Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self- Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan

(1)

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA KELAS X DAN XI

UNGGULANPADA SMA NEGERI 3 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

NURFAZRINA

111301036

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014/2015


(2)

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan

Pada SMA Negeri 3 Medan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2015

NURFAZRINA 111301036


(4)

Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan

Nurfazrina & Fasti Rola

ABSTRAK

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam proses belajar siswa. Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti pendekatan belajar dan strategi pembelajaran siswa. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan. Data penelitian ini diperoleh dari populasi penelitian yaitu 165 siswa-siswi kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan dengan menggunakan skala WIHIC (What Is Happening In this Class?) dan skala strategi self-regulated learning. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa regresi linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas unggulan pada SMA Negeri 3 Medan (31,5%).

Kata kunci : persepsi iklim kelas, strategi self-regulated learning, kelas unggulan


(5)

The Impact of Student’s Perception of Classroom Climate to The Use of Self-Regulated Learning Strategies at Superior Class X and XI

on SMA Negeri 3 Medan Nurfazrina & Fasti Rola

ABSTRACT

School is a formal educational environment that have an important role in the learning process of students. As a process, there are many factors that affect

student’s learning such as learning approaches and learning strategies. The

purpose of this study is to know the impact of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan. The research data was obtained from the population is that 165 students of superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan by using the scale of WIHIC (What Is Happening In this Class?) and scale of self-regulated learning strategies. The method used is quantitative method using linear regression analysis technique. The result of this study shown that was the impact

of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning

strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan (31,5%).

Keywords : perception of classroom climate, self-regulated learning strategies, superior class.


(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan kekuatan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dan dukungan dari keluarga. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih dengan rasa kasih sayang dan rasa hormat sedalam-dalamnya kepada yang teristimewa Ayah Ir. Edy Harianto dan Mama Dra. Supiati yang senantiasa memberi dukungan, kasih sayang, perhatian dan pengorbanan yang tiada henti untuk selalu mendoakan penulis. Untuk Kakakku Sarayati Sharfina, S.Sos terima kasih telah memberikan bantuan serta doa dalam penyelesaian skripsi ini. Tanpa dukungan dari kalian, penulis mungkin tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Fasti Rola, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Kak Rahma Yurliani, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesabaran dan bimbingan, serta dukungannya selama ini.


(7)

ii

4. Ibu Sri Supriyantini, M.Si, psikolog., Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd, Ibu Rr. Lita Hadiati W, M.Pd, Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi., dan Kak Dian Ulfasari, M.Psi, Psikolog, selaku dosen Departemen Psikologi Pendidikan.

5. Untuk dosen-dosen Piskologi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu yang telah diberikan, mudah-mudahan ilmu ini dapat berguna dan dapat diterapkan dengan baik.

6. Bapak Drs. Sahlan Daulay, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian.

7. Ibu Dra. Hj. Siti Zulfah, M. Hum selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMA Negeri 3 Medan yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

8. Adik-adik siswa kelas unggulan SMA Negeri 3 Medan yang telah memberikan kontribusi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 9. Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang penulis sayangi Taya, Tia,

Nissa dan Putri untuk semangat yang terus diberikan kepada penulis serta teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011. Terimakasih telah menemani penulis selama masa perkuliahan.

Akhir kata, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat di kemudian hari bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak yang berkepentingan.

Medan, April 2015


(8)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Self-Regulated Learning ... 13

1. Pengertian Self-Regulated Learning ... 13

2. Strategi - Strategi Self-Regulated Learning ... 14

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning ... 18

4. Karakteristik Siswa yang Menggunakan Strategi Self-Regulated Learning ... 21


(9)

iv

1. Persepsi ... 22

a. Pengertian Persepsi ... 22

2. Iklim Kelas ... 22

a. Pengertian Iklim Kelas ... 22

b. Dimensi Iklim Kelas ... 23

c. Faktor-Faktor Iklim Kelas... 24

d. Karakteristik Iklim Kelas Yang Positif ... 25

3. Persepsi Iklim Kelas ... 26

C. SMA Negeri 3 Medan ... 26

1. Sejarah Sekolah ... 26

2. Visi Misi Sekolah ... 27

3. Kelas Unggulan ... 28

a. Pengertian Kelas Unggulan ... 28

b. Ciri-Ciri Kelas Unggulan ... 29

D. Dinamika Persepsi Iklim Kelas Dengan Penggunaan Strategi Self - Regulated Learning ... 30

E. Hipotesa Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 35

B. Definisi Operasional ... 35

1. Persepsi Iklim Kelas ... 35

2. Strategi Self-Regulated Learning ... 36


(10)

v

D. Instrumen Penelitian ... 38

E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 42

1. Validitas ... 42

2. Reliabilitas ... 42

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 43

a. Hasil Uji Coba Skala WIHIC ... 43

b. Hasil Uji Coba Skala Strategi Self- Regulated Learning ... 45

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 47

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 47

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 48

3. Tahap Pengolahan Data Penelitian ... 49

G. Metode Analisis Data ... 49

1. Uji Normalitas ... 50

2. Uji Linearitas ... 50

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Analisa Data ... 51

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 51

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 51 b. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas 51 2. Hasil Penelitian ... 52

a. Uji Asumsi Penelitian ... 52


(11)

vi

2) Uji Linearitas ... 53

b. Hasil Analisa Data ... 54

1) Uji Hipotesis ... 54

c. Kategorisasi ... 56

1) Gambaran Skor Persepsi Iklim Kelas ... 56

2) Gambaran Skor Strategi Self- Regulated Learning ... 59

B. Pembahasan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(12)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Populasi Penelitian ... 38 Tabel 2 Blue Print Skala WIHIC ... 39 Tabel 3 Blue Print Skala Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning

... 41 Tabel 4 Distribusi Aitem Skala WIHIC Setelah Uji Coba ... 44 Tabel 5 Distribusi Aitem Skala WIHIC Untuk Penelitian ... 44 Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Strategi Self-Regulated Learning

Setelah Uji Coba ... 45 Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Strategi Self-Regulated Learning

Untuk Penelitian ... 46 Tabel 8 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51 Tabel 9 Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas ... 52 Tabel 10 Normalitas Sebaran Variabel Persepsi Iklim Kelas dan Variabel

Strategi Self-Regulated Learning ... 52 Tabel 11 Linearitas Hubungan Kedua Variabel ... 53 Tabel 12 Uji Regresi Linear ... 54 Tabel 13 Besar Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan

Strategi Self-Regulated Learning Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan ... 55 Tabel 14 Persamaan Regresi Persepsi Iklim Kelas Terhadap


(13)

viii

Tabel 15 Gambaran Skor Mean Empirik dan Mean Hipotetik Persepsi Iklim Kelas ... 56 Tabel 16 Kategorisasi Skor Persepsi Iklim Kelas ... 58 Tabel 17 Gambaran Skor Mean Empirik dan Mean Hipotetik Penggunaan

Strategi Self-Regulated Learning ... 59 Tabel 18 Kategorisasi Skor Penggunaan Strategi Self-Regulated


(14)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Skoring Skala WIHIC ... 74

Lampiran 2 Hasil Skoring Skala Strategi Self-Regulated Learning... 90

Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Try Out ... 106

Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Penelitian ... 117

Lampiran 5 Skala WIHIC ... 122

Lampiran 6 Skala Penelitian ... 128


(15)

Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan

Pada SMA Negeri 3 Medan Nurfazrina & Fasti Rola

ABSTRAK

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam proses belajar siswa. Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti pendekatan belajar dan strategi pembelajaran siswa. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan. Data penelitian ini diperoleh dari populasi penelitian yaitu 165 siswa-siswi kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan dengan menggunakan skala WIHIC (What Is Happening In this Class?) dan skala strategi self-regulated learning. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa regresi linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas unggulan pada SMA Negeri 3 Medan (31,5%).

