2. Memberi masukan kepada pengelola program studi dalam upaya agar mahasiswa lebih siap menghadapi metode pembelajaran di FK USU.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Self Directed Learning Self-directed learning didefinisikan oleh Hiemstra 1994 sebagai kemampuan
mengubah pembelajaran yang merupakan pengetahuan dan ilmu belajar dari satu situasi ke situasi lain. Menurut Long 2005 seorang pelajar self-directed adalah
seorang yang memiliki sifat seperti memiliki tujuan, memproses informasi, memproses secara kognitif dan membuat keputusan. Proliferasi informasi dan
teknologi dan kecepatan perubahan dari seluruh aspek kehidupan menunjukan seberapa penting SDL Kocaman, 200 9. Bagaimana pelajar belajar tergantung
pada pengetahuan dan kemampuan awal yang dia miliki, motivasi untuk belajar, cara belajar, konteks yang mereka pelajari Marton, 1997. Penelitian Knowles
1983, yang membandingkan andragogy dan pedagogy menemukan bahwa pembelajaran dewasa akan optimal bila self-directed.
Menurut Oshea 2003, aktivitas tersebut dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap yakni: asesmen yang merupakan karakteristik dari pelajar seperti
kesiapan untuk SDL, kebutuhan untuk belajar dan s umber, planning yang menjelaskan tentang SDL kemudian mengaplikasikan SDL, dan mengevaluasi
SDL.
Pelajar dirangsang untuk mengembangkan kemampuan untuk SDL di bangku perkuliahan, pelajar dilatih untuk mengendalikan otonomi belajarnya.
Huang et al2008 meneliti adaptasi belajar dan hubungannya dengan isi dan cara pembelajaran. Mereka menemukan adaptasi pembelajaran perlu dibiasakan
sebagai alternatif dari pembelajaran tradisional agar dapat belajar dengan optimal. Mayes 2002 menambahkan, keberadaan tekno logi seperti internet
menyebabkan perubahan pada pembelajaran, dan pelajar harus dimotivasi untuk menjadi aktif dan ikut dalam proses pembelajaran.
Dalam suatu penelitian terhadap mahasiswa keperawatan di UK telah dijumpai aspek positif dan negatif dari S DL Maxine, 2010. Aspek positif
meliputi learner-centered teaching yang bermanfaat untuk belajar, pelajar dapat belajar independen, SDL memotivasi pelajar untuk belajar dan merefleksikan
diri, SDL merangsang pelajar untuk inisiatif. Aspek negatif meliput i kecemasan karena ketidakyakinan terhadap apa yang diharapkan, pengetahuan SDL yang
kurang, tidak berpengalaman tentang SDL, perlu staf pengajar yang lebih banyak, universitas harus lebih fleksibel untuk menyesuaikan dengan kebutuhan
pelajar yang bervaria si, tidak ada struktur yang menjelaskan apa yang diharapkan dari pelajar.
Dalam SDL, peran pendidik adalah untuk mendukung belajar saat proses teacher-learning Crooks, et al. 2001; Schmidt, 2000. SDL juga memberikan
fleksibilitas kepada pelajar untuk me nggunakan cara terbaiknya Hewitt -Taylor, 2001 dan mengendalikan tujuan pembelajarannya Lowry, 1989. Namun
demikian, SDL bukan berarti belajar dalam kesendirian, tetapi dengan pakar dan fasilitator sebagai sumber Kell dan van Deursen, 2000.
SDL adalah proses saat pelajar mengambil inisiatif dalam menentukan kebutuhan belajarnya, merencanakan tujuan, mengidentifikasi sumber,
mengevaluasi hasil. Hal ini dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain Knowles, 1975. SDLbukan merupakan konsep pem belajaran baru bagi
orang dewasa Grow, 1991. Aspek yang unik dari pembelajaran ini terletak pada metode penyampaiannya untuk menyesuaikan karakteristik pelajar dewasa,
karena orang dewasa berbeda dengan anak -anak dalam hal belajar. Knowles 1984 menegaskan bahwa dewasa adalah self-directed dan mampu untuk
bertanggung jawab untuk keputusannya. Orang dewasa ternyata belajar lebih efektif dari melakukan atau pengalaman. SDL pertama kali didefinisikan
sebagai kemampuan seorang dewasa melakukan proses pembel ajaran tanpa bantuan Houle, 1961. Semua manusia dilahirkan dengan potensi yang tidak
terbatas untuk bertumbuh dan berkembang Dewey, 1938, mendefinisikan edukasi sebagai agen yang memfasilitasi pertumbuhan ini dan guru sebagai
pengarah namun tidak boleh mencampuri atau mengendalikan proses belajar.
