Saran Beton Bertulang Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Gedung Pasca Bakar

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap perlu atau tidaknya perkuatan terhadap struktur pelat atap, pelat lantai, tangga, dan pondasi 2. Perlu dilakukan penelilitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis perkuatan yang lebih efektif dan lebih ekonomis untuk gedung tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton pada dasarnya adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar dan agregat halus yang dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar dan agregat halus serta kadang-kadang ditambahkan additive Kardiono Tjokrodimuljo, 2004. Pengertian beton menurut SK-SNI 03-2847-2000 didefiniskan sebagai campuran antara semen portlandsemen hidrolik yang lain, agregat kaar split, agregat halus, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Beton memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tekan, namun lemah terhadap beban tarik. Nilai kuat tarik beton hanya berkisar 9 - 15 dari kuat tekannya. Nilai kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus : � c = PA � c = tegangan tekan beton, Mpa. P = besar beban tekan, N. A = luas penampang beton, mm 2 . Beban P tersebut juga mengakibatkan bentuk fisik silinder beton berubah menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan beton � c ’ sebesar perpendekan beton ∆L dibagi dengan tinggi awal silinder beton L , ditulis dengan rumus: � c ’ = ∆LL dimana: � c ’ = regangan tekan beton. ∆L = perpendekan beton, mm. L = tinggi awal benda uji, mm. Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton dapat digambarkan seperti : Grafik 2.1 Diagram hubungan antara Tegangan dan Regangan beton Modulus elastisitas beton E c merupakan tangen dari sudut α pada grafik di atas. Menurut SNI 03-2847-2002, modulus elastisitas beton E c dapat ditentukan berdasarkan berat beton normal W c dan kuat tekan beton f c ’, dengan rumus: E c = Wc 1,5 . 0,043 √fc’ dengan W c = 1500-2500 kgm 3 . Untuk beton normal, nilai E c boleh diambil dengan rumus: E c = 4700. √fc’ Jika dibandingkan dengan material bangunan seperti baja dan kayu, maka beton memiliki keunggulan tersendiri terhadap kenaikan suhuterbakar. Beton memiliki daya tahan terhadap api karena memiliki material penyusun dengan daya hantar panas yang rendah, sehingga dapat menghalangi rembetan panas ke bagian dalam struktur beton tersebut.

2.1.1 Sifat Beton Terhadap Temperatur Tinggi

Tjokrodimuljo 2000 mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak mampu menahan panas di atas 250 °C . Grafik 2.2 Penurunan Kuat Tekan Beton pada berbagai temperatur Sumber : Suhendro 2000 dalam Suban 2012 Temperatur yang dicapai o C Perubahan akibat pemanasan Perubahan kimia Perubahan kekuatan 70-80 Pemisahan awal Penurunan kekuatan yang minor 10 105 Kehilangan air pada agregat dan matriks semen dan meningkatnya porositas 120-163 Dekomposisi gypsum 250-350 Oksidasi dari kandungan besi menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi pinkmerah muda pada agregat. Kehilangan kadar air pada matriks semen dan meningkatnya degradasi Penurunan kekuatan yang signifikan mulai pada suhu 300 o C 450-500 Dehidrasi dari bahan pengikat dan perubahan warna menjadi putih dan keabu-abuan 573 5 kenaikan volume dari kuarsa menyebabkan retak radial di sekeliling butiran kuarsa pada agregat Beton secara struktural sudah tidak lagi baik digunakan pada suhu melebihi 500-600 o C 600-800 Terlepasnya karbon dioksida dari karbonat yang akan menyebabkan kerusakan pada konstruksi beton dengan beberapa retak mikro pada matriks semen 800-1200 Pemisan dan tegangan akibat suhu yang ekstrim menyebabkan terjadinya disintegrasi penuh pada elemen yang terbakar, menyebabkan beton berwarna putih keabu-abuan dan beberapa retak mikro 1200 Beton mulai melelehrontok 1300-1400 Beton telah melelehrontok total Tabel 2.1 Perubahan Secara Kimia dan Kekuatan Beton Akibat Pemanasan Sumber: J. Ingham 2009 dalam Suban 2012