Kata kunci : persepsi iklim kelas, strategi self-regulated learning, kelas unggulan


(16)

The Impact of Student’s Perception of Classroom Climate to The Use of Self-Regulated Learning Strategies at Superior Class X and XI

on SMA Negeri 3 Medan Nurfazrina & Fasti Rola

ABSTRACT

School is a formal educational environment that have an important role in the learning process of students. As a process, there are many factors that affect

student’s learning such as learning approaches and learning strategies. The

purpose of this study is to know the impact of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan. The research data was obtained from the population is that 165 students of superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan by using the scale of WIHIC (What Is Happening In this Class?) and scale of self-regulated learning strategies. The method used is quantitative method using linear regression analysis technique. The result of this study shown that was the impact

of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning

strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan (31,5%).

Keywords : perception of classroom climate, self-regulated learning strategies, superior class.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar mengajar di dalam kelas. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan termasuk unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahan-perubahan perilaku yang bersifat positif yang berorientasi pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti lingkungan, sarana, fasilitas, kondisi fisiologis dan psikologis. Sedangkan hasil dari pemrosesan tersebut adalah prestasi belajar. Purwanto (2006) menambahkan bahwa prestasi belajar siswa juga dipengaruhi oleh pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi pembelajaran siswa. Menurut Spitzer (2000), salah satu strategi pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan siswa adalah


(18)

kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning.

Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur dalam proses belajarnya sendiri (Schunk & Zimmerman, 1998). Konsep self-regulated learning diartikan sebagai kesanggupan siswa secara personal untuk merancang sendiri strategi belajar dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar dan kesanggupannya untuk mengelola lingkungan yang kondusif untuk belajar (Zimmerman, 1989). Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur fungsi-fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu mencapai tujuan belajar yang diinginkan.

Ormord (2003) kemudian menambahkan bahwa self-regulated

learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self-regulated learning akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Hal tersebut juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa self-regulated learning berkorelasi positif dengan prestasi akademik siswa. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Fasikhah dan Fatimah (2013) terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2011 dengan nilai p < 0,003.

Sebagai suatu proses, Schunk & Zimmerman (1998) mengemukakan bahwa self-regulated learning bukan sebagai kemampuan mental seperti


(19)

3

inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Tentunya, dalam menjalankan perubahan tersebut seorang siswa perlu memiliki suatu cara atau strategi yang digunakan. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengungkapkan terdapat empat belas strategi self-regulated learning yang dapat digunakan oleh siswa yaitu evaluasi terhadap diri (self-evaluating), mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning), mencari informasi (seeking information), mencatat hal penting (keeping record & monitoring), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating), mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance), meminta bantuan guru (seek teacher assistance), meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), mengulang tugas atau test sebelumnya (review test /work), mengulang catatan (review notes), dan mengulang buku pelajaran (review texts book).

Berdasarkan teori sosial kognitif, Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor individu (personal influences), faktor perilaku (behavioral influences) dan faktor lingkungan (environment influences). Dikarenakan dalam menjalankan proses self-regulated learning siswa dapat menggunakan keempat belas strategi seperti yang dikemukakan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons


(20)

(dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) maka dalam penggunaan strateginya faktor yang dapat mempengaruhinya sama seperti faktor-faktor self-regulated learning. Di mana pada faktor lingkungan sendiri, Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Kemudian Dewantoro (dalam Hadi, 2003) juga menggolongkan lingkungan belajar menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.

Lingkungan sekolah yaitu suasana dimana tempat proses belajar-mengajar berlangsung akan memiliki kaitan yang erat dengan proses belajar siswa. Kaitan yang dimaksud disini yaitu lingkungan sekolah, termasuk suasana ruang kelas yang dialami oleh siswa akan mempengaruhi metode belajarnya (Moos, dalam Baek & Choi, 2002). Suasana yang dialami siswa dalam kelas tersebut lazim disebut iklim kelas. Istilah iklim kelas digunakan untuk mewakili kata-kata lain seperti learning environment, group climate, dan classroom environment (Subiyanto & Hadiyanto, 2003).

Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Menurut Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001), iklim kelas memiliki tujuh aspek yaitu kekompakan siswa, dukungan guru, keterlibatan dalam pembelajaran, investigasi, orientasi tugas, kerjasama, dan kesetaraan. Di mana pada aspek kekompakan siswa mengukur sejauh mana siswa saling mengenal,


(21)

5

membantu dan mendukung satu sama lain. Pada aspek dukungan guru mengukur sejauh mana guru memperlakukan siswa sebagai teman, percaya kepada siswa serta menaruh perhatian kepada siswa. Pada aspek keterlibatan dalam pembelajaran mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian lebih pada proses belajar di kelas dan berpartisipasi di dalam diskusi. Pada aspek investigasi menekankan pada sejauh mana kemampuan siswa dalam mencari tahu untuk mengatasi masalah di kelas. Pada aspek orientasi tugas mengukur sejauh mana siswa merasa penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru. Sedangkan pada aspek kerjasama mengukur sejauh mana siswa saling bekerja sama dan tidak saling bersaing di dalam belajar. Terakhir, aspek kesetaraan mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru.

Wilson (dalam Khine & Chiew, 2001) menambahkan bahwa iklim kelas adalah tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar. Persepsi siswa akan iklim kelas merupakan penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam serta telah menghabiskan banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan yang akurat terhadap kelas (dalam Nair, 2001).

Persepsi menurut Chaplin (1999) merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pemahaman keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam


(22)

kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. Menurut Myers (dalam Sampson, 2009), persepsi siswa akan iklim kelas didasarkan pada seberapa baik guru menciptakan lingkungan dimana terdapat hubungan yang bernilai, saling mendorong dan mendukung. Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa persepsi siswa akan iklim kelas yang positif akan meningkatkan keterlibatan mereka di dalam kelas, memiliki hubungan personal antara guru dengan siswa, menggunakan cara belajar yang inovatif, serta memiliki aturan-aturan tingkah laku yang jelas. Dengan kata lain, saat siswa mempersepsikan iklim kelasnya positif maka siswa akan cenderung menggunakan strategi belajar yang efektif dan secara tidak langsung prestasi siswa pun akan meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baek & Choi (2002) pada 1,012 siswa kelas X dan XI di Korea menunjukkan bahwa iklim kelas memiliki hubungan yang positif dengan prestasi akademik siswa. Dengan kata lain, semakin positif iklim kelas maka semakin tinggi pula prestasi akademik siswa. Lebih jauh lagi, Sijde (1988) melakukan penelitian terhadap 558 siswa kelas 2 sekolah menengah pertama di Belanda dengan menggunakan Dutch Classroom Climate Questionnaire (DCCQ) mengemukakan bahwa iklim kelas memiliki korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar siswa. Seperti yang diketahui bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi banyak dijumpai pada kelas-kelas unggulan. Pengertian kelas unggulan dalam buku pedoman penyelenggaraan kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (1996) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol


(23)

7

dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi pelajaran tertentu.

