Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan
konduktor silinder ionik dimana lemak bebas ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah
jenis ionik dan berhubungan dengan jumlah ion bebas dari garam, basa dan asam serta dengan konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium.
Jaringan terdiri dari sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang baik, sementara lemak dan tulang merupakan
penghantar listrik yang buruk Ursula et al, 2004; Liedtke, 1997. Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan
kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh
dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga.
Gambar 2.4. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA
2.4.1. Beberapa parameter yang dihasilkan BIA dan peranannya pada
pasien hemodialisis kronik
Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle, status cairan tubuh { TBW, ECW, Intra Cellular Water ICW dan Total Body
Potassium TBP} dan status nutrisi tubuh {Body Cell Mass BCM, Fat Free Mass FFM, Fat Mass FM, Resting Metabolic Rate RMR dan
total protein, mineral serta glikogen}Ursula et al, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh.
Free fat mass FFM dibagi menjadi extracellular water ECW,
extracellular solids ECS termasuk mineral tulang, intracellular water ICW, dan intracellular solids ICS
termasuk protein viseral. ICW+ICS adalah
body cell mass BCM Woodrow et al., 2007.
2.4.2. Phase angle
Phase angle PhA menggambarkan distribusi cairan resistan dan keutuhan membran sel kapasitan tubuh manusia secara relatif.
PhA dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang merupakan kompertemen tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik,
gangguan membran sel dan perubahan ECW. Sehingga dikatakan PhA bergantung pada total resistan dan kapasitan tubuh, dimana
berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan kapasitan. Gupta D, et.al, 2004
PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya peningkatan ECW, kematian sel dan kerusakan membran sel atau penurunan
integritas sel, sedangkan nilai PhA yang tinggi menandakan banyaknya jumlah membran sel dan BCM yang masih baik Ursula et
al, 2004. Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu
dimengerti, namun PhA bermanfaat sebagai prediktor outcome dan indikator yang baik bagi progresifitas penyakit meskipun tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu. Norman et al., 2012.
Suatu penelitian yang membandingkan 131 pasien HD kronik dengan 272 kontrol sehat yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya,
mendapatkan bahwa perubahan PhA merupakan prediktor yang kuat terhadap prognosis pasien Maggiore, 1996. PhA juga digunakan
untuk memonitor kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PhA berbanding terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih
rendah pada wanita, kulit putih dan pasien diabetes Steiber et al, 2004.
Kristina Norman dkk juga menyatakan, bahwa nilai PhA yang rendah berhubungan dengan kualitas hidup yang rendah, malnutrisi,
angka ketahanan hidup 6 bulan yang rendah 6 month- survival rate, mortalitas yang meningkat, dan rawatan rumah sakit yang lebih lama
pada pasien dengan keganasan. Norman K, et.al, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Nilai prognostik PhA Norman et al, 2012
Populasi Penelitian
N Nilai
ambang
batas Nilai prognostik dibawah ambang batas
HIV 75
5,6 Penurunan harapan hidup: perkiraan
parameter dengan tes LR: -0,799, P0,0001. HIV
469 5,3
Penurunan harapan hidup: 463 hari vs 697 hari, p0,0001; Peningkatan progresifisitas
penyakit: 406 hari vs 670 hari, p0,0001.
Kanker paru 63
4,5 Penurunan harapan hidup: OR=1,25, p=0,04;
Stadium IIIB 3,7 vs 12,1 bulan, stadium IV: 1,4 vs 5,0 bulan.
Kanker kolorecti
52 5,57
Penurunan harapan hidup: 8,6 vs 40,4 bulan, p=0,0001; peningkatan mortalitas: RR=10,7,
p=0,007.
Kanker pankreas
58 5,08
Penurunan harapan hidup: 6,3 vs 10,2 bulan, p=0,02; penurunan RR 0,75 tiap peningkatan
1 nilai PhA.
Kanker payudara
259 5,6
Penurunan harapan hidup: 23,1 vs 49,9 bulan, p=0,031; penurunan RR 0,82 tiap peningkatan
1 nilai PhA.
Hemodialisis 131
L: 4,5 P: 4,2
Penurunan harapan hidup 2 tahun: 59,3 vs 91,3, p0,01; Peningkata mortalitas: RR
2,6, p0,0001.
Hemodialisis 3009
3,0 3,0 – 4,0
Peningkatan mortalitas: RR 2,2, p0,05. Peningkatan mortalitas: RR 1,3, P0,05.
Dialisis peritoneal
53 6,0
Penurunan harapan hidup 5 tahun, p=0,004; RR=0,536, p=0,01.
Sirosis 305
5,4 Penurunan harapan hidup 4,5 tahun, p0,01.
Geriatri 1071
3,5 Peningkatan mortalitas 4 kali lipat dari 20
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Status nutrisi tubuh