2.2 Baja Tulangan

Baja tulangan menurut SNI 07-2052-2002 merupakan baja berbentuk penampang bundar yang digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku billet dengan cara canai panas hot rolling. Billet baja harus sesuai Standar Nasional Indonesia. Menurut SNI 03-2847-2002, jenis tulangan yang dapat digunakan pada elemen beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja. Baja tulangan memiliki memiliki kuat tarik lebih tinggi daripada beton. Kekuatan maupun tegangan yang dapat diberikan oleh baja tergantung dari mutu bajanya. Tegangan leleh dan tegangan dasar dari berbagai macam baja bangunan adalah sebagai berikut Tabel 2.2 Tegangan Leleh dan Dasar baja Jenis Baja Tegangan leleh Tegangan dasar σ y σ kgcm2 M Pa kgcm 2 M Pa Bj 34 2100 210 1400 140 Bj 37 2400 240 1600 160 Bj 41 2500 250 1666 166,6 Bj 44 2800 280 1867 186,7 Bj 50 2900 290 1923 193,3 Bj 52 3600 360 2400 240 Grafik 2.3 Hubungan antara Tegangan dan Regangan Tarik Baja Tulangan Dari grafik hubungan tegangan dan regangan di atas, terlihat sudut � yaitu sudut antara garis lurus kurva yang ditarik dari kondisi tegangan nol sampai tegangan leleh f y dan garis regangan � s . modulus elastisitas baja tulangan � s merupakan tangen dari sudut � tersebut. Menurut SNI 03-2847-2002, modulus elastisitas baja tulangan non pratekan E s dapat diambil sebesar 200000 Mpa.

2.2.1 Sifat Baja Terhadap Temperatur Tinggi

Peningkatan suhu pada baja tulangan ditunjukkan pada gambar 2.2, kuat tariknya berkurang seiring kenaikan suhu. Grafik 2.4 Diagram Beberapa Sifat Baja terhadap Kenaikan Suhu Sumber :Gunawan Dwi Haryadi 2005

2.3 Beton Bertulang

Pada dasarnya beton saja tidak dapat digunakan dalam struktur bangunan karena tidak dapat memikul gaya tarik, oleh sebab itu beton perlu digabung dengan baja sebagai tulangan sehingga menghasilkan material komposit yang disebut beton bertulang dan dapat memikul gaya tekan maupun tarik. Asroni 2010 menyebutkan pada beton bertulang, beban tarik ditahan oleh baja tulangan, sedangakan beban tekan cukup ditahan oleh beton. Sehingga, penggunaan beton bertulang pada komponen struktural seperti balok, dapat menahan gaya tekan maupun tarik secara bersamaan akibat beban sendiri maupun pengaruh gaya luar lainnya. Pada struktur beton bertulang, perlu diperhatikan kriteria tebal selimut beton karena tebal selimut beton melindungi tulangan baja didalamnya. Pada suatu kondisi dimana tingginya temperatur yang dapat mencapai lebih dari 500 o C dapat mengurangi kuat tekan beton dan tegangan leleh baja secara signifikan. Dengan adanya tambahan gaya luar yang bekerja pada struktur seperti gaya aksial, lentur, dan geser dapat berpotensi menyebabkan keruntuhan struktur.

2.4 Sistem Struktur Gedung

Sistem struktur gedung menggunakan open frame dimana adanya pertemuan balok dan kolom.