Di kota Medan sendiri, salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kelas unggulan adalah SMA Negeri 3 Medan. Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, prestasi akademik yang pernah diraih oleh siswa-siswi kelas unggulan di SMA Negeri 3 Medan terhitung cukup banyak yaitu juara 1 pada Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Provinsi pada tahun 2012, Kompetisi Drama Bahasa Inggris tingkat Kota Medan pada tahun 2011, Debat Bahasa Inggris tingkat Kota Medan dan Provinsi pada tahun 2011, Debate Competition Tingkat SMA pada tahun 2009 dan beberapa prestasi-prestasi lainnya (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014). Kelas unggulan di SMA Negeri 3 Medan diakui oleh beberapa guru yang mengajar di kelas unggulan dan kelas reguler memiliki iklim kelas yang menuntut partisipasi siswa yang tinggi, orientasi tugas yang tinggi, serta kemandirian belajar yang tinggi maka tuntutan akan menggunakan strategi self-regulated learning lebih tinggi pada kelas unggulan dibandingkan pada kelas reguler. Hal ini dapat dilihat dari hasil kutipan wawancara dengan salah satu guru yang mengajar di kelas unggulan dan kelas reguler berikut ini:

“Di kelas unggulan, siswa kami berikan kesempatan sebesar-besarnya menunjukkan kemampuan mereka dan membuat mereka tertarik untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi di kelas. Disini kami lebih banyak memberikan mereka semua soal-soal sebagai bentuk dukungan kami karena seperti yang kita tahu bahwa siswa kelas unggulan itu sudah tersaring berdasarkan prestasi mereka sehingga secara tidak langsung kemampuan mereka lebih baik dari siswa lainnya”.


(24)

(Komunikasi Personal, 2014)

“Di kelas unggulan ini, siswa-siswanya sudah menyadari bahwa manfaat belajar itu yaa untuk mereka sendiri, bukan untuk guru. Jadi disini, mereka sudah menyadari bahwa menjawab soal dan pertanyaan dari guru yaa gunanya buat mereka sendiri”.

(Komunikasi Personal, 2014)

Berdasarkan kutipan wawancara, dapat dilihat bahwa iklim kelas yang terbentuk pada kelas unggulan adalah adanya keterlibatan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi di kelas, adanya dukungan guru yang besar terhadap siswa dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menunjukkan kemampuan siswa melalui soal-soal yang guru berikan untuk diselesaikan, adanya orientasi terhadap tugas yang tinggi sehingga mereka merasa harus dalam menyelesaikannya dengan baik serta adanya kesetaraan guru memperlakukan siswa di dalam kelas. Hal ini juga sejalan dengan pendapat beberapa siswa kelas unggulan terhadap iklim kelasnya, yaitu :

“Kami lebih kayak kompetitif gitu la kak. Di kelas kami memang saling kenal, tapi kalau lagi belajar apalagi di kasi soal buat dikerjain, yaudah kami cari tahu masing-masing tapi sebenarnya kami kadang suka belajar bareng juga kayak kerja kelompok disana kami saling bantu kak.”

(Komunikasi Personal, 2014)

Berdasarkan kutipan wawancara pada salah satu siswa kelas unggulan juga menunjukkan bahwa adanya kekompakan antara para siswa yang ditunjukkan dengan saling mendukung satu sama lain walaupun mereka mengerjakan soal masing-masing. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa iklim kelas unggulan dan reguler berbeda sehingga pada dasarnya siswa kelas


(25)

9

unggulan dituntut memiliki strategi belajar yang efektif untuk mendukung proses belajar yang berlangsung di sekolah yaitu strategi self-regulated learning. Hal ini dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut ini :

“Kami di kelas banyak di kasi soal-soal gitu kak. Kayaknya sih guru sengaja ngasinya karena mereka percaya kami bisa kak. Yaudah mau ga mau kami harus belajar sendiri-sendiri kak. Kadang biar aku ngerti, aku ngerjain soal-soal di buku sendiri kak, terus liat-liat catatan atau buku lagi biar ngerti. Usaha sendiri la pokoknya kak”.

(Komunikasi Personal, 2014)

“Ohhh.... Kalau di kelas unggulan agak ribet gitu sebenarnya kak. Apalagi kalau lagi diskusi soal kan biar enggak ketinggalan sama yang lain dan cepat siapnya, aku buat macem ngeringkas yang penting-penting gitu kak biar enak ngapalnya. Terus aku kadang lama sebelum ujian, aku udah belajar kak, jadi waktu udah dekat ujiannya aku tinggal ngulang aja”.

(Komunikasi Personal, 2014)

“Persaingannya nampak kali kak karena di kelas unggulan kawannya pintar - pintar kali. Terus, nanti pas istirahat, yang lain pada ngerjain soal gitu kak, yauda jadi ngikut juga. Saya jadi rajin ngerjain soal-soal terus cek sendiri berapa soal yang saya jawab betul”

(Komunikasi Personal, 2014)

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, terlihat bahwa iklim kelas yang terjadi di kelas unggulan menuntut para siswanya untuk menerapkan strategi self-regulated learning. Dalam hal ini, iklim kelas yang terjadi menuntut siswa untuk menggunakan strategi self-regulated learning yang tepat yaitu saat siswa merasa mendapat dukungan dari gurunya, mereka akan cenderung meninjau ulang buku catatan atau buku pelajaran mereka agar mereka dapat mengerti pelajaran yang sedang dibahas. Begitu juga saat orientasi siswa terhadap tugas tinggi dan menuntut keterlibatan siswa dalam pembelajaran, siswa tersebut berusaha mengatur materi pembelajaran dengan


(26)

membuat ringkasan sebelum mempelajari suatu materi, membuat rencana dan tujuan belajar dengan cara belajar beberapa minggu sebelum ujian dan mengulangnya serta mengingatnya kembali serta saat ujian tiba.

Strategi lainnya yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas unggulan saat mereka menekankan investigasi dalam kegiatan belajar di kelas, maka siswa akan cenderung melakukan evaluasi terhadap kemajuan tugasnya dengan mengecek kembali hasil belajarnya. Begitu juga saat siswa merasa iklim kelasnya menuntut mereka untuk bekerja sama maka siswa tersebut akan melakukan strategi dengan cara mencari bantuan teman.

Ditambah lagi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aufia (2013) terhadap siswa kelas X SMA Negeri Bukit Tinggi menunjukkan bahwa secara umum siswa SMA kelas unggulan memiliki skor penggunaan strategi self-regulated learning lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMA kelas akselerasi. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas peneliti merasa perlu untuk meneliti pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan?


(27)

11

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan, serta sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Dengan mengetahui pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan alternatif bagi guru dan pihak-pihak yang terkait sebagai dasar penyusunan metode pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas unggulan.

E. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab dimulai dari bab I sampai bab V. Adapun sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah :

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(28)

BAB II : Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka tentang self-regulated learning, persepsi iklim kelas, kelas unggulan dan SMA Negeri 3 Medan. Bab ini juga mengemukakan dinamika hubungan persepsi iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning serta hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian. BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan. Disini akan dijabarkan mengenai jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil analisa data penelitian dan pembahasan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(29)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Self-Regulated Learning

1. Pengertian Self-Regulated Learning

Menurut Wolters (1998), self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mendapat hasil belajar yang optimal. Schunk & Zimmerman (1998) juga menambahkan bahwa self-regulated learning bukan kemampuan mental seperti inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Dengan demikian berdasarkan perspektif sosial kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai self-regulated learner adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka (dalam Zimmerman, 1989). Siswa tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain.

Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) selanjutnya mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviour) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Woolfolk (2004) juga mengemukakan bahwa self-regulated learner merupakan seseorang yang memiliki kemampuan dalam belajar dan disiplin


(30)

diri yang membuat mereka lebih mudah dalam belajar dan motivasinya selalu terpelihara.

Pintrich (dalam Boekaerts et al., 2000) kemudian mendefinisikan self-regulated learning sebagai proses konstruktif dimana siswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya.

