Pembuatan Alkanolamida Dari Hasil Amidasi RBDPKO, RBDOlein, dan RBDStearin Dengan Dietanolamin

(1)

PEMBUATAN ALKANOLAMIDA DARI HASIL AMIDASI

RBDPKO, RBD Olein, dan RBD Stearin

DENGAN DIETANOLAMIN

SKRIPSI

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI KIMIA EKSTENSI

ANASRI

080822049

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PEMBUATAN ALKANOLAMIDA DARI HASIL AMIDASI

RBDPKO, RBD Olein, dan RBD Stearin

DENGAN DIETANOLAMIN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI KIMIA EKSTENSI

ANASRI

080822049

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN ALKANOLAMIDA DARI HASIL AMIDASI RBDPKO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Kernel Oil), RBDOlein (Refined, Bleached and Deodorized Olein), dan RBDStearin (Refined, Bleached and Deodorized Stearin DENGAN DIETANOLAMIN Kategori : SKRIPSI

Nama : ANASRI

Nomor Induk Mahasiswa : 080822049

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2010

Komisis Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

JULIATI Br. TARIGAN, S.Si, M.Si Dr. MIMPIN GINTING, MS NIP : 197205031999032001 NIP : 195510131986011001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. RUMONDANG BULAN, MS NIP : 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN ALKANOLAMIDA DARI HASIL AMIDASI RBDPKO, RBD Olein, dan RBD Stearin

DENGAN DIETANOLAMIN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

Anasri 080822049


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis mulai dari pelaksanaan penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, adapun judul skripsi ini adalah : PEMBUATAN ALKANOLAMIDA DARI HASIL AMIDASI RBDPKO, RBDOlein, dan RBDStearin DENGAN DIETANOLAMIN.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak tercipta tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah banyak membantu semenjak penulis berada dibangku perkuliahan sampai terciptanya skripsi ini antara lain, Bapak Drs. Mimpin Ginting, M.S. selaku pembimbing I dan Ibu Juliati Br. Tarigan, S.Si.,M.Si. selaku pembimbing II, sekaligus dosen wali yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan saran kepada penulis., Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. selaku Ketua Bidang Kimia Organik FMIPA USU Medan dan Bapak Drs.Adil Ginting, M.Sc. sebagai Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU., Bapak DR.Eddy Marlianto, MSc, selaku Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara., Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara., Bapak dan Ibu dosen FMIPA – USU Medan yang telah mendidik dan mengarahkan penulis selama perkuliahan hingga selesainya skripsi ini., Seluruh Staff pegawai jurusan Kimia khususnya Kimia Ekstensi FMIPA USU Medan yang telah membantu pengurusan administrasi yang diperlukan penulis., Seluruh Rekan – Rekan mahasiswa/i Kimia Ekstensi FMIPA USU yang telah memberikan saran dan do’a serta semua pihak yang banyak membantu dalam menyelasaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis : H. Amir Hasan Nasution dan Hj. Maskun Pulungan serta kepada kedua mertua penulis : Turut dan Aisyah, teristimewa untuk istriku (Lusiana, SE) tercinta dan Anakku Fathir Agha Dzaki Nasution tersayang yang telah banyak memberikan motivasi dan do’a kepada penulis hingga selesainya skripsi ini

Penulis menyadari karena keterbatasan waktu dan pengetahuan , skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan maupun sebagai bahan pembanding bagi yang memerlukannya.

Medan,…Juni 2010


(6)

ABSTRAK

N-etanol alkil amida (alkanolamida) adalah surfaktan non ionik yang diturunkan dari asam lemak yang diolah pada industri oleokimia dan telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan shampoo (foam boosing). Dalam penelitian ini dilakukan amidasi langsung dari trigliserida yakni RBDPKO, RBDOlein, dan RBDStearin dengan dietanolamin menggunakan katalis natrium metoksida pada pemanasan suhu 80 – 90

o

C selama 5 jam. Hasil reaksi dimurnikan melalui pencucian menggunakan larutan garam jenuh yang selanjutnya diekstraksi dengan dietil eter sehingga diperoleh alkanolamida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alkanolamida yang diperoleh dari bahan RBDPKO memberikan nilai HLB = 5.4, titik lebur = 142 oC, dari bahan RBDOlein diperoleh nilai HLB = 7.8, titik lebur = 135 oC, sedangkan dari bahan RBDStearin nilai HLB = 4.8, dengan titik lebur = 152 oC, dan selanutnya analisis spektroskopi FT-IR menggambarkan bahwa struktur yang terbentuk adalah alkanolamida, hal ini ditandai dengan munculnya puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1615 cm-1 yang merupakan ciri khas vibrasi stretching C = O (karbonil) dari pita amida.


(7)

RESULT FROM MAKING ALKANOLAMIDA AMIDASI RBDPKO, RBDOlein, and RBDStearin WITH DIETHANOLAMINE

ABSTRACT

Ethanol N-alkyl amides (alkanolamida) was a non-ionic surfactants derived from fatty acids which are processed on oleochemical industry and has been used as shampoo (foam boosing). In this research, namely triglycerides amidasi directly from RBDPKO, RBDOlein, and RBDStearin with sodium methoxide catalyst dietanolamin using the heating temperature of 80-90 oC for 5 hours.Reaction products was purified by washing using saturated salt solution which was subsequently extracted with diethyl ether to obtain alkanolamida. The results showed that materials obtained from alkanolamida RBDPKO HLB value = 5.4, melting point = 142 oC, from materials obtained RBDOlein HLB value = 8.7, melting point = 135 oC, while the material RBDStearin HLB value = 4.8, melting point = 152 oC, and next FT-IR spectroscopic analysis illustrated that the structure formed is alkanolamida, this was marked by the emergence of local absorption peak at wave number 1615 cm-1 that are characteristic stretching vibration of C = O (carbonyl) of the amide bands.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 2

1.3.Tujuan Penelitian 2

1.4.Manfaat Penelitian 2

1.5.Lokasi Penelitian 2

1.6.Metodelogi Penelitian 2

Bab 2 Tinjauan Pustaka 4

2.1. Minyak dan lemak 4

2.1.1. Hidrolisis minyak dan leak 5 2.1.2. Oksidasi minyak dan lemak 6

2.1.3. Hidrogenasi minyak 7

2.2. Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.1. Sifat Fisio-Kimia minyak kelapa sawit 9 2.2.2. RBDOlein dan RBDStearin 9

2.2.3. RBDPKO 11

2.3. Asam Lemak 11

2.4. Oleokimia 14

2.5. Amida 16

2.5.1. Pembuatan Amida 16

2.5.2. Penggunaan Amida 17

2.5.3. Amida Asam Lemak 17

2.6. Dietanolamin 18

2.7. Surfaktan 19

Bab 3 : Bahan dan Metode Penelitian 22

3.1. Alat 22

3.2. Bahan 22

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Prosedur Pembuatan Alkanolamida 23 3.3.2. Prosedur Penentuan Bilangan Asam 23 3.3.3. Prosedur Penentuan Bilangan Penyabunan 24

3.4. Bagan Penelitian 25


(9)

Bab 4 : Hasil dan Pembahasan 26

4.1. Hasil Penelitian 26

4.2. Pembahasan 27

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran 32

5.1. Kesimpulan 32

5.2. Saran 32

Daftar Pustaka 33


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit 8

dan minyak inti kelapa sawit

Tabel 2.2. Sifat fisio-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit 9 Tabel 2.3. Komposisi rata – rata inti sawit 11 Tabel 2.4. Asam lemak yang penting terdapat dalam minyak dan lemak 12 Tabel 2.5. Harga HLB beberapa gugus fungsi 20 Tabel 4.1. Komponen asam lemak RBDPKO, RBDOlein dan RBDStearin 26 Tabel 4.2. Harga bilangan asam, bilangan penyabunan, HLB dan titik lebur 27


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak 4 Gambar 2.2. Reaksi Hidrolisis Minyak dan Lemak 6 Gambar 2.3. Reaksi Penyabuanan Lemak/ Minyak 6 Gambar 2.4. Reaksi Pembentukan Hidroperoksida 7

Akibat Oksidasi Minyak/Lemak

Gambar 2.5. Reaksi Hidrogenasi Partial Minyak 8 Gambar 2.6. Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit 10 Gambar 2.7. Skema industri oleokimia dan turunannya 15 Gambar 2.8. Skala keseimbangan Hydrophilic Lipophilic (HLB) 21


