Tahap Pengambilan Sampel Estimasi Kekuatan Sisa Beton Pascabakar

3.3 Tahap dan Estimasi Kekuatan Sisa Beton Pascabakar

3.3.1 Tahap Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di lantai 3 laboratorium biologi Gedung FMIPA USU. Pengambilan sampel dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu:

1. Tahap I

. Pengambilan sampel berupa ukuran masing-masing kolom,balok utama, balok anak, jarak antar kolom, balok ke kolom dan balok lainnya, serta ketinggian gedung lantai 3. Kemudian dibuatkan denah lokasi kebakaran di lantai 3 tersebut. 2. Tahap II . Pengambilan sampel sisa-sisa kebakaran untuk mendapatkan kemungkinan suhu kebakaran yang terjadi di lokasi kebakaran. 3. Tahap III . Pengambilan data kuat tekan balok dan kolom di lantai 3 menggunakan alat Hammer Test. Pengambilan data dilakukan di 8 titik untuk kolom, 14 titik untuk balok, dan 5 titik untuk pelat atap. 4. Tahap IV . Pengambilan data kuat tekan balok dan kolom di lantai 2 menggunakan alat Hammer Test sebagai acuan kuat tekan rencana gedung. Pengambilan data dilakukan di 2 titik untuk kolom, dan 2 titik untuk balok. 5. Tahap V . Pengambilan data kuat tekan balok dan kolom di lantai 2 dan 3 menggunakan alat Core Drill. Pengambilan data dilakukan di lantai 2 dengan 1 titik pada kolom dan 1 titik pada balok, di lantai 3 dengan 1 titik pada kolom dan 1 titik pada balok. Sampel yang didapat akan diuji tekan di laboratorium menggunakan alat Compression Test.

6. Tahap VI

. Pengambilan sampel tulangan baja sepanjang 30 cm sebanyak 2 buah untuk dibawa ke laboratorium dan diuji dengan menggunakan alat UTM Universal Testing Machine.

