Hubungan Antara Kesukuan dengan Kemenangan Caleg di Kabupaten Langkat pada Pemilu Legislatif 2014

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdullah, Taufik & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Arifin, Zainal, 2013, Langkat Dalam Sejarah Dan Perjuangan Kemerdekaan., Medan : Mitra.

Aris Ananta, 2004, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s Population. Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies. Barker , 2006,Cultural StudiesTeori dan Praktek, Yogyakarta: Kreasi Wacana. Duverger,Maurice, 1985,Sosiologi Politik. 1985 Jakarta: CV. Rajawali.

Firmansyah,Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realita, 2007, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Goodman,Douglas J, 2008, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta: Kreasi Kencana.

Geertz, Clifford, 2001,Abangan, Santri, Priyayi, Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya.

Habib, Achmad 2004. Konflik Antar Etnik di Pedesaan. Yogjakarta: LKIS Yogyakarta.

Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hefner, RW, 20011, Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Maunati, Yekti, 2004,Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, Yogyakarta:LKIS.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1994.


(2)

Malesevic, Sinisa, 2004. The Sociology of Ethnicity. London: Sage Publications.

Nur, Harun Rasyid, 2004,Mengenal Melayu Pesisir Sumatera, Jakarta : Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata.

Prasteyo, Bambang dkk,2005, Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Sinar, Luckman, 2007,Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang.

Zuhro, S, Peran Aktor Dalam Demokratisasi, 2009, Yogyakarta: Penerbit Ombak. Wawancara :

Wawancara dengan Bapak Surialam (Jawa) anggota DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Golkar dan Ketua Pujakesuma Kabupaten Langkat di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 4 Juli 2015 Pukul 10.34 Wib.

Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd (Melayu) Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.

Wawancara dengan Surya Darma Ginting (Karo), ST Anggota DPRD dari partai Gerindra Kab. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 10.00 Wib.

Wawancara dengan bapak Joni Sitepu (katro) Anggota DPRD dari partai Golkar kabupaten. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 13.00 Wib.

Wawancara dengan bapak Amir Husni (Melayu) Anggota DPRD dari Partai Keadilan sejahtera (PKS) kabupaten. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 16 oktober 2015 Pukul 09.00 Wib.

Wawancara dengan bapak Riska Purnawan (Jawa), ST Anggota DPRD dari partai hanura Kab. Langkat periode 2014-2019 di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 3 Juli 2015 11.03 Wib.

Wawancara dengan Surya Darma Ginting (Karo), ST Anggota DPRD dari partai Gerindra Kab. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 10.00 Wib.


(3)

Wawancara dengan Sujono (Jawa) masyarakat langkat bersuku jawa (konstituen Agus Salim) di batang serangan, Kabupaten Langkat pada tanggal 2 Juli 2015 Pukul 11.30 wib.

Wawancara dengan Terkelin Ginting (Karo) masyarakat langkat bersuku jawa (konstituen Romelta Ginting) di kelurahan batang serangan, Kabupaten Langkat 2 Juli 2015.

Internet :

http;//teorietnisitas.barker.diakses19/7/2014 diunduh tanggal 17 juli 2015

Data pendukung lain :


(4)

BAB III

HUBUNGAN ANTARA KESUKUAN DENGAN KEMENANGAN CALEG

1. Membangun Solidaritas Kelompok

Dalam setiap pemilihan umum di Indonesia isu kesukuan tiba-tiba menguat dan sangat kental dalam diri sebagian calon pemilih (voters). Rasa yang muncul dari pandangan pertama atau dari kesamaan tempat asal dan dimana dibesarkan. Baik disadari penuh atau hanya setengah-setengah.Kesukuan adalah salah satu bagian kecil dari primordialisme disamping isu kepercayaan, adat istiadat, tradisi dan sebagainya. Saat mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan dan bentuk interaksi suku yang terasa dominan atau memang sedarah.38

38

Hefner, RW . Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan. 2011. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal.13.

Pemilihan Legislatif tahun 2014 di Kabupaten langkat merupakan salah satu pemilu yang lekat dengan permasalahan isu mobilisasi karena kesukuan dimana pembentukan image kandidat calon legislatif kabupaten langkat dalam hubungannya dengan membangun solidaritas kelompok dilakukan oleh kandidat melalui media cetak dan media elektronik dalam bentuk iklan politik maupun materi pemberitaan. Iklan politik dan materi pemberitaan di media massa ini bertujuan untuk menciptakan image positif kandidat bahwa mereka layak dipilih menjadi anggota DPRD di kabupaten Langkat.


(5)

Aktivitas para politisi yang meningkat dalam hal membangun solidaritas kelompok membuat isu kesukuan menjadi Public relation dalam aktivitas politik di kabupaten langkat dimana ini menjadi alat dalam membangun solidaritas kelompok. Keterikatan antara isu kesukuan dan proses kampanye Caleg dikabupaten langkat berangkat dari pemahaman tentang sekelompok orang yang menaruh perhatian pada sesuatu hal yang sama, mempunyai minat dan kepentingan yang sama.39Sebagai makhluk sosial, manusia dengan sendirinya tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial sekitarnya. Dia harus melakukan komunikasi dengan sesamanya. Dalam jalinan komunikasi tersebut muncullah saling memahami antara seseorang dengan orang lainnya. Di sinilah timbul rasa solidaritas antar sesama. Pada giliran selanjutnya rasa solidaritas tersebut memunculkan empati di antara sesama, sehingga seseorang dapat merasakan kesedihan dan kesenangan yang dirasakan sahabatnya.40

Dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society, Sosiolog Perancis, Emile Durkheim, mengemukakan secara panjang lebar tentang solidaritas ini. Durkheim, membagi ikatan solidaritas di antara sesama manusia menjadi dua, yaitu: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik berkembang secara pesat di kalangan masyarakat tradisional, yang lebih mengutamakan hubungan emosional dan sentimentil, serta dalam format

39

Maunati, Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS. Hal.65.

40

Taufik Abdullah & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986 Hal.67.


(6)

hubungan yang tidak jelas. Pada posisi tersebut kekerabatan, persamaan ras, suku, agama (kepercayaan) di atas segalanya.

Sementara itu, solidaritas organik berkembang di masyarakat moderen, dengan meninggikan keberfungsian diri atas lingkungan sekitarnya. Pada masyarakat semacam ini telah ada pembagian kerja yang jelas. Melihat perkembangan sejarah, tampak dihadapan kita ikatan solidaritas yang hadir dalam panggung sejarah Indonesiamengalami fluktuasi. Terlebih jika hal tersebut dikaitkan dengan latar belakang sosial mereka yang melakukannya.

Puncak kejayaan ikatan solidaritas tersebut di Indonesia dicapai dengan dijadikannya negara ini sebagai rujukan bagi contoh pola hubungan antar agama yang harmonis hingga menjelang akhir jaman orde baru. Pada masa itu, tidak ada seorang sosiolog pun yang berani meramalkan akan porak porandanya ikatan manis persaudaraan baik antar agama, ataupun antar suku di Indonesia.

Membangun solidaritas kelompok merupakan aktivitas kelompok masyarakat atau sintesa dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan.Dalam Membangun solidaritas kelompok, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang efektif (effective majority). Memahami opini seseorang, apalagi opini publik, bukanlah sesuatu yang sederhana. Haruslah dipahami opini yang sedang beredar di segmen publiknya. Membangun solidaritas kelompok sendiri memiliki kaitan yang erat dengan pendirian (attitude). lebih lanjut, opini mempunyai unsur sebagai molekul opini, yaitu belief (kepercayaan tentang


(7)

sesuatu), attitude (apa yang sebenarnya dirasakan seseorang), dan perception (persepsi).

Era otonomi daerah saat ini melaksanaan pembangunan desa yang meliputi segi kehidupan, baik politik, ekonomi, dan sosial budaya akan berhasil apabila solidaritas sosial tetap terpelihara dan melibatkan partisipasi masyarakat secara bottom up (dari atas ke bawah). Yaitu bagaimana mendorong kekuatan masyarakat dari bawah menjadi kekuatan pembaharuan menuju keeadaan kondisi yang lebih baik dalam upaya mendorong keberhasilan pembangunan.

Isu kesukuan merupakan hal yang sering digunakan dalam setiap pemilihan di Indonesia dimana dengan adanya bebrepa faktor sehingga kelompok yang mendengar isu sesuai latar belakang masing-masing calon dimana ada yang berdasarkan fakta,sentimen,prinsif,harapan, dan lain-lain. Hal ini sangat menarik sehingga masyarakat mengikuti dan mengakaji kemudian menanggapi dan memberi komentar terhadapap masalah tersebut, berdasarkan pada kesukuannya.Dengan adanya opini publik calon legislatif memanfaatkanta tersebut untuk membangun solidaritas kelompok untuk mengatakan bahwa isu kesukuan sangatlah penting.41

41

Barker, C, Cultural StudiesTeori dan Praktek, 2006, Yogyakarta: Kreasi Wacana, Hal.23. Dimana menurut data anggota DPRD Kabupaten langkat berdasarkan kesukuan adalah :


(8)

TABEL 3.1.1. ANGGOTA DPRD KABUPATEN LANGKAT PERIODE 2014-2019.42

NO Nama Suku Keterangan

1 PUJIANTO, SE Jawa Dapil 1

2 M SYAHRUL. S.SOS Jawa Dapil 1

3 PAINO Jawa Dapil 1

4 H. IBRAHIM AZMI Jawa Dapil 2

5 Ir. H. MUNHANSYAR.S.SOS. Melayu Dapil 3

6 SARNO.SE Jawa Dapil 3

7 EDI BAHAGIA Karo Dapil 4

8 SURILAM,SE Jawa Dapil 4

9 TERBIT KENCANA,PA,SE Karo Dapil 5

10 RAJA KAMSAH SITEPU Karo Dapil 5

11 Drs.JOHANES SITEPU Karo Dapil 5

12 AGUS SALIM Jawa Dapil 1

13 SITI NURHAYATI,S.Ag. Melayu Dapil 2

14 ADE KHAIRINA ,SE Jawa Dapil 2

15 SAPTA BANGUN Karo Dapil 3

16 H.FAISAL HAQ Melayu Dapil 3

17 Drs. H. S RIKAT BANGUN Karo Dapil 4

18 MARWAN SINARTA PURBA Jawa Dapil 5

19 JUMAN TARIGAN.ST Karo Dapil 5

20 SUWANTO Jawa Dapil 1

21 KIRANA SITEPU Karo Dapil 2

22 JUMARI S Jawa Dapil 5

23 ROMELITA GINTING Karo Dapil 3

24 JONI SITEPU Karo Dapil 4

25 RALIN SINULINGGA Karo Dapil 5

26 AZMAN Melayu Dapil 1

27 DONNY SETHA,ST Jawa Dapil 2

28 YUSRI HANDOKO Jawa Dapil 3

29 SURYA DARMA GINTING Karo Dapil 4

30 RAHMADUDDIN RANGKUTI Mandailing Dapil 5

31 AJAI ISMAIL Jawa Dapil 1

32 IBRAHIM Jawa Dapil 2

33 M. SOPIAN Jawa Dapil 4

34 MAKMUR GINTING, SE Karo Dapil 5

35 FATIMAH,S.SI Melayu Dapil 1

36 AMIR HUSIN,S.Ag, MSI. Melayu Dapil 2

37 MA’RUF RITONGA, SE Mandailing Dapil 3

38 RISKA PURNAWAN,SE Jawa Dapil 1

39 AGUSTINUS REZA KABAN Karo Dapil 2

40 SUKIRIN,SE Jawa Dapil 3

41 M,BAHRI,SH Jawa Dapil 1

42 SYAFRIZAL HELMI Jawa Dapil 2

42

Diolah dari berbagai sumber yang diperoleh dari KPU Langkat dan Bada Pusat Statistik Langkat.


