainnya tetapi pilihan mereka sama, maka bisa disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki kesamaan pilihan dengan anggota keluarga lainnya.

TABEL 22

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG CARA MEMILIH

Kategori Jumlah Persentase

Mencontreng 77 80,21%

Mencoblos 13 13,54%

Tidak Memilih 6 6,25%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya kebanyakan memilih dalam bentuk mencontreng pada pemilihan caleg 2009 sebanyak 77 orang atau 80,21%.

TABEL 23

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG APA PILIHAN PADA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009

Kategorinya Jumlah Persentase

Partainya 17 17,71%

Caleg Legislatifnya 79 82,29%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya lebih memilih calegnya dari pada memilih partainya yaitu sebanyak 79 orang atau 82,29%.


(24)

Dalam wawancara penulis menanyakan lebih lanjut mengenai fenomena masyarakat etnis Simalungun yang cepat merespon perubahan mekanisme memilih dalam pemilihan umum, apa yang menyebabkan masyarakat cepat tanggap mengikuti mekanisme yang baru. Jawaban yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 2 yakni :

1. Karena suksesnya sosialisasi yang dilakukan KPU melalui media televisi. 2. Karena calon legislatifnya sendiri ikut mensosialisasikan mekanisme yang

baru ini.

TABEL 24

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG SETUJU ATAU TIDAKNYA MEMILIH LANGSUNG CALEGNYA

Kategori Jumlah Persentase

Sangat Setuju 42 43,75%

Setuju 32 33,33%

Kurang Setuju 14 14,59%

Tidak Setuju 8 8,33%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa mayoritas responden sangat setuju dengan sistem yang digunakan yang mana masyarakat bisa memilih langsung calegnya yaitu sebanyak 42 orang atau 43,75%.


(25)

TABEL 25

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG IKUT TIDAKNYA SEBAGAI ANGGOTA ATAU KADER PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

Kategorinya Jumlah Persentase

Ya 21 21,88%

Tidak 75 78,12%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat Sondi Raya kebanyakan tidak ikut sebagai anggota partai dalam pemilu legislatif 2009. Dalam wawancara penulis menanyakan lebih lanjut mengenai mengapa masyarakat etnis Simalungun enggan menjadi kader partai. Maka dari jawaban yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 2 alasan :

1. Ada persepsi bahwa untuk menjadi kader partai harus mempunyai uang yang banyak.

2. Ada persepsi bahwa untuk menjadi kader partai harus mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi.

TABEL 26

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PERLU TIDAKNYA DIADAKAN PEMILU LEGISLATIF

Kategorinya Jumlah Persentase

Perlu 84 87,5%

Tidak Perlu 12 12,5%

Total 96 100%


(26)

Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat mengatakan bahwa pemilu perlu diadakan. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas responden yang menjawab perlu yaitu sebanyak 84 orang atau 87,5%.

TABEL 27

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG APA PILIHAN PADA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009

Alasan mengikuti pemilu Jumlah Persentase Karena ingin mendukung calon saya 26 27,08%

Karena dorongan materi yang diberikan caleg

25 26,04%

Karena menurut saya pemilu legislatif 2009

lebih demokratis dari yang sebelumnya 38 39,58%

Lain-lain 7 7,3%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa yang menjadi dorongan masyarakat Sondi Raya mengikuti pemilu legislatif 2009 yaitu karena pemilu legislatif 2009 lebih demokratis dari yang sebelumnya yaitu sebanyak 38 orang atau 39,58%.

TABEL 28

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG DEMOKRASI ATAU TIDAKNYA PEMILU LEGISLATIF 2009

Kategori Jumlah Persentase

Sangat Demokratis 18 18,75%

Demokratis 49 51,04%

Kurang Demokratis 17 17,71%

Tidak Demokratis 12 12,5%

Total 96 100%


(27)

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa masyarakat Sondi Raya mengatakan bahwa pemilu legislatif 2009 telah demokratis yaitu sebanyak 49 responden atau 51,04%.

TABEL 29

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PELAKSANAAN PEMILU LEGISLATIF

Kategori Jumlah Persentase

Sudah 27 28,12%

Kurang 34 35,42%

Belum 21 21,88%

Tidak Tahu 14 14,58%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel diatas bahwa pelaksanaan pemilu legislatif 2009 di Sondi Raya masih kurang dalam menjalankan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.

3.2.3. Evaluasi Tentang Partisipasi Politik

Berikut ini disajikan keseluruhan dari jawaban responden yang berkaitan dengan partisipasi politik pada pemilihan legislatif 2009.


(28)

TABEL 30

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PARTAI YANG DIPILIH PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

Kategori Jumlah Persentase

Golkar 17 17,71%

PDI-P 12 12,5%

Demokrat 15 15,62%

Lain-lain 52 54,17%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas bahwa masyarakat Sondi Raya lebih memilih partai lain-lain sebanyak 52 orang atau 54,17%. Setelah penulis bertanya langsung kepada para responden ternyata partai yang lain-lain itu yang mereka pilih adalah partai Republikan. Dalam wawancara penulis menanyakan lebih lanjut tentang partai yang mayoritas dipilih responden karena berasal dari partai besar. Ternyata yang orang dari 52 responden yang memilih option lain-lain itu menunjukkan pada partai Republikan. Dan sisanya 3 responden dari 52 responden yang memilih option lain-lain itu memilih partai PKPI.

TABEL 31

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG MOTIVASI MEMILIH PARTAI

Motivasi memilih partai Jumlah Persentase

Visi/misi pembangunan tercapai 55 57,3% Karena adanya janji-janji pada saat kampanye 29 30,20%

Lain-lain 12 12,5%

Total 96 100%


(29)

Dari tabel di atas bahwa motivasi responden memilih partai adalah karena visi/misi pembangunan tercapai yaitu sebanyak 55 oarng atau 57,3%.

TABEL 32

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAI

Kategori Jumlah Persentase

Sering Kali - -

Sering 9 9,37%

Jarang 29 30,21%

Tidak pernah 58 60,42%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa responden mayoritas mengatakan tidak pernah apakah dilingkungannya diadakan pendidikan politik oleh partai politik tertentu yaitu sebesar 60,42%.

TABEL 33

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PARTAI YANG SERING MENGADAKAN KAMPANYE

Kategori Jumlah Persentase

Golkar 25 26,04%

PDI-P 17 17,71%

Demokrat 20 20,83%

Lain-lain 34 35,42%

Total 96 100%


(30)

Dari tabel 26 diatas diketahui partai yang sering mengadakan kampanye di Sondi Raya lebih memilih partai lain-lain sebanyak 34 orang atau 35,42% yaitu partai Republikan.

3.2.4 Evaluasi Tentang Kampanye di Desa Sondi Raya

Berikut ini akan disajikan jawaban mengenai kampanye di desa Sondi Raya pada pemilihan umum legislatif 2009.

TABEL 34

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG

PERLU TIDAKNYA DIADAKAN KAMPANYE SEBELUM PEMILU

Kategori Jumlah Persentase

Perlu 66 68,75%

Tidak Perlu 6 6,25%

Tidak Tahu 24 25%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas bahwa masyarakat yang mengatakan perlu diadakan kampanye sebelum pemilihan umum sebanyak 66 orang atau 66,75%.