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 : Kromatogram KGC/FID RBDPKO 37 Lampiran 2 : Kromatogram KGC/FID RBDOlein 38 Lampiran 3 : Kromatogram KGC/FID RBDStearin 39 Lampiran 4 : Spektrum FT-IR Alkanolamida dari sampel RBDPKO 40 Lampiran 5 : Spektrum FT-IR Alkanolamida dari sampel RBDOlein 41 Lampiran 6 : Spektrum FT-IR Alkanolamida dari sampel RBDStearin 42 Lampiran 7 : Gambar instrument KGC/FID (perkin elmer) 43 Lampiran 8 : Gambar Rangkaian alat pembuatan alkanolamida 44 Lampiran 9 : Gambar alat rotarievaporator 45 Lampiran 10 : Perhitungan Harga HLB 46


(13)

ABSTRAK

N-etanol alkil amida (alkanolamida) adalah surfaktan non ionik yang diturunkan dari asam lemak yang diolah pada industri oleokimia dan telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan shampoo (foam boosing). Dalam penelitian ini dilakukan amidasi langsung dari trigliserida yakni RBDPKO, RBDOlein, dan RBDStearin dengan dietanolamin menggunakan katalis natrium metoksida pada pemanasan suhu 80 – 90

o

C selama 5 jam. Hasil reaksi dimurnikan melalui pencucian menggunakan larutan garam jenuh yang selanjutnya diekstraksi dengan dietil eter sehingga diperoleh alkanolamida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alkanolamida yang diperoleh dari bahan RBDPKO memberikan nilai HLB = 5.4, titik lebur = 142 oC, dari bahan RBDOlein diperoleh nilai HLB = 7.8, titik lebur = 135 oC, sedangkan dari bahan RBDStearin nilai HLB = 4.8, dengan titik lebur = 152 oC, dan selanutnya analisis spektroskopi FT-IR menggambarkan bahwa struktur yang terbentuk adalah alkanolamida, hal ini ditandai dengan munculnya puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1615 cm-1 yang merupakan ciri khas vibrasi stretching C = O (karbonil) dari pita amida.


(14)

RESULT FROM MAKING ALKANOLAMIDA AMIDASI RBDPKO, RBDOlein, and RBDStearin WITH DIETHANOLAMINE

ABSTRACT

Ethanol N-alkyl amides (alkanolamida) was a non-ionic surfactants derived from fatty acids which are processed on oleochemical industry and has been used as shampoo (foam boosing). In this research, namely triglycerides amidasi directly from RBDPKO, RBDOlein, and RBDStearin with sodium methoxide catalyst dietanolamin using the heating temperature of 80-90 oC for 5 hours.Reaction products was purified by washing using saturated salt solution which was subsequently extracted with diethyl ether to obtain alkanolamida. The results showed that materials obtained from alkanolamida RBDPKO HLB value = 5.4, melting point = 142 oC, from materials obtained RBDOlein HLB value = 8.7, melting point = 135 oC, while the material RBDStearin HLB value = 4.8, melting point = 152 oC, and next FT-IR spectroscopic analysis illustrated that the structure formed is alkanolamida, this was marked by the emergence of local absorption peak at wave number 1615 cm-1 that are characteristic stretching vibration of C = O (carbonyl) of the amide bands.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Senyawa N-etanol alkil amida (alkanolamida) adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk deterjen, kosmetik, tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom nitrogen seperti alkanolamina (Nuryanto, 2002).

Senyawa alkanolamida merupakan senyawa amida dari asam lemak dengan mono, diethanolamin, dengan adanya rantai hidrokarbon dari asam lemak. Senyawa alkanolamida dapat dihasilkan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan cara mereaksikan etanolamina dengan metil ester, asam karboksilat, asil klorida dan dapat juga melalui reaksi alkanolamina dengan anhidrida asam (Fessenden, 1999).

Reaksi antara monoetanolamina dengan metil ester asam lemak untuk membentuk alkanolamida juga telah dikembangkan untuk pembuatan seramida (amida asam lemak) yang banyak digunakan dalam kosmetik dan sabun kecantikan. Dalam hal ini ternyata reaksi amidasi lebih cepat terjadi dari pada reaksi esterifikasi apalagi jika airnya tidak dipisahkan sehingga terjadi hidrolisis terhadap ester karena adanya amina yang bersifat basa (Urata, 1998).

Pembuatan senyawa alkanolamida ini dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dan amina pada suhu 120oC – 180oC. Sintesis senyawa dietanolamida yang telah dilakukan adalah melalui reaksi antara asam lemak dengan etanolamin ataupun dietanolamin dengan asam lemak sering terjadi persaingan antara terbentuknya amida dan ester apabila kondisi reaksi tidak diatur dengan baik (Maag, 1984).

Peneliti berikutnya mengembangkan metode amidasi dalam hal pembentukan alkanolamida secara langsung menggunakan trigliserida yaitu amidasi dari minyak kacang kedelai dengan metil etanolamin yang berlebih untuk menghasilkan amida pada suhu 60 oC menggunakan katalis natrium metoksida (Rawlins, 2008). Berdasarkan hal tersebut diatas dalam penelitian ini dilakukan pembuatan alkanolamida dengan memafaatkan tiga jenis minyak dengan kompoisi asam lemak


(16)

yang berbeda yaitu RBDPKO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Kernel Oil) yang komposisi asam lemak terbanyak adalah laurat, RBDOlein (Refined, Bleached and Deodorized Olein) memiliki komposisi asam lemak utama yaitu oleat, dan RBDStearin (Refined, Bleached and Deodorized Stearin) dengan komposisi asam lemak utama adalah palmitat sebagai sumber trigliserida melalui reaksi amidasi langsung dengan dietanolamin berlebih untuk menghasilkan senyawa alkanolamida.

1.2. Permasalahan

Amidasi selama ini untuk menghasilkan alkanolamida pada umumnya dari metil ester, asam karboksilat, asil klorida dan anhidrida asam, selanjutnya apakah senyawa alkanolamida dapat dibuat melalui reaksi amidasi langsung antara trigliserida yakni RBDPKO, RBDOlein dan RBDStearin dengan dietanolamin yang berlebih.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk membuat senyawa alkanolamida melalui reaksi amidasi langsung antara RBDPKO, RBDOlein dan RBDStearin dengan dietanolamin.

1.4. Manfaat Penelitian

Pengembangan reaksi organik dalam industri oleokimia untuk menghasilkan senyawa alkanolamida yang bermanfaat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi terutama bagi industri oleokimia.

1.5. Lokasi Penelitian

Pembuatan alkanolamida dari hasil amidasi langsung RBDPKO, RBDOlein, dan RBDStearin dengan dietanolamin dilakukan di salah satu Laboratorium Kimia Kawasan Industri Medan II, analisa IR dan GC dilakukan di salah satu Perusahaan Swasta di Medan.

1.6. Metodologi Percobaan

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium, dimana dietanolamin, natrium metoksida, metanol, dietil eter, natrium sulfat anhidrus, merupakan produk dari E’Merck yang berderajat p.a. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu ditentukan kandungan asam lemaknya menggunakan


(17)

GLC/FID, Amidasi RBDPKO, RBDOlein, RBDStearin dengan dietanolamin dilakukan pada suhu 60 – 70 oC dengan katalis natrium metoksida dan direfluk selama 5 jam, kemudian hasil reaksi yang diperoleh dilakukan pengujian, FT-IR, HLB dan titik lebur.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipida yaitu merupakan lipida netral. Lipida itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu : lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu : lipid kompleks ( lesitin, cephalin, fosfatida, lainnya serta glikolipid), sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon. Minyak merupakan trigliserida yang berwujud cairan pada suhu kamar dan umumnya diperoleh dari sumber nabati. Sedangkan lemak merupakan trigliserida yang pada suhu kamar berwujud padatan dan umumnya bersumber dari hewani .

Minyak dan lemak adalah merupakan trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Pembentukan trigliserida dihasilkan dari proses esterifikasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak dapat sama atau bebeda (Gambar 2.1) membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.

H2C

HC

H2C

OH OH OH + R1 R2 R3 C C C OH OH O O

H2C

HC

H2C O O O C O R1 C O R2 C O R3

+ 3 H2O

Gliserol Asam Lemak Trigliserida

Air OH

O

Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak.

Jika R1 = R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk adalah trigliserida sederhana dan jika berbeda-beda disebut trigliserida campuran. Apabila satu molekul gliserol hanya mengikat satu molekul asam lemak, maka hasilnya disebut monogliserida dan bila dua molekul asam lemak disebut digliserida.