Lingkungan pembelajaran juga mempengaruhi proses SDL. Misalnya, kekurangan sumber untuk mencari ilmu, pengajar yang terlalu berotoritas,
kekurangan waktu atau kecelakaan yang tidak terduga dapat mempengaruhi re- evaluasi dan re-directing pelajar Guglielmino, 1977. SDL sering diduga
sebagai proses instruksi dan sifat seseorang Brockett dan Hiemstra, 1991. Ada 5 hal yang berperan dalam SDL pelajar yang telah diidentifikasi yakni: aman
secara sosial dan profesional, bertempo, berstruktur, dipercaya, dan timbal - balik.Aspek aman secara sosial dan profesional berarti diterima sebagai bagian
dari suatu tim adalah hal pertama yang diperlukan untuk menciptakan suasana belajar yang efektif. Hal ini mengurangi ketaku tan untuk menunjukan
ketidakpedulian terhadap penghinaan dan meningkatkan kesenangan dalam dunia kedokteran, Bertempo berarti kecepatan belajar pemula sangat lambat
karena mereka kekurangan teknik dari pakar. Bisa dalam hal kosa kata yang harus dimengerti
dalam bidang kedokteran. Kecepatan belajar seorang mahasiswa sangat penting untuk disesuaikan sesuai dengan kecepatan masing -
masing, yang dalam hal ini temponya masih sangat lambat. Berstruktur berarti terjadwal, yang memungkan mahasiswa dapat belajar
lebih bebas dan dapat fokus pada topik yang spesifik, Dipercaya. bermakna kepercayaan mahasiswa untuk merencanakan pembelajaran akan melemah bila
lingkungannya tidak dapat diprediksi, dosen tidak ha dir dan jadwal tidak sesuai,. Dalam aspek timbal-balik, otonomi dapat dirangsang jika pelajar mengetahui
mereka meraih tingkat kompetensi yang sesuai. Hal ini memerlukan timbal balik yang sering, berjadwal dan pantas. Ini dapat diraih dengan tes uji proses untuk
mengetahui proses seorang mahasiswa selama tahun ajaran hingga akhir tahun dan pada saat mendekati ujian akhir Blake et al.,1996. Namun, banyak
pendidik atau dosen yang justru kekurangan ilmu untuk memberikan timbal - balik ini atau jarang memperha tikan aktifitas klinis pelajar Cox, 1993.
Pentingnya pembelajaran dewasa andragogi dalam program pendidikan kesehatan telah diamati, dalam hal ini pada program pendidikan keperawatan
tidak hanya menunjang pelajar untuk belajar tetapi juga menstimulasi dan memfasilitasi SDL Rosendahl, 1974. Andragogi ini sendiri bergantung pada
beberapa faktor yang kompleks misalnya kondisi fisik, masalah subjek, instruksi yang diberikan, sifat dari pelajar itu sendiri Dickinson, 1973. Pentingnya
kemampuan membangun pertanyaan dan belajar mandiri ini bahkan disebutkan oleh Knowles 1975 dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan, frustasi dan
kegagalan. SDL dideskripsikan dalam berbagai cara, namun, secara keseluruhan
dipercayai bahwa self-direction pelajar menjadi inti proses pembelajaran dan ini dapat di kembangkan melalui instruksi dan aktifitas pembelajaran yang sesuai
Brockett Hiemstra, 1991; Candy, 1991; Grow, 1991; Knowles, 1983. Berdasarkan hasil kerja Knowles 1975, Iwasiw 1987 menganggap
SDL adalah bentuk pembelajaran yakni individu memiliki tanggung jawab untuk merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi kerjanya. Iwasiw 1987
menyimpulkan lima karakteristik dari SDL dan mengatakan bahwa pebelajar bertanggung jawab untuk mengidentifikasi kebutuhan belaja rnya, menentukan
tujuan belajarnya, menentukan bagaimana mengevaluasi hasil yang akan didapat, mengidentifikasi dan mencari sumber dan strategi pembelajaran, dan
evaluasi hasil pembelajaran.