3.3.2 Estimasi Kekuatan Sisa Beton Pascabakar

Gedung-gedung yang mengalami kebakaran akan mengalami kerusakan akibat dari tinggi temperatur dan durasi kebakaran. Untuk melihat beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran, dilakukan beberapa penelitian sebagai berikut: 1 Visual Inspection. Perlu diperhatikan beberapa bagian dari struktur gedung, kemungkinan kerusakan sebelum terjadi kebakaran perlu dipertimbangkan. Jenis adukan beton yang tidak homogen sangat mempengaruhi kekuatan beton sebelum terjadi kebakaran, selain itu kesalahan dalam pengecoran dan posisi bekisting balok dan kolom juga perlu diperhatikan, karena kesalahan bekisting dapat memberi lendutan sebelum kebakaran, atau penurunan kekuatan beton. Untuk struktur gedung yang telah terbakar, perlu diperhatikan pola retak yang terjadi dan dapat digolongkan menjadi beberapa kerusakan: a. Spalling. Spalling adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton dalam bentuk tipis beberapa cm. Gambar 3.2 Contoh Gambar Kerusakan Spalling b. Crazing. Crazing adalah gejala retak remuk pada permukaan beton seperti pecahnya kulit telur. Gambar 3.3 Contoh Gambar Kerusakan Crazing c. Retak Cracking. Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperatur yang lebih tinggi lagi dapat menyebabkan terjadinya retak di sekeliling tulangan. Gambar 3.4 Contoh Gambar Kerusakan Cracking 2 Non-destructive test. Alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah Rebound Hammer Test. Hammer test ini dilakukan pada bagian-bagian bangunan seperti balok, kolom dan pelat. Gambar 3.5 Alat Hammer Test Penggunaan alat hammer test ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:  Menekan alat Hammer Test dari atas ke bawah secara tegak lurus, membentuk sudut -90 .  Menekan alat Hammer Test dari bawah ke atas tegak lurus, membentuk sudut 90 .  Menekan alat Hammer Test dari sisi samping, depan, belakang, kiri dan kanan membentuk sudut 0 . Alat ini menganggap bahwa beton cukup homogen, sehingga perubahan mutu beton di bagian dalam tidak dapat ditunjukkan oleh alat ini. Semakin banyak titik pengamatan, semakin baik hasil yang diperoleh. Pada penelitian ini untuk 1 titik pengamatan diambil 10 kali pantulan dari alat. 3 Destructive Test. Pengujian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dengan alat core drill dan pengambilan tulangan baja. a Pengetesan core drill atau yang disebut juga pemboran beton inti ialah pengetesan terhadap benda uji beton yang berbentuk silinder hasil pengeboran pada struktur yang sudah dilaksanakan. Gambar 3.6 Alat Core Drill Uji core drill adalah cara uji beton keras dengan cara mengambil contoh silinder beton dari daerah yang kuat tekannya diragukan. Pengambilan contoh dilakukan dengan alat bor yang mata bornya berupa “pipa” dari intan, sehingga diperoleh contoh beton berupa silinder. Silinder beton yang diperoleh tergantung ukuran diameter mata-bornya, umumnya antara 50 mm sampai 150 mm. Namun sebaiknya diameter silinder tidak kurang dari 3 kali ukuran maksimum agregat betonnya. Pada penelitian ini diambil sampel dengan diameter 10 cm. Jika uji bor inti dipilih maka beberapa hal yang perlu diperhatikan SNI- 03-3403-1994: 1. Umur beton minimal 14 hari. 2. Pengambilan contoh silinder beton dilakukan di daerah yang kuat tekannya diragukan, biasanya berdasarkan data hasil uji contoh beton dari masing-masing bagian struktur. Dari satu daerah beton diambil satu titik pengambilan contoh. 3. Dari satu pengambilan contoh daerah beton yang diragukan mutunya diambil 3 titik pengeboran. Pengeboran harus ditempat yang tidak membahayakan struktur, misalnya jangan dekat sambungan tulangan, momen maksimum, dan tulangan utama. 4. Pengeboran harus tegak lurus dengan permukaan beton. 5. Lubang bekas pengeboran harus segera diisi dengan beton yang mutunya minimal sama. Bila beton yang diambil berada dalam kondisi kering selama masa layannya, benda uji silinder beton hasil bor inti harus diuji dalam kondisi kering. Bila beton yang diambil berada dalam kondisi sangat basah selama masa layannya, maka silinder harus direndam dahulu minimal 40 jam dan diuji dalam kondisi basah. Sampel hasil core drill ini dapat mengandung tulangan baja di dalamnya atau tanpa tulangan baja, sampel ini kemudian di-caping, dan setelah itu dilakukan uji tekan seerti biasanya. Dalam menilai kualitas beton hasil core drill harus dilakukan koreksi terhadap 3 faktor yaitu: 1. Faktor pengali C Ketentuan mengenai faktor pengali C adalah sebagai berikut:  C adalah faktor pengali yang berhubungan dengan arah pengambilan benda uji beton inti pada struktur beton.  C digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi fc’c.  Untuk menghitung fc’c harus dikalikan dengan faktor C seperti pada tabel berikut: Arah pengambilan benda uji beton inti C Horizontal tegak lurus pada arah tinggi dari struktur beton 1 Vertikal sejajar dengan arah tinggi dari struktur beton 0,92 Tabel 3.1 Faktor Pengali C 2. Faktor pengali C 1 Ketentuan mengenai faktor pengali C 1 adalah sebagai berikut:  C 1 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan rasio panjang sesudah diberi lapisan untuk caping l dengan diameter ö dari benda uji.  C 1 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi fc’c.  Apabila rasio panjang setelah diberi lapisan untuk caping l dengan diameter ö dari benda uji adalah 1,94 ≤ 1 ö ≤ 2,10, C 1 tidak boleh digunakan untuk menghitung fc’c.  Untuk menghitung fc’c apabila 1 ö 1,94, kuat tekan benda uji beton inti fc’ harus dikalikan dengan faktor pengali C 1 seperti pada tabel berikut: 1 ö C 1 2,00 1,00 1,75 0,98 1,5 0,96 1,25 0,93 1,00 0,87 Tabel 3.2 Faktor Pengali C 1 3. Faktor pengali C 2 Ketentuan mengenai faktor pengali C 2 adalah sebagai berikut:  C 2 adalah faktor pengali karena adanya kandungan tulangan besi dalam benda uji beton inti yang letaknya tegak lurus terhadap sumbu benda uji.  Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji hanya satu batang, maka: C 2 = 1,0 + 1,5 � � ö � ℎ′ � � Dimana: d = diameter batang tulangan mm ö = diameter rata-rata benda uji mm h’ = jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan benda uji l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk caping mm  Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak antara tulangan d terbear, maka C 2 ditentukan menurut rumus berikut: C 2 = 1,0+1,5 � � d x h ′ ö x l � Dimana: d = diameter batang tulangan mm ö = diameter rata-rata benda uji mm h’ = jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji mm l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk caping mm Kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi, dihitung sampai dengan ketelitian 0,5 MPa dengan menggunakan rumus: Fc’c = C x C 1 x C 2 x fc’ Dimana: Fc’c = kuat tekan beton inti yang dikoreksi dalam MPa Fc’ = kuat tekan sebelum dikoreksi dalam MPa b Pengambilan sampel tulangan baja dilakukan dengan men-chipping beton,dalam hal ini terhadap struktur balok dan kolom. Chipping dilakukan sampai tulangan terlihat, kemudian diambil sampel tulangan yang ada pada kolom menggunakan gerinda. Sampel tulangan diambil dari tulangan utama kolom dan tulangan sengkang kolom, masing-masing tulangan diambil sepanjang 35 cm. Kebutuhan untuk pengujian kuat tarik adalah sepanjang 30 cm. Gambar 3.7 Alat Gerinda Selain untuk mengambil tulangan, perlu juga diambil data diameter tulangan sengkang dan tulangan utama juga jumlah tulangan yang digunakan pada balok dan kolom. Data ini akan digunakan untuk perhitungan nilai kuat tekan sisa dan nilai momen sisa struktur. 3.4 Pengujian Sampel 3.4.1 Pengujian Kuat Tekan Beton Sampel Core Drill Pengujian dilakukan terhadap beton dari hasil pengambilan sampel menggunakan alat core drill. Sehari sebelum pengujian, semua benda uji di-caping terlebih dahulu. Sebelum dilakukan uji tekan beton, benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres elektrik berkapasitas 200 ton yang digerakkan secara elektrik. Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus: Α Ρ c f = dimana : f’c = Kekuatan tekan Nmm 2 P = Beban tekan N A = Luas permukaan benda uji mm 2 Gambar 3.8 Alat Uji Kuat Tekan Beton