BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Setiap Bangsa memiliki arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik itu pada bangunan kuno maupun bangunan modern. Dimana hal tersebut dapat mencerminkan dan menjadi sebuah
ciri khas dari suatu Negara. Sebuah karya arsitektur dapat dibentuk oleh unsur-unsur, sistem, dan tatanan dasar yang
saling berkaitan untuk membentuk sebuah kesatuan terintegrasi yang memiliki suatu struktur yang menyatu.
Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan, yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain: seni, teknik, ruangtata ruang, geografi, dan sejarah. Oleh karena itu, ada
beberapa pengertian tentang arsitektur berdasarkan batasan-batasannya, tergantung dari segi mana memandangnya.
Dipandang dari segi seni, arsitektur adalah segi bangunan, termasuk bentuk dan ragam hiasnya. Dari segi teknik, arsitektur adalah sistem mendirikan bangunan, termasuk proses
perancangan konstruksi, struktur, dan dalam hal ini juga menyangkut aspek dekorasi dan keindahan. Dari segi ruang, arsitektur adalah pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau
kelompok manusia untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Sedangkan dari segi sejarah, kebudayaan dan geografi, arsitetur dipandang sebagai ungkapan fisik dan peninggalan budaya
dari suatu masyarakat dalam batasan waktu dan tempat tertentu Sumalyo Yulianto, 1997:1. Sehubungan dengan hal tersebut, bangsa Barat pada umumnya memandang bahwa untuk
mendapatkan suatu teori, maka arsitektur adalah merupakan ilmu yang sangat penting dikaji dan
Universitas Sumatera Utara
dipelajari lebih dalam lagi. Dengan perubahannya yang sangat cepat berkembang dan mendasar pada budaya masyarakat Barat yang diakibatkan oleh Revolusi Industri, maka terjadi pula
perubahan besar dalam pandangan teori arsitektur. Arsitektur pada Pasca Renaisanse terjadi percampuran antara gaya klasik yang sudah ada
seperti Yunani, Romawi, Abad Pertengahan, Romanesque dan Ghotik. Dengan demikian, hal ini menandai adanya perubahan mendasar dalam arsitektur. Percampuran terjadi, selain karena
perubahan kebudayaan kebudayaan, pola pikir, namun karena telah lebih banyak pilihan bentuk Selanjutnya di dalam arsitektur modern terdapat konsep tentang ruang yang di sebut
dengan “Open Plan” yaitu membagi bangunan dalam elemen-elemen struktur primer dan skunder, kesemuanya itu bertujuan untuk mendapatkan fleksibilitas dan variasi di dalam
bangunan. Pada arsitektur bangunan, biasanya perancang mempunyai beberapa pilihan dalam
membentukan proporsi suatu hal, diantaranya berdasarkan sifat materialnya, berdasarkan bagaimana elemen-elemen bangunan bereaksi terhadap gaya dan bagaimana sesuatu itu dibuat
Frank D.K. Ching, 2000: 126. Sejak Restorasi Meiji pada tahun 1868, Jepang memasuki masa modernisasi dan
Westernisasi, serta masa pengenalan teknik bangunan batu dan batubata. Bangunan gaya baru pada saat itu tersebar di seluruh negeri dan dipakai pada banyak pabrik yang dikelola pemerintah
dan kantor-kantor pemerintah. Gedung kantor dan perumahan yang menggunakan disain Barat semakin umum. Namun, pada tahun 1923 bangunan batu dan batu-bata yang dibangun secara
konvensional gagal bertahan ketika terjadi gempa besar yang menghancurkan Tokyo.
Universitas Sumatera Utara
Di Jepang, sejak tahun 1930 gerakan modernisasi arsitektur melonjak semakin cepat perkembangan dan kemajuan yang mengakibatkan munculnya berbagai karya-karya arsitektur
penting. Oleh karena itu, bila dilihat dari ciri-ciri bangunan arsitektur modern Jepang yang
sculptural dan monumental dengan ciri-ciri penonjolan elemen-elemen kontruksi, meskipun dari bahan modern seperti beton bertulang, namun diperlukan juga tampilan ekspresif lainnya dalam
bentuk kayu. Keanekaragaman ekspresi arsitektur Jepang juga mendapat perhatian sebagai hasil
keyakinan masyarakat Jepang bahwa arsitektur merupakan bagian dari budaya dan tidak sepenuhnya digerakkan oleh ekonomi. Sejak Negara yang berpenduduk kurang lebih 123 juta
jiwa ini menggelar Japan EXPO, arsitektur Jepang bergerak progresif dan memberi pengaruh pada arsitektur dunia. Dan dengan segala kemajuan yang dicapainya, Jepang tetap menghormati
tradisi, yaitu penghormatan bangsa Jepang terhadap leluhurnya. Hal ini tercermin dari beberapa arsitektur yang bias selaras serta berdampingan dengan kemajuan yang dicapai.
Seorang arsitek besar Jepang pada abad ke-20, yaitu Sutemi Horiguchi yang tergabung dalam asosiasi masyarakat modern pertama Jepang, berpendapat bahwa arsitektur seharusnya
merupakan ekspresi yang jujur dari struktur. Arsitektur Jepang pada saat itu mendapat pengaruh besar dari Eropa, demikin juga Horiguchi yang menaruh perhatian besar terhadap gagasan-
gagasan arsitektur Eropa. Dan ia membandingkan arsitektur Yunani Kuno untuk mendapatkan dasar-dasar dari arsitektur tradisional negaranya.