(9)

43 RISNA LELA SARI Melayu Dapil 4

44 SUCIPTO Jawa Dapil 1

45 SYAHRIAL EFENDI

SIMANJUNTAK

Toba Dapil 2

46 NURUL AZHAL LUBIS, SH Melayu Dapil 3

47 SYAMSUL,SH Jawa Dapil 2

48 ARIFUDDIN Jawa Dapil 5

49 ARBA FAUZAN SP Melayu Dapil 2

50 ANTONI Jawa Dapil 3

TABEL 3.1.2. PESEBARAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LANGKAT

BERDASARKAN DAERAH PEMILIHAN DAN ETNISITAS.43

No

\

Dapil Jawa Melayu Karo Mandailing Toba Jumlah

1 Dapil 1 9 Kursi 2 Kursi - - - 11 Kursi

2 Dapil 2 6 Kursi 3 Kursi 2 Kursi - 1 Kursi 12 Kursi 3 Dapil 3 4 Kursi 3 Kursi 2 Kursi 1 Kursi - 10 Kursi 4 Dapil 4 2 Kursi 1 Kursi 4 kursi - - 7 Kursi 5 Dapil 5 3 Kursi - 6 Kursi 1 Kursi - 10 Kursi

Total 24 Kursi 9 Kursi 14 Kursi

2 Kursi 1 Kursi 50 Kursi

Dari data tersebut dijelaskan bagaimana suku jawa mendominasi di 3 daerah Pemilihan yaitu Dapil 1, dapil 2 dan dapil 3 dan suku Karo mendominasi di 2 daerah pemilihan yaitu di Dapil 4.

Bapak Surialam berpandangan mengenai hubungan kesukuan dan kemenangan caleg mengatakan bahwa bahwa :

43


(10)

“Hubungan antaranya memiliki keterikatan, hal ini mempengaruhi perkembangan solidaritas kelompok yang berkembang di masyarakat dimana akan terbentuk dengan sendirinya di masyarakat. Ini semacam beban moral dalam setiap pemilihan di langkat, kalau ada kita ngapain milih orang lain, hal-hal seperti ini terus berlangsung tahun demi tahun dan tidak hanya pada pemilu 2014 tahun lalu saja namun ini sudah seperti membudaya disini bahwa orang akan tersendirinya memilih yang sesuku, kebanyakan seperti itu bahwa isu masalah kesukuan dan agama selalu berkaitan dengan penggiringan opini

pada saat pemilihan.44

Dapil saya di dominasi oleh orang jawa, meski tidak banyak di dalam tim sukses pemenangan saya ada juga orang jawa, letaknya hubungan kekesukuan dengan kemenangan calon ada disini juga. Bahwa saya juga harus mengajak orang kita jawa dalam tim pemenangan sebab hal ini penting untuk mengajak pemilih masyarakat jawa juga opini dan pandangan tentang siapa yang akan dipilih secara langsung akan terbangun juga, tidak hanya itu saya juga mengajak orang karo yang mengatakan kebaikan-kebaikan kesukuan saya.

Ditekankan lagi dengan pandangan Bapak Ir. Munhasyar:

45

Konsep solidaritas kelompok merupakan konsep sentral Emile Durkheim yang menyatakan bahwa solidaritas kelompok merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat.

44

Wawancara dengan Bapak Surialam (Jawa) anggota DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Golkar dan Ketua Pujakesuma Kabupaten Langkat di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 4 Juli 2015 Pukul 10.34 Wib.

45

Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd (Melayu) Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.


(11)

Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.

Solidaritas Kelompok juga dapat diartikan sebagai wujud kepedulian antar sesama kelompok ataupun individu secara bersama yang menunjukkan pada suatu keadaan hubungan antara indvidu dan atau kelompok yang di dasarkan pada persamaan moral, kolektif yang sama, dan kepercayaan yang dianut serta di perkuat oleh pengalaman emosional.

Solidaritas Kelompok dapat terjadi karena adanya berbagai macam kesamaan ras, suku dan adanya perasaan yang sama sehingga mereka mempunyai keinginan kuat dalam memperbaiki keadaanya dan daerah ataupun lingkungan sekitarnya agar mereka bisa sedikit memperbaiki keadaan di sekitarnya dengan cara saling membantu satu sama lain terutama dalam hal pembangunan. Solidaritas sosial juga dipengaruhi adanya interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan cultural, yang pada dasarnya disebabakan munculnya sentiment komunitas (community sentiment).Menurut Emile Durkheim sentimen solidaritas kelompok mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga kese-muannyaa dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami (warga).

2. Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam ke-lom-pok yang dijalankan.


(12)

3. Saling butuh, yaitu individu yang tergantung dalam masyarakat setem-pat me-rasakan dirinya tergantung pada komunitasnya meliputi fisik maupun psikologinya.

Hal ini sejalan dengan hubungan antara kesukuan dan kemenangan calon di kabupaten Langkat. Solidaritas kelompok yang dibangun para Calon legislatif di kabupaten langkat berkaitan dengan rasa senang, suka, sayang, dan terhadap kesukuan dalam memberikan penjelasan tentang bagaimana kesukuan itu sangat penting. komponen tersebut merupakan perasaan seseorang yang secara emosi (aspek emosional) menghasilkan penilaian yang baik. Solidaritas kelompok yang bersama-sama menetapkan isunya, mengapa dapat membangkitkan kepedulian publik, dan apa yang dapat dilakukan atasnya.

Hal ini di tegaskan oleh Bapak Surya Darma Ginting yang mengatakan :

“Ini sangat penting, bahwa hubungan kesukuan dan terpilihnya calon legislatif khususnya saya karena ada seperti keterikatan batin. Bahwa majunya sebuah suku sejalan dengan banyak lahir orang-orang besar yang berasal dari suku itu juga, sesama orang karo akan saling ajak ketika pemilu untuk mendukung orang karo juga. Semua nya seperti diarahkan tapi tidak diarahkan secara langsung bisa dibilang kesadaranlah, karena sudah tertanam didalam diri setiap masyarakat yang akan memilih di Pemilihan umum setiap lima tahun sekali di

kabupaten Langkat”46

46

Wawancara dengan Surya Darma Ginting (Karo), ST Anggota DPRD dari partai Gerindra Kab. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 10.00 Wib.


(13)

Bapak Surya Darma Ginting merupakan Calon Legislatif terpilih yang bersuku Karo dari dapil 4, dimana di dapil 4 suku karo mendominasi dengan 4 kursi dari 7 kursi secara keseluruhan. Kemudian Lanjut Bapak Joni Sitepu yang juga anggota terpilih dari dapil 4 bersuku karo mengatakan :

“Salah satu cara saya mengkampanyekan diri adalah ketika saya menjadi penggagas di kecamatan Sirampit dapil saya yang mayoritas suku karo membuat acara Gendang Guro-guro aron, disitu saya memberi kata sambutan sekalian memperkenalkan diri lewat budaya. Ini juga merupakan salah satu cara dalam mengatasi politik uang di masyarakat. Saya bilang untuk apa uang 100-200 ribu jika 5 tahun

kedepan banyak korupsi di Langkat.”47

“Setiap manusia pasti mempunyai sifat egoisme, sifat yang mementingkan diri sendiri padahal didunia ini kita hidup tidak sendiri, kita membutuhkan orang lain untuk membantu kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Maka perlu dihilangkanlah sifat egoisme tersebut terutama jika kita masuk didalam suatu organisasi. Jadi solidaritas terhadap pemikiran orang lain juga perlu kita pikirkan bukan hanya ego kita saja. Sebagai orang melayu saya merupakan anggota dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI. Menjelang pemilihan kemarin saya juga didukung Majelis adat Membangun Solidaritas kelompok sebagai salah satu ikatan dalam mempertahankan kesukuan, dan memposisikan hampir sama dengan perkembangannya dengan melibatkannya dalam situasi politik. Tampaknya menyeret setiap suku dalam kancah politik di kabupaten Langkat. Munculnya solidaritas kelompok merupakan keinginan untuk mewujudkannya dalam politik daerah. Hal ini dikuatkan oleh Bapak Amir Husni yang mengatakan :

47

Wawancara dengan bapak Joni Sitepu (katro) Anggota DPRD dari partai Golkar kabupaten. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 13.00 Wib.


(14)

melayu, tidak hanya saya. Namun kita buat acara pemberangkatan untuk caleg-caleg dari suku melayu, kita membangun sebuah

komunitas untuk membangun kebersamaan ”48

2. Sebagai Proses Interaksi

Sementara proses tersebut sudah pasti melibatkan kognisi pribadi, pendapat individu tentang isu sosial sebagian besar bergantung pada diskusi publik dalam hal bentuk maupun isu yang dibangun. Kegiatan Hubungan kesukuan dan dan kemenangan calon ditentukan siapa yang akan memenangkan kondisi solidaritas kelompok dimana sangatlah berkaitan satu sama lain. Keduanya tak dapat dipisahkan begitu saja. Solidaritas kelompok merupakan pendapat umum suatu kelompok tertentu atas suatu hal yang penting atau suatu permasalahan. Solidaritas kelompok adalah suatu hal yang baku.

