Pendidikan Kemandirian Menurut Pandangan Islam

khalifatullah fi al ardh . Tugas manusia sebagai ‘abdullah diungkapkan dalam Al-Quran Surat Ad-Dzariyat: 56: tBu r à M ø n =y z £ ` Å gø : }§ RM } u r ž w Î È b r ß ‰ç 7÷ èu ‹Ï9 ÇÎÏÈ Artinya; Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku Departemen Agama RI, 2005: 523. Tugas manusia sebagai hamba dan khalifah Allah, bukanlah dua tugas yang terpisah, tetapi merupakan kesatuan utuh yang menyatu dan membentuk sikap manusia yang bermakna. Manusia hanyalah hamba budak yang terbatas di hadapan Allah dan bersamaan dengan itu, ia menjadi subyek yang bebas di hadapan alam. Hakikat perhambaan adalah ketundukkan, kepatuhan, ketaatan dan kepasrahan kepada Allah. Artinya di hadapan Allah seorang hamba tidak memiliki kekuasaan apapun selain patuh, taat, dan berserah diri, sedangkan berhadapan dengan makhluk Allah, baik manusia maupun alam, ia ditugaskan sebagai pemimpin, dituntut mengembangkan potensinya untuk menjaga, memelihara, dan memakmurkan bumi. Tugas perhambaan kepada Allah dan kekhalifahan di muka bumi merupakan suatu kesatuan tugas yang tidak terpisah-pisahkan. Dorongan perhambaan manusia kepada Allah, menjelmakan dirinya menjadi khalifah. Sebaliknya, karena penyerahan yang total kepada Allah ia menjadi khalifah di bumi. Bagi umat Islam, kemandirian itu telah tersirat dalam pengakuan awal sebagai umat yang mengimani keesaan Allah tawhid dalam kalimat syahadat yang berbunyi: Asyhadualla ilaa haillallah Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Tuhan adalah sesuatu yang didambakan dan mendominasi diri. Bagi seorang muslim tidak ada yang didambakan dan mendominasi dirinya selain Allah, karena itu di muka bumi, ia akan hidup merdeka; dalam arti tidak menggantungkan dirinya kepada apapun selain Allah. Dengan demikian keimanan terhadap keesaan Allah melahirkan kemandirian. Di samping pandangan-pandangan di atas, makna kemandirian terungkap secara eksplisit dalam Al-Quran sehingga dapat dibaca melalui ayat-ayatnya yang mengandung perintah agar seseorang tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Kemandirian sebagai suatu sikap percaya kepada kemampuan diri sendiri, mau mengambil inisiatif tidak menunggu bantuan orang lain, berani mengambil keputusan sendiri, mampu bertahan hidup tanpa bergantung pada pihak lain atau menjadi beban orang lain, dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Kemandirian dalam ajaran Islam, tercermin dalam Al-Quran dan Al- hadis yang mendorong manusia untuk berusaha sebagai berikut: Pertama. Allah SWT memerintahkan setiap hamba-Nya untuk mencari nafkah atau bekerja. Orang yang memiliki pekerjaan dapat melepaskan diri dari ketergantungan orang lain mandiri. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat An-Naba: 11: u Zù =y èy _ u r u ‘ p k¨]9 V ©y ètB ÇÊ Ê È Artinya: Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan Departemen Agama RI, 2005: 582. Siang hari merupakan waktu yang disediakan untuk bekerja mencari nafkah dan mengusahakan kehidupan; yang dimaksud ayat ini adalah bekerja keras berusaha agar manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai keinginannya di dunia. Ayat ini mengisyaratkan aspek waktu saat manusia dituntut untuk bekerja dan hidup mandiri tanpa menjadi beban tanggungan orang lain. Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf: 10 Allah berfirman: ô ‰s s 9u r ö Nà 6 »¨Z© 3 tB ’ Îû Ç Ú ö ‘ F { u Zù =y èy _ u r ö Nä 3 s 9 p kŽÏù |· ÍŠ»y ètB 3 W x ‹Î=s ¨B tb r 㠍 ä 3 ô ± s ? ÇÊ É È Artinya: Kami telah menjadikan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih Departemen Agama RI, 2005: 151. Bumi merupakan lapangan atau wahana untuk bekerja melestarikan kehidupan dunia. Allah telah menetapkan hukum-hukum-Nya atas alam sunnatullah. Orang yang mau bekerja keras mengembangkan potensai dirinya akan memperoleh hasil yang baik, sebaliknya orang yang enggan mendayagunakan kemampuan dan potensinya akan merugi. Orang yang bekerja keras menggunakan potensi dirinya, baik akal, tenaga, dan alam lingkungannya yang telah dianugerahkan Allah merupakan bentuk syukur atau berterima kasih kepada Allah. Sebaliknya orang yang memiliki akal dan badan yang sehat tetapi membiarkan dirinya menganggur dan alam di depan matanya dibiarkan terbengkalai merupakan bentuk kufur nikmat. Orang yang mengkufuri nikmat Allah akan mendapatkan siksaan, yakni kesengsaraan dan kemiskinan. Ayat di atas menunjukkan aspek ruang dimana manusia dapat berkiprah optimal mengolah dan mengembangkan kemampuannya sehingga tidak tergantung kepada orang lain. Ayat tersebut diperkuat dengan firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Jumu’ah: 10 berikut: s ŒÎs ù ÏM u ŠÅ Ò è ä o4 qn =¢ Á 9 r 㠍 ϱ tFR s ù ’ Îû Ç Ú ö ‘ F { qä ótGö u r ` ÏB È ô Ò s ù « r 㠍 ä . ø Œ u r © Z Ž  ÏW x . ö ä 3 ¯=y è© 9 tb qß s Î=ø ÿè ? ÇÊ É È Artinya: Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Departemen Agama RI, 2005:554. PerintahNya untuk menyebar di muka bumi, mencari rizki dan keutamaan mengandung arti bahwa kehidupan manusia yang baik dalam pandangan Allah adalah manusia yang dinamis dan kreatif. Kedua, Nabi Muhamad SAW. menyebutkan rizki terbaik adalah yang diperoleh dengan keringat sendiri. Beliau melarang umatnya menjadi pengemis atau menjadi beban orang lain. Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Anas menyebutkan ; لﺎﻗ ﺲﻧا ﻦﻋ : هﺎﯿﻧﺪﻟ ﮫﺗﺮﺧا ﻻو ﮫﺗﺮﺧﻻ هﺎﯿﻧد كﺮﺗ ﻦﻣ ﻢﻛﺮﯿﺨﺑ ﺲﯿﻟ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻠﻋ ﷲا ﻲﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ س ﺎﻨﻟا ﻲﻠﻋ ﻼﻛ اﻮﻧﻮﻜﺗ ﻻو ةﺮﺧﻻا ﻲﻟا غﻼﺑ ﺎﯿﻧﺪﻟا نﺎﻓ ﺎﻌﯿﻤﺟ ﺎﻤﻤﮭﻨﻣ ﺐﯿﺼﯾ ﻲﺘﺣ ﺮﻛﺎﺴﻋ ﻦﺑا هاور Artinya : Dari Anas ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda “ tidak baik orang yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia saja, tetapi harus memperoleh kedua-duanya. Karena kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali kali kamu menjadi beban orang lain.” H.R. Ibnu Asakir Kehidupan dunia dan akhirat merupakan kehidupan yang tidak bisa dipisahkan karena mengejar kehidupan dunia atau akhirat saja bukanlah suatu yang dianjurkan. Kehidupan yang Islami adalah kehidupan yang selalu mempertimbangkan akhirat ketika bekerja keras mencukupi hidup. Demikian pula sebaliknya, mengembangkan dan merealisasikan makna ibadah khusus ibadah yang langsung kepada Allah, seperti solat sehingga bermakna bagi kehidupan dunia. Karena itu, kegiatan apapun yang dilakukan seorang muslim akan bermakna ibadah di hadapan Allah. Larangan untuk hidup menjadi beban orang lain pada hadis di atas menunjukkan pentingnya kemandirian dan tidak tergantung kepada orang lain. Bahkan hidup tergantung kepada orang lain merupakan bentuk syirik, sebab