(19)

Modifikasi dari lemak dapat dilakukan dengan mengubah komposisi dari pada asam lemak sebagai trigliserida untuk membentuk lemak baru misalnya lemak dengan titik lebur yang tinggi atau titik lebur rendah. Demikian juga transformasi dari lemak atau minyak adalah melakukan reaksi reaksi tertentu terhadap gliserida sehingga gugus ester, asam lemak baik jenuh maupun tidak jenuh mengalami perubahan menjadi turunan asam lemak ataupun gliserida (Meffert, 1984). Jenis asam lemak dari penyusun trigliserida dapat dikelompokkan berdasarkan :

a. Panjang rantai yaitu : rantai pendek (kurang dari 8 karbon), rantai medium ( 8- 10 karbon) dan rantai panjang ( 12 karbon lebih).

b. Tingkat kejenuhan, asam lemak jenuh (saturated fatty acid ) yang tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh ( monoansaturated fatty acid ) yang mempunyai satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid, FUPA) yang mempunyai dua ikatan rangkap atau lebih.

c. Isomer geometrik : asam lemak bentuk cis dan asam lemak bentuk tans dari asam lemak tak jenuh. Asam lemak alami umumnya ditemukan dalam bentuk cis. Isomer trans terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi dan oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh

Dalam hal ini secara umum suatu trigliserida dengan komposisi asam lemak rantai karbon pendek dan medium ( atom C≤ 12 ) atau komp osisi u taman ya asam lemak tidak jenuh akan berwujud cair pada suhu kamar, tetapi jika komposisi utamanya asam lemak jenuh dengan rantai atom karbon panjang ≥ 14 akan berwujud padat pada suhu kamar. Demikian juga asam lemak tidak jenuh dengan bentuk isomer

geometri ikatan π-trans lebih padat dari bentuk ikatan π-cis (Silalahi, 2000).

Minyak dan lemak dapat mengalami berbagai perubahan kimia seperti hidrolisis, oksidasi, hidrogenasi dan interesterifikasi.

2. 1.1. Hidrolisis Minyak dan Lemak

Dalam reaksi hidrolisis minyak dan lemak akan dirubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Gambar 2.2). Reaksi hidrolisis akan dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak dan dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut (Ketaren, 2008). Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut


(20)

O O O C C C O O R1 R2 R3 O

+ 3 H2O OH

OH OH + R1 R2 R3 C C C O O O OH OH OH Air

Gliserol Asam Lemak Minyak/Lemak

Gambar 2.2. Reaksi Hidrolisis Minyak dan Lemak.

Proses hidrolisis seperti ini dapat terjadi secara alamiah terhadap minyak/lemak dan akan dapat dipercepat oleh mikroorganisme seperti lipase. Proses hidrolisis yang disengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan basa, proses ini dikenal sebagai reaksi penyabunan ( Gambar 2.3).

O O O C C C O O O R1 R2 R3 OH OH OH + R1 R2 R3 C C C O O O ONa/K ONa/K ONa/K Gliserol Minyak/Lemak

+ 3 NaOH Atau KOH

Na/K-Asam Lemak (Sabun)

Gambar 2.3. Reaksi Penyabuanan Lemak/ Minyak.

Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri.dimana minyak atau lemak pertama-tama dipanasi dalam ketel dan selanjutnya ditambah alkali (NaOH atau KOH) sehingga terjadi penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat diambil dari lapisan teratas pada larutan yang merupakan campuran dari larutan alkali, sabun dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol murni melalui penyulingan.

2.1.2. Oksidasi Minyak dan Lemak.

Proses oksidasi dapat belangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan (rancidity) terbentuk oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh atau aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan bilangan peroksida (


(21)

Peroksida Value, PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.

R1 C

H2

CH CH CH2 R2

energi

R1 C

H CH CH CH2 R2

o UV

Asam Lemak tidak jenuh Radikal bebas

O2

R1 CH CH CH CH

2 R2

o

O-O

Peroksida aktif

R1 CH CH CH CH

2 R2

o

O-O

Peroksida aktif

R1 C

H2

CH CH CH2 R2

R1 CH CH CH CH

2 R2

O-O-H

R1 C

H CH CH CH2 R2

o

Radikal bebas +

+

Hidroperoksida

Gambar 2.4. Reaksi Pembentukan Hidroperoksida Akibat Oksidasi Minyak/Lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida dan logam-logam berat. Mekanisme yang terjadi secara umum pada asam lemak tidak jenuh pembentukan hidroperoksida akibat oksidasi karena pemanasan (Gambar 2.4). Hidrperoksida dan radikal yang terbentuk merupan zat antara yang reaktif dan mengalami reaksi lanjut secara berantai menghasilkan berbagai jenis senyawa seperi polimer, aldehida, asam dengan rantai rendah, keton gliserida sehingga akhirnya menyebabkan kerusakan minyak seperti halnya bau tengik (Ketaren, 2008).

2.1.3. Hidrogenasi Minyak

Hidrogenasi adalah suatu proses penambahan hidrogen dengan menggunakan katalis pada ikatan rangkap (Kent, 1992). Proses hidrogenasi sebagai suatu proses untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak tidak jenuh pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasil yang terjadi adalah minyak yang bersifat plastis atau keras yang tergantung kepada derajat kejenuhannya (Gambar. 2.5).


(22)

O O O C C C O O O 7 7 7 R R R H2 Raney Ni (Hidrogenasi Partial) O O O C C C O O O 7 7 7 R R R

Trigliseriada (cair) Trigliserida ( padat)

Gambar 2.5. Reaksi Hidrogenasi Partial Minyak

Trigliseriada yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai bahan lemak margarin yang mana dalam proses ini mampu mengubah minyak menjadi setengah padat. Dengan cara tersebut dapat menghindari terjadinya proses oksidasi lemak yang mengakibatkan ketengikan (Hauman, 1997). Sebaliknya proses hidrogenasi dapat mengakibatkan terbentuknya asam lemak trans 60%. Kadar yang tinggi dari asam lemak bentuk trans dalam menu makanan dapat menimbulkan resiko penyakit jantung koroner. Pada umumnya asam lemak dari minyak nabati yang mengalami hidrogenasi adalah asam oleat (C18:1), linoleat(C18:2) maupun linolenat (C18:3).

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit

Asam lemak Minyak kelapa sawit (%) Minya inti sawit (%)

Asam kaprilat - 3 – 4

Asam kaproat - 3 – 7

Asam laurat - 46 – 52 Asam miristat 1,1 – 2.5 14 – 17 Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9 Asam stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5 Asam oleat 39 – 45 13 – 19 Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2 Sumber : (Eckey, 1955).

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dengan nama kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas liliopsida, ordo arecales, famili arecaceae dan genus elaeis,


(23)

mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

2.2.1. Sifat fisio-kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisio-kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai, dan karena perbedaanya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta. Konstanta fisik yang dianggap cukup penting adalah berat jenis, indeks bias, dan titik cair; sedangkan konstanta kimia yang penting adalah bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilanagan reichert meisel, bilangan polenske, dan residu fraksi tak tersabunkan. Sifat lainnya dari asam lemak dicerminkan oleh sifat rantai hidrokarbon. Secara alamiah asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 – C8 berbentuk cair,

sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat. Asam stearat (C18)

mempunyai titik cair 70 oC, tetapi dengan adanya 1 ikatan rangkap maka titik cair turun mencapai 14 oC. Makin banyak jumlah ikatan rangkap pada suatu rantai karbon tertentu maka titik cairnya semakin rendah (Ketaren, 2008).

Tabel 2.2. Sifat fisio-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit

Sifat minyak sawit minyak inti sawit Bobot jenis pada suhu kamar 0.900 0.900 – 0.913 Indeks bias D 40 oC 1.4565 – 1.4585 1.495 – 1.415 Bilangan iod 48 – 56 14 – 20 Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 254 Sumber : (krischenbauer, 1960).

2.2.2. RBDOlein dan RBDStearin

Proses pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO menjadi RBDOlein, RBDStearin dilakukan melalui dua tahapan proses yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap fraksinasi kering (dry fractionation). Tahap Pemurnian (refinery) adalah proses penghilangan getah (gum), proses pemucatan (bleaching) dan proses penghilangan bau serta pengurangan kadar asam lemak bebas yang dikenal dengan proses deodorisasi. Sedangkan tahap fraksinasi kering adalah proses pemisahan antara


(24)

fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin) yang terbagi dalam dua bagian proses , yaitu kristalisasi dan filtrasi (penyaringan).

Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit

Gambar 2.6. Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit

Pemisahan fraksi olein dan fraksi stearin didasarkan atas perbedaan titik cairnya. Fraksi olein mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan fraksi stearin karena rendahnyan kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuhnya. Untuk menghasilkan super olein, minyak sawit mengalami dua kali penyaringan. RBDOlein hasil fraksinasi pertama dikristalisasi kembali sehingga menghasilkan fraksi cair berupa super olein dan fraksi padat berupa PMF (Palm Mid Fraction). Filtrasi merupakan proses pemisahan bahan

CPO

Degumming (penghilangan getah)

Bleaching (pemucatan)

Refining (pemurnian)

Deodorizing (penghilangan bau)

Bleaching (pemucatan)

RBDPO

Winterization (pendinginan)

RBDPStearin RBDPOleoin

Margarin, Shortening Industri sabun dan deterjen


(25)

secara mekanis berdasarkan pada perbedaan ukuran partikel yang dimiliki. Dalam proses dengan fraksinasi, filter yang digunakan adalah membran press filter (Alfian, 2005).

2.2.3. RBDPKO

RBDPKO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Kernel Oil) adalah minyak mentah dari inti kelapa sawit (CPKO) setelah dilakukan proses degumming (penghilangan getah), bleaching (pemucatan), dilanjutkan dengan deodorizing diperoleh minyak yang disebut RBDPKO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Kernel Oil). Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relative terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah.

Tabel 2.3. Komposisi rata – rata inti sawit

Komponen Jumlah

Minyak 47 – 52

Air 6 – 8

Protein 7.5 – 9.0

Extractable non nitrogen 23 – 24

Selulosa 5

Abu 2

Sumber : (Bailey, 1950).

2.3. Asam Lemak

Asam lemak − terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen merupakan salah satu komponen penyusun lipid. Asam ini banyak terdapat dalam lemak sederhana dan lemak majemuk. Beberapa asam lemak yang penting adalah asam palmitat, stearat, linoleat dan oleat (Nursanyoto, 1993).

Asam lemak terbagi dua yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh. Dalam bahan pangan, asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan adalah asam palmitat, yaitu 15% - 50% dari seluruh asam lemak yang ada, sedangkan asam stearat paling banyak pada lemak atau minyak dari biji-bijian. Asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid ), didatangkan dari luar tubuh, umumnya tidak dapat disintesa sendiri oleh


(26)

tubuh. Asam jenis ini biasa dikenal dengan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat, dan arachidonat, yang banyak terdapat pada minyak sayur, minyak jagung, minyak kacang, kedelai, dan alpukat. Asam lemak esensial ini berfungsi untuk membantu proses pertumbuhan, selain itu dapat mempertahankan kesehatan kulit terutama mencegah terjadinya peradangan kulit (dermatitis) (Marsetyo, 1991).

Tabel 2.4. Asam lemak yang penting terdapat dalam minyak dan lemak

Jenis asam Rumus molekul Sumber(asal) Titik cair Asam lemak jenuh

Asetat CH3COOH Minyak pohon spindle -16.66

n-Butirat CH3(CH2)2COOH lemak susu sapi, mentega -7.6

Isovalerat (CH3)2CHCH2COOH minyak ikan lumba-lumba -37.6

n-Kaproat CH3(CH2)4COOH mentega,minyak kelapa, -1.5

minyak kelapa sawit

n-Kaprilat CH3(CH2)6COOH mentega,minyak kelapa 1.6

minyak kelapa sawit

Kaprat CH3(CH2)8COOH susu sapi dan kambing, 31.5

Minyak kelapa,

Minyak kelapa sawit 44 Laurat CH3(CH2)10COOH minyak laural, minyak

Inti sawit,minyak kelapa

Miristat CH3(CH2)12COOH minyak pala,susu ternak 58

Minyak ikan hiu

Palmitat CH3(CH2)14COOH lemak hewani,minyak 64

nabati

Stearat CH3(CH2)16COOH lemak hewani,minyak 69.4

nabati

Arachidat CH3(CH2)18COOH minyak kacang 76.3

Behenat CH3(CH2)20COOH minyak behenat lemak 80.7

mentega

Lignoserat CH3(CH2)22COOH minyak kacang,spingo 81


(27)

Tabel 2.4. (lanjutan)

Jenis asam Rumus molekul Sumber(asal) Titik cair Asam lemak tidak

jenuh

Oleat CH3(CH2)7 = CH – minyak dan lemak 14

(CH2)7COOH

Rapat gadoleat CH3(CH2)9 = CH – minyak kolza dan rape

(CH2)7COOH minyak hering

Erukat CH3(CH2)7 = CH – minyak raope seed, 31 - 32

(CH2)11COOH mustard, minyak hati

Ikan hiu 2 ikatan rangkap atau lebih

Linoleat CH3(CH2)4 = CH – minyak biji kapas -11

CH2CH = CH – biji lin, biji poppy

(CH2)7COOH

Linolenat CH3CH2CH= CH – minyak perilla -11

CH2CH = CHCH2 – biji lin

CH = CH(CH2)7COOH

Clupanodonat C22H34O2 minyak ikan paus kurang

Hati ikan hiu, herring dari -78 Arachidonat C20H32O2 jaringan hati babi

Sumber : (Krischenbeuer.1960).

Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang paling banyak dijumpai pada makanan. Sepertiga lemak daging ayam adalah asam oleat. Margarin merupakan bahan makanan dengan kandungan asam oleat yang tinggi, sekitar 47% total kandungan lemaknya adalah asam oleat (Nursanyoto, 1993).

Trigliserida adalah komponen lipid yang paling banyak terdapat di alam, dan karena sifatnya yang tidak menguap, trigliserida sukar sekali untuk dianalisis secara langsung dengan kromatografi gas. Meskipun demikian keterbatasan pemisahan ini diperbaiki dengan kemudahan pemisahan berbagai metal ester dari asam lemak dengan kromatografi gas. Karena itu, berbagai asam lemak trigliserida dapat dianalisis dengan kromatografi gas melalui pembentukan turunan seperti turunan metal


(28)

ester. Berbagai asam lemak metil ester diperoleh dari reaksi esterifikasi. Pereaksi yang biasa digunakan untuk reaksi esterifikasi ini adalah boron trifluorida (BF3 )

dalam metanol (14%) (Fardiaz, 1989).

2.4. Oleokimia

Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam teknik kimia. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang, produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan (Spitz, 2004).

Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik, banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah kelapa sawit menjadi asam lemak. Selama ini asam lemak dari kelapa sawit selalu diolah dari minyak/trigliserida. Padahal dari segi teknik dan ekonomi akan lebih efisien untuk mengolah secara langsung buah sawit menjadi asam lemak melalui pengaktifan enzim lipase yang terkandung pada buah sawit. Hal ini juga bisa ditemukan pada bahan baku nabati lainnya (Spitz, 2004).


(29)

Skema industri oleokimia dan turunannya dapat dilihat seperti pada gambar berikut.


(30)

2.5. Amida

Suatu amida adalah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Amida merupakan turunan asam karboksilat, dimana gugus –OH digan-ti dengan –NH2 atau amoniak, dimana 1 H diganti dengan asil. Sifat fisika : zat padat kecuali formamida yang berbentuk cair, tak berwarna, suku - suku yang rendah larut dalam air, bereaksi kira – kira netral. Struktur Amida : R – CONH2 (Fessenden, 1999).

Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hydrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intermolekular selama masih terdapat hydrogen yang terikat pada nitrogen. Senya ini juga sangat istimewa karena nitrogennya mampu melepaskan electron dan mampu membentuk sebuah ikatan π dengan karbon karbonil. Pelepasan electron ini menstabilkan hibrida resonansi. (Bresnick, 1996).

2.5.1. Pembuatan Amida

Reaksi asam karboksilat dengan amoniak atau amina

O O

R- C - OH + R" - NH2 R – C - NHR" + H2O

Asam Karboksilat Amina Amida

O O

R- C - Cl + R" - NH2 R – C - NHR" + HCl

Asil Klorida Amina Amida

O O O O R - C – O – C – R + R" - NH2 R – C - NHR" + R – O – C - OH

Anhidrida Asam Amina Amida

O O

R- C - OR' + R" - NH2 R – C - NHR" + R – OH

Ester Amina Amida (Fessenden, 1999).


(31)

Kemudian telah dilakukan pula pembuatan alkanolamida secara langsung dari minyak kacang kedelai :

CH3

H – N +

( Rawlins, 2008).