TABEL 35

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG MENGIKUTI KAMPANYE CALON LEGISLATIF DI SONDI RAYA

Kategori Jumlah Persentase

1-2 kali 37 38,54%

3-4 kali 21 21,88%

5-6 kali 12 12,5%

>7 kali - -

Tidak Pernah 26 27,08%

Total 96 100%


(31)

Dari tabel di atas bahwa masyarakat di desa Sondi Raya 37 orang mengikuti kampanye 1-2 kali atau 38,54%.

TABEL 36

DISTRIBUSI JAWABAN RSPONDEN TENTANG MOTIVASI MENGIKUTI KAMPANYE

Motivasi Jumlah Persentase

Ingin mengetahui janji serta visi misi caleg 42 43,75% Ingin menunjukkan dukungan terhadap caleg 25 26,04%

Ingin memperoleh keuntungan materi dari kampanye

21 21,88%

Lain-lain 8 8,33%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas bahwa motivasi masyarakat Sondi Raya mengikuti kampanye yaitu ingin mengetahui janji serta visi misi caleg yaitu sebesar 42 orang atau 43,75%.

TABEL 37

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG SEBERAPA SERING RESPONDEN MENGIKUTI KAMPANYE PARTAI POLITIK

Kategori Jumlah Persentase

Sering Kali 12 12,5%

Sering 20 20,83%

Tidak Sering 40 41,67%

Tidak Pernah 24 25%

Total 96 100%


(32)

Dari tabel di atas bahwa masyarakat Sondi Raya 40 orang atau 41,67% tidak sering mengikuti kampanye partai politik di Desa Sondi Raya.

TABEL 38

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG YANG PALING DIINGAT PADA SAAT KAMPANYE

Yang diingat dari kampaanye Jumlah Persentase

Visi Misinya 32 33,33%

Latar Balakang Marganya 28 29,17%

Asal Partai 29 30,21%

Lain-lain 7 7,29%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel 31 bahwa yang paling masyarakat desa Sondi Raya ingat pada saat kampanye yaitu visi misinya sebesar 32 orang atau 33,33%.

TABEL 39

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG BENTUK KAMPANYE PARA CALEG PADA MASA KAMPANYE PEMILIHAN

UMUM LEGISLATIF 2009

Kategori Jumlah Persentase

Sangat Baik 9 9,37%

Baik 33 34,37%

Kurang Baik 40 41,67%

Tidak Baik 14 14,59%

Total 96 100%


(33)

Dari tabel di atas bahwa bentuk kampanye para caleg pada masa kampanye kurang baik karena menurut para responden pada saat kampanye masih ada anak-anak dibawah umur yang ikut dalam kampanye. Selain itu juga kampanye cenderung hanya member media poster-poster ataupun spanduk-spanduk.

TABEL 40

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG CARA KAMPANYE YANG PALING EFEKTIF MEMPENGARUHI SESEORANG UNTUK

MEMILIH

Cara Mempengaruhi Jumlah Persentase

Kunjungan langsung para caleg kepada pemilih

25 26,04%

Kampanye melalui Koran-koran dan

media cetak lainnya 23 23,96%

Poster-poster 15 15,62%

Kampenye Dilapangan Terbuka 30 41,67%

Lain-lain 3 25%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

Dari tabel di atas masyarakat desa Sondi Raya lebih memilih cara kampanye yang paling efektif untuk mempengaruhi seseorang yaitu kampanye di lapangan terbuka sebanyak 30 orang atau 41,67%. Dalam wawancara penulis menanyakan lebih lanjut mengenai mengapa etnis Simalungun lebih menyukai kampanye dilapangan terbuka. Maka dari jawaban yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 2 alasan :


(34)

2. Jika kampanye dihadiri banyak orang bisa menjadi faktor pendorong untuk memilih calon legislatif tersebut, istilah lainnya secara psikologis masyarakat menganggap calon yang kampanye dihadiri banyak orang berarti si calon legislatif tersebut benar-benar baik pada masyarakat.

TABEL 41

DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PARPOL SUDAH PERNAH MEMBANTU ATAU MEMBERIKAN KONTRIBUSI DAERAH

SEBELUM MASA KAMPANYE

Kategori Jumlah Persentase

Sudah Pernah 58 60,42%

Tidak Pernah 38 39,58%

Total 96 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian

Dari tabel di atas masyarakat desa Sondi Raya mengatakan kalau desa mereka sudah pernah dibantu calon legislatif sebelum masa kampanye yaitu sebesar 58 orang atau 60,42%.


(35)

TABEL 42

KLASIFIKASI JAWABAN RESPONDEN BERDASARKAN MARGA DALAM MEMILIH PARTAI

MARGA PARTAI YANG DIPILIH

GOLKAR PDI-P DEMOKRAT REPUBLIKAN PKPI JLH

SARAGIH 2 2 4 27 3 38

PURBA 4 6 3 9 - 22

SINAGA 11 2 2 9 -

DAMANIK - 2 6 4 - 12

Sumber: Kuesioner Penelitian Tahun 2010

3.3. ANALISIS DATA

Telah terkumpul data maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Pada tahap ini sasaran utama adalah untuk mengetahui etnis Simalungun yang berkaitan dengan hubungan antar etnis dan preferensi politik dan juga bagaimana partisipasi etnis Simalungun pada pemilihan umum legislatif 2009. Kelompok etnis memiliki watak kolektif yang berbeda sehingga memberi warna pada perilaku politik. Ciri yang dimiliki secara kolektif itu memiliki perilaku pendorong dalam mempengaruhi partisipasi politik seseorang, selanjutnya kelompok ini dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan pemilihan calon legislatifnya.

Dari data yang didapat melalui hasil penelitian diketahui faktor etnisitas atau kesukuan berpengaruh terhadap pilihan calon legislatif mereka. Responden cenderung sebagai pemilih tradisional dalam menetapkan pilihan calon legislatifnya. Dorongan untuk menjadi pemilih tradisional ini disebabkan oleh


(36)

kuatnya budaya politik parokial pada masyarakat di desa Sondi Raya. Budaya politik parokial ini dapat semakin kuat ketika adanya calon-calon legislatif yang berasal dari marga-marga yang sama dengan responden.

Secara teoritis kegiatan ini dapat dianalisis melalui pendekatan sosiologis dimana menurut pendekatan ini kegiatan perilaku memilih dalam kaitan konteks sosial kongkritnya pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh pengelompokkan sosial seperti agama dan kesukuan. Dari hasil penelitian dapat dianalisis bahwa faktor sosiologis turut mempengaruhi pilihan para responden. Hal ini terkait dari jawaban responden dimana terpengaruh oleh faktor etnisitas figur-figur calon-calon legislatif yaitu sebesar 25% yang menjawab sangat berpengaruh dan 44,79% yang menjawab berpengaruh. Maka bisa disimpulkan 69,79% pilihan responden dipengaruhi oleh faktor etnisitas.