seorang muslim hanya tergantung kepada Allah saja. Kehidupan dunia harus dihadapi oleh manusia secara sungguh- sungguh dan bekerja keras. Dengan bersungguh-sungguh dan bekerja keras itu, manusia dapat hidup mandiri dan bebas dari ketergantungan orang lain. َلﺎَﻗ ِماﱠﻮَﻌﻟا ِﻦﺑِﺮْﯿَﺑﱡﺰﻟا ِﷲاِﺪْﺒَﻋ ﻰِﺑَا ْﻦَﻋَو : ِﷲا ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ : ٍﺔَﻣْﺰُﺤِﺑ َﻰِﺗْﺎَﯿَﻓ َﻞَﺒَﺠْﻟا ﻰِﺗْﺎَﯾ ﱠﻢُﺛ ُﮫَﻠُﺒْﺣَا ْﻢُﻛُﺪَﺣََا َﺬُﺧْﺄَﯾ ْنَﻷ َﯾ ْنَا ْﻦِﻣ ُﮫَﻟٌﺮْﯿَﺧ ُﮫَﮭْﺟَو ﺎَﮭِﺑ ُﷲا ﱠﻒُﻜَﯿَﻓ ﺎَﮭَﻌْﯿِﺒَﯿَﻓ ِخِﺮْﮭَﻇ ﻰَﻠَﻋ ٍﺐَﻄَﺣ ْﻦِﻣ َﺄْﺴ ُ هْﻮُﻌَﻨَﻣ ْوَا ُهْﻮَﻄْﻋَا َسﺎﱠﻨﻟا َلَﺄْﺴَﯾ Artinya : Dari Abi Abdillah Zubair bin Awwam Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta- minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak”. [HR Bukhari, no. 1471]. Ketiga, Allah SWT. Mempersilakan hamba-hamba-Nya untuk memilih jalan hidup yang diberikan-Nya. Setiap manusia diberi keleluasaan berpikir dan bersikap secara mandiri dalam memilih jalan hidupnya, tentu dengan konsekuensinya masing-masing. Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al- Balad: 10: ç m»o Y÷ ƒy ‰y d u r È ûø ïy ‰ô Ú¨Z9 ÇÊ É È Artinya: “Dan telah Kami tunjukkan dua jalan” Departemen Agama RI, 2005: 594. Dua jalan yang dimaksud adalah jalan baik dan jalan buruk yang dapat dipilih oleh manusia sesuai dengan keinginannya. Keduanya memiliki konsekuensi baik dan buruk yang harus dipertanggungjawabkannya di dunia maupun akhirat. Keempat, Islam mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin, minimal pemimpin atas dirinya sendiri, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Dengan demikian jelaslah bagaimana Islam menuntut umatnya agar mandiri dalam mencari rezeki, beramal, bahkan kemandirian dalam menyikapi ajaran Islam sendiri. Fondasi utama kemandirian adalah iman dan ilmu, yakni keyakinan dan pemahaman terhadap ajaran Islam. Iman adalah keyakinan yang mendorong seseorang untuk melakukan dan bersikap sesuai dengan keyakinannya itu. Iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan mendorong untuk hanya menggantungkan dirinya kepada Allah; tidak kepada yang lain. Dengan itu, seorang beriman akan menghadapi kehidupan dengan bebas; tidak mau diperbudak atau tergantung kepada sesuatu. Hidup seperti itu menunjukkan sikap kemandirian. Kemandirian sebagai nilai yang terpuji telah dikembangkan Nabi dalam membangun pribadi dan umatnya. Beberapa cara Nabi membangun kemandirian umat antara lain: Pertama, jenjang pribadi. Dalam tahap ini Rasulullah berusaha membina hubungan dengan diri sendiri, sebagai pribadi yang layak dipercaya, berkemampuan, dan dapat menjadi teladan bagi orang lain. Kedua, jenjang antar pribadi. Rasulullah membina hubungan dengan orang lain, menanamkan kepercayaan kepada orang lain bahwa dirinya seorang yang berjiwa mandiri, sehingga orang lain mau bersinergi dengannya. Ketiga, jenjang manajerial Lebih menekankan bagaimana menyelesaikan pekerjaan bersama dengan orang lain, yakni memberdayakan orang-orang yang ada dalam wilayah pengaruhnya. Keempat, jenjang organisasi penyelarasan. Yakni membentuk sebuah struktur dan sistem masyarakat yang benar-benar mandiri dengan berlandaskan nilai-nilai Islam. Nabi bersabda yang artinya: Suatu harta yang ada padaku tidak kusembunyikan dari kalian. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga kesucian dirinya, Allah akan menjaganya dari hal-hal yang tidak baik. Barang siapa yang bersabar, Allah akan memenuhi dirinya dengan kesabaran. Dan barang siapa yang memohon kecukupan, Allah akan mencukupi. Dan tidaklah sekali-kali kau diberikan sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas dibandingkan sabar. Hadis ini menganjurkan untuk bersifat qona’ah merasa cukup, menahan diri dari meminta-minta kepada orang lain, sabar dan tawakal kepada Allah serta mencari rizkinya, dengan apa yang didapatkan, maka Allah akan menolong dalam kondisinya itu. Dicatat juga dalam sejarah bahwa ketika hijrah, Nabi Muhamad SAW. dan rombongan kaum Anshar. Abdurrahman bin Auf sebagai salah seorang Anshar menolak tawaran salah seorang kaum muhajirin untuk diberi harta dan isterinya. Dengan demikian jelas bahwa Islam menganjurkan nilai-nilai kemandirian pada penganutnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya perintah agar kita tidak menggantungkan diri kepada orang lain.

C. Kerangka Analisis

Dewasa ini banyak upaya untuk mengoptimalkan pendidikan kemandirian terus dilakukan oleh berbagai pihak, ta luput dari lembaga pondok pesantren juga melakukan hal tersebut. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa Nation Character Building untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, pendidikan yang mengsilkan peserta didik yang dapat mandiri merupakan sasaran pengembangan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh. Seiring dengan era otonomi dengan asas desentralisasi, peningkatan kualitas pendidikan menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan dan penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem. Pendekatan pendidikan kemandirian yang sesuai dengan paradikma dan gagasan tersebut diatas adalah konsep School Based Managemenet atau manajemen berbasis sekolah. Pendidikan selama ini baru berada pada taraf pengembangan kemmpuan kognitif, yang sifatnya mengembangan fungsi reproduktif. Pendidikan belum mampu membangun etos kerja, jati diri dan percaya diri, untuk menghadapi masalah-masalah yang nyata di masayakat. Hal ini juga terbukti dengan adanya Ujian Akhir Nasional UAN yang mengedepakan nilai-nilai nominal angka yang tertulis di atas kertas saja. Kelulusan siswa ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai ujian akhirnya. Padahal ujian yang demikian hanya menyentuh aspek kognitifnya saja. Ironis lagi, tak jarang ditemukan kecurangan-kecurangan dalam mengerjakan soal- soal UAN, misalnya guru memberikan jawaban kepada siswanya. Yang demikian itu tentunya dapat merusak nilai-nilai kemandirian siswa dalam enyelesaikan sebuah masalah, sehingga pada akhirnya dapat berefek pada masa depan siswanya, khususnya dalam ekonomi. Untuk membangun ekonomi yang baik di masa depan, saat ini bangsa membutuhkan pendidikan kemandirian. Dengan pendidikan kemandirian terhadap siswa diharapkan di masa depan ia tidak bergantung kepada orang lain dalam menyelesaikan suatu masalah dan dalam mengembangan kualitas ekonomi bangsa. Sehingga potensi SDA Indonesia yang melimpah tidak disia- siakan dan diberikan kepada orang lain orang asing. Dan pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kembali pendidikan bangsa, dan mempioritaskan pendidikan di antara aspek-aspek yang lain, karena pendidikan adalah penentu kualitas ekonomi di masa depan.