2.5.2. Penggunaan Amida

Formamida berbentuk cair, sebagai pelarut, Untuk identifikasi asam yang berbentuk cair. Untuk sintesis nilon, dsb. Amida asam lemak seperti N-steroil asam amino dapat digunakan sebagai bahan surfaktan dan sebagai anti mikroba (Silvansany,et, al, 2001). Senyawa amida juga digunakan dalam bidang farmasi misalnya sulfonamide yang digunakan untuk mengobati bermacam – macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotik (Nuraini, 1988).

Amida asam lemak yang berantai panjang bila direaksikan dengan epoksida membentuk senyawa bis ( 2-hidroksi etil) amina asam lemak yang banyak digunakan sebagai anti static. Bahan anti static ini berfungsi untuk mencegah pembentukan muatan statis pada permukaan resin yang disebabkan sifat plastic yang konduktif, sehingga dengan demikian amida dapat digunakan sebagai slip agent dalam pembuatan resin polietilena dan propilen (Richtler, 1984).

2.5.3. Amida Asam Lemak

Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia`, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200 oC dan tekanan 345 – 690 kpa selama 10 – 12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat seperti lauramida, stearamida serta lainnya. Amida juga dapat di buat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hard-acid yang mudah bereaksi dengan hard-base CH3O- untuk

membentuk methanol. Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O

-OH O R O O O

O N

O R

R

CH3ONa 60 0C

OH OH

OH R

CH3

HO


(32)

akan terikat dengan R – C+ O yang lebih soft-acid dibandingkan H+ membentuk amida.

O O

R – C + NH3 R – C + CH3OH

OCH3 NH2

Amida sekunder merupakan turunan dari amoniak dimana 2 atom H diganti dengan 2 gugus asil ( Ismail, 1982).

Pembuatan amida sekunder dilaksanakan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina.

O O

R – C + R – CH2 - NH2 150-200 oC R – C + 2H2O

OH NHR

Senyawa amina yang digunaklan untuk reaksi tersebut antara lain ethanolamine dan diethanoamine, yang jika direaksikan dengan asam lemak pada suu tinggi, 150 – 200 oC, akan membentuk suatu amida dan melepaskan air. Reaksi amidasi antara alkyl klorida lebih mudah dengan gugus amina dibandingkan dengan terjadinya reaksi esterifikasi dengan gugus hidroksil, juga sebelumnya telah teruji denga adanya reaksi antara laurel anhidrida dengan propanolamine utuk membentuk senyawa N, N' – dilauril propanolamine ( Cho, 1985).

2.6. Dietanolamin

Dietanolamin, sering disingkat sebagai DEA, adalah senyawa organik dengan rumus :

HN(CH2CH2OH)2. Ini adalah cairan tak berwarna polyfunctional, menjadi amina

sekunder dan diol.Seperti amina organik lainnya, dietanolamin bertindak sebagai basa lemah. Mencerminkan sifat hidrofilik kelompok alkohol, DEA dapat larut dalam air, dan bahkan higroskopik. Amida dibuat dari DEA sering juga hidrofilik

Produksi dan menggunakan Reaksi etilen oksida dengan amonia berair pertama menghasilkan etanolamin:


(33)

yang bereaksi dengan kedua dan ketiga setara dengan etilen oksida untuk memberikan DEA dan trietanolamin:

C2H4O + H2NCH2CH2OH → HN (CH2CH2OH)2

C2H4O + HN(CH2CH2OH)2 → N(CH2CH2OH)3.

DEA digunakan sebagai surfaktan dan inhibitor korosi. Hal ini digunakan untuk menghilangkan sulfid dan hidrogen karbon dioksida dari gas alam. DEA dalam larutan air biasanya digunakan untuk menghilangkan hidrogen sulfida dari berbagai proses gas. Ini memiliki keunggulan lebih dari etanolamin yang sama dalam konsentrasi yang lebih tinggi dapat digunakan untuk korosi yang sama potensial.

Amida berasal dari DEA dan asam lemak, yang dikenal sebagai dietanolamida, adalah amphiphilic. Common Dietanolamida adalah bahan kosmetik dan shampoo yang ditambahkan untuk memberikan tekstur yang lembut dan berbusa. DEA derivatif yang relevan termasuk lauramida dietanolamin (Klein, 2001).

2.7. SURFAKTAN

Surfaktan ( surface active agent ) merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktifitas permukaan. Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu gugus yang larut dalam minyak (hidrofob) dan gugus yang larut dalam air (hidrofil). Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam minyak dikelompokkan dalam surfaktan oil soluble, sedangkan yang cenderung larut dalam air dikelompokkan sebagai surfaktan water soluble (Allen, 1993). Menurut Piispanen (2002), bagian polar surfaktan dipengaruhi oleh gaya elektrostatik (ikatan hidrogen, ikatan ionik, interaksi dipolar) sehingga dapat berikatan dengan molekul seperti air dan senyawa ion. Gugus non-polar surfaktan berikatan dengan struktur non-polar dengan dukungan gaya van der walls. Surfaktan dibagi menjadi empat kelompok penting dan digunakan secara meluas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik (Rieger, 1985). Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan (surface - active).


(34)

Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat atau sulfonat. Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Sifat hidrofilik umumnya disebabkan karena keberadaan garam amonium, seperti quaternery ammonium salt (QUAT). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi bermuatan positif (Matheson, 1996).

Tabel 2.5. Harga HLB beberapa gugus fungsi Gugus Hidrofil Harga HLB -SO4Na+ 38,7

-COO-Na+ 19,1 -N (amina tersier) 9,4 Ester (cincin sorbitan) 6,8 Ester (bebas) 2,4 Hidroksil (bebas) 1,9 Hidroksil (cincin sorbitan)

0,5

Gugus Lipofil Harga HLB

-CH3 0,475

-CH2- 0,475

=CH- 0,475

Untuk menentuklan kegunaan dari suatu surfaktan maka biasanya terlebih dahulu ditentukan harga HLB nya (Hidrofilik-Lipofilik- Balance). Harga HLB dapat ditentukan secara teoritis dan praktek. Harga HLB secara praktek dilakukan dengan


(35)

menggunakan tensiometer cincin du Nuoy, dimana akan diperoleh harga tegangan permukaan yang setelah diplotkan dengan logaritma konsentrasi akan diperoleh harga konsentrasi kritik misel (CMC).

HLB = 7 – 0.36 ln (Co/Cw) Dimana : Cw = CMC Co = 100 – Cw.

Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus fungsi hidrofil, lipofil dan derivatnya yang dapat dilihat pada tabel 2.4. (Belitz, 1986).

Gambar 2.8. Skala keseimbangan Hydrophilic Lipophilic (HLB).

Harga HLB dapat juga ditentukan berdasarkan harga bilangan penyabunan dan bilangan asam, yakni dengan menggunakan rumus berikut (Shinoda, 1986).

HLB = 20 (1 – S/A)

Dimana: S = bilangan penyabunan A = bilangan asam

Hubungan antara nilai HLB dengan penggunaannya sebagai surfaktan dapat dilihat pada gambar 2.8.

Surfaktan digunakan dalam volume besar pada berbagai produk kebutuhan rumah tangga, detergent dan produk – produk pembersih lainnya. Biasanya setelah digunakan, produk yang mengandung surfaktan tersebut di buang sebagai limbah yang mana pada akhirnya akan dibebaskan kepermukaan air, biodegradasi dan mekanisme penguraian lain sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah dan konsentrasi surfaktan yang mencapai lingkungan (Brahmana, 1994).


(36)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Alat – alat

1. GLC/FID Perkin Elmer Clarus 600 2. FT-IR

3. Rotari Evaporator Stuart RE300

4. Oven Memmert

5. Hot Plate Cimarec

6. Neraca Analitik Mettler Toledo AB2204-S 7. Kondensor

8. Thermometer 9. Selang 10. Stirer

11. Labu Tiga Leher Pyrex 12. Labu Alas Pyrex 13. Droping funnel Pyrex 14. Gelas ukur Pyrex 15. Beaker glass Pyrex 16. Corong

17. Kertas Saring 18. Spatula

3.2. Bahan – bahan

1. RBDPKO, RBDOlein, RBDStearin

2. Dietanolamin p.a E’Merck 3. Natrium Metoksida p.a E’Merck

4. Metanol p.a E’Merck

5. Dietil Eter p.a E’Merck 6. Natrium Sulfat Anhidrus p.a E’Merck 7. Brine Water


(37)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Prosedur Pembuatan Alkanolamida

Kedalam labu leher tiga dimasukkan 0.05 mol (50 gram) sample RBDStearin, (yang sudah di analisa jenis asam lemaknya dengan GLC) dan 0.24 mol (25,6 gram) dietanolamin dan 0.093 mol (5 gram) Natrium Metoksida (25% Larutan dalam methanol, 5g/20ml Methanol), kemudian dirangkai alat refluks dengan pendingin bola. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60 - 70 oC dengan magnetik stirer selama 5 jam, hasil reaksi di rotarievaporator untuk menguapkan pelarutnya. Residu yang di peroleh di larutkan dalam 100 ml Dietil Eter, kemudian di cuci dengan larutan NaCl sebanyak 3 kali masing – masing 25 ml, lapisan bawah di buang, ambil lapisan atas dan di saring kedalam beaker glass, lalu ditambahkan Natrium Sulfat Anhidrus, diamkan selama ± 45 menit, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotarievaporator sampai pelarutnya habis, kemudian residu yang diperoleh dianalisis dengan FT-IR, uji HLB dan titik lebur.