2.4.1 Balok

Balok adalah bagian struktur yang berfungsi sebagai pendukung beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang diterima pelat lantai, berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang di atasnya. Sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan gempa. Dalam hal mendukung balok untuk menahan beban vertikal maupun beban horizontal, maka perlu diperhatikan tinggi dari balok tersebut. Jika ukuran balok terlalu kecil maka akan terjadi lendutan yang sangat berbahaya bagi keamanan struktur balok, bahkan akan timbul retak yang lebar sehingga dapat meruntuhkan balok. Jika ingin mendesain balok tanpa memperhitungkan persyaratan lendutan, maka SNI beton 2002 memberikan tinggi penamang h minimal pada balok maupun pelat yaitu: Komponen struktur Tinggi minimal, h Dua tumpuan Satu ujung menerus Kedua ujung menerus Kantilever Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar Pelat solid satu arah L20 L24 L28 L10 Balok atau pelat jalur satu arah L16 L18,5 L21 L8 Tabel 2.3 Tinggi h Minimal Balok Non Pratekan atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung Balok direncanakan untuk menahan tegangan tekan dan tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban terhadap balok tersebut. Nilai kuat tekan dan tarik balok berbanding terbalik, dimana kuat tekan balok tinggi sedangkan nilai kuat tarik beton rendah sehingga beton diperkuat dengan memasang tulangan baja pada daerah terjadinya tarik. Menurut Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002, pada perencanaan lentur balok beton bertulang, ada tiga jenis keruntuhan yang dapat terjadi, yaitu: 1 Keruntuhan Tekan. Pada keadaan penampang beton dengan keruntuhan tekan, beton hancur sebelum baja tulangan leleh. Hal ini berarti regangan tekan beton sudah melampaui regangan batas 0,003 tetapi regangan tarik baja tulangan belum sampai mencapai leleh, atau � c ’ = � cu ’ tetapi � s � y , balok yang mengalami keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan � yang besar, dan disebut over-reinforced. Karena beton memiliki sifat yang kuat menahan beban tekan tetapi getas, maka keruntuhan beton seperti ini disebut keruntuhan tekan brittle failure. Pada keruntuhan tekan ini, beton pada balok mulai hancur tetapi baja tulangannya masih kuat, sehingga lendutan pada balok relatif tetap tidak bertambah. Akan tetapi, jika di atas balok ditambah lagi beban yang besar, maka baja tulangan akan meleleh dan dapat terjadi keruntuhan secara mendadak, tanpa ada tanda-tandaperingatan tentang lendutan yang membesar pada balok. Keadaan ini sangat membahayakan bagi kepentingan kelangsungan hidup manusia, sehingga sistem perencanaan beton bertulang yang mengakibatkan over-reinforced tidak diperbolehkan. 2 Keruntuhan Seimbang. Pada penampang beton dengan keruntuhan seeimbang, keadaan beton hancur bersamaan dengan baja tulangan. Hal ini berarti regangan tekan beton mencapai regangan batas 0,003 dan regangan tarik baja tulangan mencapai leleh pada saat yang sama, atau � c ’ = � cu ’ dan � s = � y terjadi pada waktu yang sama. Balok yang mengalami keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang beton dengan rasio tulangan seimbang balance. Rasio tulangan balance diberi notasi dengan � b . Karena beton dan tulangan baja mengalami kerusakan pada saat yang sama, maka kekuatan beton dan baja tulangan dapat dimanfaatkan sepenuhnya, sehinggga penggunaan material beton dan baja tersebut menjadi hemat. Sistem perencanaan ini merupakan perencanaan beton bertulang yang ideal, tetapi sangat sulit untuk dicapai karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya: ketidaktepatan mutu baja dengan mutu baja rencana, ketidaktepatan mutu beton dalam pelaksanaan pembuatan adukan dengan mutu beton rencana, maupun kekurang-telitian pada perencanaan hitungan akibat adanya pembulatan-pembulatan. 3 Keruntuhan tarik. Pada keadaan penampang beton dengan keruntuhan tarik, baja tulangan sudah leleh sebelum beton hancur. Hal ini berarti regangan tarik baja tulangan sudah mencapai titik leleh tetapi regangan tekan beton belum mencapai regangan batas 0,003 atau � s = � y tetapi � c ’ � cu ’. Balok yang mengalami keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan � yang kecil, dan disebut under-reinforced. Karena kerusakan terjadi pada baja tulangan yang menahan beban tarik lebih dulu dan baja tulangan bersifat liat, maka keruntuhan beton seperti ini disebut keruntuhan tarik atau keruntuhan liat ductile failurei. Pada balok yang mengalami keruntuhan tarik, pada saat baja tulangan mulai leleh betonnya masih kuat belum hancur, sehingga dapat terjadi lendutan pada balok. Jika di atas balok ditambah lagi beban yang besar, maka lendutan balok semakin besar dan akhirnya dapat terjadi keruntuhan. Keadaan demikian ini memberi keuntungan bagi kepentingan kelangsungan hidup manusia, karena lendutan balok tersebut langsung dapat dilihat manusia sehingga dapat menyelamatkan diri jika hal tersebut terjadi. Sistem perencanaan beton bertulang yang under- reinforced ini lebih aman dan diperbolehkan. Gambar 2.1 Gambar variasi letak garis netral Distribusi tegangan beton tekan pada penampang bentuknya setara dengan kurva tegangan-regangan beton. Seperti tampak pada gambar di bawah ini: Gambar 2.2 Gambar Distribusi Regangan-Tegangan pada Balok Tulangan Tunggal

