Bentuk dan Sifat Hubungan Antara Bank dengan Nasabah 1. Hubungan Hukum dan Kepercayaan

untuk sementara maupun untuk selanjutnya, izin tarik kredit oleh nasabah debitur, adalah ketentuan yang sangat memberatkan bagi nasabah debitur, sekalipun ketentuan itu tidak merupakan ketentuan yang membebaskan atau membatasi tanggungjawab bank terhadap nasabah debitur. B. Bentuk dan Sifat Hubungan Antara Bank dengan Nasabah B.1. Hubungan Hukum dan Kepercayaan Hubungan antara bank dengan nasabah didasari oleh dua unsure yang saling terkait, yaitu hubungan hukum dan hubungan kepercayaan. Pada dasarnya hubungan itu adalah hubungan hukum, namun yang tampak keluar hari-hari justru hubungan kepercayaannya. Pondasi atau hubungan hukum baru akan digali apabila hubungan kepercayaan itu runtuh. Sebenarnya hubungan antara dua pihak, sebagaimana antara bank dengan nasabah, yang didasari oleh kepercayaan adalah hubungan yang paling lemah. Pada saat dasar kepercayaan itu yaitu itikad baik sudah terkikis habis, maka yang sekaligus runtuhlah bangunan kepercayaan yang berdiri di atasnya. B.1.1. Hubungan Kontraktual Basis hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Bila seorang nasabah menjalin hubungan erat dengan bank, maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara mereka. Perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak. Hubungan hukum kontraktual diatur dalam Buku Ketiga dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam buku tersebut selain pengaturan perihal asas-asas umum hukum Universitas Sumatera Utara perikatan, terdapat juga bentuk-bentuk perjanjian tertentu yang sudah dibakukan oleh pembuat undang-undang, seperti halnya jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya. B.1.2. Kontrak Campuran Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah merupakan suatu kontrak campuran. Hubungan ini seperti terlihat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata menampakkan ciri- ciri : a. Perjanjian pemberian kuasa Pasal 1792 b. Perjanjian penitipan barang ex Pasal 1694 c. Perjanjian pinjam meminjam Pasal 1754 d. Perjanjian untuk melakukan pekerjaan atau memberikan jasa-jasa tertentu. Undang-undang Perbankan 1998 menegaskan dalam Penjelasan Pasal 29 bahwa bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan. Yang dimaksud dengan pernyataan di atas yaitu bahwa nasabah penyimpan dana dalam berhubungan dengan bank dilandasi kepercayaan bahwa bank tersebut akan berkemauan nasabah penyimpan dana itu ada waktu ditagih. Dengan demikian maka hubungan nasabah dengan bank bukan hanya sekedar hubungan kontraktual biasa debitur dengan kreditur yang diliputi oleh asas- asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan fiduciary relation. Dengan demikian Undang-undang No. 10 Tahun 1998 secara eksplisit mengakui bahwa hubungan antar bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kepercayaan. Dalam kedudukan nasabah sebagai debitur, hubungan antara bank dengan nasabah juga merupakan hubungan kepercayaan oleh karena bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah Universitas Sumatera Utara debitur atas dasar kepercayaan bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar kembali pinjaman kredit tersebut. Jadi hubungan kepercayaan ini merupakan hubungan yang mendasari terbentuknya hubungan antara bank dengan nasabah. Namun apabila hubungan kepercayaan ini runtuh, misalnya salah satu pihak ingkar janji wan prestasi maka akan tampaklah hubungan hukum antara mereka yaitu dengan adanya gugatan atau tuntutan terhadap pihak yang dianggap melanggar hak-hak pihak lainnya. B.2. Hubungan Kreditur-Debitur Hubungan hukum yang paling banyak terjadi antara bank dengan para nasabahnya adalah hubungan pemberian kredit. Bank bertindak sebagai kreditur dan nasabah bertindak sebagai debitur. Pada dasarnya perjanjian pemberian kredit antara bank dengan para nasabahnya adalah hubungan pemberian kredit. Bank bertindak sebagai kreditur dan nasabah bertindak sebagai debitur. Pada dasarnya perjanjian pemberian kredit antara bank dengan nasabah dikuasai oleh ketentuan Pasal 1754 sampai Pasal 1769 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang pinjam meminjam uang. Namun hendaknya dicatat bahwa persetujuan membuka kredit tidak hanya memuat ketentuan perihal pinjam meminjam uang saja, melainkan dikuasai juga oleh apa yang secara disepakati oleh kedua belah pihak secara asas-asas umum hukum perjanjian. Isi kesepakatan para pihak memegang peranan penting. Sistem hukum perjanjian kita seperti tertuang dalam Buku Ketiga Undang-undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka. Hukum perjanjian kita menganut asas kebebasan berkontrak. Para pihak boleh memperjanjikan Universitas Sumatera Utara lain dari apa yang ditentukan perundang-undangan, asalkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kepatutan dan kesusilaan. Dalam prakteknya, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank lainnya tidaklah sama, tapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank. Dengan demikian perjanjian kredit bank itu tidak mempunyai bentuk yang tertentu, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit, misalnya berupa defenisi istilah- istilah yang akan dipakai dalam perjanjian terutama dalam perjanjian kredit dengan pihak asing atau loan agreement, jumlah ada batas pinjaman, serta pembayaran kembali pinjaman repayment, juga mengenai apakah si peminjam berhak mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada, penetapan bunga pinjaman dan dendanya bila debitur lalu membayar bunga serta dicantumkannya berbagai klausula seperti hukum yang berlaku untuk perjanjian tersebut. Selain itu si peminjam diminta memberikan represeniations, warranties dan convenantis. Representations adalah keterangan-keterangan yang diberikan oleh debitur guna pemrosesan pemberian kredit. Warranties adalah suatu janji, misalnya janji bahwa si debitur akan melindungi kekayaan perusahaannya atau asset yang telah dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit tersebut. Convenant yaitu janji untuk tidak melakukan sesuatu, misalnya bahwa si debitur tidak akan mengadakan merger dengan perusahaan lain, atau menjual atau memindahtangankan seluruh atau sebagian besar assetnya tanpa seizin bank kreditur. Kesemua materi dalam perjanjian kredit bank itu haruslah lahir dari kesepakatan. Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan maupun pelaksanaan dari kredit itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Menurut Ch. Gatot Wardoyo 28 perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, diantaranya : 1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. 3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Ada beberapa klausula yang selalu dan perlu dicantumkan dalam set perjanjian kredit, yaitu : 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali predisbursement clause. Klausula ini menyangkut : a. Pembayaran provisi, premi asuransi kredit dan asuransi barang jaminan serta biaya pengikatan jaminan secara tunai. b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut. c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi diluar kesalahan debitur maupun kreditur. 2. Klausula mengenai maksimum kredit amount clause. 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit. a. Merupakan batas waktu kapan bank boleh melakukan teguran-teguran kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya. 28 Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausula-Klausula Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen Nopember – Desember 1992, hal. 64-69. Universitas Sumatera Utara b. Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan review atau analisis kembali apakah fasilitas kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali. 4. Klausula mengenai bunga pinjaman interest clause Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud : a. Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama karena bunga merupakan penghasilan bank yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya penyediaan fasilitas kredit tersebut. b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 6 per tahun. Hal ini sesuai dengan Pasal 1765 dan 1767 KUH Perdata asalkan diperjanjikan secara tertulis. 5. Klausula mengenai barang agunan kredit. 6. Klausula asuransi insyurance clause. Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. 