Dengan prosedur yang sama dilakukan terhadap RBDPKO dan RBDOlein, dimana untuk RBDPKO dan RBDOlein digunakan bahan 0.06 mol.

3.3.2. Prosedur Penentuan Bilangan Asam

Timbang sampel kedalam erlenmeyer 250 ml sebanyak 1 g, tambahkan isopropanol netral sebanyak 50 ml, tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein kemudian titrasi dengan KOH 0.5 N sampai warna merah jambu, catat volume KOH yang digunakan.

Bilangan Asam = ml.KOH x N.KOH x 56,1 Berat Sampel


(38)

3.3.3. Prosedur Penentuan Bilangan Penyabunan

Timbang sampel kedalam labu alas 250 ml sebanyak 1 g, tambahkan KOH metanolik 0.5 N sebanyak 25 ml, refluk selama 1 jam, dinginkan lalu tambahkan 3 tetes phenolphthalein kemudian titrasi dengan HCL 0.5 N sampai hilang warna merah jambunya, catat volume HCL yang digunakan.

Bilangan Penyabunan = (ml.HCL Blanko – ml.HCL sampel) x N.KOH x 56,1 Berat Sampel


(39)

3.4. Bagan Prosedur

3.4.1. Pembuatan Alkanolamida dari RBDPKO, RBDOlein, dan RBDStearin Dengan Dietanolamin.

Dirotarievaporasi Lapisan bawah Lapisan atas

50 g sampel

Hasil Reaksi

Dimasukkan ke dalam labu leher tiga Ditambahkan 25,6 dietanolamin Ditambahkan 5 g Natrium metoksida (25 % larutan dalam metanol)

Direfluks selama 5 jam

Dirotarievaporasi

Residu Pelarut

Dimasukkan ke dalam corong pisah Dicuci dengan larutan NaCl jenuh

Dilarutkan dengan dietil eter Ditambahkan Na2SO4 anhidrat

Didiamkan Disaring

Filtrat Endapan

Dianalisis

dengan FT-IR Dianalisis nilai HLB

Dianalisis Titik lebur


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari tiga jenis bahan yang digunakan dalam penelitian diperoleh jenis asam lemaknya berdasarkan hasil analisis kromatografi gas cair (KGC/FID) diperoleh kromatogram (Lampiran 1, 2, dan 3) dengan komposisi jenis asam lemak sebagai berikut:

Tabel 4.1. Komponen asam lemak RBDPKO, RBDOlein dan RBDStearin Bahan

Komponen asam lemak (%) RBDPKO RBDOlein RBDStearin

C08 3.95 - 0.81

C10 3.63 - 0.66

C12 48.46 - 5.24

C14 15.42 0.48 2.64

C16 7.91 5.83 36.01

C18 2.16 2.18 3.81

C18:1 15.38 78.20 40.48 C18:2 2.64 13.05 10.08

C20 - - 0.28

C18:3 - 0.26

Alkanolamida dibuat dengan mereaksikan 0.05 mol (50 g) RBDPKO dengan 0.24 mol (25,6 g) dietanolamin menggunakan katalis natrium metoksida pada suhu 60 – 70 oC, diperoleh hasil sebesar 83.50 %, dengan perlakuan yang sama menggunakan bahan RBDOlein diperoleh hasil sebesar 77.20 %, dan menggunakan bahan RBDStearin diperoleh hasil sebesar 79.40 %, dimana hasil analisis dari bilangan asam, bilangan penyabunan, nilai HLB dan titik lebur dari ketiga alkanolamida tersebut adalah sebagai berikut (Tabel 4.2).


(41)

Tabel 4.2. Harga bilangan asam, bilangan penyabunan, HLB dan titik lebur Alkanolamida dari sampel

RBDPKO RBDStearin RBDOlein Harga bilangan asam 21.82 22.28 27.41 Harga bilangan penyabunan 15.90 16.92 16.63

Harga HLB 5.4 4.8 7.8

Titik lebur 142 oC 152 oC 135 oC

Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari alkanolamida yang diperoleh menggunakan bahan RBDPKO memberikan spektrum dengan puncak – puncak serapan kimia pada daerah bilangan gelombang, 3372.77 cm-1, 2922.29 cm-1, 2852.42 cm-1, 1615.36 cm-1, 1557.88 cm-1, 1464.04 cm-1, 1364.38 cm-1, 1049.34 cm-1, 859.27 cm-1, 721.58 cm-1 (Lampiran 4), menggunakan bahan RBDOlein memberikan spektrum dengan puncak – puncak serapan kimia pada daerah bilangan gelombang 3378.80 cm-1, 2923.52 cm-1, 2853.42 cm-1, 1739.48 cm-1, 1620.91 cm-1, 1467.37 cm-1, 1423.00 cm-1, 1365.67 cm-1 , 1300.78 cm-1, 1258.20 cm-1 , 1211.24 cm-1, 1051.39 cm

-1

, 938.13 cm-1, 859.62 cm-1, 721.54 cm-1, 617.22 cm-1 (Lampiran 5), dan menggunakan bahan RBDStearin memberikan spektrum dengan puncak – puncak serapan kimia pada daerah bilangan gelombang, 3375.88 cm-1, 2920.60 cm-1, 2850.73 cm-1, 1615.65 cm-1, 1557.37 cm-1, 1466.43 cm-1, 1048.42 cm-1, 858.93 cm-1, 720.42 cm-1 (Lampiran 6).

4.2. Pembahasan

Dalam amidasi peneliti sebelumnya untuk menghasilkan amida dari alkil ester seperti metil ester dengan amina yakni dietanolamin mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari amina merupakan hard-acid yang mudah berikatan dengan CH3O- dari metil

ester yang merupakan hard-base untuk membentuk metanol (CH3OH). Sebaliknya

(N(-) ) dari senyawa amina lebih soft-acid berikatan dengan gugus asil (R – C+) yang lebih soft-base menghasilkan senyawa amida.


(42)

hard-base

hard-acid soft-base

O CH2-CH2-OH

R – C + H N

OCH3 CH2-CH2-OH

Metil Ester Amina (dietanolamin)

O CH2-CH2-OH

R C N + CH3OH

CH2-CH2-OH

Alkanolamida Metanol

Untuk menghasilkan metil ester sebagai pereaksi dalam hal ini dilakukan dari reaksi esterifikasi antara asam, seperti asam lemak dengan metanol menggunakan katalis asam ataupun transesterifikasi melalui metanolisis terhadap ester seperti gliserida menggunakan katalis asam maupun basa.

O O

R – C + CH3OH R – C + H2O

OH Metanol OCH3

Asam karboksilat Metil ester Air O

H2C – O – C – R H2COH

O O

HC – O – C – R + CH3OH HCOH + 3R – C – OCH3

O Metanol Metil Ester H2C – O – C – R H2COH

Gliserida (Lemak/minyak) Gliserol

Kedua reaksi ini baik menggunakan asam karboksilat maupun gliserida agar dapat menghasilkan metil ester dengan senyawa digunakan metanol yang berlebih.