Faktor etnisitas calon legislatif yang ditawarkan juga senantiasa diperuntungkan oleh partai politik. Ketika identifikasi partai dari pada pemilih adalah lemah maka sikap terhadap calon legislatif menjadi faktor penentu yang kuat dalam memilih pada pemilihan umum. Ketika merosotnya kepercayaan kepada partai maka para pemilih akan cenderung melihat kualitas dari pada calon yang ada. Namun didalam masyarakat yang sikap primordialnya tinggi seperti di desa Sondi Raya kualitas dari calon legislatif hanya dilihat berdasarkan faktor marganya. Hal ini dibuktikan dan hasil jawaban responden bahwa partai politik pilihan masyarakat di desa Sondi Raya adalah partai Republikan yang merupakan partai baru namun bisa mengalahkan perolehan suara partai-partai besar seperti Demokrat, Golkar, PDI-P. Jadi didalam pemilu legislatif tahun 2009 di desa Sondi


(37)

Raya suatu fenomena menarik dimana nama besar partai tidak menjadi acuan orang untuk memilih calon legislatif.

Para pemilih cenderung melihat figur calon dan tentunya kualitas dari calon tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

1. Populitas calon yang ada.

Populitas ini ditentukan oleh sejauh mana calon yang bersangkutan mampu dikenal oleh masyarakat pemilih serta bagaimana citra calon tersebut dalam pandangan pemilihnya dalam kaitannya dengan popularitas ini melalui wawancara mendalam penelitian terhadap responden terungkap bahwa calon legislatif partai Republikan tersebut memang berasal dari keluarga terpandang di desa Sondi Raya.

2. Kedekatan hubungan calon legislatif dengan massa pemilih.

Calon legislatif tersebut memang berdomisili di desa Sondi Raya dan memiliki marga yang sama dengan mayoritas pemilih yaitu marga Saragih.

Kedua hal inilah yang dilihat dari mayoritas responden mempertimbangkan faktor kandidat sebagai faktor penentu pilihan calon legislatif.

Dari data yang diperoleh dilapangan juga dapat dianalisis bahwa partisipasi etnis Simalungun pada pemilihan umum legislatif tahun 2009 cukup besar, para responden mayoritas dengan persentase 65,62% mengatakan bahwa seluruh anggota keluarganya yang telah berhak memilih juga ikut serta dalam menggunakan hak pilihnya didalam pemilihan umum legislatif tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran dari etnis Simalungun untuk berpartisipasi dalam


(38)

politik melalui keikut sertaan mereka dalam pemilihan umum memiliki kesadaran bahwa suaranya turut mempengaruhi proses demokrasi di Indonesia.

Walaupun hal ini juga dilatar belakangi faktor pendorong yang berbeda-beda. Kemudian jika dilihat dari hubungan pilihan calon legislatif antar responden dengan orang tua atau saudara, maka mayoritas responden dengan persentase 81,25% responden mengatakan tidak terpengaruh. Namun dari wawancara mendalam mengenai hal ini bahwa walau anggota keluarga lain tidak mempengaruhi terhadap pilihannya tetapi mayoritas dari mereka mempunyai pilihan etnis yang sama terhadap calon legislatifnya. Keterangan ini menunjukkan bahwa masyarakat etnis Simalungun sangat demokratis dan tidak memaksa pilihan politik anggota keluarganya namun sekaligus data tersebut juga bukan menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang sama dalam pola pikir dalam satu keluarga etnis Simalungun untuk menentukkan pilihan politiknya.

Tingginya kesadaran masyarakat Simalungun terhadap perlunya berpartisipasi dalam pemilihan umum menjadi sesuatu fenomena menarik lainnya. Karena kesadaran dalam partisipasi ini tumbuh atas dorongan yang muncul dalam dirinya sendiri. Karena dari data yang diperoleh terungkap bahwa mayoritas dengan persentase 60,42% masyarakat tidak pernah mendapat pendidikan politik oleh partai.

Sedangkan apabila dilihat dari media kampanye yang paling efektif dalam mempengaruhi pilihan masyarakat, etnis Simalungun cenderung lebih menyukai kampanye dangan cara kampanye di lapangan terbuka, dalam wawancara berkaitan dengan kampanye ini responden yang memilih cara kampanye di


(39)

lapangan terbuka dikarenakan alasan mereka selain mendengar langsung visi/misi calon legislatif sekaligus jika dalam kampanye di lapangan terbuka tersebut ramai didatangi masyarakat akan menambah keyakinan mereka bahwa calon legislatif tersebut benar-benar bagus.

Bahkan dari data distribusi jawaban responden mengenai pertanyaan media kampanye yang paling efektif mempengaruhi pemilih jika dilihat lebih lanjut bahwa ternyata mayoritas responden yang memilih media kampanye di lapangan terbuka adalah responden yang memiliki latar belakang pendidikan relatif rendah yaitu tamatan SD, SLTP dan SLTA. Sedangkan mayoritas responden yang latar belakang tingkat pendidikannya diatas SLTA yaitu yang tamatan Diploma dan tamatan S1 lebih menyukai kampanye melalui koran atau media cetak lainnya.

Frekwensi kampanye berpengaruh secara signifikan kepada perolehan suara sebagaimana dapat dilihat dari data yang diperoleh partai Republikan yang paling sering kampanye dengan persentase 35,42% menjadi pemenang pemilihan umum di desa Sondi Raya.

Mengenai sistem pemilihan umum yang berbeda dari pemilihan umum-pemilihan umum sebelumnya dari data yang diperoleh etnis Simalungun memandang positif terhadap mekanisme memilih langsung calegnya dengan persentase sebesar 43,75% sangat setuju dan 33,33% menjawab setuju dengan cara ini. Jadi bisa dikatakan 77,08% menilai positif terhadap mekanisme ini. Lebih lanjut dari data juga bisa dilihat bahwa mayoritas dengan persentase 80,21% masyarakat Sondi Raya mampu beradaptasi dengan cepat dengan


(40)

mekanisme baru dalam pemilihan umum yaitu dengan mencontreng bukan lagi dengan mencoblos, mungkin ini karena letak desa Sondi Raya yang dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten Simalungun. Dengan kata lain desa Sondi Raya dekat dengan pusat informasi.

Melalui data yang diperoleh juga diketahui bahwa 51,04% mayoritas responden memandang bahwa legislatif 2004 sudah berlangsung dengan demokratis dengan acuan terlaksananya prinsip-prinsip pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil. Namun jika diteliti lebih lanjut mayoritas responden yang menyatakan pemilihan umum legislatif 2009 berlangsung sangat demokratis dan demokratis adalah responden dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah yaitu berpendidikan SD, SLTP, SLTA. Sedangkan yang tingkat pendidikan lebih tinggi yaitu diploma dan Strata1 mayorita menyatakan pemilihan umum 2009 kurang demokratis dan tidak demokratis.

Selain hal-hal tersebut diatas, juga ada beberapa temuan yang menarik bahwa pemilihan umum legislatif tahun 2009 di desa Sondi Raya ditemukan adanya kegiatan money politik. Hal ini terungkap dari data bahwa 21,88% responden menyatakan bahwa mereka mengikuti kampanye partai politik karena adanya iming-iming dari calon legislatif yang akan memberikan uang saat kampanye, dan juga data ini menunjukkan 26,04% responden mengikut i pemilihan umum legislatif 2009 dikarenakan adanya imbalan uang yang diberikan calon legislatif agar memilih calon legislatif tersebut. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa pemilihan umum legislatif 2009 di desa Sondi Raya tidak terlepas dari fenomena money politik.