Hubungan antara kesukuan dengan kemenangan calon legislatif di kabupaten Langkat di pemilu 2014 terkait dimana menurut Simmels interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sehingga ada lawan dari hubungan satu arah yang terjadi pada sebab akibat. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok, baik dalam bentuk kerjasama, persaingan atau pertikaian. Interaksi sosial melibatkan proses-proses sosial yang bermacam-macam yang

48

Wawancara dengan bapak Amir Husni (Melayu) Anggota DPRD dari Partai Keadilan sejahtera (PKS) kabupaten. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 16 oktober 2015 Pukul 09.00 Wib.


(15)

menyusun unsur-unsur dari masyarakat, yaitu proses tingkah laku yang dikaitkan dengan struktur sosial.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, bukan manusia dengan benda mati. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai. Saling menyapa, menegur, berjabat tangan, saling berbicara, berbahasa isyarat bahkan hingga berkelahi juga termasuk didalam interaksi sosial. Selama ada aksi dan reaksi antara kedua belah pihak maka, hal tersebut sudah dikatakan interaksi sosial. Saat SESEORANG memukul benda mati, itu tidak termasuk dalam interaksi sosial karena, tidak adanya reaksi balasan dari benda mati tersebut. Interaksi sosial terjadi apabila adanya komunikasi, tukar-menukar tanda atau formasi lisan.

Komunikasi mengandaikan terciptanya mediasi dan respons-respons sosial secara terus-menerus, artinya, selalu terjadi substitusi interaksi sosial ke dalam pola-pola perilaku yang relatif lama, ke dalam institusi, yang pada dasarnya mengarah pada stabilitas struktur sosial. Meskipun demikian, kehidupan sosial tidak perlu diartikan sebagai stagnasi, sebab interaksisosial tidak pernah berhenti. Proses interaksi adalah proses pemberian makna, baik secara positif maupun negatif, baik dengan tujuan konstruktif maupun dekstruktif.

Interaksi sosial menghasilkan tindakan sosial. Weber mengatakan bahwa tindakan- tindakan yang kurang “rasional” oleh Weber digolongkan kaitannya dengan pencarian “tujuan-tujuan absolut”, sebagai “tradisional”. Karena tujuan absolut dipandang oleh sosiolog sebagai data yang “terberi” (given), maka


(16)

sebuah tindakan bisa menjadi rasional dengan mengacu pada sarana yang digunakan tetapi, “irasional” dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai

Bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

Pola interaksi sosial terkait pola interaksi yaitu akomodasi menunjuk pada suatu keadaan/penyesuaian, berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Pola interaksi menyangkut amalgamasi merupakan proses peleburan kebudayaan, dari suatu kebudayaan tertentu yang menerima dan mengolah unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.

Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui posisi siapa kita dan siapa mereka, siapa diri (self) dan siapa yang lain. Dalam pandangan Simmels, Dalam proses interaksi perkembanganya, identitas sosial banyak memberikan


(17)

pemahaman tentang pembentukan diri sosial yang positif. Pembentukan diri sosial ini, sosial memiliki peranan yang sangat penting. Konsep diri individu memperoleh eksistensinya jika dia sudah melebur dalam identitas kelompok. Bahkan secara dominan konsep diri dibentuk berdasarkan pada identitas kelompok. identitas ditentukan oleh pengetahuanindividu tentang kategori sosial dan kelompok sosial.49

49

Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Hal.70.

Masyarakat kabupaten Langkat memberikan pemahamanya pada ide yang universal tentang diri dan sosialnya. Proses interaksi dari aspek eksternal individu yang membentuk identitas diri. Aspek eksternal itu adalah relasi individu dengan struktur sosial yang mengelilinginya.

Proses interaksi berbeda dengan identitas diri dan kelompok sosial. Proses interaksi lebih memeberikan pemahaman tentang atribusi diri sebagai kepribadian. Proses interaksi ini dimiliki oleh setiap individu dan tidak dimiliki secara komunal. Berbeda halnya dengan identitas sosial, kepribadian dan identitas dimaknai secara komunal oleh kelompok sosial. Kadangkala kelompok sosialjuga masih membawa identitas dirinya dalam kelompokSedangkan kelompok sosial adalah gabungan dari dua orang atau lebih. Biasanya mereka memiliki pemahaman tentang pandangan hidup, atribut dan definisi yang sama untuk mendefinisikan siapa mereka. Selain itu, kelompok sosial biasanya membentuk karakter yang berbeda dengan kelompok yang lain. Hal ini dilakukan dikarenakan ada keinginan kelompok untuk berbeda dengan kelompok yang lain.


(18)

Proses interaksi bagian dari konsep diriseseorang yang berasal dari pengetahuanmereka tentang keanggotaan dalam suatukelompok sosial bersamaan dengan signifikansinilai dan emosional dari keanggotaatersebut. Identitas sosialyang dimilikioleh seorang anggota kelompok ataskelompoknya yang dianggap sesuaidengan identitas yang ada pada dirinya.Keberadaannya pada kelom-pok akanmembentuk ikatan emosi antara dirinyadan kelompoknya.50

“Ini yang terpenting bahwa sesama orang jawa harus saling memiliki keyakinan terhadap orang jawa juga, rasa saling percaya dan saling meyakinkan. Ini sperti seperti rutinitas kita melakukan pertemuan-Peran norma dalamperspektif identitas sosial sebagai dasar untuk sejumlah fenomena komunikatifyang nyata, menjelaskan bagaimananorma kelompok di kabupaten langkat yang direpresentasikansebagai kognitif tergantung pada konteksprototipe yang menangkap sifat khaskelompok ynag kemudian dimamfaatkan dalam kegiatan Pemilihan Umum. Proses yang sama yang mengaturarti-penting psikologis prototipe yangberbeda, dan dengan demikian menghasilkanperilaku kelompok normatif,dapat digunakan untuk memahamipembentukan, persepsi, dan difusi norma,dan juga bagai-mana beberapa anggotakelompok menjelang pe,milihan umu, misal-nya, para Caleg yang juga merupakan tokoh masyarakat memiliki pengaruh yang lebih normatifdaripada caleg lain yang juga bertarung di kabupaten Langkat.

Bapak Surialam berpandangan mengenai hubungan kesukuan dan kemenangan calek sebagai pengikat Identitas mengatakan bahwa :

50

Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s Population. Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2004 Hal.78.


(19)

pertemuan setiap waktu. Tidak hanya menjelang pemilu saya tetapi terus berkesinambungan dibuat pertemuan sesama orang jawa, saya sebagai ketua Pujakesuma selalu rutin mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat jawa yang ada di langkat membahas hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat Jawa di langkat, Tujuannya adalah untuk

Proses interaksijawa itu sendiri.”51

Selama ini pola-pola yang dilakukan baik masyarakat jawa dan melayu lebih kepada pendekatan melalui perwiritan, Serikat Tolong Menolong dan arisan bulanan. Dalam setiap acara tersebut tidak hanya berbicara mengenai agama dan kebudayaan saja tetapi bagaimana kelompok mereka masuk kedalam kekuasaan juga. Karena dengan masuk kedalam struktur pemerintahan berarti ikut dalam pembangunan kelompok tersebut. Hal ini ditegaskan kembali oleh Bapak Riska Purnawan yang mengatakan:

Pola-pola kampanye yang dilakukan Pujakesuma selama ini dengan menggunakan pendekatan dialog. Hal yang dibangun adalah pola kesatuan menurut Emile Durkheim yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu.

51

Wawancara dengan Bapak Surialam (Jawa) anggota DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Golkar dan Ketua Pujakesuma Kabupaten Langkat di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 4 Juli 2015 Pukul 10.34 Wib.


(20)

“ Tentu saja sangat penting, faktor kesukuan merupakan pengikat dalam identitas sosial di kabupaten Langkat dimana ini akan sebagai pengikat kita sebagai masyarakat yang memiliki suku yang sama. Hal ini disebabkan persamaan kebiasaan, kebudayaan dan sifat yang dimiliki orang jawa memiliki kemiripan. Jadi dalam mendukung satu dengan yang lain dibutuhkan keterikatan. Di acara pujakesuma misalnya arisan kita juga ngomongin politik bagaimana kita berkontribusi dalam pemerintahan

ya solusinya jadi caleglah”52

Alasan memilih calon legislatif masyarakat kabupaten Langkat disebabkan adanya rasa percaya, aman tentang pola perilaku, dan diyakini jika terpili menjadi anggota DPRD maka akan bisa memperjuangkan kepentingan mereka. Kepercayaan menjadi faktor utama dalam pengikat identitas sosial tersebut dan ini

Proses interaksi di kabupaten langkat ini merupakankekuatan yang benar-benarintegratif untuk disiplin komunikasi. Kesukuan Calon Legislatif mempengaruhi arti-penting relatif dariidentitas pribadi atau sosial dankarenanya pilihan standar untuk mengontrolperilaku kemudian akan dilanjutkan penentuan pilihan pada saat Pemilu berlangsung.Ikatan identitas sosial akan menguat sejalan dengan komitmen kelompok tertentu, di satu sisi,dan fitur dari konteks sosial, di sisi lain,merupakan penentu penting dari masalah identitas suku. Mengembangkantaksonomi situasi untuk mencerminkankeprihatinan yang berbeda dan motifyang ikut bermain sebagai akibat dariancaman terhadap identitas pribadi dankelompok dan tingkat komitmen terhadapkelompok.

52

Wawancara dengan Riska Purnawan (Jawa), ST Anggota DPRD dari partai hanura Kab. Langkat periode 2014-2019 di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 3 Juli 2015 11.03 Wib.


(21)

tidak lepas dari pengaruh budaya, tanpa adanya kepercayaan yang di anut maka tidak akan terbentuk suatu identitas budaya yang melekat dan akan memilih calon yang memili suku yang sama dengan calon. Kemudian Perasaan aman atau positif bagi masyarakat menjadi faktorterbentuknya ikatan yang kuat tentang identitas sosial, karena tanpa adanya rasa aman dari pelaku kegiatan budaya maka tidak akan dilakukan secara terus menerus sesuatu yang dianggapnya negatif dan tidak aman. Pola perilaku masyarakat Langkat tersebut mencerminkan identitas budaya yang dianut.