Ormord (2003) menambahkan bahwa self-regulated learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self-regulated learning, akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Hal ini diperkuat ketika siswa memiliki self-regulated learning, mereka menetapkan tujuan akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif dan berprestasi di kelas.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah proses belajar dimana peserta didik menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya.

2. Strategi-Strategi Self-Regulated Learning

Zimmerman dan Martinez-Pons (1988) melakukan sebuah penelitian dengan metode wawancara yang telah menghasilkan 14 strategi self-regulated learning sebagai berikut :


(31)

15

a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (Self evaluating)

Merupakan inisiatif siswa dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas tugas dan kemajuan pekerjaannya. Siswa memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini siswa membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki. Contohnya siswa meneliti ulang tugas-tugas untuk memastikan sudah dikerjakan dengan baik atau belum, siswa mengevaluasi hasil ujian agar dapatmenilai kemampuan belajarnya.

b. Mengatur materi pelajaran (Organizing & transforming)

Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari siswa untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. Contohnya seperti membuat outline sebelum mempelajari suatu materi.

c. Membuat rencana dan tujuan belajar (Goal setting & planning)

Strategi ini merupakan pengaturan siswa terhadap tujuan umum dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu siswa untuk mengenali konflik dan krisis yang potensial serta meminimalisir tugas-tugas yang mendesak. Perencanaan juga


(32)

memungkinkan siswa untuk fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari perencanaan, maka perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin. Contohnya belajar dua minggu sebelum ujian dimulai, dan mengulangnya kembali pada saat ujian tiba.

d. Mencari informasi (Seeking information)

Siswa memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut. Contohnya siswa berusaha melengkapi materi pelajaran dari sumber lain atau literatur perpustakaan.

e. Mencatat hal penting (Keeping record & monitoring)

Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas maupun catatan yang telah dikerjakan. Contohnya siswa mencatat hal penting untuk dipelajari, siswa mencatat hal-hal yang tidak dipahami untuk dipelajari ulang.

f. Mengatur lingkungan belajar (Environmental structuring)

Siswa berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih


(33)

17

baik. Contohnya siswa mematikan televisi saat belajar untuk membantu konsentrasi.

g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (Self consequences)

Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas. Contohnya siswa merasa malu apabila mendapatkan hasil ujian buruk, siswa menganggap keberhasilan sebagai motivasi untuk dapat mempertahankan keberhasilannya. h. Mengulang dan mengingat (Rehearsing & memorizing)

Siswa berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert. Contohnya sebelum ujian matematika, siswa mencoba menghafal rumus-rumus matematika.

i. Mencari bantuan teman (Seeking peer assistance)

Siswa meminta bantuan kepada teman sebaya, jika menghadapi masalah dengan tugas.

j. Meminta bantuan guru (Seeking teacher assistance)

Bertanya kepada pengajar di kelas maupun di luar kelas dengan tujuan agar dapat membantu dalam menyelesaikan tugas.

k. Meminta bantuan orang dewasa (Seeking adult assistance)

Meminta bantuan orang dewasa (seperti orangtua) yang berada di dalam kelas dan di luar lingkungan belajar jika ada topik yang tidak dipahami.


(34)

l. Mengulang test atau tugas sebelumnya (Reviewing test)

Siswa mengulang pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber informasi untuk belajar.

m. Mengulang catatan (Reviewing notes)

Sebelum mengikuti ujian, siswa meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saya yang akan diuji.

n. Meninjau buku pelajaran (Reviewing textbook)

Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukug catatan sebagai sarana belajar.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning

Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (dalam Zimmerman, 1989) bahwa self-regulated learning ditentukan oleh 3 faktor yakni :

a. Faktor personal

Faktor personal melibatkan self efficacy yang mengacu kepada penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Persepsi self efficacy siswa tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Siswa dengan self-regulated learning harus memiliki kualitas pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat. Pengetahuan prosedural mengacu kepada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi, sedangkan


(35)

19

pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Siswa dengan self-regulated learning tidak hanya bergantung kepada pengetahuan siswa tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan perfoma yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar. Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang siswa dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi. Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan.

Faktor personal melibatkan penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan yang ingin dicapai (goal setting and planning), mencatat hal-hal penting (keeping record and monitoring), serta mengulang dan mengingat materi pelajaran (rehearsing and memorizing).

b. Faktor perilaku

Mengacu kepada kemampuan siswa dalam menggunakan strategi self-evaluation sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Perilaku siswa yang berhubungan dengan self-regulated learning yaitu observasi diri


(36)

(self-observation), penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction). Komponen tersebut terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi self-regulated learning. Faktor perilaku ini melibatkan penggunaan strategi evaluasi terhadap diri (self-evaluation) dan konsekuensi terhadap diri (self-consequences).

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor personal dan perilaku. Mengacu kepada sikap proaktif siswa untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, dan pencarian sumber belajar yang relevan. Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Individu yang menerapkan self-regulated learning biasanya menggunakan strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seeking social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas, atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record).


(37)

21

4. Karakteristik Siswa yang Menggunakan Strategi Self-Regulated Learning

Beberapa penelitian mengemukakan karakteristik siswa dengan penggunaan strategi self-regulated learning tinggi adalah sebagai berikut (Montalvo, 2004) :

a. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam menggunakan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) yang membantu mereka untuk memperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi serta menguasai informasi.

b. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan proses mental untuk mencapai tujuan personal

c. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas, tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari guru dan teman jika menemui kesulitan.

d. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas.

Sedangkan karakteristik siswa dengan penggunaan strategi self-regulated learning rendah yaitu diantaranya tidak mampu mengorganisasikan dan mengatur diri sendiri, serta memiliki kontrol terhadap aktivitas belajar


(38)

yang kurang sehingga mereka cenderung memiliki perilaku belajar yang tidak memiliki perencanaan dan tujuan yang jelas.

B. Persepsi Iklim Kelas 1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi menurut Irwanto dkk. (1996) adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Pengertian terhadap lingkungan dapat diperoleh melalui interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima. Kemudian Chaplin (1999) menambahkan persepsi merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Robbins (1996) menyatakan persepsi merupakan suatu proses di mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera untuk memberi makna kepada lingkungan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses memahami ransang seperti objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa yang diperoleh dimana terdapat proses penafsiran untuk memberikan makna.

2. Iklim Kelas

a. Pengertian Iklim Kelas

Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Wilson (dalam


(39)

23

Khine & Chiew, 2001) menyatakan iklim kelas adalah tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar.

Bloom (dalam Hadiyanto dan Subiyanto, 2003) kemudian menambahkan bahwa iklim kelas adalah kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi siswa.

Berdasarkan beberapa pengertian iklim kelas di atas, maka dapat disimpulkan iklim kelas sebagai keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

b. Dimensi Iklim Kelas

Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001) mengemukakan tujuh dimensi dalam mengukur iklim kelas, yaitu :

1) Kekompakan siswa (Student cohesiveness), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling mengenal, membantu dan mendukung satu sama lainnya.

2) Dukungan guru (Teacher support), dimensi ini mengukur sejauh mana guru mau membantu siswa, memperlakukan siswa sebagai teman, percaya kepada siswa serta menaruh perhatian kepada siswa.

3) Keterlibatan dalam pembelajaran (Involvement), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian lebih pada proses belajar di


(40)

kelas, berpartisipasi di dalam diskusi, mengerjakan tugas tambahan, serta merasa nyaman berada di kelas.

4) Investigasi (Investigation), dimensi ini menekankan pada sejauh mana kemampuan siswa melakukan investigasi dan proses mencari tahu (inquiry) digunakan dalam mengatasi masalah serta dikembangkan di dalam kegiatan belajar di kelas.