2.4.1.1 Flowchart Analisis Balok

Pada balok, analisis kapasitas momen balok secara manual dengan memperhitungkan tulangan baja tarik 0,75 � b . Atau dengan kata lain, pendekatan dilakukan dengan mengabaikan kekuatan baja diluar jumlah 75 dari jumlah tulangan tarik yaang diperlukan untuk mencapai keadaan seimbang. Penulangan rangkap juga dapat memperbesar momen tahanan pada balok. Hal ini dapat dilakukan dengan panambahan tulangan tarik hingga melebihi batas nilai � maksimum bersamaan dengan penambahan bahan baja di daerah tekan penampang balok. Hasilnya adalah balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan baja tarik dipasang di daerah tarik dan tulangan tekan di daerah tekan. Pada keadaan demikian berarti tulangan baja tekan bermanfaat untuk memperbesar kekuatan balok. Akan tetapi dari berbagai penggunaan tulangan tekan dengan tujuan peningkatan kuat lentur suatu penampang terbukti merupakan cara yang kurang efisien terutama dari segi ekonomi baja tulangan yang mahal dan pelaksanaannya dibandingkan dengan manfaat yang dicapai. Dengan mempertahankan dimensi balok tetap kecil pada umumnya akan mengakibatkan masalah lendutan dan perlu penambahan tulangan geser pada daerah tumpuan. Penambahan penulangan tekan dengan tujuan utama untuk memperbesar kuat lentur penampang umumnya jarang dilakukan kecuali apabila sangat terpaksa. Langkah-langkah perencanaan menganalisis balok tunggal yaitu: Gambar 2.3 Flowchart Perencanaan Balok Tunggal

2.4.2 Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka frame struktur yang memikul beban dari balok induk maupun balok anak. Kolom meneruskan beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Apabila beban yang bekerja pada kolom semakin besar, maka retak akan terjadi diseluruh tinggi kolom pada daerah sengkang. Pada batas keruntuhan biasanya ditandai dengan selimut beton yang lepas terlebih dahulu sebelum baja tulangan kehilangan letakan. Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi: 1. Kolom segi empat dengan tulangan memanjang dan sengkang. 2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berbentuk spiral. 3. Kolom komposit yang terdiri dari beton dan baja profil di dalamnya. Gambar 2.4 Bentuk kolom a kolom bulat tulangan spiral; b kolom segi empat; c kolom komposit bulat tulangan spiral; d kolom komposit segiempat.

2.4.2.1 Kolom dengan Beban Sentris dan Eksentris

Berdasarkan posisi beban, kolom dibedakan menjadi 2 yaitu kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban sentris mengalami gaya aksial dan tidak mengalami momen lentur. Keruntuhan kolom dapat terjadi pada beton hancur karena tekan atau baja tulangan leleh karena tarik. Kolom pendek adalah kolom yang runtuh karena materialnya, yaitu lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton. Kolom langsing adalah kolom yang runtuh karena tekuk yang besar. Perencanaan kolom didasarkan pada dua kondisi yaitu:

I. Kolom Pendek dengan Beban Sentris

Kapasitas beban sentris maksimum diperoleh dengan menambah kontribusi beton yaitu A g – A st 0,85 f’ c dan kontribusi baja tulangan yaitu A st f y , dimana Ag luas penampang bruto dan Ast luas total tulangan baja. Kapasitas beban sentris maksimum yaitu : P o = A g – A st 0,85 f’ c + A st f y Pada kenyataannya, beban eksentrisitas sebesar nol sangat sulit terjadi dalam struktur aktual. Hal tersebut disebabkan karena ketidak tepatan ukuran kolom, tebal plat yang berbeda dan ketidaksempurnaan lainnya. Batas eksentrisitas minimal untuk kolom sengkang dalam arah tegak lurus sumbu lentur adalah 10 dari tebal kolom dan 5 untuk kolom bulat E.G Nawy., 1998 Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perencanaan beton untuk bangunan gedung, kuat rencana kolom tidak boleh lebih dari : a. Kolom sengkang ϕP n = 0,80 ϕ {A g – A st 0,85 f’ c + A st f y} b. Kolom bulat ϕP n = 0,85 ϕ {A g – A st 0,85 f’ c + A st f y } Dengan faktor reduksi kekuatan ϕ untuk kolom sengkang sebesar 0,85 dan ϕ untuk kolom bulat 0,85.