Knowles telah mengidentifikasi 7 kemampuan yang diperlukan untuk SDL yakni: 1. Kemampuan untuk mengembangkan rasa keingintahuan, 2.
Kemampuan untuk membuat pertanyaan sesuai dengan keingintahuannya. Kemampuan ini adalah permulaan dari kemampuan untuk berpikir konvergen
atau berdebat induktif -deduktif, 3. Kemampuan untuk mengidentifikasi data yang didapatkan untuk menjawab berbagai pertanyaan, 4. Kemampuan untuk
menentukan sumber informasi yang relevan pakar, guru, kerabat, pengalaman, komunitas, media audio -visual, 5. Kemampuan untuk memilih dan
menggunakan cara paling efisien untuk mengumpulkan data dari sumber terpercaya, 6. Kemampuan untuk menyusun, menganalisa, mengevaluasi data
untuk mendapatkan jawaban valid, 7. Kemampuan untuk mengaplikasikan dan mengkomunikasikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan.
Grow 1991 juga melaporkan variasi aktifitas pembelajaran yang
banyak untuk memicu pelajar untuk bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri, Hal ini termasuk mengembangkan strategi untuk belajar, tujuan yang
diharapkan, perencanaan pembelajaran, dan melat ih strategi ini sampai otomatis. Melalui SDL, kemampuan pelajar untuk mendapatkan informasi akan
bertambah.
Menurut Gibbons 1994 latihan untuk metode memerlukan 3 tahap, yaitu tahap belajar bagaimana cara belajar dari mentorguru, diikuti oleh tahap
belajar bagaimana mengajar diri sendiri, dan diakhiri oleh tahap belajar bagaimana mengarahkan pembelajaran.
Pada tahap belajar bagaimana cara belajar dari mentorguru, inti dari pelajaran diajari secara perlahan, dan pelajaran diatur oleh mentor secara hati -
hati. Pelajar belajar subjek yang diberikan, bagaimana mengidentifikasi apa yang perlu dipelajari, bagaimana menyusun isi pembelajaran, bagaimana mengingat
kembali apa yang sudah dipelajari. Pada tahap berikutnya pelajar dibimbing melewati proses belajar ol eh mentor. Pelajar belajar bagaimana meraih hasil
pelajaran secara independen, bagaimana mengembangkan cara belajar secara pribadi, bagaimana merencanakan dan menyusun unit, bagaimana bekerja
dengan orang lain, bagaimana mengambil tindakan, melihat kemajua n, dan
menyelesaikan tugas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguatkan murid untuk menemukan cara paling menarik dan sukses untuk mencapai tujuan. Pada
tahap terakhir yakni belajar bagaimana mengarahkan pembelajaran, pelajar memperlajari bagaimana car a memutuskan hal yang penting untuk dipelajari,
dilakukan, dan cara mencapainya. Masing -masing pelajar menentukan tujuannya dan berupaya meraihnya. Misalnya, bagaimana cara membayangkan keinginan
di masa depan, bagaimana menentukan tujuan pribadi, bagaiman a memanfaatkan waktu, usaha dan sumber, bagaimana mengevaluasi dan
mengarahkan kemajuan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membiasakan pelajar untuk hidup dengan terus belajar, prestasi dan perkembangan pribadi.
Pendekatan SDL berbeda dengan pendekatan pe ndidikan tradisional. SDL bermula dari menentukan apa yang ingin dipelajari, sedangkan di pendidikan
tradisional, program pendidikan yang menentukan apa yang perlu dipelajari. Pendekatan SDL membuat ini bisa ditentukan oleh pelajar misalnya dengan
membaca buku atau mengikuti kuliah. Hal yang terakhir yang diperlukan adalah evaluasi. Pada pendidikan tradisional, mentorguru yang menentukan ini dengan
cara ujian untuk menilai jumlah pengetahuan yang didapatkan oleh pelajar. SDL memaksa pelajar untuk menentuk an apakah dia sudah mendapatkan informasi
yang cukup untuk menyelesaikan masalah. Jika sudah, maka proses belajar disebut sukses; bila belum, pelajar harus kembali mencari informasi tambahan
Frisby, 1991. Bagi seorang calon dokter, saat terbaik untuk me latih SDL bukan pada saat mahasiswa sudah menjadi dokter dan lepas dari pendidikan formal,
tetapi saat mahasiswa masih di fakultas kedokteran. Brown dan Uhl 1970 menyatakan bahwa seorang dokter harus menjadi pelajar seumur hidup untuk
meraih kemampuan medis yang baik dan memberikan pelayanan medis yang berkualitas.