Secara insitu tanpa mengisolasi metil ester yang terbentuk, untuk menghasilkan alkanolamida dengan etanolamin melalui amidasi langsung minyak kedelai untuk menghasilkan senyawa alkanolamida dengan menggunakan senyawa


(43)

CH3ONa 60 – 70 oC

60 – 70 oC

Na – O – CH3

OCH3

metil etanolamin yang berlebih menggunakan bantuan katalis natrium metoksida. Melalui modifikasi metode tersebut dalam penelitian dilakukan pembentukan alkanolamida melalui amidasi terhadap tiga jenis minyak yakni RBDPKO, RBDOlein dan RBDStearin dengan dietanolamin berlebih menggunakan katalis natrium metoksida mengikuti reaksi berikut :

O

H2C O C R

O CH2-CH2-OH

HC O C R + NH

O CH2-CH2-OH

H2C O C R Dietanolamin

Trigliserida

H2C OH

O CH2-CH2-OH

HC OH + R C N

CH2-CH2-OH

H2C OH Alkanolamida

Gliserol

Adapun mekanisme reaksi yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut :

O

H2C O C R

O CH2-CH2-OH

HC O C R + NH

O CH2-CH2-OH

H2C O C R

Na O

H2C – O – C – R

O CH2-CH2-OH

R – C – O – HC (+)N

O H CH2-CH2-OH


(44)

H2C OH

O O CH2-CH2-OH

HC O – C – R + R C N

O CH2-CH2-OH

H2C O – C – R

H2C OH

O CH2-CH2-OH

HC OH + R C N

CH2-CH2-OH

H2C OH Alkanolamida

Gliserol

Dalam reaksi ini secara hipotesis tahap awal dari reaksi ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya penambahan dietanolamin yang berlebih metil ester yang terbentuk segera berubah menghasilkan alkanolamida, selanjutnya sisa dietanolamin dan natrium metosida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencucinya menggunakan larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga diperoleh senyawa alkanolamida.

Alkanolamida yang terbentuk dari RBDPKO dianlisis dengan FT-IR , dimana memberikan spektrum dengan puncak – puncak serapan kimia pada daerah bilangan gelombang 3372 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi stretching gugus OH yang didukung oleh munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1049 cm-1 yang merupakan vibrasi stretching C – O dari C – OH ( alkohol primer ). Vibrasi CH sp3 muncul pada daerah bilangan gelombang 2922 – 2852 cm-1 yang didukung dengan munculnya serapan pada daerah bilangan gelombang 1464 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi bending C – H sp3, yang mana puncak ini tumpan tindih dengan vibrasi stretching ikatan C – N. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1615 cm-1 merupakan ciri khas vibrasi stretching C = O (karbonil) dari pita amida I, dimana bilangan gelombang lebih kecil dari karbonil normal. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1740 cm-1 juga merupakan vibrasi stretching dari C = O amida (Biemann. 1983). Spektrum senyawa amida begitu khas, kemiripan antara spektra amida dan beberapa sistem senyawa nitrogen tautomerik telah memberikan tambahan


(45)

••

berharga mengenai fakta – fakta dasar pada spektrum senyawa amida. Resonansi struktur senyawa amida terjadi seperti di bawah :

O O(-)

R – C R – C

NH – R′ N(+)H – R′

Jadi masa atom C, N dan O yang sama, menyebabkan kopling frekuensi vibrasi ikatan C O dan C N, menjadi efektif satu dengan yang lainnya. Sehingga sangat sedikit vibrasi amida yang murni atau memiliki vibrasi yang benar – benar tunggal, dengan demikian dikenallah pita amida I, II, III, IV, V, dan VI (Dyke,1978). (Lampiran 4). Demikian juga spektrum alkanolamida dari bahan RBDOlein (Lampiran 5), dan dari bahan RBDStearin (Lampiran 6) memberikan spektrum dengan puncak – puncak serapan kimia yang hampir sama dengan menggunakan bahan RBDPKO.

Nilai HLB masing – masing alkanolamida yang diperoleh dengan bahan dasar RBDPKO = 5,4., dengan bahan RBDOlein = 7,8., dan dengan bahan RBDStearin = 4,8 ( Lampiran 10 ).


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Senyawa alkanolamida dapat dibuat melalui amidasi langsung antara RBDPKO, RBDStearin dan RBDOlein dengan dietanolamin dengan pelarut metanol dan natrium metoksida sebagai katalis.

2. Nilai HLB senyawa alkanolamida yang diperoleh dari bahan dasar RBDPKO adalah 5.4, RBDOlein 7.8, dan RBDStearin 4.8, yang dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi w/o dan zat pembasah / penyebar.

5.2. Saran

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan reaksi kimia organik sehingga diperoleh cara – cara yang baru dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang Ilmu Organik.


(47)

Daftar Pustaka

Alfian, Z, 2005. Optimasi Pengaturan Temperatur dan Waktu Kristalisasi untuk

Menghasilkan Super Olein yang Baik pada Tahap fraksinasi. Jurnal Teknologi Proses. Medan : Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia. USU.

Allen, T.O. dan A.P. Roberts. 1993. Production Operations 2 : Well Completions, Workover, and Stimulation. Oil & Gas Consultants International (OGCI) Inc., Tulsa,Oklahoma, USA.

Bailey,A.E.1950. Industrial oil and fat product. New york: Interscholastic publishing Inc.

Belizt, HD; Grosch, W.1986. Food Chemistry. Berlin. Heidelberg : Springer-Verlag. Brahmana, H.R :Dalimunthe, R : Ginting. M.1998. Pemanfaatan Asam Lemak Bebas

Kelapa Sawit dan Inti Sawit dalam Pembuatan Nilon 9,9 dan Ester Sorbitol Asam Lemak. Kanter Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dewan riset Nasional Laporan Riset, Riset Unggulan Terpadu.

Bresnick,S.M.D. 1996. Intisari Kimia Organik. Hipokrates. Jakarta.

Chong, C.H, R. Blair, I. Zulkifli and Z.A. Jelan. 1998. Physical and chemical characteristics of Malaysian palm kernel cake (PKC). Proc. 20th MSAP Conf. 27-28 July. Putrajaya, Malaysia.

Chung, D.S and C.H. Lee. 1985. Grain physical and thermal properties related to drying and aeration. ACIAR Proceeding No. 71 Australian Centre for International Agricultureal Research, Australia.

Cho, I; Kim C.S. 1985. New Syntetic Vesicles Formed by Polymeric Quanternary Ammonium Bromide with Double Alkyl Chains. Chem.Lett.

Dyke, Floyd, Sainsbury and Thebald. 1978. Organic Spectroscopy. Second edition. British Library Cataloguing in Publication Data.

Eckey. S.W. 1955. Vegetable Fat and Oil. Handbook of Food Agriculture. New York. Reinhold Publishing Corporation.

Fardiaz. D. 1989. Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Fessenden R.J., Fessenden J.S., 1997. Kimia Organik. Erlangga Hartley, C.W.S. 1970. The Oil Palm. Longman Group, London.


(48)

Ismail, B.1992. Kimia Organik. Bandung: Armico

Jakarta Future Exchange. 2002. Perkembangan produksi minyak goreng sawit di Indonesia.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press Klein, K. 2001. Alkanolamide Revisited. Cosmotech Laboratories Inc.

Krischenbauer. 1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology. New York: Reinhold Publishing Co.

Lehninger, A. 1993. Principles of Biochemistry. Second Edition.

LRPI. 2006. Pemanfaatan oleokimia berbasis minyak sawit. Media Komunikasi Lingkup Unit Kerja LRPI . Vol.2 No. 2, Bogor.

Maag, H., (1984). Fatty Acid Derivatives : Important Surfactants for Household, Cosmetic and Industrial Purposes. J. Am. Oil. Chem. Soc.

Marsetyo. 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi. Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta.

Matheson, K.L. 1996. Formulation of Household and Industrial Detergents. In : Soap and

Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press,

Champaign, Illinois.

Meffert, A. 1984. Technical Uses Of Fatty Acid Ester. J.Am.Oil.Chem,Soc.

Nuraini, W. 1988. Obat – Obatan. Cetakan kesepuluh. Kanisius. Semarang.

Nursanyoto.H. 1993. Zat Gizi Utama. PT. Golden Terayon Press. Jakarta.

Nuryanto, E. 2002. Pembuatan Fatty Amida Dari ALSD Untuk Produksi Deterjen Cair dan Shampoo. Badan Penelitian dan Pengembanga Pertanian, Departemen Pertanian

Piispanen, P. 2002. Synthesis and Characterization of Surfactants Based on Natural

Products. Kungl Tekniska Högskolan, Stockholm.

Rawlins, J.W., Pramanik M., and Sharatkumar, K.M. 2008. Journal of the American Oil Chemists’ Society. Academic Research Library.

Richtler, M.J ; Knault, J. 1984. Challenges to A Nature Industry : Marketing nad Economis Of Oleochemicals in Western Europe. J.Am.Oil.Chem.Soc.

Rieger, M.M. 1985. Surfaktan in Cosmetics. Surfaktan Science Series, Marcell Dekker Inc., New York.


(49)

Silalahi, J.2000. Hypocholesteolemic Factor on Foods. A Review Indonesian Food Nutrition Progress. Vol. 7.

Spitz, L.2004. SODEOPEC (Soap, Detergents, Oleochemicals, and Personal Care

Products). AOCS Press. Champaign. Illinois.

Urata, K. and N. Takaishi. 1998.Applications of Protecting Groups in the Synthesis of Surfactants, Lipids, and Related Compounds, J. Sur. & Det., 1 (1).


(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

Lampiran 6 : Spektrum FT-IR Alkanolamida dari bahan

RBDStearin


(57)

(58)

(59)

(60)

gram praktek gram teori 42.99 g 51.48 g

Lampiran 10 : Perhitungan Rendemen

1. Untuk alkanolamida dari bahan RBDPKO

Berat molekul = 635 g/mol Mol RBDPKO = g/mr

= 38 g / 635 = 0.06 mol Mol dietanolamine = 3 x 0.06

1 = 0.18 mol

Berat molekul alkanolamida yang terbentuk = 286 g/mr Gram teori alkanolamida = mol x berat molekul

= 0.18 x 286 = 51.48 g % Berat = x 100 %

= x 100% = 83.50%

2. Untuk alkanolamida dari bahan RBD Olein

Berat molekul = 846 g/mol Mol RBD Olein = g/mr

= 56 g / 935 = 0.06 mol Mol dietanolamine = 3 x 0.06

1 = 0.18 mol

Berat molekul alkanolamida yang terbentuk = 386 g/mr Gram teori alkanolamida = mol x berat molekul

= 0.18 x 386 = 69.48 g


(61)

53.64 g 69.48 g

gram praktek gram teori 51.26 g 64.56 g gram praktek gram teori

% Berat = x 100 %

= x 100% = 77.20%

3. Untuk alkanolamida dari bahan RBD stearin

Berat molekul = 853 g/mol Mol RBDPKO = g/mr

= 50 g / 853 = 0.06 mol Mol dietanolamine = 3 x 0.06

1 = 0.18 mol

Berat molekul alkanolamida yang terbentuk = 358.67 g/mr Gram teori alkanolamida = mol x berat molekul

= 0.18 x 358.67 = 64.56 g % Berat = x 100 %

= x 100% = 79.40%


(62)

Lampiran 11 : Perhitungan Harga HLB

1. Untuk alkanolamida dari bahan RBDPKO Bilangan asam :

Berat sampel = 1.1156 g ml. KOH = 0.85 ml N.KOH = 0.5104 N

Bilangan asam = 0.85 ml x 0.5104 N x 56.1 a. g

= 21.82 g/mol Bilangan penyabunan :

Berat sampel = 1.0678 g ml.HCl Blanko = 31.86 ml ml. HCl Sampel = 31.27 ml N.KOH = 0.5104

Bilangan penyabunan = (31.86 ml – 31.27 ml) x 0.5104 x 56.1 1.0678 g

= 15.90 g/mol Harga HLB = 20 (1 – S/A)

= 20 (1 – 15.90/21.28) = 5,4

2. Untuk alkanolamida dari bahan RBDOlein Bilangan asam :

Berat sampel = 1.0969 g ml. KOH = 1.05 ml N.KOH = 0.5104 N

Bilangan asam = 1.05 ml x 0.5104 N x 56.1 1.0969 g


(63)

Bilangan penyabunan :

Berat sampel = 1.0731 g ml. HCl Blanko = 31.86 ml ml. HCl Sampel = 31.24 ml N.KOH = 0.5104

Bilangan penyabunan = (31.86 ml – 31.24 ml) x 0.5104 x 56.1 1.0731 g

= 16.63 g/mol Harga HLB = 20 (1 – S/A)

= 20 (1 – 16.63/27.41) = 7,8

3. Untuk alkanolamida dari bahan RBDStearin Bilangan asam :

Berat sampel = 1.1564 g ml. KOH = 0.90 ml N. KOH = 0.5104 N

Bilangan asam = 0.90 ml x 0.5104 N x 56.1 1.1564 g

= 22.28 g/mol

Bilangan penyabunan :

Berat sampel = 1.0034 g ml. HCl Blanko = 31.86 ml ml. HCl Sampel = 31.27 ml N.KOH = 0.5104

Bilangan penyabunan = (31.86 ml – 31.27 ml) x 0.5104 x 56.1 1.0678 g

= 16.92 g/mol Harga HLB = 20 (1 – S/A)

= 20 (1 – 16.92/22.28) = 4,8


(1)

(2)

(3)

gram praktek gram teori 42.99 g 51.48 g

Lampiran 10 : Perhitungan Rendemen

1. Untuk alkanolamida dari bahan RBDPKO

Berat molekul = 635 g/mol Mol RBDPKO = g/mr

= 38 g / 635 = 0.06 mol Mol dietanolamine = 3 x 0.06

1 = 0.18 mol

Berat molekul alkanolamida yang terbentuk = 286 g/mr Gram teori alkanolamida = mol x berat molekul

= 0.18 x 286 = 51.48 g % Berat = x 100 %

= x 100% = 83.50%

2. Untuk alkanolamida dari bahan RBD Olein

Berat molekul = 846 g/mol Mol RBD Olein = g/mr

= 56 g / 935 = 0.06 mol Mol dietanolamine = 3 x 0.06

1 = 0.18 mol

Berat molekul alkanolamida yang terbentuk = 386 g/mr Gram teori alkanolamida = mol x berat molekul

= 0.18 x 386 = 69.48 g


(4)

53.64 g 69.48 g

gram praktek gram teori 51.26 g 64.56 g gram praktek gram teori

% Berat = x 100 %

= x 100% = 77.20%

3. Untuk alkanolamida dari bahan RBD stearin

Berat molekul = 853 g/mol Mol RBDPKO = g/mr

= 50 g / 853 = 0.06 mol Mol dietanolamine = 3 x 0.06

1 = 0.18 mol

Berat molekul alkanolamida yang terbentuk = 358.67 g/mr Gram teori alkanolamida = mol x berat molekul

= 0.18 x 358.67 = 64.56 g % Berat = x 100 %

= x 100% = 79.40%


(5)

Lampiran 11 : Perhitungan Harga HLB

1. Untuk alkanolamida dari bahan RBDPKO

Bilangan asam :

Berat sampel = 1.1156 g ml. KOH = 0.85 ml N.KOH = 0.5104 N

Bilangan asam = 0.85 ml x 0.5104 N x 56.1 a. g

= 21.82 g/mol Bilangan penyabunan :

Berat sampel = 1.0678 g ml.HCl Blanko = 31.86 ml ml. HCl Sampel = 31.27 ml N.KOH = 0.5104

Bilangan penyabunan = (31.86 ml – 31.27 ml) x 0.5104 x 56.1 1.0678 g

= 15.90 g/mol Harga HLB = 20 (1 – S/A)

= 20 (1 – 15.90/21.28) = 5,4

2. Untuk alkanolamida dari bahan RBDOlein

Bilangan asam :

Berat sampel = 1.0969 g ml. KOH = 1.05 ml N.KOH = 0.5104 N

Bilangan asam = 1.05 ml x 0.5104 N x 56.1 1.0969 g


(6)

Bilangan penyabunan :

Berat sampel = 1.0731 g ml. HCl Blanko = 31.86 ml ml. HCl Sampel = 31.24 ml N.KOH = 0.5104

Bilangan penyabunan = (31.86 ml – 31.24 ml) x 0.5104 x 56.1 1.0731 g

= 16.63 g/mol Harga HLB = 20 (1 – S/A)

= 20 (1 – 16.63/27.41) = 7,8

3. Untuk alkanolamida dari bahan RBDStearin

Bilangan asam :

Berat sampel = 1.1564 g ml. KOH = 0.90 ml N. KOH = 0.5104 N

Bilangan asam = 0.90 ml x 0.5104 N x 56.1 1.1564 g

= 22.28 g/mol

Bilangan penyabunan :

Berat sampel = 1.0034 g ml. HCl Blanko = 31.86 ml ml. HCl Sampel = 31.27 ml N.KOH = 0.5104

Bilangan penyabunan = (31.86 ml – 31.27 ml) x 0.5104 x 56.1 1.0678 g

= 16.92 g/mol Harga HLB = 20 (1 – S/A)

= 20 (1 – 16.92/22.28) = 4,8