II. Kolom Dengan Beban Eksentris

Kolom yang menahan beban eksentris mengakibatkan baja pada sisi yang tertarik akan mengalami tarik dengan garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif penampang d. Apabila angka kelangsingan kl u r ≤ 22 maka tergolong kolom pendek. Berdasarkan regangan yang terjadi pada baja tulangan yang tertarik, kondisi awal keruntuhan digolongkan menjadi dua yaitu : a. Keruntuhan tarik yang diawali dengan luluhnya tulangan tarik dimana P n P nb . b. Keruntuhan tekan yang diawali dengan kehancuran beton dimana P n P nb . Perencanaan kolom dapat dilakukan dengan pendekatan menggunakan diagram P n -M n. Diagram P n - M n yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara aman. Diagram interaksi tersebut dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah keruntuhan tekan dan daerah keruntuhan tarik dengan pembatasnya adalah titik balance. Tulangan dipasang simetris untuk mempermudah pelaksanaan, mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik atau tulangan tekan dan mengantisipasi perubahan tegangan akibat beban gempa. Analisis kolom dengan diagram P n - M n diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu : a. Pada Kondisi Eksentrisitas Kecil Prinsip-prinsip pada kondisi ini dimana kuat tekan rencana memiliki nilai sebesar kuat rencana maksimum. ϕP n = ϕP n max = 0,80 ϕ A g – A st 0.85 f’ c + A st f y b. Pada Kondisi Momen Murni Momen murni tercapai apabila tulangan tarik belum luluh sedangkan tulangan tekan telah luluh dimana f s adalah tegangan tulangan tekan pada kondisi luluh. Pada kondisi momen murni keruntuhan terjadi saat hancurnya beton P n = P u = 0. Keseimbangan pada kondisi momen murni yaitu : Mn = As.fy.d – 0,59. ��.�� �� ′ . � c. Pada Kondisi Balance Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila tulangan tarik luluh dan beton mengalami batas regangan dan mulai hancur. Persamaan yang diperoleh dari segitiga yang sebangun dengan persamaan sumbu netral pada kondisi balance C b yaitu : � � � = 0,003 0,003+ �� �� atau dengan E s = 200000, maka : � � = 600 � 600+ � � Kemudian dihitung nilai a b yaitu: a b = � 1 .c b cek nilai fs’ dengan fy yaitu: fs’ = E s . � s ’ fy Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance memperhitungkan nilai: C c = 0,85.fc’.a b .b C s = As.fs’ T s = As’.fy P nb = C c + C s - T s M nb = C c . ý. � b 2 + C s. ý − �′+ T s d-ý

2.5. Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Gedung Pasca Bakar

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap berbagai kasus kerusakan gedung pasca bakar, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Kerusakan ringan.

Kerusakan ini berupa pengelupasan pada plesteran luar beton dan terjadinya perubahan warna permukaan menjadi hitam akibat asap yang mungkin disertai dengan retak-retak plesteran. 2. Kerusakan sedang. Kerusakan ini berupa munculnya retak-retak ringan kedalaman kurang dari 1 mm pada bagian luar beton yang berupa garis- garis yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Akibat kenaikan suhu, agregat akan memuai, setelah suhu kembali seperti semula ukuran agregat akan kembali seperti semula. Sedangkan mortar memuai hanya sampai sekitar suhu 200 C, setelah itu menyusut yang berlanjut sampai dengan suhu normal. Adanya perbedaan sifat pemuaian ini dapat menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas antara kedua bahan ini yang jika melebihi tegangan lekat akan terjadi retakpecah bahkan pengelupasan. Retak ini diakibatkan oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi kebakaran.

3. Kerusakan berat.

Retak yang terjadi sudah memiliki ukuran lebih dalam dan lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok. Jika terjadi pada balok kadang- kadang disertai dengan lendutan yang dapat dilihat dengan mata. 4. Kerusakan sangat berat. Kerusakan yang terjadi sudah demikian rupa sehingga beton pecahterkelupas sehingga tampak tulangan bajanya, atau bahkan sampai tulangan putustertekuk, beton inti hancur.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah