Cara Penularan Diagnosis Malaria

berat dan lebih akut dibandingkan jenis lain, sedangkan gejala P. malariae, P.ovale, P.vivak paling ringan. Akhir – akhir ini dilaporkan adanya infeksi plasmodium knowlesi yang menginfeksi malaria secara alamiah.

2.3 Cara Penularan

Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit sampai mengandung sprozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunas ekstrinsik. Sprozoit adalah bentuk inefektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu ; 1 secara alami natural infection melalui vector gigitan nyamuk anopheles, bila sprozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk dan 2 secara induksi induced, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah, misalnya dengan tranfusi darah, suntikan atau secara kongenital bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah plasenta, atau secara sengaja untuk pengobatan berbagai penyakit sebelum perang dunia II, demam yang timbul dapat menunjang pengobatan berbagai penyakit, seperti lues dan sindrom nefrotik dan penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam Plasmodium gallinasium , burung dara P. relection dan monyet P. Knowlesi yang akhir – akhir ini dilaporkan menginfeksi manusia. Pada umumya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Universitas Sumatera Utara Golongan yang beresiko tertular malaria antara lain : a. Ibu hamil b. Pelancong yang tidak memiliki kekebalan terhadap c. Pengungsi d. Pekerja yang bekerja di tempat endemis malaria 2.4 Manifestasi Umum 2.4.1 Masa Inkubasi Masa inkubasi pada masing –masing plasmodium. Pada P. vivax multinucleatum sering dijumpai di Cina tengah mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang 312 -323 hari dan sering relaps setelah infeksi primer. Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sprozoid. Penularan melalui suntikan sub kutan memberikan masa inkubasi lebih panjang dibandingkan intra muskuler, dan suntikan intra vena masa inkubasi paling pendek. Pada strain dari daerah dingin inkubasi lebih panjang. Inkubasi terpendek pernah dilaporkan, yaitu 3 hari.

2.4.2 Keluhan –keluhan prodmoral

Keluhan prodmoral dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa ; kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, nyeri pada tulang otot, anorexia, perut tak enak, diare ringan dan kadang –kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodmoral sering terjadi pada P. Vivax dan ovale, sedang pada P. Falcifarum dan malariae keluhan prodmoral tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak. Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Gejala – gejala umum

Gejala klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria ” malaria Proxsym secara berurutan : a. Periode dingin Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi – gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. b. Priode Panas Muka penderita merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40 ° C atau lebih, penderita membuka blanketnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retro – orbital, muntah– muntah, dapat terjadi syok tekanan darah turun, kesadaran delirium sampai terjadi kejang anak. Priode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. c. Priode berkeringat Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperature turun, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita berkeringat, akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. Universitas Sumatera Utara

2.5 Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria sebagaimana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis termasuk anamnesis, uji imunoserologis dan ditemukannya parasit plasmodium di dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam malaria seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain demam dengue, demam tifoid sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja , untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratories untuk menunjang diagnosis malaria sedini mungkin. Hal ini penting oleh parasit plasmodium terutama P. Falcifarum dapat berkembang dengan cepat dan menimbulkan penyulit – penyulit yang berat. Secara garis besar diagnosis laboratories demam malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dengan berbagai teknik termasuk Quantitative Buffy Coat dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik terhadap plasmodium. Pada tahun terakhir ini dikembangkan sidik DNA dengan berbagai teknik mulai dari DNA lengkap entire genome probe sampai Polymerase Chain Reaction PCR yang sangat sensitive sehingga dapat mendeteksi potongan DNA parasit plasmodium. Uji imunoserologis yang dirangcang dengan bermacam – macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan mikroskopis membutuhkan syarat- syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi sensitivitas dan spesifitas mencapai 100 . Syaratnya adalah waktu pengambilan sampel Universitas Sumatera Utara harus tepat yaitu pada akhir priode demam memasuki periode berkeringat, volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kafiler dengan volume 1- 1,5 mikro liter untuk sediaan darah tipis, kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat, identifikasi spesies plasmodium yang digunakan sebagai dasar pemilihan obat. 2.6 Pengobatan Malaria Malaria masih merupakan infeksi parasitik paling penting didunia. Diperkirakan terdapat lebih dari 500 juta kasus malaria per tahun dengan 3 juta kematian.kurang lebih 40 populasi dunia tinggal di daerah endemis malaria dan di Indonesia 35 penduduknya tinggal di daerah yang terinfeksi malaria. Kematian karena malaria terutama disebabkan oleh infeksi plasmodium falcifarum disertai berbagai komplikasi pada anak – anak, wanita hamil dan individu non imun. Tersedianya obat antimalaria yang efektif, aman, praktis pemakaiannya, dan terjangkau secara ekonomis sangat diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria. Hampir semua obat antimalaria OAM yang dikembangkan bekerja dengan menghambat atau mematikan bentuk aseksual parasit yang berada dalam eritrosit manusia skizontosida darah yang menimbulkan gejala klinis. Obat antimalaria yang efektif dan bekerja cepat diantaranya klorokuin, kina, kinidin, meflokuin, atovakon, derivate artemisin, artesunat, amodiakuin. Obat – obat lain seperti proguanil, pirimetamin, sulfonamide, sulfon, dan antibiotic yang berkhasiat sebagai OAM tetrasiklin, doksisiklin, dan lain –lain bekerja lambat Universitas Sumatera Utara dan kurang efektif. Sedangkan primakuin merupakan satu –satunya obat yang dapat mengeradikasi parasit laten dalam jaringan yang menyebabkan relaps pada infeksi P. vivax dan P. ovale. WHO merekomendasikan pemberian OAM kombinasi untuk mengatasi kegagalan terapi terhadap P. falcifarum dengan monoterapi. Obat antimalaria kombinasi adalah penggunaan dua atau lebih OAM yang bersifat skizontosida darah dengan mekanisme kerja yang berbeda terhadap parasit. Tujuan penggunaan OAM kombinasi untuk meningkatkan efektifitas terapi dan mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi terhadap obat tunggal. Obat anti malaria kombinasi terbagi dua yaitu artemisin based combination therapy ACT dan non – ACT. ACT yang direkomendasikan WHO saat ini adalah artemeter + lumefantrin, artesunat + amodiakuin, artesunat + meflokuin, artesunat + sulfadoksin – pirimentamin, dan obat non ACT adalah SP + Klorokuin, SP + Amodiakuin, SP + kina, klorokuin + doksisiklin tetrasiklin, kina + doksisiklin tetrasiklin, SP + doksisiklin tetrasiklin, kina + klindamisin. 2.7 Komplikasi Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P. falcifarum, dengan disertai satu atau lebih kelainan di bawah ini, berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 yaitu ; a. Malaria serebral dengan kesadaran menurun delirium, stupor, koma. b. Anemia berat, kadar hemoglobin 5 gr atau hematokrit 15 . Universitas Sumatera Utara c. Dehidrasi, gangguan asam basa asidosis metabolic dan gangguan elektrolit. d. Hipoglikemia gula darah 40 mg . e. Gagal ginjal akut urin 1 ml kgBB jam, kreatinin serum 3 mg. f. Edema paru akut. g. Kegagalan sirkulasi atau syok tekanan nadi 20 mmHg. h. Kecenderungan terjadi perdarahan i. Hiperpireksia hipertermia suhu badan 41 ° C j. Hemoglobinuria atau black water fever k. Ikterus kadar bilirubin darah 3 mg l. Hiperparasitemia 5 eritrosit dihinggapi parasit m. Komplikasi pada ibu hamil janin

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit malaria

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit malaria bisa dari biologi parasit, vector, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria.

3.1 Faktor parasit

Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada dalam tubuh harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat – sifat spesies nyamuk Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pencegahan Penyakit Malaria Di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

1 36 123

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 2 17

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 3 16

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 1 18

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 0 14

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIUKANG KALMAS KABUPATEN PANGKEP

0 0 8

Pengetahuan Masyarakat Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Malaria di Wilayah Puskesmas Longat Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

1 0 11

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MALARIA TROPIKANA DAN TERTIANA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MORU KECAMATAN ALOR BARAT DAYA KABUPATEN ALOR - NTT

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN REUMATHOID ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG

0 0 15

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT ISPA PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEUNOM KECAMATAN TEUNOM KABUPATEN ACEH JAYA SKRIPSI

0 0 46