77
bahwa mereka bisa aja menerima uang dari mana-mana namun untuk pilihan pada saya”.
62
4. Sejarah dan Hubungan antar Etnis di kabupaten Langkat
Pengaruh isu yang ditawarkan mislanya kesukuan bersifat situasional terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan
keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu dalam menilai seorang kandidat menurut Weber, terdapat dua variabel yang harus dimiliki oleh
seorang kandidat, hal ini berkaitan dengan suku dan kebudayaannya. Variabel pertama adalah kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan
direalisasikan oleh kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua adalah kualitas simbolis yaitu kualitas keperbadian kandidat yang berkaitan
dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan dan sebagainya.
Artinya untuk memenangkan sebuah pemilihan itu jika membangun integiritas terkait masalah kesukuan dan kebudayaan relatif lebih bisa masuk
kedalam masyarakat. Apalagi yang dihadapi hanya mengandalkan uang saja, artinya didalam masyatrakat sendiri dia tidka pernah terlibat kegiatan-kegiatan
yang menyangkut kesukuan, kebudayaan dan berkaitan dengan adat istiadat. Mislanya datang di acara perwiritan, datang keacara pernikahan, datang ke acara
adat pemakaman dan acara-acara lain yang sifatnya seremonial.
62
Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd Melayu Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.
Universitas Sumatera Utara
78
Suku Jawa Deli, atau kadang disebut Jadel, merupakan suatu kelompok masyarakat yang sejak zaman penjajahan telah diangkut dari pulau Jawa sebagai
buruh kontrak di perkebunan-perkebunan Sumatra Utara.salah satu tradisi budaya suku Jawa Deli. Pada tahun 1863 Jacobus Nienhuijs seorang pengusaha firma Van
De Arend membuka perkebunan Tembakau Deli. Nienhuijs melihat kawasan antara sungai Wampu dan sungai Ular merupakan daerah yang cocok untuk
tanaman tembakau. Setelah mendapat konsesi sewa tanah selama 20 tahun dari Sultan Deli, Nienhuijs kemudian membuka perkebunan tembakau.
Diawali dengan pekerja 23 buruh Melayu dan 88 buruh China. Namun, Nienhuijs hanya menghasilkan tembakau kering sebanyak 75 kilogram.Melihat
potensi tembakau yang dihasilkannya ternyata sangat baik, maka Nienhuijs berniat meluaskan areal perkebunannya. Akan tetapi, ia mengalami kesulitan
mendapatkan tenaga kerja karena penduduk setempat menolak untuk bekerja sebagai buruh pada saat itu. Lalu Nienhuijs mendatangkan tenaga kerja kontrakan
dari China dan Malaysia, India serta orang Tamil dari Negeri Penang.
63
Beberapa tahun kemudian, pemerintah China dan Inggris membuat peraturan ketat tentang tenaga kerja. Kebijakan ini lagi-lagi membuat Nienhuijs
kesulitan mencari tenaga kerja untuk bekerja di perkebunannya. Tak ada pilihan, ia pun mendatangkan suku Jawa ke Sumatra Utara pada 1880 melalui calo dan
kepala kebun sebagai buruh kontrak. Maklum, saat itu tenaga kerja dari pulau
63
Zainal Arifin, Langkat Dalam Sejarah Dan Perjuangan Kemerdekaan., Medan : Mitra, 2013, Hal.1-2.
Universitas Sumatera Utara
79
Jawa jauh lebih murah dibandingkan pegawai kontrak dari China. Oleh karena itu muncul beberapa istilah untuk menyebut orang Jawa Deli di Sumatra Utara,
seperti Jadel singkatan dari Jawa Deli.
64
Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah populasi terbanyak di Indonesia berawal layaknya kelompok etnis Indonesia, kebanyakan termasuk
masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat. Nenek moyang masyarakat Jawa adalah orang purba yang berasal dari Austronesia, sebuah spesies yang
diperkirakan berasal dari sekitaran Taiwan dan bermigrasi melewati Filipina sebelum akhirnya tiba di pulau Jawa pada tahun 1.500 dan 1.000 sebelum masehi.
Suku etnis Jawa memiliki banyak sub-etnis seperti misalnya orang Mataram, orang Cirebon, Osing, Tengger, Boya, Samin, Naga, Banyumasan, dan masih
banyak lagi. Dewasa ini, mayoritas suku Jawa memproklamirkan diri mereka sebagai orang Muslim dan minoritasnya sebagai Kristen dan Hindu. Terlepas dari
agama yang mereka anut, peradaban suku Jawa tidak pernah bisa dilepaskan dari interaksi mereka terhadap animisme asli yang bernama Kejawen yang telah
berjalan selama lebih dari satu milenium, dan pengaruh kejawen tersebut juga masih banyak bisa kita temui dalam sejarah Jawa, kultur, tradisi, dan bidang seni
lainnya.
65
Kemudian Nienhuijs mendatangkan ribuan para pekerja dari pulau Jawa dan mendiami perkebunan- perkebunan tersebut. Pada masa awal sebagai buruh
64
Ibid.,Zainal Arifin.,Hal.10.
65
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi, Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 2001, Hal.34.
Universitas Sumatera Utara
80
kontrak, mereka masih belum mampu mengembangkan dirinya secara baik. Mengingat masih terikat kontrak dan aturan yang dibuat pemerintah kolonial
Belanda. Tapi pada masa pendudukan Jepang, ribuan masyarakat Jawa juga didatangkan dari pulau Jawa secara paksa untuk dijadikan sebagai buruh kerja
paksa. Namun, seiring waktu komunitas Jawa ini pun lama-lama terbiasa dengan
lingkungan barunya. Selama lebih dari seratus tahun hingga saat ini komunitas Jawa di tanah Deli ini pun berkembang. Saat ini tidak saja di tanah Deli sekarang
kabupaten Deli Serdang, bahkan penyebaran mereka pun sampai ke tanah Langkat sekarang kabupaten Langkat. Komunitas Jawa di tanah Deli dan
Langkat pun berkembang pesat jumlahnya bahkan mengalahkan penduduk asli seperti suku Melayu dan berbagai etnis Batak lainnya.Sebagian besar masyarakat
Jawa Deli ini bekerja di perkebunan-perkebunan yang tersebar di Sumatra Utara. Dalam masyarakat suku Jawa Deli, beberapa tradisi budaya suku Jawa
tetap dipertahankan, hanya saja para generasi mudanya semakin banyak tidak memahami bahasa Jawa seutuhnya seperti di tanah asal mereka di pulau Jawa.
Bahasa Jawa yang mereka gunakan sepertinya sudah tercampur dengan bahasa- bahasa setempat, sehingga muncullah istilah-istilah baru dalam perbendaharaan
bahasa Jawa Deli.Jadi janganlah heran apabila bertemu dengan seseorang di Sumatra Utara yang mengaku sebagai orang Jawa, tapi bahasa Jawa nya agak
berbeda dengan bahasa Jawa aslinya.
Universitas Sumatera Utara
81
Meski begitu, beberapa kesenian tradisional Jawa masih mampu bertahan dan menjadi salah satu bentuk hiburan masyarakat Jawa Deli. Seperti penuturan
beberapa masyarakat suku Jawa Deli, “keluarga saya sudah ada campuran Batak, Aceh, Melayu dan China. Jadi, kebudayaannya itu sudah tidak murni lagi,
sehingga minat dan kecintaannya sudah jauh berkurang dari sebelumnya”. Saat ini, untuk beberapa daerah komunitas Jawa, misalnya di kabupaten Deli Serdang
masih ditemukan kegiatan kesenian tradisional Jawa. Namun, tidak sebanyak dan serutin sebelum-sebelumnya.Masyarakat Jawa Deli sadar kesenian tradisional
harus tetap dipertahankan. Salah seorang Tokoh Jawa Deliserdang Rasiman menyatakan, lunturnya kesenian Jawa disebabkan kurangnya minat generasi muda
menggeluti kesenian ini. Budaya modern yang ditularkan melalui media televisi telah membuat anak muda tak lagi peduli budayanya“.
Secara Geogrfis, kabupaten Langkat bersebelahan dengan Nangroe Aceh darusalam NAD dan dihuni oleh tiga etnis besar seperti Jawa, Aceh dan Batak
Karo. Stidaknya telah memberikan dampak yang besar dalam akulturasi budaya di daerah tersebut. Ambruknya kesultanan melayu di beberapa tempat seperti
Simalungun Deli, Asahan dan Serdang menandai berakhirnya feodalitas di Sumatera Timur. Hal yang sama juga terjadi pada komunitas Langkat dimana
tujuh kerajaan feodalistis ini menemui ajalnya. Menurut Anthony Reid Situasi dan kondisi itu sebagai era dimana terjadi
pembalikan arah dalam revolusi Modern. Reid 1984 juga mengemukakan bahwa peristiwa itu revolusi sosial adalah tampilan perubahan sosial yang paling
Universitas Sumatera Utara
82
sempurna dalam sejah Revolusi di Indonesia dan merupakan titik balik yang paling dramatis di sekitar mana sejarah modern daerah-daerah itu berputar. Pada
masa itu kesetian orang melayu kepada rajanya terkenal sepanjang sejarah. Tidak banyak di negeri ini dimana kerajaan begitu diagungkan seperti kesultanan-
kesultanan Melayu di Malaysia, sesudah itu dilanda gejolak kekerasan revolusi selama enam bulan yang menyapu bersih raja-raja Melayu dan Aceh, punah untuk
selama-lamanya.
66
Fenomena mengenai akulturasi dan sejarah etnisitas di Kabupaten Langkat tidak hanya terjadi di perhiasan. Tetapi, di beberapa desa tetangga terutama di
sekitaran Kecamatan Selesai juga terdapat dua atau perpaduan telah bebas dilakukan. Walaupun kawasan ini pada awalnya adalah teritorial Melayu tetapi
Membaurnya warga melayu dan warga beretnis jawa dalam melakukan aktivitas di daerah ini menjadi bukti nyata akulturasi budaya dua etnis berbeda
yakni Jawa dan Melayu. Bisa jadi, kondisi itu membuat kawasan perhiasan sulit untuk menampilkan nuansa Jawa secara dominan, begitu pula nuansa Melayu
secara dominan. Sebab. Budaya dari etnis seakan menjadi satu dan membentuk nuansa yang berbeda. Meski demikian akultursi tersebut melahirkan budaya baru.
Dalam kata lain, meskipun kedua budaya itu berbaur dengan mantap tapi tidak ditemukan klam bahwa budaya tersebut adalah budaya Jawa atau Melayu, Namun
cenderung diakui sebagai budaya umum lokal yang berlaku sama.
66
Harun Nur Rasyid, Mengenal Melayu Pesisir Sumatera, Jakarta : Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata, 2004, Hal.17.
Universitas Sumatera Utara
83
bukan berarti alasan bagi etnik lain untuk tidak masuk. Justru selain semakin banyak kelompok etnik yang melakukan hal sama juga semakin banyak membina
kehidupan bersama. Memang adanya akulturasi budaya yang terjadi disuatu daerah, disatu sisi
akan memperkaya khazanah budaya masing-masing. Karena dari akulturasi itu tidak jarang akan menimbulkan perkembangan budaya baru. Tentu saja, hal ini
memiliki nilai Positif dan sepatutnya di pertahankan.Secara umum perkembangan etnisitas di kabupaten langkat telah menunjukan perkembangan yang cukup
berarti. Rumah dengan semi permanen hampir menyeluruh di berbagai pelosok dapat ditemukan, jalan-jalan menghubungkan antar desa, kecamatan dan Provinsi
sudah terlihat baik. Dibeberapa kawasan tertentu dengan melihat bentuk rumah yang ditampilkan maka secara spontan dapat kita kemukakan bahwa rumah
tersebut adalah milik komunitas tertentu. Seperi melayu dengan panggungnya atau Joglo yakni model Jawa.
67
67
Luckman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang,Hal.6-8.
Universitas Sumatera Utara
84
BAB IV PENUTUP