7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh negative clausule. Adapun contoh tindakan yang tidak diperkenankan dilakukan debitur diantaranya : a. Larangan meminta kredit kepada pihak lain tanpa seizing bank. b. Larangan merubah bentuk hukum perusahaan debitur tanpa seizing bank. c. Larangan membubarkan perusahaan tanpa seizing bank. 8. Tigger clause opeisbaar clause Klausula ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir. Universitas Sumatera Utara 9. Klausula mengenai denda penalty clause Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegaskan hak-hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya. 10. Expence clause Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah, yang meliputi biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan hutang dan penagihan kredit. 11. Dispute Settlement Alternatif Dispute Resolution Klausula ini mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dengan debitur. 12. Representation and warranties Klausula ini sering juga disebut dengan istilah material adverse change clause. Maksudnya ialah bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar. 13. Klausula ketaatan pada ketentuan bank Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum. Misalnya mengenai masalah tempat dan waktu melakukan pencairan dan penyetoran kredit, penggunaan formulir, format surat, konfirmasi atau pemberitahuan saldo rekening bulanan. 14. Pasal penutup Universitas Sumatera Utara Pasal penutup memuat pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penanda tanganan perjanjian kredit. Menurut Pasal1 butir 12 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari kedua pengertian tersebut kita melihat adanya suatu kontra prestasi yang akan diterima kreditur pada masa yang akan datang berupa jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dengan demikian jelas tergambar bahwa kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Di sini terlihat bahwa faktor waktu merupakan faktor utama yang memisahkan prestasi dan kontra prestasi. Bank sebagai pemberi kredit kreditur menjalankan perannya berdasarkan suatu kebijaksanaan untuk tetap selalu memelihara keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk tingkat bunga dengan tujuan likuiditas dan solvabilitas bank. Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan bank tersebut dalam menjamin terbayarnya utang-utang jangka pendeknya. Pengukuran tingkat likuiditas ini dilakukan dengan membandingkan antara kewajiban utang jangka pendeknya dengan alat-alat jangka pendeknya. Dengan demikian pemegang kas ditentukan harus sekian persen dari utang jangka pendeknya. Universitas Sumatera Utara Sedangkan yang dimaksud dengan solvabilitas adalah sebagai kemampuan untuk melunasi semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Solvabilitas bank juga tergantung solvabilitas nasabahnya. Untuk menjaga solvabilitas bank maka bank harus berhati-hati dan harus menyelidiki apakah si calon peminjam debitur itu sungguh-sungguh dapat dipercaya realiable dan juga dapat diandalkan bankable. Cara menyelidikinya melalui analisa kredit pada si calon debitur dengan mengemukakan persyaratan-persyaratan yang dikenal dengan 5 lima C, yaitu character sifat-sifat si calon debitur, capital modal dasar si calon debitur, capacity kemampuan si calon debitur, collateral jaminan yang disediakan si calon debitur dan conditition kondisi perekonomian si calon debitur. B.2.1. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku Sekalipun dalam Pasal 1 ayat 12 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, namun undang-undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam meminjam tersebut. Dalam praktek perbankan di Indonesia, bank-bank membuat perjanjian kredit dengan 2 bentuk atau cara yaitu : 1. Perjanjian kredit berupa akta dibawah tangan. 2. Perjanjian kredit berupa akta notaris. Perjanjian kredit yang dibuat dengan akta di bawah tangan maupun akta notaris, pada umumnya dibuat dengan perjanjian baku yaitu dengan cara pihak bank dan pihak nasabah Universitas Sumatera Utara menanda tangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi atau klausula-klausula oleh bank dalam suatu formulir tercetak. Dalam hal perjanjian kredit bank dibuat dengan akta notaris, maka bank akan meminta notaris berpedoman kepada model perjanjian kredit dari bank yang bersangkutan. Notaris diminta untuk mempedomani klausula-klausula dari model perjanjian kredit bank yang bersangkutan. Berbeda dengan perjanjian-perjanjian baku pada umumnya, dalam perjanjian kredit bank harus diingat bahwa bukan hanya mewakili dirinya sebagai perusahaan bank saja tetapi juga mengemban kepentingan masyarakat, yaitu masyarakat penyimpan dana dan selaku bagian dari sistem moneter. Oleh karena itu dalam menentukan apakah suatu klausula dalam perjanjian kredit itu memberatkan, pertimbangannya sangat berbeda bila dibandingkan dengan menentukan klausula dalam perjanjian-perjanjian baku pada umumnya yang para pihaknya adalah perorangan atau perusahaan biasa. Mengingat pertimbangan yang demikian, maka adalah tidak dapat dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan keadilan apabila didalam perjanjian kredit dicantumkan klasula yang dimaksudkan justru untuk mempertahankan eksistensi bank atau bertujuan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang moneter. Sebagai contoh klausula di bawah ini tidak dapat dinilai sebagai bertentangan dengan kepentingan umum atau kepatuhan, yang berbunyi : 1 Berdasarkan pertimbangan demi menghindarkan keadaan likuid yang membahayakan eksistensi bank atau membahayakan kepentingan nasabah penyimpan dana mengingat pada saat itu bank sudah diambang keadaan yang likuid, dengan tidak perlu Universitas Sumatera Utara memberitahukan lebih dahulu kepada nasabah debitur, bank berhak untuk menolak penarikan kredit yang masih dalam batas izin tariknya. 2 Bank tidak bertanggungjawab atas kerugian apapun juga yang diterima oleh nasabah debitur yang diakibatkan oleh penolakan penarikan kredit itu. Tindakan bank untuk menghentikan atau menolak penarikan lebih lanjut atas kredit yang masih dalam batas izin tarik dengan tujuan melindungi masyarakat penyimpan dana atau melindungi kepentingan sistem moneter atau memenuhi ketentuan pemerintah adalah dapat dibenarkan. Namun apabila penolakan itu dilakukan oleh bank karena bank ingin memperbesar likuiditasnya didalam rangka ingin segera merealisir rencana pembangunan gedung kantor pusatnya yang baru, maka hal ini akan sangat membahayakan kelangsungan hidup proyek atau usaha nasabah debitur yang dibiayai dengan kredit itu. Oleh karena itu dalam hubungan ini tidaklah dibenarkan apabila klausula dalam perjanjian kredit berbunyi, misalnya : “bank berhak tanpa alasan apapun juga untuk sewaktu- waktu menolak penggunaan lebih lanjut kredit tersebut oleh nasabah debitur”. Klausula ini nyata-nyata tidak memberikan kepastian kepada nasabah debitur, yang justru kepastian itulah yang menjadi tujuan dari para pihak dengan membuat perjanjian kredit tersebut. Klausula yang demikian jelas-jelas sangat memberatkan bagi nasabah debitur dan dinilai bertentangan dengan ketertiban umum, kepatuhan, keadilan dan itikad baik. B.3. Hubungan Kerahasiaan Confidential Relation Hubungan antara bank dengan nasabah, baik antara bank dengan nasabah penyimpan dana kreditur, maupun bank dengan nasabah debitur, diliputi oleh ketentuan rahasia bank. Universitas Sumatera Utara Pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998 telah ditentukan adanya prinsip rahasia bank. Ini berarti bahwa rahasia bank bukan sekedar kebijaksanaan, tetapi juga bersifat “normatif”. Masalah rahasia bank ini merupakan ketentuan hukum yang secara tegas dirumuskan dalam undang-undang. Dengan demikian rahasia bank merupakan hukum positif. Bank dan semua pihak termasuk Dewan Moneter, wajib memelihara confidencial yang menyangkut keuangan dan hal- hal lain dari nasabah. 29 Siapapun menyetujui prinsip rahasia bank. Prinsip merahasiakan perihal keadaan seseorang merupakan nilai moral dan etika yang sangat universal. Jika masalah kerahasiaan itu secara moral dan etika merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi, maka sangat beralasan untuk mengangkat nilai moral tadi menjadi nilai normatif yang positif dalam Undang-undang Perbankan. Tujuannya untuk memperoleh kepercayaan masyarakat terhadap bank mengenai apa yang mereka simpan. Pada sisi lain untuk melindungi harta kekayaan seseorang yang tidak ingin hal itu diketahui oleh masyarakat umum. C. Perlindungan Nasabah Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 C.1. Perlindungan Nasabah Dalam Kedudukannya Sebagai Debitur Dalam hubungan antara nasabah dengan bank dimana nasabah berkedudukan sebagai debitur, maka hubungan yang dimaksud disini adalah hubungan dalam pemberian kredit atau dalam dunia perbankan dikenal sebagai perjanjian kredit. Dalam hubungan ini akan terlihat peranan bank yang lebih dominan yaitu pihak bank membuat secara sepihak isi perjanjian kredit dengan calon nasabah debitur. Perjanjian kredit 29 M. Yahya Harahap, Varia Peradilan No. 100, Januari1994, hal. 108. Universitas Sumatera Utara yang berisikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak, dalam hal ini bank dan nasabah, sudah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak bank. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian kredit itu merupakan perjanjian baku, dimana salah satu pihak yaitu bank menentukan terlebih daulu akan isi perjanjian kredit yang akan ditawarkan kepada nasabah debitur. Dalam hubungan ini kedudukan bank adalah lebih kuat daripada kedudukan nasabah debitur. Pihak nasabah sebagai pihak yang membutuhkan kredit bank untuk membiayai usaha maupun proyeknya mau tidak mau akan memenuhi persyaratan yang dicatumkan dalam perjanjian kredit Bank tersebut Pada saat ini belum ada pedoman atau ancuan yang dapat diajadikan pegangan oleh bank-bank mengenai apa saja isi atau klausula-klausula yang seyogyanya dimuat dalam suatu perjanjian kredit. Setiap bank syarat–syarat dan ketentuan-ketentuan yang jelas tentang pemberian kredit dan hal ini tidak terlepas dari asas kebebasan berkontrak antara bank dengan nasabah . Dengan demikian perjanjian kredit yang ada antara bank dengan nasabah dibuat dengan asas kebebasan berkontrak dengan berdasar kepada bentuk perjanjian baku. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 juga tidak ada menyebutkan ketentukan mengenai bentuk dan isi pembuatan perjanjian kredit. Sehingga dalam prakteknya, pembuatan bentuk dan isi perjanjian kredit dilakukan oleh masing-masing bank sesuai dengan kebutuhannya. Hal akan mengakibatkan berlakunya perjanjian baku berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang semakin luas yang pada gilirannya nasabah debitur hanya mempunyai pilihan untuk menerima seluruh klausula-klausula dalam perjanjian kredit tersebut, yang mungkin saja dapat merugikan nasabah debitur nantinya, seperti halnya pencantuman klausula yang memberatkan dalam perjanjian kredit tersebut. Universitas Sumatera Utara C.2. Perlindungan Nasabah Dalam Kedudukannya Sebagai Kreditur Nasabah kreditur nasabah penyimpan dana dapat menyimpan dananya dalam berbagai bentuk simpanan. Yang terutama adalah dalam bentuk giro atau demand deposit atau current account atau current deposit, deposito berjangka atau time deposit dan tabungan atau saving account. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah kreditur dituangkan dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan yang berisikan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang harus disetujui oleh nasabah penyimpan tersebut. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dimaksud dengan simpanan adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu Pasal 1 ayat 6. Adapun yang dimaksud dengan penitipan adalah penyimpanan harta benda berdasarkan kontrak antara bank umum dengan penitip yang didalamnya ditentukan bahwa bank umum yang bersangkutan melakukan penyimpanan harta tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut Pasal 1 ayat 13. Lebih lanjut dalam Penjelasan Umum Pasal 6 huruf i disebutkan bahwa dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima harta penitip dengan mengadministrasikan secara terpisah dari kekayaan bank. Dalam Pasal 9 ayat 3 ditentukan dari kekayaan bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan kepada bank tersebut tidak dimaksudkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan. Dengan dibedakannya antara “simpanan” dan “penitipan”, Undang-undang No. 10 Tahun 1998 bermaksud untuk menegaskan hal-hal sebagai berikut : 1 Simpanan dan penitipan adalah dua lembaga yang berbeda. Universitas Sumatera Utara 2 Pada penitipan, harta yang disimpan oleh bank bukan milik bank dan harus dibukukan didalam pembukuan bank secara terpisah dari kekayaan bank. Dalam praktek perbankan, penyerahan dana oleh nasabah untuk disimpan oleh bank mengandung pengertian atau kesepakatan bahwa bank yang menerima simpanan tersebut berhak untuk memakai dana tersebut sekehendaknya untuk keperluan apapun juga dan nasabah penyimpan dana tidak mempunyai hak apapun mengenai tujuan pemakaian dana tersebut oleh bank. Hak nasabah penyimpan dana semata-mata hak untuk menagih dan mendapatkan kembali dana tersebut. Praktek perbankan selama ini bersikap bahwa dana atau uang yang telah diserahkan oleh nasabah penyimpan dana kepada bank adalah uang bank. Menurut Remy Sjahdeini, 