FFM, rerata SB 42,11 6,81
49,29 6,77 0,001
a
FFM, rerata SB 83,36 5,86
80,95 6,65 0,166
FM, rerata SB
b
8,36 3,85 11,88 5,26
0,006 FM, rerata SB
b
16,64 5,86 19,05 6,65
0,166 BCM, rerata SB
b
21,28 4,6 25,85 3,71
0,0001 Protein, rerata SB, kg
a
7,78 2,37 9,79 1,95
0,003 Mineral, rerata SB, kg
a
2,91 0,78 3,57 0,55
0,001 Glikogen, rerata SB
a
394,33 68,64 446,32 59,54
0,009
a a
T test independent,
b
Mann Whitney
4.2. Pembahasan Penelitian
Malnutrisi cukup sering dijumpai pada pasien yang menjalani Hemodialisis HD, namun proses dialysis itu sendiri dapat menyebabkan
sejumlah nutrisi hilang dan larut ke dalam dialisat, hal ini juga diperberat dengan proses katabolisme yang muncul setelahnya. Wolfson, 1999. Suatu
studi di Maroko juga menyatakan bahwa malnutrisi erat kaitannya dengan mortalitas pada pasien yang menjalani HD. Aatif et al, 2013
Penilaian status nutrisi pada pasien yang menjalani HD sampai saat ini masih menjadi pertanyaan. Banyak studi yang telah dilakukan untuk mencari
parameter terbaik untuk menilai status nutrisi yang sekaligus dapat memprediksi kualitas hidup, mortalitas, dan morbiditas. Pengukuran
antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status nutrisi yang telah banyak digunakan di berbagai fasilitas kesehatan. Pemeriksaan ini murah,
aman, mudah, dan non invasive. Di antara pemeriksaan antropometri tersebut,Lingkar Lengan Atas LLA merupakan pemeriksaan yang paling
sederhana, murah, dan mudah untuk dilakukan. Pada pengukuran LLA, hal yang diukur adalah otot dan lemak sub kutan. Kedua hal tersebut merupakan
factor determinan dalam status nutrisi dan dalam menegakkan suatu malnutrisi, di mana LLA sedikit sekali dipengaruhi oleh status hidrasi pasien, sehingga
LLA dianggap lebih baik dalam menilai status nutrisi dibandingkan dengan Indeks Massa Tubuh IMT Tang et al, 2013. Pada suatu penelitian di India
oleh Chakrabouty et al, didapati nilai ambang sebesar 24cm untuk LLA dianggap yang terbaik dalam menentukan seorang pasien mengalami
malnutrisi. Chakrabouty,2009.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini mengukur LLA pada pasien yang menjalani HD regular dan menilai hubungannya dengan parameter nutrisi lain pada pemeriksaan
Bioelectrical Impedance Analysis BIA. Pemeriksaan BIA erat kaitannya dengan parameter antropometri dalam menilai status nutrisi, namun BIA
dianggap lebih superior, dikarenakan BIA dapat menilai komposisi dan integritas sel – sel tubuh manusia.Aatif et al, 2013. Salah satu parameter BIA
yang diukur dan dihubungkan Phase Angle PhA, di mana PhA erat kaitannya dengan kualitas hidup, mortalitas, dan morbiditas, yaitu semakin rendah nilai
PhA, maka kualitas hidup semakin rendah dan prediksi mortalitas akan semakin tinggi.Norman K et al,2010.
Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi malnutrisi pada pasien yang menjalani HD regular adalah sebesar 28,85 15 dari 52 pasien. Hal ini sesuai
dengan gambaran pada penelitian sebelumnya oleh Sharma et al, di mana mereka mendapatkan prevalensi malnutrisi sebesar 20-50 pada pasien HD
regular. Pada penelitian ini, diperoleh rerata LLA adalah sebesar 24,8 cm. Nilai ini
hanya sedikit di atas nilai ambang LLA untuk menentukan malnutrisi, yaitu 24cm. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya variasi dari sampel penelitian.