5) Orientasi tugas (Task orientation), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa merasa penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru serta tetap berfokus kepada tugas.

6) Kerjasama (Cooperation), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling bekerja sama dan tidak saling bersaing di dalam belajar.

7) Kesetaraan (Equity), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru.

c. Faktor-Faktor Iklim Kelas

Freiberg (1999) mengemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi iklim kelas yaitu :

1) Lingkungan fisik kelas

Lingkungan fisik kelas yaitu ukuran kelas dan lokasi kelas. Dua aspek dari lingkungan fisik kelas, yaitu aspek material kelas dan ukuran kelas. Aspek material kelas meliputi bentuk dan luas kelas, pewarnaan kelas, dan perlengkapan kelas. Ukuran kelas meliputi jumlah individu yang terlibat di dalamnya.


(41)

25

2) Sistem sosial

Sistem sosial terdiri dari hubungan dan interaksi antar siswa dan hubungan interaksi antara siswa dan guru. Relasi guru dengan siswa biasanya ditunjukkan melalui perhatian yang diberikan kepada siswa sehingga siswa merasa bahwa gurunya ramah dan bersahabat.

3) Kerapian lingkungan kelas

Kerapian lingkungan kelas yaitu susunan kelas, kenyamanan, dan keberfungsian yang ada di kelas. Kerapian kelas diperlukan untuk pengelolaan kelas yang baik.

4) Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa

Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa berupa harapan yang positif, self-efficacy, dan sikap profesional. Dalam proses pembelajaran di kelas, cara guru memandu transaksi pembelajaran bertumpu pada faktor yang memicu tumbuhnya rasa keberhasilan dalam belajar (success experience). Pengalaman keberhasilan yang berulang-ulang cenderung memicu tumbuhnya rasa percaya diri (self efficacy). d. Karakteristik Iklim Kelas yang Positif

Menurut Hyman (1980), karakteristik iklim kelas yang positif yaitu adanya interaksi antar siswa yang sangat bermanfaat, tingginya semangat yang memungkinkan kegiatan-kegiatan di kelas berlangsung dengan baik, dan tingginya dukungan antara guru dan siswa di dalam kelas Selain itu, Kroeger & Anderson (2009) juga menyebutkan bahwa persepsi iklim kelas yang positif berarti bahwa siswa merasa bahwa guru memperhatikan


(42)

mereka dengan baik, guru dan siswa saling menghargai satu sama lain, dan adanya kerjasama serta kolaborasi kelompok yang tinggi.

3. Persepsi Iklim Kelas

Pesepsi menurut Chaplin (1999) adalah upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Sedangkan iklim kelas menurut Rawnsley & Fisher, (1998) merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. Persepsi iklim kelas merupakan sebagai upaya pemahaman keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

C. SMA Negeri 3 Medan 1. Sejarah Sekolah

Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, SMA Negeri 3 Medan didirikan pada tahun 1954 dan dikepalai oleh Bapak Iskandar Simanjuntak dari tahun 1954 s/d 1957. Pada awal berdirinya, lokasi SMA Negeri 3 Medan berada di Jalan Seram, kemudian pindah ke Simpang Limun tahun 1957 s/d 1961, dikepalai oleh Bapak Ardion Sutan Kaliraja Siregar. Pada tahun 1961, lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Pelajar dan dikepalai oleh Bapak Hadian Abdillah dari tahun 1961 s/d 1963. Kemudian dari tahun 1963 s/d 1965 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan kembali ke Simpang


(43)

27

Limun dan dikepalai oleh Bapak Putu Mas. Selanjutnya lokasi SMA Negeri 3 Medan kembali lagi ke Jalan Seram mulai dari tahun 1965 s/d 1976 dan Kepala Sekolahnya berturut-turut dipimpin oleh Bapak Lajim Bangun (1965 s/d 1967), Bapak Drs. Kadar Efendy (1967 s/d 1976), Bapak M. Daim Tanjung (1976-1977), Bapak Abdul Rahim Batubara (1977-1984), Bapak Marolop Siahaan (1984-1985), Bapak Drs. Tasrir Ismail (1985-1987), Bapak Drs. H. M. Syarif (1987-1989), Ibu Hj. Khairiyah (1989-1995), Bapak Ruslan Hasan (1995-1997), Bapak Zamardin Abbas (1997-1998), Bapak Drs. Burhanuddin Lubis (1998-2005), Ibu Dra. Hj. Rebekka Girsang (2005-2006), dan Bapak Drs. Sahlan Daulay, M.Pd (2006-Sekarang). Pesatnya pembangunan Kota Medan dan pertimbangan terhadap perkembangan SMA Negeri 3 Medan pada masa yang akan datang, menyebabkan lokasi SMA Negeri 3 Medan yang berada di Jalan Seram dirasakan kurang strategis, sehingga pada tahun 1978 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat. Pada awal pindahnya SMA Negeri 3 Medan di Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat dipimpin oleh Bapak Abdul Rahim Batubara sampai dengan tahun 1984. Sampai saat ini SMA Negeri 3 Medan masih tetap eksis berada di Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014).

2. Visi Misi Sekolah

Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, visi SMA Negeri 3 Medan adalah menghasilkan Peserta Didik Yang Unggul Dalam Mutu,


(44)

Memiliki Pengetahuan Yang Luas, Berwawasan Lingkungan, Serta Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Yang Tinggi Dengan Dilandasi Iman dan Taqwa.

Sedangkan misi SMA Negeri 3 Medan adalah :

a. Membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak dan berbudi pekerti luhur,

b. Meningkatkan prestasi akademik lulusan secara berkelanjutan,

c. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya, d. Menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penerapan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni,

e. Mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan, f. Meningkatkan prestasi pada bidang ekstra kurikuler, g. Menumbuhkan dan meningkatkan minat baca siswa, h. Meningkatkan kemampuan ber-bahasa Inggris,

i. Meningkatkan wawasan pengetahuan, serta penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014).

3. Kelas Unggulan

a. Pengertian Kelas Unggulan

Pengertian kelas unggulan di Indonesia sesuai yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1996) adalah suatu kelas yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam proses dan hasil pendidikan. Sedangkan pengertian kelas unggulan dalam buku pedoman


(45)

29

penyelenggaraan kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (1996) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi pelajaran tertentu (Depdikbud, 1996).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kelas unggulan merupakan suatu kelas yang didalamnya terdapat sejumlah anak didik yang memiliki prestasi menonjol dibandingkan anak didik lainnya yang kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan.

b. Ciri - Ciri Kelas Unggulan

Kelas unggulan yang dikembangkan untuk mewadahi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi ini harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Depdikbud, 1996) :

1) Masukan atau raw input adalah peserta didik yang diseleksi secara baik dengan menggunakan kriteria dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan yang mampu membedakan antara anak yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau memiliki kebakatan yang istimewa dengan anak yang hanya memiliki kecerdasan normal. Kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar dan hasil psikotes. 2) Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta


(46)

3) Lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.

4) Guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam melaksanakan tugas.

5) Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya, dengan tetap berpegagang pada kurikulum nasional yang baku, dilakukan pengayaan yang optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi.

6) Jumlah jam waktu belajar di sekolah yang lebih lama dibandingkan kelas lain pada umumnya.

7) Proses belajar mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, lembaga maupun masyarakat.

8) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan peserta didik dan melalui praktek langsung dalam kehidupan sehari-hari.