(41)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di desa Sondi Raya kabupaten Simalungun maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Faktor etnisitas atau kesukuan masih sangat berpengaruh terhadap preferensi politik memilih dari calon legislatif pada pemilihan umum legislatif 2009. Kuatnya budaya politik parokial serta menguatnya kembali rasa primordialisme pasca otonomi daerah merupakan faktor pendorong yang menjadi faktor etnis mempengaruhi pilihan politik masyarakat.

2. Rendahnya identifikasi partai politik dari pada masyarakat menjadi faktor etnisitas calon legislatif menjadi faktor penentu terhadap preferensi politik masyarakat etnis Simalungun dalam menentukan pilihan pada pemilu.

3. Pilihan politik anggota keluarga tidak mempengaruhi masyarakat Simalungun dalam menentukan pilihan pada pemilu, namun mayoritas dalam satu keluarga Simalungun memiliki pilihan yang sama (homogen) ini karena diantara anggota-anggota keluarga Simalungun mempunyai kesamaan nilai untuk menentukan figur calon legislatifnya.

4. Partisipasi etnis Simalungun sangat kurang didalam partai politik.

5. Kampanye di lapangan terbuka adalah media kampanye yang paling efektif untuk menarik simpati dari etnis Simalungun.


(42)

6. Frekwensi kampanye berpengaruh terhadap signifikan kepada perolehan suara di desa Sondi Raya.

7. Etnis Simalungun cepat beradaptasi terhadap perubahan sistem politik serta sistem yang baru.

8. Money politik yang ditemukan pada pemilihan umum legislatif 2009. Walaupun bukan sebagai faktor penentu bagi etnis Simalungun dalam menentukan pilihan.

9. Pemilihan Umum legislatif 2009 di desa Sondi Raya berlangsung dengan baik, hal ini mengindikasikan bahwa etnis Simalungun memandang positif terhadap kegiatan pemilihan umum.

4.2. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis merasa perlu memberikan saran kepada pihak yang terkait dengan pemilihan umum legislatif yaitu sebagai berikut:

1. Para elit politik dan partai politik harus mengambil peran yang lebih luas lagi dalam melakukan proses pendidikan politik dan sosialisasi politik yaitu dengan cara menyikapkan kualitasnya kapada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Hal ini guna meningkatkan pengetahuan politik dan cara pandang masyarakat dalam memilih pada pemilihan umum berikutnya.

2. Partai politik perlu meningkatkan lagi kualitas dari calon-calon legislatif yang diusungnya dengan cara meningkatkan selektifitas pada saat proses


(43)

pencalonan, tidak menggunakan money politik dalam proses penyeleksian. Mengadakan pelatihan terhadap kader - kadernya.

Hal ini perlu karena partai politik sangat mengusung calon - calonnya berdasarkan etnisitasnya saja tetapi perlu diperhatikan kualitas dari calon tersebut. Sehingga ketika terpilih benar - benar mampu menjalankan tugasnya. 3. Masyarakat etnis Simalungun harus lebih tegas dalam menyikapi money

politik, masyarakat hendaknya menolak segala bentuk money politik dan masyarakat harus sadar bahwa money politik akan merusak budaya demokrasi yang baik.

4. Masyarakat etnis Simalungun didalam memilih pada pemilihan umum jangan hanya mendasari pilihannya karena faktor etnisitasnya saja tetapi masyarakat etnis Simalungun perlu menyelidiki rekam jejak para calon legislatif dan memilihnya berdasarkan kualitasnya sebab perilaku memilih tradisional tersebut tidak lagi sesuai dengan tuntutan jaman yang berkembang.


(44)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, ini adalah pengertian yang sangat sederhana dan sekaligus mendasar dari demokrasi. Pemerintahan ada karena rakyat ada, yang memerintah adalah rakyat dan tujuan adanya pemerintahan itu pun untuk rakyat. Kita berbicara mengenai pemerintahan rakyat, yang memerintah itu adalah rakyat dan yang dipilih oleh rakyat.

Pada dasarnya prinsip demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik (Gould, 1990). Prinsip ini hanya mungkin dilakukan kalau jumlah anggota kelompoknya kecil. Namun, prinsip dasar ini mustahil diterapkan dalam organisasi yang besar seperti negara. Untuk itu, sistem perwakilan tetap dipandang sebagai alternatif yang terbaik dalam suatu sistem demokrasi. Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogiyanya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutanya menjadi Pemilihan. Dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan, maka dipakailah sebutan Pemilihan Umum disingkat dengan Pemilu.

Jadi melalui pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring para calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam pemilu, dapat juga dipandang sebagai wujud


(45)

partisipasi dalam proses pemerintahan. Sebab melalui lembaga pemilu, masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi, pemilu pun jadi sebuah kata kunci. Tak ada demokrasi tanpa diikuti pemilu. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari pada demokrasi.

Pada hakikatnya pemilu, dinegara mana pun mempunyai esensi yang sama. Pemilu, berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara. Pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya. Jadi, ada dua manfaat yang sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang hendak dicapai dengan pelaksanaan atau beroperasinya lembaga politik pemilu, yaitu pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang absah (otoritas) dan mencapai tingkat keterwakilan politik (Political Reprensentativeness).1

Berbicara tentang pemilihan umum ini terkait dengan partai dan masyarakat bahwa pemilu merupakan wadah persaingan bagi partai politik untuk merebut simpati masyarakat tentunya partai politik harus mengerti apa yang menjadi faktor-faktor masyarakat untuk memilih suatu partai tersebut. Maka Oleh sebab itu pemahaman kita tentang pemilu terutama dalam kontruksi demokrasi yakni pemilihan umum dapat dipandang sebagai suatu prosedur untuk mengumpulkan preferensi-preferensi tertentu. Salah satu prosedur itu adalah pemungutan suara. Kedudukan pemungutan suara dalam pemilu dilihat sebagai sesuatu yang penting terutama dalam pengertian substantif demokrasi.

1


(46)

tentunya untuk memahami pemilihan umum itu secara utuh kita juga harus mengerti perilaku pemilih dalam pemilu. Perilaku pemilih ini merupakan tindakan dari masyarakat dalam menentukan pilihannya dalam pemilu.

Mengapa seseorang memilih partai politik tertentu dan dan tetap konsisten dari satu pemilu kepemilu berikutnya, sementara yang lain berubah-ubah pilihan politiknya dari waktu kewaktu (swing voters) mengapa anggota kelompok sosial tertentu cenderung memiliki pilihan yang hampir sama sementara yang lainnya berbeda dalam menentukan pilihannya? Sederet pertanyaan tersebut dan selainnya yang senada akan muncul apabila kita hendak menganalisis perilaku pemilih dalam pemilu (voting behavior).

Sebenarnya fenomena politik dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang namun bisa dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dan perilaku aktor-aktor politik serta perilaku pemilih maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan perilaku behaviorism. Perhatian utama pendekatan ini terletak pada hubungan antara pengetahuan politik dengan tindakan politik termasuk bagaimana proses termasuk bagaimana proses pembentukan pendapat politik, bagaimana kecakapan politik diperoleh dan bagaimana cara orang menyadari peristiwa-peristiwa politik.2

Bahwa ada beberapa faktor utama yang membentuk perilaku pemilih di Indonesia salah satunya adalah faktor etnisitas.3

2

David. E. Ater, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1998, hal.209

3

Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal. 14

Kelompok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Adanya rasa kesukuan atau kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap


(47)

partai politik. Etnis dapat mempengaruhi loyalitas seseorang terhadap partai tertentu.