Berbagai pendapat menyetujui bahwa mahasiswa kedokteran perlu mengubah cara belajar mereka dari teacher -directed ke self-directed Fisher,
1981; Caplan, 1977; Fox dan West, 1984. Pendidikan k edokteran mampu memfasilitasi perubahan ini dengan cara memberikan instruksi dan latihan dalam
kurikulum yang menyerupai masalah -masalah pada saat praktek yang sebenarnya.
2.2. Self Directed Learning Readiness
Self-directed learning readiness adalah derajat seorang individu
memiliki sikap, kemampuan, dan karakteristik pribadi yang diperlukan untuk self-directed learning. SDLR dipengaruhi oleh pelajar secara individu karena
kepribadian seseorang sangat mempengaruhi kemampuan SDL orang tersebut Wiley, 1983.
Teori tentang pembelajaran dewasa menganggap bahwa saat anak -anak bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa, dia berubah dari manusia yang
dependen menjadi yang mandiri, dan kesiapan dia untuk belajar semakin terarah kepada tugas dan peran dia di kehidupa n sosial dia. Dewasa secara umum
memiliki pengalaman yang sangat lama di daerah teacher-dependent, mereka tidak siap untuk SDL tanpa perubahan cara pembelajaran. Knowles mengatakan
bahwa titik dimana seseorang menjadi dewasa adalah saat dia menganggap diri
self-directing secara keseluruhan dan menginginkan orang lain menganggap dia self-directed Yu-Chiung, 2005. Knowles menjelaskan SDL sebagai tingkat
kesiapan dan kemampuan untuk respon terhadap pengalaman dengan menyelesaikan
masalah dan
menggunakan peng etahuan.
Dia juga
mengidentifikasi 3 alasan untuk SDL yang sukses: pelajar proaktif belajar lebih baik daripada pelajar reaktif, SDL konsisten dengan perkembangan psikologi
dewasa untuk menjadi lebih bertanggung jawab, banyak perkembangan baru di dunia pendidikan menuntut pelajar untuk menjadi bertanggung jawab dan
mengambil inisiatif untuk belajar sendiri.
SDLR ini sangat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan SDL, tetapi tidak semua pelajar memiliki SDLR karena sistem pembelajaran
anak- anak dan dewasa sangat berbeda. Setiap orang dewasa harus memiliki SDLR karena orang dewasa tidak
belajar sepenuhnya dari guru tetapi belajar secara mandiri. Dalam merintis karir, seorang dewasa pasti akan memiliki masalah dalam pekerjaannya, contohnya
seorang dokter yang mendapatkan pasien dengan penyakit yang langka dan dokter tersebut tidak mengetahui cara mendiagnosis dan memberi terapi. Oleh
sebab itu untuk mencari solusi untuk masalah tersebut, dokter tersebut harus membuka buku atau jurnal untuk mencari p enyakit pasien tersebut dan
menyesuaikan dengan gejala klinis pasien. Namun, hal ini tidak dapat terjadi bila dokter tersebut tidak memiliki SDLR.
2.3. Problem Based Learning
Problem based learning adalah salah satu cara untuk merubah sistem pembelajaran teacher-centered menjadi student-centered dan juga memfasilitasi
SDL Rideout dan Carpio, 2001. PBL tidak dapat terjadi tanpa keberadaan SDL, Boud dan Felleti 1997 menyatakan PBL sebagai salah satu cara
pembelajaran terbaik untuk merangsang pelajar aga r dapat bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. Meningkatkan kemampuan SDL saat
perkuliahan adalah tujuan PBL, karena ini membantu pelajar untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuannya dan mepersiapkannya untuk karir
profesionalnya Barrows, 1983; Morrison, 2004; O’Shea, 2003.
Komponen SDL yang penting tampak pada proses PBL dimana pelajar mengikuti tahap – tahap berikut: membahas skenario dan membuat hipotesa,
menentukan learning issue, memastikan sumber yang akan dibahas, melakukan pencarian informasi, mengaplikasikan pembelajaran dan merefleksikan hasil dan
proses pembelajaran. PBL yang merangsang SDL merupakan metode terbaik untuk mengembangkan sikap dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang selalu berubah.