30 bahwa dalam pembukuan bank, simpanan dana nasabah dibukukan sebagai asset bank. Asset bank akan bertambah bila simpanan nasabah bertambah. Hal ini berarti bahwa dana yang disimpan nasabah merupakan kekayaan bank selama dalam penyimpanan bank. Disini tampak suatu hubungan yang kurang seimbang antara bank dengan nasabah kreditur. Nasabah telah memberikan uangnya untuk dipakai dan dipergunakan oleh bank tanpa nasabah boleh mencampuri urusan kemanakah tujuan uang tersebut dipergunakan oleh bank. Disamping itu dalam proses penyimpanan dana tersebut semua ketentuan-ketentuan maupun syarat-syarat penyimpanan ditentukan secara sepihak oleh bank, dan nasabah hanya boleh menyetujuinya atau tidak sama sekali. Jika hal ini kita bandingkan dengan prosedur permintaan untuk mendapatkan kredit dari bank, maka tanpa calon nasabah debitur harus mempunyai agunan baik barang bergerak maupun barang tetap sebagai jaminan nantinya apabila nasabah tidak membayar kembali kredit bank tersebut, sebaliknya apabila seorang nasabah menyimpan uangnya di suatu bank, maka ia tidak 30 Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia IBI, Jakarta, 1993, hal. 150. Universitas Sumatera Utara “berhak” untuk meminta “jaminan” bahwa bank nantinya akan mampu mengembalikan uang yang disimpan nasabah di bank tersebut. Dengan demikian tampaklah bahwa kedudukan bank yang berhadapan dengan kedudukan nasabah baik sebagai penyimpan dana kreditur maupun sebagai debitur adalah sangat kuat dan nasabah berada dalam posisi yang lemah. Selanjutnya, dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 secara khusus tidak ada menyebutkan akan hak-hak, upaya-upaya dan keadaan nasabah kreditur bila bank mengalami kebangkrutan. Jadi tidak ada prioritas perlindungan khusus kepada nasabah jika bank mengalami kebangkrutan. Perlindungan kepada nasabah dianggap cukup dengan adanya ketentuan bahwa bank dijalankan dengan secara hati-hati Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menurut Munir Fuady, 31 suatu bank yang telah dilikuidasi mempunyai konsekuensi yuridis. Jika ada pihak yang dirugikan, misalnya ada nasabah yang dananya tidak terbayar penuh, pihak otoritas moneter dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena otoritas moneter berwenang untuk memerintahkan pelikuidasian sebuah bank. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998, likuidasi hanya dimaksudkan sebagai the last resort, yakni setelah seluruh tinakan lain tidak membuahkan hasil, misalnya negoisasi pihak bank dengan kalangan tertentu ataupun kemungkinan merger dengan bank swasta lainnya tidak berhasil. Di negara manapun, perintah penutupan suatu bank hanya dilakukan dalam keadaan yang benar-benar bersifat darurat. Apabila usaha yang dilakukan tidak membuahkan hasil, barulah tindakan likuidasi ditempuh. Jadi seharusnya izin bank dicabut setelah proses likuidasi selesai. 31 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 130-132. Universitas Sumatera Utara Bukan sebaliknya, mencabut izin bank lalu menempuh proses likuidasi, seperti halnya kasus Bank Century. Anehnya, undang-undang Perbankan juga menyebutkan likuidasi terhadap bank dilakukan setelah izin bank tersebut dicabut oleh Menteri Keuangan Pasal 37 Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Bagi nasabah sendiri, sekiranya likuidasi itu merugikan mereka, misalnya urutan prioritas pembayaran kepada nasabah kreditur ditempatkan pada urutan terakhir oleh tim likuidasi, maka merger dapat menggugat bank yang bersangkutan ke Pengadilan sehingga seluruh assetnya dijadikan sita jaminan. Hal seperti inilah yang tidak diatur oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998, sehingga seperti kasus Bank Century, banyak nasabah yang dirugikan. Pada dasarnya perlindungan terhadap nasabah ini sudah dicakup oleh Pasal 2 Undang- undang Perbankan 1998. Dengan adanya prinsip kehati-hatian ini diharapkan bank dalam menjalankan kegiatannya benar-benar menjaga “kesehatannya”, sehingga tidak merugikan kepentingan nasabah. Namun siapa yang bisa menjamin bahwa bank tidak akan bangkrut ? Pada akhirnya akan kembali pada nasabah itu sendiri. Ia harus berhati-hati dalam memilih seluruh bank menjadi mitranya. Oleh karena itu pemerintah atau bank Indonesia perlu membuat daftar bank yang sehat secara transparan, diumumkan secara terbuka.

D. Perlindungan Nasabah Korban Likuidasi