4. Dinamika Persepsi Iklim Kelas Dengan Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning

Sebagai suatu proses, Schunk & Zimmerman (1998) mengemukakan bahwa self-regulated learning bukan sebagai kemampuan mental seperti inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses


(47)

31

mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Tentunya, dalam menjalankan perubahan tersebut seorang siswa perlu memiliki suatu cara atau strategi yang digunakan. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengungkapkan terdapat empat belas strategi self-regulated learning. Dikarenakan dalam menjalankan proses self-regulated learning siswa dapat menggunakan keempat belas strategi tersebut, maka dalam penggunaannya faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya juga sama.

Berdasarkan teori sosial kognitif, Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Pada faktor lingkungan sendiri, Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi self-regulated learning yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Kemudian Dewantoro (dalam Hadi, 2003) menggolongkan lingkungan belajar menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Menurut Moos (dalam Baek & Choi, 2002), lingkungan sekolah yaitu suasana dimana tempat proses belajar-mengajar berlangsung akan memiliki kaitan yang erat dengan proses belajar siswa. Kaitan yang dimaksud disini yaitu lingkungan sekolah, termasuk suasana ruang kelas yang dialami oleh siswa akan mempengaruhi metode belajarnya. Suasana yang dialami siswa dalam kelas tersebut lazim disebut iklim kelas.


(48)

Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Persepsi siswa akan iklim kelas merupakan penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam serta telah menghabiskan banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan yang akurat terhadap kelas (dalam Nair, 2001). Persepsi menurut Chaplin (1999) merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek serta kejadian. Persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pemahaman keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa persepsi siswa akan iklim kelas yang positif akan membuat siswa menggunakan cara belajar yang inovatif (Adelman & Taylor, dalam Lee, 2003). Dengan kata lain, persepsi iklim kelas diasumsikan berkorelasi dengan penggunaan strategi self-regulated learning siswa. Self-regulated learning dibutuhkan oleh setiap jenis pendidikan, salah satunya adalah siswa kelas unggulan karena kelas unggulan adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi pelajaran tertentu (Direktorat Pendidikan Dasar, 1996).


(49)

33

Di kota Medan sendiri, salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kelas unggulan adalah SMA Negeri 3 Medan. Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu guru di SMA Negeri 3 Medan, siswa-siswi kelas unggulan dipilih berdasarkan penyaringan siswa yang ketat. Proses seleksi dimulai dari penyaringan nilai rapor yang dilanjutkan dengan tes kemampuan akademik dengan memberikan soal-soal mata pelajaran wajib seperti matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. SMA Negeri 3 Medan juga telah memenuhi beberapa ciri-ciri dalam mengembangkan kelas unggulan yang dikemukakan oleh Depdikbud (1996) yaitu memiliki sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta didik, baik dalam kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis serta guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran dan penguasaan metode mengajar.

Oleh karena ciri-ciri yang harus dipenuhi dalam mengembangkan kelas unggulan, suasana yang terjadi di dalam kelas menuntut para siswanya untuk menerapkan strategi self-regulated learning yang efektif. Berdasarkan hasil wawancara pada siswa kelas unggulan SMA Negeri 3 Medan didapatkan bahwa saat siswa merasa mendapat dukungan yang besar dari guru dengan mendapat kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya melalui soal-soal yang diberikan untuk diselesaikan, mereka akan cenderung meninjau ulang buku catatan atau buku pelajaran agar mudah memahami pelajaran yang sedang dibahas. Begitu juga saat siswa merasa penting menyelesaikan tugas


(50)

sekolah dan guru memberikan banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi kelas, siswa tersebut berusaha mengatur materi pembelajaran dengan membuat ringkasan sebelum mempelajari suatu materi, membuat rencana dan tujuan belajar dengan cara belajar beberapa minggu sebelum ujian dan mengulangnya serta mengingatnya kembali serta saat ujian tiba. Strategi lainnya yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas unggulan saat suasana kelas menuntut mereka untuk mencari tahu dalam kegiatan belajar, maka siswa akan cenderung melakukan evaluasi terhadap kemajuan tugasnya dengan mengecek kembali hasil belajarnya. Begitu juga saat siswa merasa iklim kelasnya menuntut mereka untuk bekerja sama maka siswa tersebut akan melakukan strategi dengan cara mencari bantuan teman.

5. Hipotesa Penelitian

Bedasarkan uraian teoritis, maka peneliti membuat hipotesa bahwa terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan.


(51)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

Unsur yang paling penting dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, karena melalui proses tersebut dapat ditentukan apakah hasil dari suatu penelitian dapat dipertangung jawabkan (Hadi, 2000). Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yang bersifat inferensial, yang bertujuan untuk melakukan analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan yaitu : Variabel bebas : Persepsi iklim kelas

Variabel terikat : Strategi self-regulated learning

B. Definisi Operasional 1. Persepsi Iklim Kelas

Persepsi iklim kelas merupakan proses pemahaman hubungan yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya dimana di dalam interaksi tersebut terdapat kekompakan siswa yaitu sejauh mana siswa saling mengenal dan membantu satu sama lain, dukungan guru yaitu sejauh mana guru membantu siswa dalam memahami pelajaran dan saat siswa mengalami kesulitan dalam tugasnya, keterlibatan siswa dalam pembelajaran yaitu sejauh mana siswa berpartisipasi dalam diskusi di kelas dengan cara memberikan pendapat saat diskusi, investigasi yaitu sejauh mana siswa mencari tahu dalam menyelesaikan tugas,


(52)

orientasi tugas pada siswa yaitu sejauh mana siswa fokus pada tugas yang diberikan guru, kerjasama yaitu sejauh mana siswa belajar bersama siswa lainnya dan kesetaraan yaitu sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh gurunya dengan cara guru memberikan satu siswa tugas yang sama seperti siswa lainnya.

Iklim kelas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala WIHIC (What Is Happening In this Class?) yang dimodifikasi oleh peneliti beradasarkan tujuh dimensi iklim kelas yang dikemukakan oleh Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001) yaitu kekompakan siswa, dukungan guru, keterlibatan dalam pembelajaran, investigasi, orientasi tugas, kerjasama, dan kesetaraan.

Iklim kelas dapat dilihat dari skor yang diperoleh dari skala tersebut. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin positif pula persepsi siswa terhadap iklim kelas. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin negatif pula persepsi siswa terhadap iklim kelas.

2. Strategi Self-Regulated Learning

Penggunaan strategi self-regulated learning adalah strategi yang digunakan siswa dalam mengatur sendiri metode belajarnya dengan cara membuat evaluasi terhadap kemajuan belajarnya yaitu memutuskan apakah apa yang sudah dipelajarinya mencapai tujuan yang sudah ditentukan, mengatur materi pelajaran yaitu mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari seperti membuat outline, membuat rencana


(53)

37

dan tujuan belajar yaitu membuat urutan pengerjaan tugas, mencari informasi yaitu menetapkan informasi apa yang penting dan mendapatkannya, mencatat hal-hal yang penting yaitu mencatat topik pelajaran yang penting untuk dipelajari, mengatur lingkungan belajar yaitu memilih lingkungan yang dapat membantu mereka untuk belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas yaitu memberikan reward atau hukuman bila telah berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat yaitu mempelajari ulang materi pelajaran, meminta bantuan teman, guru dan orangtua, mengulang catatan sebelumnya, mengulang soal-soal ujian, serta membaca buku teks agar tujuan belajarnya tercapai.

Penggunaan strategi self-regulated learning dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan empat belas strategi self-regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman Martinez-Pons (1988) yang meliputi evaluasi terhadap kemajuan tugas, mengatur materi pelajaran, membuat rencana dan tujuan belajar, mencari informasi, mencatat hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat, meminta bantuan teman, meminta bantuan guru, meminta bantuan orang dewasa, mengulang catatan sebelumnya, mengulang ujian atau tugas, dan membaca buku teks.