Dari penelitian sebelumnya oleh Chakrabouty et al, nilai ambang 24cm untuk LLA memiliki sensitivitas sebesar 86,3 dan spesifisitas sebesar 85,1,
namun penelitian tersebut dilakukan di India, yang mana secara genetic, ukuran, dan massa tubuh sampel penelitiannya berbeda dengan di Indonesia.
Sementara itu, dari penelitian ini didapatkan rerata nilai PhA dari pemeriksaan BIA adalah sebesar 5,16
o
± 1,29, menunjukkan bahwa rata rata pasien yang menjalani HD di sentra penelitian ini memiliki kualitas hidup yang
cukup baik dan nilai prediksi mortalitas yang cukup rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Norman et al menyatakan, pada pasien yang menjalani HD,
nilai PhA ≤ 3
o
Penelitian ini juga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara pria dan wanita pada beberapa variable pengukuran LLA, IMT, FFM, BCM, Protein,
Mineral, Glikogen, PhA. Hal ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan memiliki resiko relatif untuk mortalitas sebesar 2,2 95 CI:
1,6-3,2, p 0,05.
Universitas Sumatera Utara
ukuran, massa, serta komposisi tubuh, walaupun dari hasil BIA tidak dijumpai perbedaan bermakna pada Fat Mass, namun pada Fat Free Mass dijumpai
perbedaan yang bermakna antara pria dan wanita. Dari segi etiologi, penelitian ini membedakan antara pasien HD dengan
Diabetes Mellitus DM dan non-DM. Didapatkan perbedaan yang bermakna pada Kreatinin serum, LLA, dan PhA. PAsien HD dengan etiologi DM
memiliki PhA yang lebih rendah secara bermakna daripada pasien HD non- DM. Panduan NKF-KDOQI menyatakan pasien DM memiliki resiko penyakit
Kardiovaskular dan mortalitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien non-DM. NKF-KDOQI,2000.
Hubungan status nutrisi dengan nilai PhA tidaklah mengherankan karena PhA berhubungan langsung dengan membran sel baik jumlah maupun
fungsinya, seseorang dengan status nutrisi yang lebih baik memiliki lebih banyak sel didalam tubuh sehingga nilai PhA menjadi lebih tinggi. Sedangkan
penurunan nilai PhA dengan peningkatan usia mengindikasikan bahwa PhA selain sebagai indikator komposisi tubuh dan status nutrisi, juga merupakan
indikator fungsi dan kesehatan secara umum serta kualitas hidup. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pengukuran LLA dengan
PhA pada BIA, keduanya berkorelasi positif secara bermakna. Artinya, semakin besar LLA, maka akan semakin besar pula nilai PhA. Penelitian oleh
Aatif et al dan Norman et al sebelumnya menyatakan walaupun pengukuran antropometri berhubungan erat dengan PhA, namun PhA lebih superior dalam
memprediksi kualitas hidup dan mortalitas. Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak terlalu besar
dengan perbandingan jenis kelamin yang tidak merata, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar untuk memvalidasi
Lingkar Lengan Atas untuk menilai performa diagnostik. Selain jumlah sampel yang tidak banyak, penelitian ini bersifat cross-sectional sehingga peranan
LLA sebagai faktor prognosis belum bisa dilakukan secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yag diperolah pada penelitian ini serta pembahasannya, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Lingkar Lengan Atas LLA sebagai parameter status nutrisi secara signifikan berhubungan positif dengan phase angle sebagai prognosis
kualitas hidup dimana semakin rendah nilai LLA maka semakin rendah nilai phase angle.
2. LLA berkorelasi kuat dengan phase angle, sejhingga LLA dapat menggantikan pemeriksaan phase angle sebagai prediktor kualitas hidup
pada pasien HD reguler.
5.2 Saran
1. Pengukuran LLA dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien HD, sebagai evaluasi dan untuk memantau status nutrisi pasien HD.
2. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan bersifat prospektif untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik
sehingga nilai LLA dapat lebih tervalidasi.
Universitas Sumatera Utara