PBL adalah metode belajar mengajar dalam kelompok kecil dimana murid diberikan pemicu dari masalah pada kasus atau skenario agar mereka
dapat menentukan tujuan pembelajaran mereka. Setelah itu, mereka melakukan self-directed study secara independen sebelum kembali
ke grup untuk mendiskusikan dan mempertajam pengetahuan yang mereka dapat. Oleh karena
itu, PBL bukan untuk memecahkan masalah, tetapi menggunakan masalah yang sesuai untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian Wood, 2003. PBL
memilki potensi yang besa r dalam mengatur pendidikan. Memposisikan pelajar di dalam ruang lingkup problem -centered dapat menjembatani antara teori dan
praktek. Satu masalah penting yang kurang dikembangkan dalam PBL adalah desain konteks dari situasi problem -based Sherwood, 2004. PBL merupakan
salah satu metode terbaik untuk pembelajaran interaktif Buisonje, 2002.
PBL tutorial adalah metode pembelajaran dimana pelajar dimasukan kedalam beberapa kelompok belajar yang terdiri dari 8 -10 orang dan diberikan
skenario kasus untuk did iskusikan. PBL tutorial ini memiliki 7 tahap yakni:Tahap pertama adalah mengidentifikasi dan klarifikasi istilah yang kurang
dimengerti yang ada pada kasus, Tahap kedua adalah mengidentifikasi masalah yang akan didiskusikan, Tahap ketiga adalah tahap diman a pelajar
mendiskusikan masalah pada kasus, menjelaskan kemungkinan yang dapat terjadi pada kasus, Tahap keempat adalah menyusun hasil diskusi secara singkat
pada tahap 3, Tahap kelima adalah menentukan tujuan pembelajaran, dan tutor memastikan tujuan pemb elajaran agar lebih fokus, terarah, dan jelas, Tahap
keenam adalah belajar secara mandiri dimana semua pelajar mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran, Tahap ketujuh adalah
tahap dimana pelajar membagikan hasil dari pembelajaran secara mandiri kepada grup Wood, 2003.
Ada beberapa keuntungan dari PBL yaitu student -centered, motivation, deep learning, dan constuctivism Wood, 2003. Student centred pada PBL
membuat pelajar aktif, lebih mudah mengerti, dan mengembangkan kemampuan untuk belajar sepanjang hayat. Motivation karena PBL menarik bagi pelajar dan
tutor, dan prosesnya membutuhkan semua pelajar untuk berpartisipasi. Deep learning karena PBL menuntut pelajar untuk berinteraksi dengan materi
pembelajaran, berhubungan dengan
konsep aktivitas sehari -hari, dan memperkuat kemampuan untuk mengerti.
Constructivist approach karena pelajar dipaksa untuk mengaktifkan hal -hal yang sudah dia ketahui prior
knowledge. Namun, beberapa melaporkan kelemahan metode ini Wood, 2003.
Namun kelemahan ini dijumpai terkait dengan pelaksanaan PBL yang tidak sesuai dengan kaidah yang telah direkomendasikan. Beberapa kelemahan
tersebut terjadi terkait dengan kualitas tutor, kualitas pemicu skenario, sumber daya dan pembiayaan, serta kesiapan mah asiswa. Tutor yang terbiasa dengan
metode teacher-centered akan cenderung bertindak sebagai narasumber di dalam ruang tutorial. Tutor seperti ini cenderung menganggap bahwa sistem
pembelajaran PBL menyulitkan, Dari segi kesiapan sumber daya dan pembiayaan, PBL memerlukan staf pengajar yang lebih banyak untuk menjadi
tutor, ruangan yang banyak, dan sumber bacaan dan perpustakaan yang dapat diakses dengan mudah. Dari segi kesiapan mahasiswa, kurangnya kemampuan
dalam SDL akan menghambat karena mahasiswa tidak tahu berapa banyak informasi yang perlu dikumpulkan, berhubungan, dan berguna untuk
mendukung pembelajaran mereka Wood, 2003.
Dengan menggunakan metode pembelajaran ini, diharapkan agar SDL pelajar dapat terpicu. Metode ini baru saja diapplikasikan di F K USU dan