Hasil pada skala ini menunjukkan bila semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi pula penggunaan strategi self-regulated learning siswaSebaliknya, semakin rendah skor yang didapat maka semakin rendah pula penggunaan strategi self-regulated learning siswa.


(54)

C. Populasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian populasi sehingga dalam sebuah masalah populasi yang dipakai merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Populasi adalah sejumlah individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan. Berikut ini adalah daftar kelas yang menjadi populasi dalam penelitian ini :

Tabel 1. Populasi Penelitian

No Kelas Jumlah siswa

1 X MIA 1 44 orang

2 X MIA 2 38 orang

3 XI MIA 1 43 orang

4 XI MIA 3 40 orang

Total 165 orang

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua instrumen penelitian, yaitu :

1. Skala iklim kelas yang dimodifikasi dari WIHIC (What Is Happening In this Class?). Skala ini disusun berdasarkan tujuh dimensi iklim kelas yang dikemukakan oleh Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001) diantaranya adalah kekompakan siswa, dukungan guru, keterlibatan dalam pembelajaran, investigasi, orientasi tugas, kerjasama, dan kesetaraan.

Model skala ini menggunakan skala likert. Aitem-aitem dalam skala ini merupakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat tidak sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable. Skor


(55)

39

yang diberikan bergerak dari 0 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan yaitu STS = 0, TS = 1, N = 2, S = 3, dan SS = 4.

Hasil skor dari Skala WIHIC dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu positif dan negatif. Sebelum dilakukan pengkategorisasian, terlebih dahulu ditentukan standard eror pengukuran (Se) yang akan memberikan kecermatan hasil pengukuran, karena akan dapat menentukan fluktuasi dari skala WIHIC pada siswa kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan. Berikut rumus standard eror pengukuran (Azwar, 2007):

Se = Sx √ (1-rxx’)

Keterangan:

Se = standard error dalam pengukuran Sx = standard deviasi skor

Rxx = Koefisien reliabilitas

Setelah mengetahui besarnya Se maka akan dapat diestimasi fluktuasi skor skala WIHIC, yaitu:

X ± Zα/2 (Se)

Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk blue print pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Blue Print Skala WIHIC

No Aspek Aitem Jumlah

1. Kekompakan siswa 1, 8, 15, 22, 29, 36, 43, 50 8 2. Dukungan guru 2, 9, 16, 23, 30, 37, 44, 51 8 3. Keterlibatan dalam

pembelajaran 3, 10, 17, 24, 31, 38, 45, 52 8 4. Investigasi 4, 11, 18, 25, 32, 39, 46, 53 8 5. Orientasi tugas 5, 12, 19, 26, 33, 40, 47, 54 8


(56)

6. Kerjasama 6, 13, 20, 27, 34, 41, 48, 55 8 7. Kesetaraan 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56 8

Total 56

2. Skala strategi self-regulated learning yang disusun berdasarkan empat belas strategi self-regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman Martinez-Pons (1988) yang meliputi evaluasi terhadap kemajuan tugas, mengatur materi pelajaran, membuat rencana dan tujuan belajar, mencari informasi, mencatat hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat, meminta bantuan teman, meminta bantuan guru, meminta bantuan orang dewasa, mengulang catatan sebelumnya, mengulang ujian atau tugas, dan membaca buku teks.

Model skala ini menggunakan skala likert. Aitem-aitem dalam skala ini merupakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat tidak sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Skor yang diberikan bergerak dari 0 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable. yaitu STS = 0, TS = 1, N = 2, S = 3, dan SS = 4, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu : STS = 4, TS = 3, N = 2, S = 1, SS = 0. Hasil skor dari skala strategi self-regulated learning dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu tinggi dan rendah. Sebelum dilakukan pengkategorisasian, terlebih dahulu ditentukan standard eror pengukuran (Se) yang akan memberikan kecermatan hasil pengukuran,


(57)

41

karena akan dapat menentukan fluktuasi dari skala strategi self-regulated learning pada siswa kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan. Berikut rumus standard eror pengukuran (Azwar, 2007):

Se = Sx √ (1-rxx’)

Keterangan:

Se = standard error dalam pengukuran Sx = standard deviasi skor

Rxx = Koefisien reliabilitas

Setelah mengetahui besarnya Se maka akan dapat diestimasi fluktuasi skor skala strategi self-regulated learning, yaitu:

X ± Zα/2 (Se)

Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk blue print pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Blue Print Skala Strategi Self-Regulated Learning

No Aspek Aitem Jumlah

Fav Unfav 1. Evaluasi terhadap kemajuan tugas 18, 30 7, 29 4 2. Mengatur materi pelajaran 36, 44 16, 43 4 3. Membuat rencana dan tujuan

belajar 3, 35 8, 31 4

4. Mencari informasi 46, 50 1, 32 4

5. Mencatat hal penting 41, 47 19, 33 4 6. Mengatur lingkungan belajar 22, 48 20, 34 4 7. Konsekuensi setelah mengerjakan

tugas 15, 49 21, 45 4

8. Mengulang dan mengingat 4, 17 2, 23 4 9. Meminta bantuan teman 9, 51 6, 52 4 10. Meminta bantuan guru 10, 37 24, 55 4 11. Meminta bantuan orang dewasa 28, 53 14, 39 4 12. Mengulang catatan sebelumnya 26, 54 12, 40 4 13. Mengulang ujian atau tugas 13, 38 5, 27 4


(58)

14. Membaca buku teks 25, 56 11, 42 4

Total 56

E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2000). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat professional judgement (Azwar, 2000). Professional judgement di dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing penelitian.

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat yang bersangkutan, bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Uji reliabiltas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatan internal consistency (cronbach’s alpha coefficient) yaitu melihat indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama (Azwar, 2000).

Sebelum dilakukan reliabilitas terlebih dahulu dilakukan uji daya beda aitem. Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Parameter daya beda aitem diperoleh melalui komputasi korelasi antara distribusi skor skala itu sendiri yang akan menghasilkan koefisien korelasi


(59)

43

aitem total (rix). Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥ 0.300. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.300 daya bedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2003).

Setelah melalui uji daya beda aitem, peneliti melakukan pengujian reliabilitas. Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu suatu bentuk tes hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Teknik yang digunakan adalah koefisien alpha cronbach.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien realibilitas (rxx`) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas yang dimiliki (Azwar, 2000). Teknik koefisien alpha untuk menguji reliabilitas alat ukur dihitung dengan bantuan program SPSS versi 16.0 for windows.

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala strategi self-regulated learning dan skala WIHIC dilakukan pada 87 siswa-siswi kelas XII unggulan SMA Negeri 3 Medan.

a. Hasil Uji Coba Skala WIHIC

Hasil uji coba skala WIHIC menunjukkan bahwa alat ukur valid dan reliabel setelah diolah sebanyak dua kali putaran, di mana pada putaran pertama nilai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.911 dengan kisaran nilai corrected item total correlation bergerak dari 0.115 - 0.548.


(60)

Sedangkan pada putaran kedua nilai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.913 dengan kisaran nilai corrected item total correlation bergerak dari 0.310 - 0.539.

Jumlah aitem skala WIHIC yang diujicobakan adalah 56 aitem. Setelah dilakukan uji coba jumlah aitem yang baik adalah sebanyak 45 aitem dengan koefisien korelasi rix minimal 0.300. Jumlah aitem yang baik tersebut didasarkan pada Azwar (2000) yang menyatakan bahwa semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.300, daya pembedanya dianggap memuaskan.