Terdapat hubungan yang tegas antara kesukuan dan kemenangan Caleg dimanan antara hubungan peran sebagai sebuah identitas dengan struktur kebudayaan dan struktur sosial. Karena itu, kita harus jeli membedakan antara peran yang diharapkan sebagai bagian dari struktur budaya suatu masyarakat dengan tampilan peran yang merupakan bagian dari struktur sosial suatu masyarakat kabupaten Langkat. Yang dimaksud dengan struktur budaya adalah pola persepsi, berpikir dan perasaan, sednagkan struktur sosial adalah pola-pola perilaku sosial.

Proses interaksi ini merupakan cara mendekatkan jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Kaitannya dengan pemilihan, sudut pandang kesukuan lebih ditentukan seberapa besar intensitas kebersamaan di antara mereka atau dikaitkan dengan jarak yang lebih dekat secara


(22)

kesukuan yang mana sejumlah calon yang bertarung di kabupaten langkat, terdapat beberapa orang yang memiliki suku yang sama.53

“Masyarakat suku Melayu Langkat ini hampir seluruhnya memeluk agama Islam, yang telah berkembang di kalangan orang Melayu Langkat sejak beberapa abad yang lalu. Agama Islam begitu kuat tumbuh dalam masyarakat Melayu Langkat, terlihat dari segala bentuk tradisi adat-istiadat dan budaya suku Melayu Langkat banyak dipengaruhi unsur budaya. Jadi ini yang harus dipertimbangkan jika ingin maju dalam pemilihan dilangkat dan memperoleh dukungan dari masyarakat melayu, melayu itu identik dengan islam juga”

Hal ini kembali ditegaskan oleh Bapak Ir. Munhasyar. Spd yang mengatakan :

54

Pemilih yang berlatar berlakang suku yang sama akan mencari sesuatu atau kesamaan yang lebih dekati. Siapa sosok calon yang benar-benar terasa dekat, baik hubungan darahnya, tempat tinggalnya, pernah ngasih apa dan sebagainya. Mencocokkan diri dari hal general kepada hal yang lebih spesifik, dan minus dalam mencocokkan dalam hal kompetensi, kapabilitas serta integritas. Jadi identitas sosial sangat menentukan dalam pemenangan calon di kabupaten Langkat, hal ini menenkankan bahwa berasal dari suku yang sama akan menguatkan pilihan dalam pemilihan umum di Langkat. Isu kesukuan di kabupaten langkat merupakan Isu yang menjamin eksistensi suatu suku dimanapun dan kapanpun. Penilaian dan pemilihan calon hanya semata-mata

53

Ibid., Hardiman, Hal.90.

54

Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd (Melayu) Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.


(23)

berdasarkan kesamaan dari sudut pandang suku saja, sementara kriteria dan sudut pandang lain diabaikan begitu saja. Masyarkat jawa menggunakan semua simbol-simbol jawa sejalan dengan pendapat weber yang mengatakan pencarian “tujuan-tujuan absolut”, sebagai “tradisional” ini sebagai pengikat identitas.

Salah satu tantangan yang dihadapi para Calon Legislatif adalah persaingan mengenai politik uang yang beredar di msyarakat menjelang Pemilihan umum. Hubungan kesukuan dan kemenangan calon erat hubungannya dengan pola interaksi. Dimana tantangan dalam berinteraksi adalah kondisi materialis yang mendominasi setiap pemikiran menjelang pemilihan dimana menurut Bapak Surya Darma Ginting menjelaskan :

“Memang benar bahwa tantangan setiap Caleg pada pemilihan legislatif tahun 2014 menyangkut maslaah persaingan besaran uang juga. Banyak isu yang beredar dimasyarakat menjelah hari pemilihan. Misalnya si A ngasi sekian, si B ngasi sekian atau si C ngasi Sekalian. Namun, disinilah uniknya kesukuan ini. Kita berinteraksi bukan sekedar ngasi berapa, tapi lebih kepada bagaimana komunikasi yang kita lakukan dengan konstituen. Realnya itu kita kasih dana menjelang

kegiatan itu saja”55

Kondisi ini tentunya berbanding lurus dengan apa yang dikatakan oleh Simmel dalam teori etnisitasnya yang menjelaskan bahwa sociation merupakan suatu bentuk di mana individu tumbuh bersama hingga membentuk kesatuan dan kepentingan individu-individu di dalamnya dapat terealisasi. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana sosiasi merupakan proses di mana suatu masyarakat atau

55

Wawancara dengan Surya Darma Ginting (Karo), ST Anggota DPRD dari partai Gerindra Kab. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 10.00 Wib.


(24)

kelompok etnis terjadi, yang meliputi interaksi timbal balik. Artinya politik uang (money politic) merupakan bentuk kepentingan pribadi. Namun, pola interaksi yang telah dibangun berdasarkan kelompok akan membangun kesadaran bersama. Disinilah titik temunya agar menang dalam Pemilihan Legislatif di kabupaten Langkat bahwa pola interaksi yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan rakyat akan membuat rakyat akan memberi pilihan yang lebih realistis mengenai apa yang akan dipilih.

3. Sebagai Mobilisasi Politik

Dalam model sosiologis tentang perilaku pemilih, factor-faktor sosiologis diyakini memiliki pengaruh penting pada perilaku pemilih. Baik itu dalam partisipasi maupun pilihan politik. Factor-faktornya antar lain demografi yang mencakup perbedaan jenis kelamin, umur, kelompok etnik atau kedaerahan , afiliasi agama dan tingkat ketaatan terhadap agama yang dianut, kelas social yang dapat diidentifikasi dari wilayah tinggal, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan. Namun untuk melihat partisipasi dan pilihan politik maka terdapat tiga factor sosiologis yang lebih diperhatikan, yaitu : agama, suku bangsa, dan kelas social.56

Banyak studi yang menunjukan bahwa kesukuan di banyak Negara demokrasi merupakan factor pendorong keterlibatan warga dalam kegiatan komunitas kesukuan yang tidak politis Warga yang aktif ini kemudian masuk dan


(25)

berada dalam jaringan kesukuan yang luas dan dengan mudah untuk terdeteksi untuk dijangkau oleh berbagai kegiatan politik.Kegiatan politik sering memanfaatkan kesukuan yang luas tersebut sehingga terjadi interaksi antara warga yang fanatik terhadap kesukuannya dan yang aktif dalam kegiatan kesukuan disatu pihak, dengan kegiatan social nonkesukuan dipihak lain. pada gilirannya warga tersebuat mempunyai kesempatan lebihi banyak untuk terlibat dalam aktivitas politik, berada dalam jaringan untuk mobilisasi politik sehingga cenderung untuk ikut dalam pemilu atau kampanye menjelang pemilihan umum.57

Hubungan lain antara kesukuan dan kemenangan Caleg di kabupaten langkat 2014-2019 adalah terkait dalam melakukan Mobilisasi massa.Faktor Kesukuan menawarkan kerangka kelembagaan untuk aksi-aksi mobilisasi politik massa dan instrumenbagi pembentukan sikap-sikap politik pemilih di Pemilihan umum di kabupaten langkat. Guna mencapai hal ini, kesukuan memenuhihal seperti memiliki kemampuankeorganisasian untuk mengendalikan sumber-sumber dukungan yang tersedia secarapermanen seperti kesukuan dan memiliki kemampuan keorganisasian yang responsif dan adaptif terhadap situasi yang

Pola hubungan kesukuan dan partisipasi politik semacam juga berlaku dalam masyarakat di kabupaten langkat. Dimana partisipasi politik yang merujuk data tingkat partisipasi menurut afiliasi kesukuan. Terlihat dalam kampanye sebagai bentuk partisipasi yang lain. Kesukuan bukan hanya tentang indentitas

57

Firmansyah,Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realita, 2007, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, Hal.80.


(26)

berkembang di kabupaten langkat . perkembangan situasi eksternal tanpa harus mengganggu stabilitas internalnya. Pada situasi. Tingkat fanatisme kesukuan yang tinggi merupakan kondisi ataupersyaratan politik yang harus ada jika suku-suku tertentu ingin melanggengkan eksistensinya Pola mobilisasi politik yang dipilih masyarakat untuk menggalang dukungan pemilih.

Penerapan mobilisasi politik sangat bergantung pada karakter dan situasi politik yang dihadapi masing-masing Calon Legillatif. mobilisasi politik di kabupaten langkat yang dilakukan calon legislatif jugadipengaruhi oleh karakter kesukuan di yang mendorong suku-suku mayoritas untuk menghadirkan massa sebesar-besarnya.

Mobilisasi Politik di Kabupaten langkat yang kuat ini diperlukan untuk mendukung kerja calon legislatif Caleg kabupaten langkat dalam melakukan mobilisasi politik secara luas. Keorganisasianyang kuat juga diperlukan ketika isu kesukuan menghadapi situasi krisis pendukungan misalnya Kuatnya dominasi partai politik sebagai mobilizer dapat dilihat dari konsep mobilisasi politik.

Bapak Surya Darma Ginting (Karo) berpandangan bahwa :

“Saya sudah aktif di kegiatan-kegiatan kesukuan, apalagi orang-orang karo ini lebih kental sukunya daripada agamanya. Identitas kesukuan karo itu sangat kuat dimana walaupun berbeda agama tapi tetap identitas budaya karo sangat toleran. Perkumpulan muslim karo dan masyarakat GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) menyatu dalam Marga silima. Nah dari sinilah terbentuk sebuah kesadaran dalam masyarakat karo itu sendiri dan nanti pas pemilu kita akan saling mengajak ke TPS dan saling mendukung, tak jarang ini seperti

digiring secara massa”58

58

Wawancara dengan Surya Darma Ginting (Karo), ST Anggota DPRD dari partai Gerindra Kab. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 10.00 Wib


(27)

Hal ini ditegaskan kembali oleh bapak Sujono (Jawa) yang memilih Caleg yang bersuku jawa juga yang mengatakan :

“Tentunya seperti itu bahwa saya memilih bapak Agus Salim karena sama-sama orang Jawa, saya juga mengajak teman-teman dan keluarga untuk memilih agus Salim. Hal ini disebabkan kan semua orang punya kepentingan yang berbeda dan keinginan yang berbeda-beda juga, tentunya kita orang jawa pasti lebih mengertilah jika yang dipilih orang Jawa juga. Ini udah kayak perjanjian tidak tertulis

bahwa kemajuan suku karena suku itu juga”59

Aktivitas mobilisasi politik yang dilakukan karena faktor kesukuan mendorong pemilih lebih partisan datang ke TPS. Rasa ketertarikanatau kedekatan pemilih pada suatu Calon disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut kesukuan calon tersebu yang berhubungan dengan sosiokultural (keluarga, ras/etnik) Instrumen-instrumen kesukuan ini misalnya jaringan sosial etnik, agama, Cara-cara yang dilakukan oleh Caleg untuk memilih berdsarkan kesukuan dengan menimbulkan rasaketertarikan pemilih potensial untuk lebih terlibat dalam hal-hal yang dihubungkan dengan aktivitas budaya atau suku. Menciptakan suasana kedekatan pemilih dengan calon. Misalnya para pemilih potensial dari suku yang sama yang dikontak atau didekati aktivis tokoh tokoh masyarakat, ternyata aktif terlibat dalam memasang atribut caleg, menghadiri kampanye Calon, bekerja membantu calon dan mempengaruhi pemilih lain dengan isu kesukuan yang dijual.