Sebelum Perang Dunia I, Horiguchi menjadi pelopor arsitektur konterporer dengan proyek-proyek yang cendrung tradisonal dengan kontruksi balok dan kolom. Pelopor arsitektur
Universitas Sumatera Utara
modern lainnya adalah Bonchi Yamaguchi dan generasi berikutnya dalam modernisme arsitektur Jepang yang paling terkenal adalah Kenzo Tange.
Kenjo Tange lahir di Imabari Prefektur Ehime pada tanggal 4 September 1913. Ia memasuki dunia pendidikan di Departemen Arsitektur Universitas Tokyo pada tahun 1935 –
1938 dan Graduate School di Universitas Tokyo dari tahun 1942 – 1945. Sehingga pada tahun 1965 ia meraih gelar Ph. D. dari universitas Tokyo. Sejumlah Doktoral lainnya ia terima dari
perguruan tinggi di Eropa, Amerika dan Asia. Setelah mempunyai gelar Profesor, maka ia menjadi pengajar di Universitas Tokyo pada tahun 1946 dan memasuki masa Purna Bhakti pada
tahun 1974, disamping menjadi Profesor tamu pada Masschussets Institute of Technology 1959 – 1960, dan Harvard University 1972. Tange memulai karirnya yang gemilang setelah
memenangkan sayembara terbuka yaitu perancangan Hiroshima Peace Center HPC pada tahun 1945-1955. Bukan hanya itu saja, Tange juga pernah mendapatkan penghargaan Pickcer pada
tahun 1987. Karya arsitektur Kenzo Tange merefleksikan dan mengkristalkan perubahan politik dan
iklim Jepang, disamping peduli pada perkembangan kearah yang lebih baik, Kenzo Tange memiliki minat utama pada arsitektur modern yang memiliki nilai tradisi Jepang. Kenzo Tange
mengekspresikan ketidak-pedulian terhadap isu tradisional kuno. Namun, bangunan- bangunannya yang berhasil, seluruhnya mengakar pada tradisi Jepang baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagai contoh hasil karya Kenzo Tange yaitu Hiroshima Peace Center HPC, yaitu
monument untuk memperingati jatuhnya bom di Hiroshima. Pada bangunannya tersebut terdapat tiga elemen utama, yaitu sebuah pelengkung sederhana beton bertulang exposed berpenampang
hiperbola mengatapi titik dimana bom atom jatuh. Dua elemen lainnya adalah Museum dan
Universitas Sumatera Utara
Community Center, keduanya berdenah segi empat panjang, disusun dalam tata-letak satu dengan yang lainya terpisah membentuk sudut siku, sisi yang terpanjang disusun menghadap
kearah titik dimana elemen pertama tersebut berada. Aspek tradisional lainnya yang cukup menonjol dari HPC yaitu bangunan yang sederhana, baik dari bentuk unit, tata unit, penonjolan
bangunan kolom, balok,balustrade, dan lain-lain, juga disusun dalam komposisi garis dan bidang-bidang horizontal searah, seimbang, dan serasi, seperti pada rumah , istana, dan kuil di
Jepang. Disamping itu, banyak karya-karyanya yang tetap berpegang teguh pada pola perpaduan antara gaya tradisional dan modern.
Kenzo Tange tidak setuju pada pandangan yang menganggap arsitektur sebagai mode, sehingga ia memiliki semacam siklus dan mengabaikan fungsi. Menurutnya juga, walaupun ada
kemiripan, namun perbedaannya sungguh banyak. Ini dapat dilihat dari kurun waktu untuk adanya perubahan trend, bila untuk mode apalagi fashion cukup dalam waktu setahun sudah
mengalami suatu perubahan, tetapi untuk arsitektur mungkin butuh waktu 50-100 tahunan untuk mengalami perubahan.
Lalu dalam perkembangannya, pandangan Kenzo Tange mengenai Changing Sosiety perubahan masyrakat patut disimak, karena ia sendiri juga mengalami suatu proses perubahan,
baik dalam pola pikir maupun karya-karyanya yang menggabungkan pola-pola tradisonal yang dipengaruhi oleh gaya-gaya bangunan suci Shinto ajaran agama asli Jepang yang
mengedepankan kedekatan terhadap alam dan Budha, yang mengacu pada bangunan sederhana dengan gaya-gaya modern yang didominasi oleh para arsitek Eropa Barat yang pada akhirnya
menjadikan Kenzo Tange sangat populer di kalangan dunia arsitektur. Dari keterangan diatas kita dapat mengetahui bahwa arsitektur Jepang mengalami suatu
perubahan dari zaman ke zaman dengan proses waktu yang cukup lama.Walaupun demikian,
Universitas Sumatera Utara
perubahannya tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai budaya, yaitu masih adanya mengandung nilai agam Shinto dan Budha yang mengedepankan kedekatan terhadap alam dan mengacu pada
kesederhanaan. Adanya arsitek Jepang, yaitu Kenzo Tange yang menciptakan sebuah seni arsitektur dengan konsep perpaduan antara gaya modern yang menggunakan bahan seperti beton
dengan gaya tradisonal yaitu menggunakan bahan dari kayu yng memiliki nuansa nilai-nlai Shinto dan Budha, yang hasilnya tak kalah dengan yang lainnya, membuat penulis berminat
untuk menjadikannya suatu obyek penelitian, melalui skripsi yang berjudul “Analisis Konsep Seni Arsitektur Pada Karya Kenzo Tange”
1.2. Perumusan Masalah