Distribusi aitem yang dipakai pada skala WIHIC dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala WIHIC Setelah Uji Coba

No Aspek Aitem Jumlah

1. Kekompakan siswa 1, 22, 29, 36, 43 5

2. Dukungan guru 2, 9, 16, 23, 30, 37, 44, 51 8 3. Keterlibatan dalam

pembelajaran 10, 17, 24, 31, 38, 45, 52 7

4. Investigasi 4, 18, 25, 32, 39, 46 6

5. Orientasi tugas 12, 19, 26, 33, 40, 47, 54 7

6. Kerjasama 13, 41, 48, 55 4

7. Kesetaraan 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56 8

Total 45

Setelah memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur, peneliti melakukan penomoran aitem yang baru untuk skala penelitian sebagaimana tertera pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala WIHIC Untuk Penelitian

No Aspek Aitem Jumlah

1. Kekompakan siswa 1, 15, 21, 27, 34 5


(61)

45

3. Keterlibatan dalam

pembelajaran 6, 11, 17, 23, 29, 36, 42 7

4. Investigasi 3, 12, 18, 24, 30, 37 6

5. Orientasi tugas 7, 13, 19, 25, 31, 38, 43 7

6. Kerjasama 8, 32, 39, 44 4

7. Kesetaraan 4, 9, 14, 20, 26, 33, 40, 45 8

Total 45

b. Hasil Uji Coba Skala Strategi Self-Regulated Learning

Hasil uji coba skala strategi self-regulated learning menunjukkan bahwa alat ukur valid dan reliabel setelah diolah sebanyak dua kali putaran, di mana pada putaran pertama nilai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.914 dengan kisaran nilai corrected item total correlation bergerak dari -0.005- 0.654. Sedangkan pada putara kedua nilai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.923 dengan kisaran nilai corrected item total correlation bergerak dari 0.301- 0.674.

Jumlah aitem skala strategi self-regulated learning yang diujicobakan adalah 56 aitem. Setelah dilakukan uji coba jumlah aitem yang baik adalah sebenyak 41 aitem dengan koefisien korelasi rix minimal 0.300. Jumlah aitem yang baik tersebut didasarkan pada Azwar (2000) yang menyatakan bahwa semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.300, daya pembedanya dianggap memuaskan.

Distribusi aitem yang dipakai pada skala strategi self-regulated learning dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Strategi Self-Regulated Learning Setelah Uji Coba

No Aspek Aitem Jumlah

Fav Unfav 1. Evaluasi terhadap kemajuan tugas 30 7, 29 3


(62)

2. Mengatur materi pelajaran 36 16, 43 3 3. Membuat rencana dan tujuan

belajar 3, 35 8, 31 4

4. Mencari informasi 50 1, 32 3

5. Mencatat hal penting 41, 47 19, 33 4 6. Mengatur lingkungan belajar 22 20, 34 3 7. Konsekuensi setelah mengerjakan

tugas - 21, 45 2

8. Mengulang dan mengingat 4 - 1

9. Meminta bantuan teman 9, 51 6 3

10. Meminta bantuan guru 10, 37 24, 55 4 11. Meminta bantuan orang dewasa 28, 53 14 3 12. Mengulang catatan sebelumnya 26, 54 12, 40 4 13. Mengulang ujian atau tugas - 5, 27 2

14. Membaca buku teks 56 42 2

Total 41

Setelah memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur, peneliti melakukan penomoran aitem yang baru untuk skala penelitian sebagaimana tertera pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Strategi Self-Regulated Learning Untuk Penelitian

No Aspek Aitem Jumlah

Fav Unfav 1. Evaluasi terhadap kemajuan tugas 22 6, 21 3 2. Mengatur materi pelajaran 28 12, 33 3 3. Membuat rencana dan tujuan

belajar 2, 27 7, 23 4

4. Mencari informasi 36 1, 24 3

5. Mencatat hal penting 31, 35 13, 25 4 6. Mengatur lingkungan belajar 16 14, 26 3 7. Konsekuensi setelah mengerjakan

tugas - 15, 34 2

8. Mengulang dan mengingat 3 - 1

9. Meminta bantuan teman 8, 37 5 3

10. Meminta bantuan guru 9, 29 17, 40 4 11. Meminta bantuan orang dewasa 20, 38 11 3 12. Mengulang catatan sebelumnya 18, 39 10, 30 4 13. Mengulang ujian atau tugas - 19, 4 2

14. Membaca buku teks 41 32 2


(1)

138

No Pernyataan STS TS N S SS

13 Saat diskusi kelompok, saya tidak perlu mencatat hal-hal penting karena sudah ada ketua kelompok yang mencatatnya

14 Agar tidak kelihatan guru saat mengobrol dengan teman, saya lebih memilih duduk di belakang

15 Saya tetap melakukan aktifitas-aktifitas yang disukai walaupun nilai ujian menurun

16 Saya berusaha menghidar dari keributan agar saya dapat konsentrasi dalam belajar

17 Saya malu bertanya pada guru tentang materi pelajaran yang tidak di mengerti

18 Agar lebih memahami pelajaran, saya

mengerjakan soal-soal dari tugas sebelumnya 19 Saya tidak suka membuka catatan karena akan

membuang waktu saja

20 Saya bertanya pada orangtua saya bila ada topik yang tidak saya pahami

21 Setelah mempelajari suatu materi, saya merasa tidak perlu tahu seberapa jauh penguasaan saya 22 Sebelum mengumpulkan tugas, saya mengecek

kembali apakah saya sudah mengerjakannya dengan benar

23 Saya belajar hanya saat ada ujian saja

24 Saya lebih suka bermain dengan teman daripada harus mencari informasi untuk mengerjakan tugas yang tidak saya pahami


(2)

139

No Pernyataan STS TS N S SS

25 Pada saat mengoreksi jawaban tugas, saya memeriksa jawaban tanpa harus mencatat hal-hal yang salah dari jawaban saya

26 Saya sulit menemukan tempat belajar yang nyaman di rumah

27 Saya menentukan target nilai di setiap mata pelajaran

28 Sebelum mempelajari suatu materi, saya membuat catatan kecil agar lebih mudah dipelajari

29 Saya akan menemui guru apabila mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas

30 Tugas-tugas yang telah dikerjakan sebelumnya sudah dibuang sehingga saya tidak bisa mempelajarinya kembali

31 Saat guru menerangkan, saya mencatat hal penting yang disampaikan guru

32 Membuka buku pelajaran saat mengerjakan tugas hanya akan membuang waktu

33 Saya rasa strategi khusus dalam belajar tidak membantu saya untuk memahami pelajaran 34 Jika saya mendapat nilai ujian yang rendah, saya

tidak akan menambah jam belajar saya

35 Saat membaca suatu materi pelajaran di buku, saya mencatat hal-hal yang tidak saya mengerti di sebuah catatan kecil

36 Saya berusaha melengkapi materi pelajaran dari buku-buku di perpustakaan


(3)

140

TERIMA KASIH

37 Agar lebih dapat memahami materi yang diterangkan guru, saya bertanya pada teman tentang materi tersebut

38 Saya meminta bantuan orangtua untuk

memastikan apakah jawaban yang dikerjakan sudah benar

39 Saya mengumpulkan soal-soal ujian sebelumnya untuk dikerjakan kembali sebagai latihan dalam menghadapi ujian

40 Saya diam saja walaupun tidak mengerti materi yang diterangkan guru

41 Sebelum mengikuti ujian, saya mempelajari buku pelajaran yang terkait dengan materi ujian


(4)

141

LAMPIRAN 7


(5)

(6)