59

Wawancara dengan Sujono (Jawa) masyarakat langkat bersuku jawa (konstituen Agus Salim) di batang serangan, Kabupaten Langkat pada tanggal 2 Juli 2015 Pukul 11.30 wib.


(28)

ketokohan, keluarga, klienhingga jaringan kerja sebagai sarana penggalangan dukungan pemilih.

Dengan beragamnya suku di kabupaten langkat, adat serta agama yang dimiliki oleh kabupaten langkat yang masing-masing suku memiliki khasnya masing-masing, telah memunculkan perilaku politik yang berbeda-beda. Mobilisasi politik dikabupaten langkat pencerminan dari budaya politik suatu masyarakat yang penuh dengananeka bentuk kelompok dengan berbagai macam tingkah lakunya dengan pola mobilisasi.

Struktur masyarakat di kabupaten langkat ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik.Secara horizontal, hal itu ditandai dengan adanya perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat, dan kedaerahan. Secara vertikal, struktur di kabupaten langkat ditandai oleh adanya perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukuptajam. Secara horizontal, masyarakat di kabupaten langkat dalam hubungan politik dalamperbedaan perspektif suku melahirkan perbedaan kepentingan yang merucing dan menuju konflik sertaperbedaan kepentingan politis antara masyarakat lapisan atas dan masyarakatlapisan bawah memicu terjadinya penguasaan lapisan masyarakat bawah olehlapisan masyarakat atas.

keberadaan politiketnisitas dan politik identitas masih dipandang penting sebagai salah satu media dalam acara mobilisasi politik, membangun jaringan politik membangun koalisikoalisipartai dan membangun jaringan lobi politik. Sedangkan di kalanganbirokrasi dan jajaran eksekutif, kesukuan juga berkaitan dengan Etnisitas kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang


(29)

mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan adat, agama, danbahasa. 60

“orang karo harus memilih orang karo juga. Kalau ada orang kita ngapain kita memilih yang lain dan keluarga-keluarga juga memilih orang karo juga, terserah dia siapa yang penting orang karo. Meskipun, Istri saya br. Bangun, kemarin dia memilih Romelta ginting, karena sama-sama orang karo”

Dalam masyarakat yang multietnik dikabupaten langkat, dinamika politik senantiasa memiliki tegangan yanglebih tinggi dibandingkan pada daerah yang relatif homogen. Hal tersebut dapat kita lihat padakontestasi politik di tingkat lokal pada pemilu 2014 yang lalu yang menyita perhatian. Aspek memiliki peran yang sentral dalam politik lokal di Kabupaten langkat. Hal initampak pada proses pemilihan legislative di Kabupaten Langkat. Mobilisasi pemilih dapat dilakukandengan mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan etnisitas, baik etnis, agama dan sebutanpenduduk asli atau pendatang.

Hal ini kembali diperkuat oleh Terkelin Ginting yang memilih Romelta Ginting Caleg terpilih dari PDI Perjuangan yang mengatakan bahwa :

61

Latar belakang etnis kandidat sedikit banyak mempengaruhipilihan pemilih. Ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai perimbangan etnisdimana ada dua atau lebih suku dominan di Kabupaten Langkat. Dalam Pemilihan legislatif 2014 kabupaten langkat faktor kesukuan memainkan peranan penting. Pemilihcenderung memilih kandidat yang berasal dari etnis yang

60

Zuhro, S, Peran Aktor Dalam Demokratisasi, 2009, Yogyakarta: Penerbit Ombak, Hal,89. 61

Wawancara dengan Terkelin Ginting (Karo) masyarakat langkat bersuku jawa (konstituen Romelta Ginting) di kelurahan batang serangan, Kabupaten Langkat 2 Juli 2015.


(30)

sama.putra daerah dan etnisitas lainnya. Ditambah lagi dengan disparitas agama yangdianut.

Salah satu tantangan dalam Mobilisasi politik menjelang pemilihan umum adalah terkait Money Politik. Dengan cara Money Politics hanya calon yang memiliki dana besar yang dapat melakukan kampanye dan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Ini memperkecil kesempatan bagi kandidat perorangan yang memiliki dana terbatas. Namun, kondisinya berbeda ketika walaupun memiliki integritas tinggi. Misalnya orang tersebut merupakan tokoh di komunitas masyarakat Jawa, suku Melayu atau suku Karo. Para pemilih akan lebih memilih mereka dengan menggunakan pendekatan kesukuan misalnya datang kesetiap acara pernikahan, acara-acara yang sifatnya kedaerahan atau acara tahunan untuk suku karo.

Hal ini kembali ditegaskan oleh Bapak Ir. Munhasyar. Spd yang mengatakan :

“Memang betul untuk mengajak orang datang ke TPS dan memilih kita itu terkait masalah apa yang kan kita berikan. Hal ini tentunya terkait besaran nominal yang akan kita berikan kepada pemilih. Namun, pendekatan yang kita lakukan masuk kesistem kekeluargaan mereka. Kita ajak satu keluarga dengan mendatangi rumahnya. Kadang saya yang bertamu saya yang belikan makanan dan melakukan interaksi dengan mereka, mengajak mereka untuk berpatisipasi dalam pemilihan. Inilah wujud kebersamaan itu bahwa semuanya akan luluh oleh kebersamaan, perkiraan saya bahkan tidak meleset ketika dalam satu kelurahan saya targetkan 50 suara yang dapat 53 suara. Inikan jelas,


(31)

bahwa mereka bisa aja menerima uang dari mana-mana namun untuk

pilihan pada saya”.62

4. Sejarah dan Hubungan antar Etnis di kabupaten Langkat

Pengaruh isu yang ditawarkan mislanya kesukuan bersifat situasional terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu dalam menilai seorang kandidat menurut Weber, terdapat dua variabel yang harus dimiliki oleh seorang kandidat, hal ini berkaitan dengan suku dan kebudayaannya. Variabel pertama adalah kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua adalah kualitas simbolis yaitu kualitas keperbadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan dan sebagainya.

Artinya untuk memenangkan sebuah pemilihan itu jika membangun integiritas terkait masalah kesukuan dan kebudayaan relatif lebih bisa masuk kedalam masyarakat. Apalagi yang dihadapi hanya mengandalkan uang saja, artinya didalam masyatrakat sendiri dia tidka pernah terlibat kegiatan-kegiatan yang menyangkut kesukuan, kebudayaan dan berkaitan dengan adat istiadat. Mislanya datang di acara perwiritan, datang keacara pernikahan, datang ke acara adat pemakaman dan acara-acara lain yang sifatnya seremonial.

62

Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd (Melayu) Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.


(32)

Suku Jawa Deli, atau kadang disebut Jadel, merupakan suatu kelompok masyarakat yang sejak zaman penjajahan telah diangkut dari pulau Jawa sebagai buruh kontrak di perkebunan-perkebunan Sumatra Utara.salah satu tradisi budaya suku Jawa Deli. Pada tahun 1863 Jacobus Nienhuijs seorang pengusaha firma Van De Arend membuka perkebunan Tembakau Deli. Nienhuijs melihat kawasan antara sungai Wampu dan sungai Ular merupakan daerah yang cocok untuk tanaman tembakau. Setelah mendapat konsesi sewa tanah selama 20 tahun dari Sultan Deli, Nienhuijs kemudian membuka perkebunan tembakau.

Diawali dengan pekerja 23 buruh Melayu dan 88 buruh China. Namun, Nienhuijs hanya menghasilkan tembakau kering sebanyak 75 kilogram.Melihat potensi tembakau yang dihasilkannya ternyata sangat baik, maka Nienhuijs berniat meluaskan areal perkebunannya. Akan tetapi, ia mengalami kesulitan mendapatkan tenaga kerja karena penduduk setempat menolak untuk bekerja sebagai buruh pada saat itu. Lalu Nienhuijs mendatangkan tenaga kerja kontrakan dari China dan Malaysia, India serta orang Tamil dari Negeri Penang.63

Beberapa tahun kemudian, pemerintah China dan Inggris membuat peraturan ketat tentang tenaga kerja. Kebijakan ini lagi-lagi membuat Nienhuijs kesulitan mencari tenaga kerja untuk bekerja di perkebunannya. Tak ada pilihan, ia pun mendatangkan suku Jawa ke Sumatra Utara pada 1880 melalui calo dan kepala kebun sebagai buruh kontrak. Maklum, saat itu tenaga kerja dari pulau

63

Zainal Arifin, Langkat Dalam Sejarah Dan Perjuangan Kemerdekaan., Medan : Mitra, 2013, Hal.1-2.


(33)

Jawa jauh lebih murah dibandingkan pegawai kontrak dari China. Oleh karena itu muncul beberapa istilah untuk menyebut orang Jawa Deli di Sumatra Utara, seperti Jadel singkatan dari Jawa Deli.64

Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah populasi terbanyak di Indonesia berawal layaknya kelompok etnis Indonesia, kebanyakan termasuk masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat. Nenek moyang masyarakat Jawa adalah orang purba yang berasal dari Austronesia, sebuah spesies yang diperkirakan berasal dari sekitaran Taiwan dan bermigrasi melewati Filipina sebelum akhirnya tiba di pulau Jawa pada tahun 1.500 dan 1.000 sebelum masehi. Suku etnis Jawa memiliki banyak sub-etnis seperti misalnya orang Mataram, orang Cirebon, Osing, Tengger, Boya, Samin, Naga, Banyumasan, dan masih banyak lagi. Dewasa ini, mayoritas suku Jawa memproklamirkan diri mereka sebagai orang Muslim dan minoritasnya sebagai Kristen dan Hindu. Terlepas dari agama yang mereka anut, peradaban suku Jawa tidak pernah bisa dilepaskan dari interaksi mereka terhadap animisme asli yang bernama Kejawen yang telah berjalan selama lebih dari satu milenium, dan pengaruh kejawen tersebut juga masih banyak bisa kita temui dalam sejarah Jawa, kultur, tradisi, dan bidang seni lainnya.65

Kemudian Nienhuijs mendatangkan ribuan para pekerja dari pulau Jawa dan mendiami perkebunan- perkebunan tersebut. Pada masa awal sebagai buruh

64

Ibid.,Zainal Arifin.,Hal.10. 65

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi, Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 2001, Hal.34.