Di Indonesia secara relatif terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas.4

Kajian berupa penelitian mengenai perilaku politik etnis pernah dilakukan oleh Prof. R. William Liddle.

Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan dan mengabaikan faktor etnis dapat menimbulkan kesalah pahaman mengenai politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang.

Identitas partai akan berkaitan dengan dengan kesetiaan (loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu partai. Semakin tinggi identitas partai akan semakin tinggi tingkat loyalitas massa partai, sebaliknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah pula loyalitasnya. Di Indonesia, loyalitas massa partai sering dikaitkan dengan etnisitas.

5

Di kabupaten Simalungun dan Kota Pematang Siantar Liddle menemukan hubungan-hubungan antara partai lokal dengan kelompok agama, budaya dan

Dimana Liddle melakukan penelitian tentang tingkah laku politik didaerah Sumatera Utara yaitu kabupaten Simalungun dan Pemantang Siantar sebagai kota utamanya. Dalam penelitian ini Liddle mencoba mengaitkan analisa makronya tentang tingkah laku politik lokal dengan apa yang kelihatan makro di tingkat nasional.

4

Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta : LP3ES, 2003, hal. 182.

5

R. Wiliam Liddle, Partisipasi dan Partai Politik Di Indonesia pada Awal Orde Baru, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992, hal. 22-81.


(48)

etnis. Dimana pada waktu itu rakyat Indonesia sangat mendambakan partai-partai yang akan mewakili kepentingan mereka yang bersifat primordial. Dari hasil penelitiannya Liddle mengetahui bahwa proses perkembangan Simalungun dan kota Pemantang Siantar menjadi daerah dan kota perkebunan sejak jaman Kolonial Belanda telah turut membedakannya dari sebagian besar daerah atau kota lain di Indonesia.

Perbedaan etnis diikuti pula oleh perbedaan agama yang mereka anut serta lapangan perkerjaan yang menjadi sumber mata pencarian mereka sehari-hari. Semua perbedaan diatas yaitu perbedaan etnis, agama, pekerjaan, menjurus pula pada perbedaan organisasi sosial atau partai politik yang mereka pilih atau ikuti.6

Jika kita berbicara etnis Simalungun dan dikaitkan dengan perilaku pemilih maka perlu dilihat juga latarbelakang sejarah etnis Simalungun dalam bidang partai politik dan pemerintahan. Etnisitas di Simalungun tidak dapat dilepaskan dari empat marga asli, tanpa mengenyampingkan marga-marga yang lainnya yang ada tetapi empat marga yakni Sinaga, Saragih, Damanik, Purba atau Dan Liddle menyimpulkan bahwa primordialisme dan partai di Indonesia bagaikan zat dan sifatnya. Yang pertama merupakan kenyataan-kenyataan sosial budaya, dan yang kedua adalah ekspresi alamiah dibidang politik. Kenyataan-kenyataan yang ditemukan menimbulkan pertanyaan bagaimana hubungan atau pun pengaruh etnisitas, khususnya struktur masyarakat dan politiknya kepada perilaku politik dari masyarakat suku bangsa itu dalam kehidupan politik itu sekarang yang dalam skripsi ini dipusatkan pada pemilihan legislatif.

6

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum, 1992, hal. 201


(49)

dengan istilah Sisadapur inilah yang lebih mendominasi baik itu dalam segi jumlah dan bukan itu saja, dalam bidang perpolitikan empat marga inilah yang lebih menjadi raja-raja Simalungun ataupun penguasa-penguasa didaerah sebelum kemerdekaan. Misalnya marga Sinaga yang mempunyai nama Kerajaan Tanoh Jawa, yang muncul ditempat komunitas orang Jawa. Ibukotanya berada di Tanoh Jawa. Rajanya bermarga Sinaga yaitu Raja Kaliamsyah Sinaga. Marga Saragih mempunyai nama Kerajaan Raya beribukota di Pamatang Raya. Rajanya bernama Tuan Djaulan Kadoek Saragih. Marga Damanik atau disebut juga dengan Kerajaan Siantar. Yang bertempat di tepi sungai Bah Bolon di Pamatang Siantar sekarang (Pamatang artinya ibukotanya). Hingga sekarang daerah ini disebut kampung Pamatang dan Rajanya adalah Raja Sawadim Damanik. Marga Purba disebut dengan Kerajaan Purba yang bertempat di Pamatang Purba dan rajanya adalah Tuan Mogang Purba Pakpak.7

Sejak kemerdekaannya Indonesia telah 10 kali melangsungkan pemilihan umum, selama 10 kali pemilu tersebut seringkali terjadi perubahan terhadap sistem pemilunya. Berubah-ubahnya sistem pemilu ini karena Indonesia masih mencari bentuk pemilu yang demokratis baginya. Pada pemilu legislatif 2009 banyak perubahan dalam sistem pemilu Indonesia, salah satu perubahan yang terjadi adalah dengan penghapusan sistem nomor urut menjadi sistem suara terbanyak ini dikarenakan adanya Amar putusan Mahkamah Konstitusi atas pasal 214 huruf a-e UU No. 10 tahun 2008 tentang pemilu. Perubahan ini sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap perilaku pemilih. Jika pada pemilu-pemilu

7


(50)

sebelumnya rakyat hanya didorong untuk memilih partainya saja tanpa terlalu peduli dengan siapa calegnya. Tetapi dengan sistem suara terbanyak ini rakyat bukan hanya memilih partai tetapi dianjurkan untuk memilih langsung calegnya.

Pada pemilu 2009 inilah ujian sesungguhnya terhadap kebenaran tentang teori kesetian etnis terhadap partai tertentu. Dan apa yang terjadi pada pemilu 2009 adalah munculnya partai-partai yang relatif baru mampu mendapat dukungan suara yang relatif banyak, bahkan Partai Demokrat yang dari segi usia tergolong baru mampu keluar menjadi pemenang sebagai partai dengan jumlah pemilih mayoritas mengalahkan partai-partai mapan yang telah memiliki basis masa yang kuat seperti Golkar, PDI-Perjuangan dan PPP.

Sistem suara terbanyak pada pemilu 2009 memberi efek negatif terhadap kembali lahirnya sikap primordialisme masyarakat. Sistem suara terbanyak mendorong para caleg untuk mempopulerkan dirinya. Sebab dengan sistem suara terbanyak lebih memberi peluang besar terhadap caleg yang sudah dikenal masyarakatlah yang akan lolos menjadi anggota DPR. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan para caleg untuk mempopulerkan dirinya.

Sebenarnya sistem suara terbanyak ini baik jika memang caleg yang terpilih nantinya terpilih oleh karena benar-benar selama ini dikenal masyarakat akan prestasinya peduli pada rakyat, tetapi pada pemilu legislatif 2009 lebih banyak caleg yang tidak dikenal masyarakat. Mereka baru memperkenalkan dirinya sebagai orang yang peduli rakyat pada saat menjelang pemilu.