(34)

kontrak, mereka masih belum mampu mengembangkan dirinya secara baik. Mengingat masih terikat kontrak dan aturan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda. Tapi pada masa pendudukan Jepang, ribuan masyarakat Jawa juga didatangkan dari pulau Jawa secara paksa untuk dijadikan sebagai buruh kerja paksa.

Namun, seiring waktu komunitas Jawa ini pun lama-lama terbiasa dengan lingkungan barunya. Selama lebih dari seratus tahun hingga saat ini komunitas Jawa di tanah Deli ini pun berkembang. Saat ini tidak saja di tanah Deli (sekarang kabupaten Deli Serdang), bahkan penyebaran mereka pun sampai ke tanah Langkat (sekarang kabupaten Langkat). Komunitas Jawa di tanah Deli dan Langkat pun berkembang pesat jumlahnya bahkan mengalahkan penduduk asli seperti suku Melayu dan berbagai etnis Batak lainnya.Sebagian besar masyarakat Jawa Deli ini bekerja di perkebunan-perkebunan yang tersebar di Sumatra Utara.

Dalam masyarakat suku Jawa Deli, beberapa tradisi budaya suku Jawa tetap dipertahankan, hanya saja para generasi mudanya semakin banyak tidak memahami bahasa Jawa seutuhnya seperti di tanah asal mereka di pulau Jawa. Bahasa Jawa yang mereka gunakan sepertinya sudah tercampur dengan bahasa-bahasa setempat, sehingga muncullah istilah-istilah baru dalam perbendaharaan bahasa Jawa Deli.Jadi janganlah heran apabila bertemu dengan seseorang di Sumatra Utara yang mengaku sebagai orang Jawa, tapi bahasa Jawa nya agak berbeda dengan bahasa Jawa aslinya.


(35)

Meski begitu, beberapa kesenian tradisional Jawa masih mampu bertahan dan menjadi salah satu bentuk hiburan masyarakat Jawa Deli. Seperti penuturan beberapa masyarakat suku Jawa Deli, “keluarga saya sudah ada campuran Batak, Aceh, Melayu dan China. Jadi, kebudayaannya itu sudah tidak murni lagi, sehingga minat dan kecintaannya sudah jauh berkurang dari sebelumnya”. Saat ini, untuk beberapa daerah komunitas Jawa, misalnya di kabupaten Deli Serdang masih ditemukan kegiatan kesenian tradisional Jawa. Namun, tidak sebanyak dan serutin sebelum-sebelumnya.Masyarakat Jawa Deli sadar kesenian tradisional harus tetap dipertahankan. Salah seorang Tokoh Jawa Deliserdang Rasiman menyatakan, lunturnya kesenian Jawa disebabkan kurangnya minat generasi muda menggeluti kesenian ini. Budaya modern yang ditularkan melalui media televisi telah membuat anak muda tak lagi peduli budayanya“.

Secara Geogrfis, kabupaten Langkat bersebelahan dengan Nangroe Aceh darusalam (NAD) dan dihuni oleh tiga etnis besar seperti Jawa, Aceh dan Batak (Karo). Stidaknya telah memberikan dampak yang besar dalam akulturasi budaya di daerah tersebut. Ambruknya kesultanan melayu di beberapa tempat seperti Simalungun Deli, Asahan dan Serdang menandai berakhirnya feodalitas di Sumatera Timur. Hal yang sama juga terjadi pada komunitas Langkat dimana tujuh kerajaan feodalistis ini menemui ajalnya.

Menurut Anthony Reid Situasi dan kondisi itu sebagai era dimana terjadi pembalikan arah dalam revolusi Modern. Reid (1984) juga mengemukakan bahwa peristiwa itu (revolusi sosial) adalah tampilan perubahan sosial yang paling


(36)

sempurna dalam sejah Revolusi di Indonesia dan merupakan titik balik yang paling dramatis di sekitar mana sejarah modern daerah-daerah itu berputar. Pada masa itu kesetian orang melayu kepada rajanya terkenal sepanjang sejarah. Tidak banyak di negeri ini dimana kerajaan begitu diagungkan seperti kesultanan-kesultanan Melayu di Malaysia, sesudah itu dilanda gejolak kekerasan revolusi selama enam bulan yang menyapu bersih raja-raja Melayu dan Aceh, punah untuk selama-lamanya.66

Fenomena mengenai akulturasi dan sejarah etnisitas di Kabupaten Langkat tidak hanya terjadi di perhiasan. Tetapi, di beberapa desa tetangga terutama di sekitaran Kecamatan Selesai juga terdapat dua atau perpaduan telah bebas dilakukan. Walaupun kawasan ini pada awalnya adalah teritorial Melayu tetapi

Membaurnya warga melayu dan warga beretnis jawa dalam melakukan aktivitas di daerah ini menjadi bukti nyata akulturasi budaya dua etnis berbeda yakni Jawa dan Melayu. Bisa jadi, kondisi itu membuat kawasan perhiasan sulit untuk menampilkan nuansa Jawa secara dominan, begitu pula nuansa Melayu secara dominan. Sebab. Budaya dari etnis seakan menjadi satu dan membentuk nuansa yang berbeda. Meski demikian akultursi tersebut melahirkan budaya baru. Dalam kata lain, meskipun kedua budaya itu berbaur dengan mantap tapi tidak ditemukan klam bahwa budaya tersebut adalah budaya Jawa atau Melayu, Namun cenderung diakui sebagai budaya umum lokal yang berlaku sama.

66

Harun Nur Rasyid, Mengenal Melayu Pesisir Sumatera, Jakarta : Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata, 2004, Hal.17.


(37)

bukan berarti alasan bagi etnik lain untuk tidak masuk. Justru selain semakin banyak kelompok etnik yang melakukan hal sama juga semakin banyak membina kehidupan bersama.

Memang adanya akulturasi budaya yang terjadi disuatu daerah, disatu sisi akan memperkaya khazanah budaya masing-masing. Karena dari akulturasi itu tidak jarang akan menimbulkan perkembangan budaya baru. Tentu saja, hal ini memiliki nilai Positif dan sepatutnya di pertahankan.Secara umum perkembangan etnisitas di kabupaten langkat telah menunjukan perkembangan yang cukup berarti. Rumah dengan semi permanen hampir menyeluruh di berbagai pelosok dapat ditemukan, jalan-jalan menghubungkan antar desa, kecamatan dan Provinsi sudah terlihat baik. Dibeberapa kawasan tertentu dengan melihat bentuk rumah yang ditampilkan maka secara spontan dapat kita kemukakan bahwa rumah tersebut adalah milik komunitas tertentu. Seperi melayu dengan panggungnya atau Joglo yakni model Jawa.67

67

Luckman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang,Hal.6-8.


(38)

BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang dominan antara kesukuan dengan kemenangan caleg di kabupaten Langkat di Pemilu 2014.

Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil analisis tentanghubunganantara kesukuan dengan kemenangan caleg di kabupaten Langkat di Pemilu 2014 yang berkaitan dengan sudut pandang kesukuan lebih ditentukan seberapa besar intensitas kebersamaan di antara mereka atau dikaitkan dengan jarak yang lebih dekat antara calon dan pemilih pada saat pemilihan umum.

Indonesia merupakan negara yang multikultural yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras. Kehidupan masyarakat Indonesia dengan demikian selalu melibatkan perujukan pada pluralitas budaya suku serta fenomena bagaimana pluralitas budaya ini jalankan. Kesukuan secara otomatis kemudian menjadi cara pandang kehidupan manusia diterapkan dimanapun tempat dan kehidupannya dalam menjalankan akitifitasnya. Setiap masyarakat di Indonesia memiliki corak budaya dan suku yang berbeda-beda dan memiliki identitas dalam


(39)

menjalankan budayanya. Budaya ini juga tidak lepas dari bagaimana sistem politik yang tumbuh bersama suku yang mendiaminya.

Budaya politik masyarakat sebuah wilayah di Indonesia tidak lepas dari ketergantungan pilihan politik pemimpinnya, baik pemimpin adat, suku, maupun agama akan menggambarkan budaya politik macam apa yang berkembang di dalam masyarakat tersebut. Hal ini berkaitan dengan budaya patronase yang masih melekat dalam politik Indonesia.

Faktor kesukuan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, walaupun sementara pihak seringkali memandang kesukuan dalam politik tidak lebih hanya sebagai kondisi-kondisi yang mewarnai corak kehidupan politik dalam suatu wilayah, tanpa memiliki hubungan baik dengan sistem politik maupun struktur politik. Untuk itu, Kesukuan politik sangat diperhitungkan sama sekali dalam proses-proses politik. Asumsi itu banyak digunakan sebagai pendekatan seorang calon menjelang pemilihan umum. Kesukuan saat ini menjadi subjek yang sangat penting sebagai salah satu variabel penting dalam sistem politik, karena variabel ini mencerminkan faktor-faktor subjektif yang sangat menguntungkan.

Dewasa ini, Dalam setiap perhelatan pemilihan umum. Di banyak wilayah di Indonesia termasuk kabupaten Langkat. kelompok kesukuan seringkali menjadi target kepentingan partai politik, Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati massa dan mendulang kemenangan. Upaya mempolitisasi dengan maksud


(40)

menyamakan persepsi anggota dalalm kesukuan tertentu yang seragam untuk diarahkan dalam frame politik dengan memakai baju kesukuan dan adat istiadat.

Kesukuan salah satu aspek yang sangat penting dalam hubungan politik. Hal ini disebabkan munculnya kesukuan menyangkut gagasan tentang perbedaan, dikotomi didalam masyarakat juga sebagai sebuah pembedaan terhadap dasar asal usul, dan karakteristik budaya. Dari perspektif politik, kesukuan berkaitan dengan nasionalisme. Kehidupan politik suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh kesukuan.