Oleh karena para caleg yang bertarung dalam pemilu 2009 banyak yang tidak dikenal maka pada masa kampanye mereka menjadi lebih boros


(51)

mengeluarkan anggaran untuk mempromosikan dirinya, bahkan cara-cara mereka memperkenalkan diri terkesan sangat dipaksakan. Mereka selama ini tidak jelas apa pengabdiannya pada rakyat, ramai-ramai memasang poster-poster serta baliho-baliho besar bergambarkan dirinya dengan identitas kesukuannya demi menarik simpati masyarakat.

Fenomena bangkitnya sikap primordialisme akibat sistem suara terbanyak bisa terlihat dari cara berkampanye para caleg. Pada saat kampanye para caleg banyak yang lebih menonjolkan asal-usul kedaerahannya, misalnya pada kampanye caleg di kabupaten Simalungun jarang ditemukan para caleg berkampanye di mimbar umum melainkan mereka hanya pergi mengunjungi-mengunjungi pertemuan yang diadakan ikatan marga-marga tertentu atau pertemuan-pertemuan organisasi keagamaan, yang lebih parahnya lagi pada pertemuan tersebut para caleg tidak menyampaikan visi-misi pembangunannya tetapi yang lebih ditekankan para caleg melainkan pendekatan yang dikaitkan oleh ikatan persaudaraan.

Selain hal kampanye para caleg masih ada beberapa fenomena yang berhasil diamati peneliti mengenai pemilihan umum legislatif di Kabupaten Simalungun yang menunjukan adanya sikap primordialisme di masyarakat misalnya Partai Politik (Parpol) di Kabupaten Simalungun, tidak seluruhnya menampilkan caleg di Daerah Pemilihan (Dapem) menghadapi Pemilu 2009. Dari data Daftar Calon Tetap (DCT) yang dikeluarkan, Dapem yang tidak ada daftar calegnya masing-masing : Dapem 2 sebanyak 2 parpol (PPI dan PSI), Dapem 3


(52)

sebanyak 2 parpol (PRN dan PP), Dapem 4 sebanyak 4 parpol (PNIM, PMB, PRN, PP) dan di Dapem 5 hanya PB yang tidak mencantumkan calegnya.8

8

DCT caleg DPRD Kabupaten Simalungun tahun 2009, KPU Kab. Simalungun

Kemudian jumlah caleg pada masing-masing dapem yang disodorkan oleh parpol bervariasi, dimana untuk parpol yang sudah mapan rata-rata menampilkan quota 120% dari jumlah kursi di dapemnya. Sementara partai yang belum siap, hanya menampilkan 1 - 3 orang caleg di dapemnya. Dengan banyaknya parpol dan terbatasnya kesediaan masyarakat pemilih untuk memajukan diri jadi caleg, tentu menyebabkan ada beberapa parpol yang susah merekrut caleg. Ada kesan parpol tersebut sekedar menampilkan nama caleg agar tidak terlihat kosong.

Di dalam DCT Kabupaten Simalungun, para caleg yang bertarung di Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, ada 17 orang bertambah gelarnya, 6 orang gelarnya hilang atau tidak dicantumkan, 2 orang tidak mencantumkan lagi marganya, dan masing-masing 1 orang menambah marganya dan berganti nama (penambahan satu huruf dalam namanya).

Maka secara garis besar ada tiga hal yang melatar belakangi pemilihan pokok penelitian studi perilaku pemilihan ini :

Pertama, perilaku pemilih dari suatu masyarakat dipengaruhi dan

mempunyai hubungan dengan etnisitas, selain masih ada faktor-faktor yang lain, seperti pengaruh luar melalui difusi dan akulturasi pendidikan, perubahan sosial, dan lain-lain. Namun bagi bangsa Indonesia faktor etnisitas masih cukup besar dan berpengaruh dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.


(53)

Kedua, pemilu berdasarkan suara terbanyak untuk pertama kalinya baru

diselenggarakan pada tahun 2009. Sebelumnya beberapa pemilu yang dahulu rakyat Indonesia hanya memilih partainya saja. Pada pemilu sebelumnya di Indonesia pemilu hanya memilih parpol tanpa diketahui masyarakat siapa calegnya. Namun pada pemilu 2009 ini masyarakat bukan hanya disorong memilih partai tapi juga calegnya, walaupun hal ini juga pernah terjadi pada tahun 2004 tetapi penentuan caleg terpilih berdasarkan nomor urut.

Ketiga, karakteristik masyarakat Simalungun yang bercirikan feodalisme

dianggap semakin memperkuat rasa primordialisme dalam pemilihan umum.

2. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas serta mempertegas batasan ruang lingkup penelitian dengan tujuan untuk menghasilkan uraian yang sistematis maka diperlukan adanya batasan masalah. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini hanya dilakukan di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab etnis batak Simalungun menjatuhkan suatu pilihan.

3. Dalam penelitian ini penulis ingin melihat seberapa besar tingkat partisipasi etnis Batak Simalungun dalam Pemilihan Langsung Legislatif 2009 tepatnya di desa Sondi Raya.


(54)

3.

Perumusan Masalah

Adapun perumusan yang dibuat oleh peneliti adalah:

1. Bagaimanakah perilaku politik etnis Batak Simalungun pada Pemilihan Langsung Legislatif 2009.

2. Bagaimana pengaruh etnisitas terhadap masyarakat Batak Simalungun dalam preferensi politik pada Pemilihan Langsung Legislatif 2009.

4.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

4.1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dibuat oleh peneliti adalah :

1. Untuk mengetahui berapa banyak jumlah suara etnis Batak Simalungun pada pemilihan langsung legislatif yang berlangsung pada tanggal 10 April 2009 yang lalu.

2. Menelaah apakah preferensi polotik berpengaruh dalam menjatuhkan suatu pilihan.

4.2. Manfaat Penelitian

Layaknya sebuah penelitian ilmiah tentunya diharapkan memiliki manfaat baik bagi penulis bahkan bagi orang yang membaca laporan penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah :

1. Bagi penulis sendiri penelitian ini guna mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah dalam bidang Perilaku Politik khususnya di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.


(55)

2. Secara Teoritis maupun secara Metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pendalaman studi Perilaku Politik bagi yang membaca penelitian ilmiah ini.

3. Bagi instansi atau lembaga-lembaga politik kiranya dapat menjadi bahan acuan atau referensi dalam konteks prilaku pemilih.

5.

Kerangka Teoritis

Setiap penelitian memerlukan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan atau menyoroti masalah.9

“Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep, ringkasnya teori adalah hubungan satu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala tertentu”.

Kejelasan atau landasan berpikir itu disebut teori. Teori diperlukan karena menjadi penuntun dalam menentukan bahan-bahan yang diperlukan dan yang dikumpulkan melalui penelitian. Selain daripada itu teori juga berfungsi sebagai alat analisis terhadap bahan-bahan yang diperoleh melalui penelitian. Masri Singarimbun menjelaskan bahwa :

10

Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan

5.1. Etnis

9

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001, hal. 39.

10


(56)

sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa: “Etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi”.11

Setiap kelompok memiliki batasan-batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis dengan etnis lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga.12

Ciri-ciri tersebut terdiri dari:

Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya.

13

a. Memiliki wilayah sendiri

b. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada

c. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi

d. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri)

e. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman

f. Sistem filsafat sendiriyang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan g. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.

11

Ariyuno Sunoyo, Kamus Antropologi, Jakarta, Antropologi Press, 1985.

12

Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982, hal. 58.

13

Payung Bangun, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998, hal. 63


(57)

Etnisitas secara substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi keberadaannya terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggap biasa. Dalam kaitannya, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”.14

Karakteristik sosial seperti status sosial, ekonomi, kelompok, ras, etnis, usia, jenis kelamin dan agama baik hidup dipedesaan ataupun diperkotaan termasuk dalam organisasi sukarela akan mempengaruhi perilaku politik warga

Dalam penelitian kali ini yang menjadi objek penelitian adalah etnis Simalungun. Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Barangkali tidak banyak orang non batak yang mengenal keberadaan suku ini. Secara struktur kesukuan, suku Simalungun ini merupakan salah satu suku dalam suku Batak diantara lima sub lainnya yakni : Toba, Karo, Pakpak, Angkola, Mandailing.

5.2. Perilaku Politik

14


(58)

negara. Ciri yang dimiliki secara kolektif yaitu memiliki perilaku pendorong dalam mempengaruhi partisipasi seseorang.15

Perilaku politik ialah segala perilaku yang berkaitan dengan proses politik.

Mengapa seseorang melakukan tindakan politik atau terlibat efektif dalam tindakan politik tertentu dan mengapa yang lain apatis? Mengapa seseorang memilih partai politik tertentu dan tetap konsisten dari satu pemilihan umum ke pemilihan umum berikutnya sementara yang lainnya berubah-ubah pilihan politiknya dari waktu ke waktu? Sederetan pertanyaan tersebut dan lainnya yang ada akan muncul apabila kita hendak menganalisis perilaku pemilih dalam pemilihan umum.

16

Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahaminya diperlukan dukungan konsep dari beberapa disiplin ilmu. Maka demi memahami Sebagaimana yang dapat dilihat dalam kampanye pemilihan umum, dalam penentuan dukungan yang diberikan dalam pemilihan, dalam pilihan keanggotaan organisasi atau partai politik dan lain sebagainya. Sedangkan Perilaku memilih berkaitan dengan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan proses Pemilihan Umum. Menurut Plato dan Nelson menyebutkan sebagai

electoral activity, yakni termasuk pemberian suara (voting), bantuan kampanye,

bekerja dalam suatu pemilihan, menarik masuk atas nama calon, atau tindakan lain yang direncanakan untuk mempengaruhi proses Pemilihan Umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih :

15

Sudijono Sastroatmojo,Op.cit., hal 16

16

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, hal.15


(59)

perilaku politik tidak hanya menggunakan konsep politik saja, tetapi juga didukung konsep ilmu-ilmu sosial lain, hal ini menunjukkan bahwa ilmu politik tidak merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri tetapi memiliki hubungan yang erat dengan disiplin ilmu yang lain.

Perilaku aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latarbelakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya. Demikian juga warga negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan latar belakang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Perilaku politik aktor politik ada empat faktor yang meliputi:

1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa.

2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan.

3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

4. Faktor ini saling mempengaruhi aktor politik dalam kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung.17

b. Faktor sosial, yaitu:

17

Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widyasarana, 1992. Hal. 132.


(60)

1. Komunikasi politik (Kompol), yaitu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara actual maupun potensial, yang mengatur kegiatan dalam keberadaan suatu konflik.

2. Kesadaran Politik, yang menyangkut minat dan pengetahuan seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik.

3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan.

4. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu objek kajian tertentu.

Bahwa dalam pembentukan perilaku politik seseorang salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ini bisa termasuk juga lingkungan etnis seseorang itu dibesarkan.18

Adapun pendekatan yang dibuat penulis adalah Pendekatan Sosiologis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang, pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai peranan yang cukup

Lebih lanjut lagi jika mengunakan pendekatan struktural untuk mempelajari perilaku politik seseorang akan dikaitkan dengan suku atau etnisitasnya. Hal ini juga tidak terlepas dari budaya politik yang dianut oleh etnis tertentu, sehingga untuk menjelaskan perilaku politik seseorang terlebih dahulu harus diketahui sejauh mana tingkat orientasi seseorang terhadap sistem politiknya dengan kata lain perilaku politik seseorang dapat dipahami melalui budaya politiknya.

18

Muhammad Asfar, Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku Memilih, Jurnal Ilmu Politik edisi no.16, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama,1996, hal. 47-48


(61)

signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (Laki-Perempuan), status sosioekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan kelas), agama, etnik, bahkan wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir ataupun pedalaman).19

Gerald Pomper20

Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam mempengaruhi sikap pemilih terhadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha. Asumsinya bahwa para pemilih yang beragama Islam memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian voting behavior ke dalam dua variable yaitu predisposisi (kecenderungan), sosial ekonomi, dan keluarga pemilih. Sosialisasi yang diterima seseorang pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferansi politik ayah dan ibu berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan sebagainya. Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat berpengaruh dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan publik dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih. Hal ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang.

19

http://id.shvoong.com/law-and-politics/1916121-membaca-perilaku-pemilih/

20

Gerald Pomper, Voter’s Choice: Varieties of American Electoral Behavior, New York : Dod, Mead Company, 1978, hal.198


(62)

akan cenderung memilih partai-partai Islam demikian juga yang beragama Kristen Protestan akan memilih Partai Kristen dan seterusnya.21

Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan dari rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Dengan demikian partai poltik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan mengaitkannya dengan aksi politik yang lebih luas.

5.3. Partai Politik dan Sistem Kepartaian

5.3.1. Definisi Partai Politik

22

Analisis sistem kepartaian, senantiasa tertuju kepada pokok bahasan mengenai sistem kepartaian berdasarkan atas tipologi numeric (numerical

typology) yang secara statis dan tradisional membagi sistem kepartaian menjadi

5.3.2. Sistem kepartaian

21

William, Liddle dan Saiful Mujani, “Politik Aliran Memudar, Kepemimpinan Nasional Menentukan Pilihan Partai Politik”, Kompas, 1 September 2000.

22

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994,hal.200 dikutip dari Sigmund Neumann, Modern Political Parties, Comperative Politic : A Reader, diedit oleh Harry E. Eckstein dan David E Apter, London: The Free Press of Glencoe, 1963, hal.352


(63)

sistem satu partai (single party system), sistem dwi partai (two party system) dan sistem multi partai (system multy party).23

Sistem ini pada umumnya dianggap bahwa negara yang masyarakatnya bersifat majemuk lebih cenderung untuk menggunakan sistem banyak partai. Dalam mana, terdapat berbagai perbedaan-perbedaan sosial, seperti misalnya ras, suku, agama, maka golongan-golongan dalam masyarakat tersebut kepada organisasi-organisasi yang sesuai dengan ikatan primordialisme dari pada dengan menggabungkan diri dalam kelompok-kelompok lain yang berbeda orientasinya. Maka menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat dari pola sistem dua partai. Negara yang menganut sistem seperti ini misalnya

Sistem Partai Tunggal

Sistem partai tunggal adalah suatu istilah yang digunakan untuk mengambarkan sebuah partai politik yang memang benar-benar merupakan satu-satunya partai politik dalam suatu negara tertentu, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya.

Sistem Dwi Partai

Konsep sistem dua partai diartikan adanya dua partai politik atau dengan dengan adanya beberapa partai akan tetapi dengan peran dominan dari dua partai politik itu. Hanya ada beberapa negara yang dewasa ini yang memilki sistem dua partai, antara lain misalnya Inggris (Partai Buruh dan Partai Konservatif), Amerika Serikat (Partai Demokrat dan Partai Republik).

Sistem Multi Partai

23

P. Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan: Medan Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 92


(64)

Malaysia, Belanda, Swedia, Perancis, dan Indonesia. Pola dengan sistem banyak partai ini, pada umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan umum yang bersifat proporsional.

5.3.3. Partai Politik di Indonesia

Demokrasi Liberal Pertama di Indonesia ditandai dengan keluarnya Maklumat No.X November 1945. Maklumat yang ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta (wakil presiden RI saat itu). Adapun bunyi Maklumat Pemerintah No. X November 1945 adalah sebagai berikut. Berhubungan dengan usul Badan Pekerja Komite nasional Pusat ke pada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi, bahwa partai-partai itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang lalu bahwa:

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada pada masyarakat.

2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilangsungkan pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946.24

24

P. Anthonius Sitepu dan Kisah Ruth Siregar, Soekarno, Militer dan Partai Politik, Medan, USU Press, 2009, hal. 68

Mulai saat itu, berdirilah beragam partai politik yang sebagian besar berbasiskan ideologi dan massa pemilih di Indonesia. Oleh sebab masih


(65)

banyaknya peperangan (revolusi fisik berupa pemberontakan dan hendak kembalinya kekuasaan asing), pemilu belum kunjung dilaksanakan hingga tahun 1955. Pemilu 1955 menandai “resminya” era sistem politik demokrasi liberal di Indonesia. Aneka partai politik diberi kebebasan untuk memperkuat organisasi, meluaskan basis massa, dan sejenisnya. Saat itu, sistem kepartaian yang berlaku di Indonesia adalah Pluralisme Terpolarisasi. Cukup banyak partai politik yang ikut serta di dalam pemilu pertama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini.

Pada pemilu 1955 ada empat partai besar dari sekitar 30-an partai politik yang bertarung Soekarno mengharapkan agar bisa bekerjasama tetapi malah sebaliknya empat partai ini sangat sulit untuk diajak bekerjasama sehingga pemilu kedua pun yaitu pada tahun 1971 partai politiknya berbeda yaitu sebanyak 10 partai. Pemilu kedua muncul dikarenakan

Pemilu 1999 dilaksanakan 7 Juni di bawah Presiden BJ Habibie. Peserta pemilu ini 48 partai. Sebagai pemenang, PDI-P yang memperoleh 153 kursi di DPR, disusul Golkar 120 kursi, PKB 51 kursi, PPP 58 kursi, dan PAN 34 kursi. PKI dilarang dan dibabat oleh lawan-lawan politiknya dan Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan. Setelah Pemilu 1971, dilaksanakan pemilu berikut secara teratur. Pemilu ketiga diadakan 1977, disusul 1982, 1987, 1992, dan 1997. Semua pemilu itu berbeda dengan Pemilu 1955. Sebab semua pemilu itu bersifat otoriter. Semua sudah diatur, dengan Golkar selalu sebagai pemenang. Untuk mempertahankan wajah "demokratis", ditoleransi dua parpol di sampingnya, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Orde Baru akhirnya ambruk dengan lengser-nya Soeharto, Mei 1998.


(1)

28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mencalonkan 11 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 1165. Dengan caleg nomor urut 9 yang bernama Timbul Oloan Saragih sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 371.

29. Partai Bintang Reformasi mencalonkan 9 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 19. Dengan caleg nomor urut 5 yang bernama Davidson Silalahi sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 5.

30. Partai Patriot mencalonkan 3 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 25. Dengan caleg nomor urut 1 yang bernama Jon Risman Purba, SE sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 22.

31. Partai Demokrat mencalonkan 11 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 1080. Dengan caleg nomor urut 2 yang bernama Balker Haloho sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 313.

32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia tidak ikut serta dalam dapil ini.

33. Partai Indonesia Sejahtera mencalonkan 4 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 129. Dengan caleg nomor urut 1 yang bernama Jarisen Damanik sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 90.

34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama tidak ikut serta dalam dapil ini.

41. Partai Merdeka mencalonkan 7 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 195. Dengan caleg nomor urut 1 yang bernama Sudiaman Saragih sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 179.


(2)

43. Partai Sarikat Indonesia mencalonkan 1 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 33. Dengan caleg nomor urut 1 yang bernama Sunanta Jaya Saragih, SIP sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 31.

44. Partai Buruh mencalonkan 10 caleg dengan jumlah total suara sebanyak 30. Dengan caleg nomor urut 1 dan 2 yang bernama Simon Girsang, BSc dan Maringan AS Sinaga SE sebagai caleg dengan suara mayoritas dengan jumlah suara 10.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 1992.

BUKU

Bangun, Payung, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998.

Birowo, Antonius, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gintayal, 2004.

Budiardjo, Miriam, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama.

Donald, Parulian, Menggugat Pemilu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Eter, David, E., Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1998.

Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982.

Liddle, William, R., Partisipasi dan Partai Politik di Indonesia Pada Awal Orde Baru, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992.

Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widiya Pustaka Utama, 1996.


(4)

Moleong, Lexy, J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Roda Karya, 1994.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1995.

_____, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001.

Pomper, Gerald, Voter’s Choice: Variates of American Electoral Behavior, New York: Dod, Mead Company, 1978.

Ramlan, A, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2007.

Sastroadmojo, Sudijono, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.

Saragih, Sortaman, Orang Simalungun, Depok: CV Citama Vigora, 2008.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989.

Sitepu, P. Antonius, Sistem Politik Indonesia,Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006.

Sitepu, P. Antonius dan Kisah Ruth Siregar, Soekarno, Militer dan Partai Politik, Medan: USU Press, 2009.


(5)

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Pustaka Utama, 1992.

Suryadinata, Leo, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahaan Politik, Jakarta: LP3ES, 2003.

Yuda, Hanta, AR, Presidensialisme Setengah Hati, Jakarta: Gramedia, 2010.

DCT caleg DPRD Kabupaten Simalungun tahun 2009, KPU Kab. Simalungun KPU Simalungun.

DOKUMEN

Doni, Hendrik, Perilaku Memilih Etnis Cina Dalam Pemilu Tahun 1999 di Kota Padang, Jurnal Analisa Politik. Vol.1 Padang, 2003.

JURNAL

Asfar, Muhammad, Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku Memilih, Jurnal ilmu Politik edisi no.16, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Hadar, Ivan, A., Etnisitas dan Negara Bangsa, Kompas, 29 Mei 2000.

SURAT HARIAN

Liddel, William dan Saiful Mujani, “Politik Aliran Memudar, Kepemimpinan Nasional Menentukan Pilihan Partai Politik”, Kompas, 1 September 2000.


(6)