Demikian pula sebaliknya kesukuan mempengaruhi kehidupan politik. Kemunculan kesukuan telah menjalin hubungan dengan politik. Kontak dengan kelompok suku yang lain dan masing masing menerima gagasan dan ide ide perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik. Dengan kata lain, Kesukuan muncul dalam kerangka hubungan relasional, dalam interaksinya dengan dunia luar dan komunitas kelompoknya. Kesukuan merupakan satu hal yang berpengaruh terhadap kandidat dalam menjaring masa untuk memperoleh kekuatan politik guna memperoleh dukungan dari masyarakat. Karena dalam konteks politik kesukuan, suku merupakan satu kekuatan yang penting untuk meraih kekuasaan.

Kabupaten Langkatmerupakan sebuah wilayah yang multi budaya, multi etnis, agama, ras, dan multi golongan. Namun, ketika terjadi pemilihan umum terdapat kesetiaan etnis yang relatif tinggi. Mengabaikan faktor suku dapat


(41)

menimbulkan kesalahpahaman mengenai politik di Kabupaten Langkat. Maka dapat dikatakan saya simpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat terhadap perilaku politik seseorang. Gambaran mengenai isu kesukuan memang melekat pada beberapa Caleg yang bertarung dalam Pemilihan umum di kabupaten langkat pada tahun 2014 yang lalu. Mayoritas calon melihat peluang berdasarkan kesukuan, agama, dan kapabilitasnya. Secara substansi isu kesukuan seolah menjadi komoditas politik dan dipakai saat memilih para calon menjelang pemiliu saja. Isu kesukuan sangat sering digunakan untuk mendulang suara.

Sebagai sebuah penguatan argumen dalam hubungan kesukuan dan kemenangan calon legislatif di kabupaten Langkat. Melihat fenomena yang terjadi di kabupaten Langkat pada Pemilihan Legislatif 2014 yang lalu. Kesukuan menjadi sebuah identitas politik kesukuan di kabupaten Langkat. Identitas tersebut dapat diketahui dengan cara interaksi antara calon dan masyrakat yang meliliki suku yang sama. Interaksi ini dimanfaatkan sebagai sebuah Identiats seseorang untuk mendapat pengakuan atas kesukuannya dan penentu diterima atau tidaknya seseorang tersebut dalam suatu golonganIdentitas Kesukuanyang ada dalam suatu interaksi yang dilakukan oleh sesama individu, sesama kelompok dan lain sebagainya dalam sebuah wadah masyarakat.

Dalam sebuah diskursus dan studi ilmiah, pola pendekatan untuk memahami politik dalam konteks Pemilihan umum di Kabupaten Langkat.Kesukuan membangkitkan proses pergulatan antar kelompok suku. Pergulatan kelompok suku dengan elit partai politik, dan kesenjangan antara


(42)

kelompok suku dengan pemerintahan Kabupaten Langkat. Kebangkitan politik kesukuan terjadi karena perasaan identitas, harkat dan martabat sebuah suku terancam. Oleh karena harkat dan martabat mereka terancam, mereka berkompetisi merebut jabatan strategis untuk memerintah. Dalam rangka mewujudkan harkat dan martabat tersebut mereka mempergunakan simbol-simbol budaya, norma-norma dan hukum adat untuk mengahadang intervensi kelompok suku yang lain.

Disisi yang lain perjuangan mereka mempergunakan simbol kelompok kesukuan hanya sebagai instrumen untukmengembalikan identitas, harkat dan martabat serta berkuasa atas etnis lain yang dianggap mengganggu eksistensi sebuah suku dan mengakomodasi modernisasi dalam kesukuan di Kabupaten Langkat.

Kemudian, hubungan kesukuan dan politik tidak lepas dari masuknya tokoh masyarakat sebuah suku menjadi pemimpin partai politik tertentu.Tokoh-tokoh ini kemudianmemiliki peran aktif menempatkan orang yang sesuku dengannya pada tataran legislatif dan ekskutif. Sebab, para calon legislatif menyadari Partai politik merupakan suatu sarana untuk setiap orang dapat terlibat aktif dalamengambilan kebijakan publik. Partai politik dibentuk oleh masyarakat untuk merespon terhadap pentingnya representasi ditingkat parlemen dan menempatkan wakilnya pada jabatan strategis di kabupaten Langkat.


(43)

Keberadaan akan identitas seseorang akan diakui ketika seseorang melakukan interaksi dengan sesamanya. Seseorang calon yang bertarung di Kabupaten Langkat memerlukan identitas sebagai pengakuan jatidiri atas dirinya. Identitas tersebut memungkinkan berjalan peranannya dalam masyarakat. Dalam menyandang identitas dalam kesukuan, seseorang butuh atribut identitas dalam konstetasi politik seperti pemilu. Atribut ini yang memberikan corak dan nantinya akan menjadikan seseorang mampu hidup dan berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan peranannya.

Saya menyimpulkan hubungan antara kesukuan dengan kemenangan caleg di Kabupaten Langkat pada pemilu 2014 lalu tidak dapat dipungkiri memperhatikan aspek-aspek yang cenderung lebih tertutup dalam hal menentukan pilihan dibandingkan dengan masyarakat yang hidup didaerah perkotaan pada umumnya. Sebab para pemilih di kabupaten langkat dalam menentukan pilihannya menjadikan isu kesukuan sebagai pilihan pertama yang dianggap mereka paling rasional.

Meskipun politik bagi kebanyakan orang di kabupaten Langkat dianggap sebagai hal yang tidak penting karena persepsi awal bahwa pemilihan umum tidak akan merubah nasib mereka. Namun, Persuasi politik secara luas bisa diasumsikan sebagai cara pandang yang kuat dan isu kesukuan telah berhasil merubah cara pandang masyarakat di Kabupaten Langkat mengenai pemilihan umum. Jika mereka berhasil memimpin Langkat maka kedepannya kehidupan masyarakat Langkat akan semakin baik pula. Secara substansi isu kesukuan telah berhasil


(44)

mempengaruhi para pemilih di kabupaten langkat. Hal ini terbukti sangat maksimal mempengaruhi segmentasi pemilih di kabupaten Langkat.

Para pemilih yang akhirnya terbagi dalam kelompok kesukuan yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, terutama dalam cara memandang masalah dan isu-isu menjelang pemilihan umum berlangsung menjelang pemilu berlangsung. Oleh karena itu, timbulnya perbedaan persepsi ini akan muncul adanya win-win solution yang ditawarkan diantara beberapa kelompok tersebut berkaitan dengan isu kesukuan.

Kemudian dalam menentukan segmentasi sasaran pemilih dalam kampanye, para calon legislatif di Kabupaten Langkat tetap menentukan kesukuan sebagai kunci dalam pemenangan kampanye. Meskipun dalam pelaksanannya para Calon Legislatif dikabupaten Langkat tidak sepenuhnyamemaparkan visi misi atau program kampanye mereka secara maksimal. Namun, para calon legislatif yang sukses di kabupaten Langkat tersebut mengikuti kegiatan-kegiatan yang sifatnya pribadi seperti menghadiri undangan pernikahan, mengikuti arisan kesukuan serta melaksanakan kegiatan yang sifatnya organisasi.

Sosialisasi partai politik beserta calon legislatif yang dilaksanakan kabupaten Langkat secara umum memainkan peranan strategis kesukuan dalam mempengaruhi pilihan massa. Isu Kesukuan dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu segala sarana yang terkait dengan penyampaian pesan secara simbolik yang berkaitan dengan identitas, baik yang bersifat riil maupun simbolik dari institusi


(45)

politik kepada masyarakat yang lebih luas. Ikatan emosional antara calon legislatif dan pemilih sangat kuat. Dimana pemilih dalam menentukan pilihannya tidak mudah dipengaruhi dan diubah meskipun ada program-program kampanye pemilu yang paling bagus pun sulit sekali menarik perhatian pendukung calon legislatif yang memiliki ikatan emosional kuat. Ikatan emosional ini dapat timbul karena adanya hubungan kedekatan dengan pemilih. Misalnya, calon legislatif pilihannya adalah luarganya sendiri atau memiliki suku yang sama dengannya.

Pola interaksi sosial yang berkaitan dengan kesukuan dan pemenangan calon legislatif di Kabupaten Langkat terkait kesukuan mampu menunjuk pada penyesuaian politik di Kabupaten Langkat. Isu tersebut menjadi sebuah keseimbangan dalam pengikat persaudaraan orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan masa depan politik Kabupaten Langkat.

Dalam akhir penutup ini penulis menjelaskan keberadaan politiketnisitas dan politik identitas masih dipandang penting sebagai salah satu media dalam membangun jaringan politik dan mendekatkan diri dengan masyarakat. Sedangkan di kalanganbirokrasi dan jajaran eksekutif, kesukuan juga berkaitan dengan Etnisitas kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan adat, agama, danbahasa.

Dalam masyarakat yang multietnik di Kabupaten Langkat, dinamika politik senantiasa memiliki tegangan yanglebih tinggi dibandingkan pada daerah yang relatif homogen. Hal tersebut dapat kita lihat padakontestasi politik di


(46)

tingkat lokal pada pemilu 2014 yang lalu yang menyita perhatian. Aspek kesukuan dan etnisistas memiliki peran yang sentral dalam politik lokal di Kabupaten langkat. Hal initampak pada proses pemilihan legislatife di Kabupaten Langkat.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka yang menjadi saran penulis adalah sebagai berikut:

Pertama, Para Calon Legislatif yang akan bertarung di Pemilihan Umum sebaiknya meningkatkan kualitas individu dan Ilmu Pengetahuan, kemampuan berorganisasi dan memimpin, sehingga memberi keyakinan kepada orang banyak bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi pemimpin tidak hanya karena faktor identitas kesukuan dan etnisitas saja. Tetapi juga soal masalah kepastian bahwa masyarakat mendapatkan pemimpin yang benar-benar tahu persoalan masyarakat terkait kesejahteraan.

Kedua,Peningkatan kualitas kaderisasi dan pendidikan politik di internal partai politik, sehingga apa yang menjadi tujuan dan cita-cita partai sejalan dengan apa yang akan diperjuangankan untuk rakyat secara umum. Sebab agar tidak terjadi keslah pahaman tentang bagaimana calon wakil yang akan di pilih di Pemilihan Umum.


(47)

Ketiga, Penguatan Sosialisasi terhadap masyarakat bahwa etnisitas dan faktor kesukuan memang penting namun faktor kemampuan Calon Legislatif menyampaikan visi misi dan menjalankan program kerakyatan jauh lebih penting karena bersifat menyeluruh untuk semua kalangan dan tidak dibatasi faktor kesukuan dan etnisitas.

Ketiga hal ini sangat penting sebagai saran penulis tentang penelitian hubungan antara kesukuan dan kemenangan calon dalam pemilihan legislatif di Kabupaten langkat. Pemahaman tentang politik, sosialisasi politik dan pendidikan politik baik itu untuk para calon legislatif dan masyarakat sangatlah penting. Agar supaya budaya-budaya yang terkait patronasi politik dapat diminimalisir secara maksimal serta Calon Legislatif yang terpilih dapat memegang amanah yang akan di embannya ketika menjadi wakil rakyat.


(48)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI II. 1 Sejarah Kab. Langkat

II.1.1. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang-orang-orang asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927

3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala Distrik, dan untuk


(49)

jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.

Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :

o Kejuruan Selesai

o Kejuruan Bahorok

o Kejuruan Sei Bingai

o Distrik Kwala

o Distrik Salapian

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :

o Kejuruan Stabat

o Kejuruan Bingei

o Distrik Secanggang

o Distrik Padang Tualang


(50)

o Distrik Pantai Cermin

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.

o Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.

o Distrik Pulau Kampai

o Distrik Sei Lepan

Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.25

25

Sumber : BPS Kab. Langkat

II.1.2. Masa Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.


(51)

Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah.

Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.

Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura 3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Assiten Wedana (Camat) sebagai perangkat akhir.

Pada tahun 1965-1966 jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:


(52)

1. T. Ismail Aswhin 1967 – 1974 2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979 3. R. Mulyadi 1979 – 1984

4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989 5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994 6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998

7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999 8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009

9. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang

Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, Kabupaten Langkat dibagi atas 3 wilayah pembangunan.

1. Wilayah Pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi o Kecamatan Bahorok dengan 19 desa

o Kecamatan Salapian dengan 22 desa o Kecamatan Kuala dengan 16 desa o Kecamatan Selesai dengan 13 desa o Kecamatan Binjai dengan 7 desa o Kecamatan Sei Bingai 15 desa

2. Wilayah Pembangunan II (Langkat Hilir) meliput o Kecamatan Stabat dengan 18 desa dan 1 kelurahan o Kecamatan Secanggang dengan 14 Desa


(53)

o Kecamatan Hinai dengan 12 desa

o Kecamatan Padang Tualang dengan 18 desa

o Kecamatan Tanjung Pura dengan 15 desa dan 1 kelurahan

3. Wilayah pembangunan III (Teluk Haru) meliputi o Kecamatan Gebang dengan 9 desa

o Kecamatan Brandan Barat dengan 6 desa

o Kecamatan Sei Lepan dengan 5 desa dan 5 kelurahan o Kecamatan Babalan dengan 5 desa dan 3 kelurahan o Kecamatan Pangkalan Susu dengan 14 desa 2 kelurahan o Kecamatan Besitang dengan 8 desa dan 3 kelurahan

Tiap-tiap wilayah pembangunan dipimpin oleh seorang pembantu Bupati. Disamping itu dalam melaksanakan otonomi daerah Kabupaten Langkat dibantu atas dinas-dinas otonom, Instansi pusat baik Departemen maupun non Departemen yang kesemuannya merupakan pembantu-pembantu Bupati. Dalam melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan dan pembangunan.26

26 Ibid


(54)

II. 2 Letak Geografis dan Penduduk II.2.1 Letak Geografis

Geografi. Daerah Kabupaten Langkat terletak pada3o14’dan 4o13’ lintang utara, serta 93o51’ dan 98o45’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut:

o Sebelah Utara berbatas dengan selat Malaka dan Prop. D.I.Aceh

o Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo.

o Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang

o Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)

Topografi. Daerah Tingkat II Langkat dibedakan atas 3 bagian:

o Pesisir Pantai dengan ketinggian 0 – 4 m diatas permukaan laut

o Dataran rendah dengan ketinggian 0 – 30 m diatas permukaan laut

o Dataran Tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m diatas permukaan laut

Di daerah Kab. Langkat terdapat taman wisata Bukit Lawang sebagai obyek wisata, Taman Bukit Lawang ini terletak dikaki Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan udara sejuk oleh hujan trofis, dibukit Lawang ini terdapat lokasi rehabilitasi orang hutan (mawas) yang dikelola oleh WNF Taman Nasional gunung Leuser merupakan asset Nasional terdapat berbagai satwa yang dilindungi seperti: Badak Sumatera, Rusa, Kijang, Burung Kuau, siamiang juga terdapat


(55)

tidak kurang dari 320 jenis burung, 176 binatang menyusui, 194 binatang melata, 52 jenis ampibi serta 3500 jenis species tumbuh-tumbuhan serta yang paling menarik adalah bunga raflesia yang terbesar di dunia.

Daerah Kab. Langkat adalah satu-satunya di Sumatera Utara yang mempunyai tambang minyak yang dikelola oleh Pertamina dan berada di kota Pangkalan Berandan yang menghasilkan:

• Kapasitas CDU (MBCD) - Actual 0,51 (510 Barrel/hari) - Discharged 0,50 (500 Barrel/hari).

• Kapasitas CDU-II (MBCD) - Actual 4,69 (4690 Barrel/hari) - Discharged 4,50 (4500 Barrel/hari).

• Aspal di Pangkalan Susu - Actual 400 Mm3/hari (400.000m3/hari) - Discharged 850 Mm3/hari (850.000 m3/hari)

Disamping pertambangan minyak di Kabupaten Langkat juga terdapat Industri Gula yang dikelola oleh PTP IX Kwala madu serta banyak bahan-bahan tambang yang belum dikelola seperti Coal, Tras, Gamping Stone, Pasir Kwarsa dan lain-lain.27

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk

II.2.2 Penduduk


(56)

1,14 persen pada periode 1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen. Untuk tahun 2008, berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat bertambah menjadi 1.042.523 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,80 untuk periode 2005-2010.

Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu sebanyak 83.223 jiwa sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Pematang Jaya sebesar 14.779 jiwa. Kecamatan Stabat merupakan kecamatan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 918 jiwa per km2dan Kecamatan Batang Serangan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 42 jiwa per km2.

Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk laki-laki sebesar 521.484 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 521.039 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,09 persen.

Berdasarkan hasil SP2000 penduduk Kabupaten Langkat mayoritas bersuku bangsa Jawa (56,87 persen), diikuti dengan suku Melayu (14,93 persen), Karo (10,22 persen), Tapanuli / Toba (4,50 persen), Madina (2,54 persen) dan lainnya (10,94 persen). Sedangkan agama yang dianut penduduk Kabupaten


(57)

Langkat mayoritas agama Islam (90,00 persen), Kristen Protestan (7,56 persen), Kristen Katolik (1,06 persen), Budha (0,95 persen) dan lainnya (0,34 persen). 28

No

Tabel 1. 1 Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rata-Rata Penduduk / Desa Menurut Kecamatan 2009

Kecamatan Luas

Wilayah Jumlah Desa Jumlah Penduduk

1. Bahorok 1.101,84 19 40.933

2. Serapit 98,50 10 18.096

3. Salapian 221,73 17 31.219

4. Kutambaru 236,84 8 15.658

5. Sei Bingai 333,17 16 48.521

6. Kuala 206,23 16 38.991

7. Selesai 167,72 14 69.212

8. Binjai 42,05 7 41.624

9 Stabat 108,85 12 84.440

10. Wampu 194,21 14 41.859

11. Batang Serangan 899,38 8 39.411

12. Sawit Seberang 209,10 7 29.234

13. Padang Tualang 221,14 12 53.705

14. Hinai

105,26 13 47.766

15. Secanggang 231,19 17 69.567

16. Tanjung Pura 179,61 19 72.058

17. Gebang 178,49 11 48.693

18. Babalan 76,41 8 64.764

19. Sei Lepan 280,68 14 54.571

20. Brandan Barat 89,80 7 24.210

21. Besitang 720,75 9 59.813

22. Pangkalan Susu 151,35 11 48.427

23. Pematang Jaya 209,00 8 14.996

28 Ibid


(58)

Jumlah 6.263,29 277 1.057.768

Tahun 2008 6.263,29 277 1.042.523

Tahun 2007 6.263,29 260 1.027.414

Tahun 2006 6.263,29 260 1.013.849

Tabel 1. 1 Lanjutan

No Kecamatan Kepadatan Penduduk Rata-rata Penduduk/Desa

1. Bahorok 37,15 2.154,37

2. Serapit 183,72 1.809,60

3. Salapian 140,80 1.836,41

4. Kutambaru 66,11 1.957,25

5. Sei Bingai 145,63 3.032,56

6. Kuala 189,07 2.436,94

7. Selesai 412,67 4.943,71

8. Binjai 412,67 5.946,29

9 Stabat 989,88 7.036,67

10. Wampu 215,53 2.989,93

11. Batang Serangan 43,82 4.926,38

12. Sawit Seberang 139,81 4.176,29

13. Padang Tualang 242,85 4.475,42

14. Hinai 453,79 3.674,31

15. Secanggang 300,91 4.092,18

16. Tanjung Pura 401,19 3.792,53

17. Gebang 272,81 4.426,64

18. Babalan 847,57 8.095,50

19. Sei Lepan 194,43 3.897,93

20. Brandan Barat 269,60 3.458,57

21. Besitang 82,99 6.645,89

22. Pangkalan Susu 319,97 4.402,45

23. Pematang Jaya 71,75 1.874,50

Rata-rata 168,88 3.818,66

Tahun 2008 166,45 3.763,62


(59)

29

29 Ibid

Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Tabel 1. 2 Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan 2009


(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujuin untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:

Nama : Putri Wulandari

NIM : 100906064

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Hubungan Antara Kesukuan dengan Kemenangan Caleg di Kabupaten Langkat pada Pemilu Legislatif 2014

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

Dra. T. Irmayani, M.Si Drs. A. Taufan Damanik, MA

NIP. 196806301994032001 NIP.19650629188031001

Mengetahui Dekan FISIP USU


(2)

Karya ini dipersembahkan kepada Almarhum Ayahanda dan Almarhum Ibunda tercinta


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kesukuan dengan Kemenangan Caleg di Kabupaten Langkat pada Pemilu Legislatif 2014”. Penelitian ini dilakukan demi memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. A. Taufan Damanik, MA selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan banyak

mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Drs. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik USU

4. Kedua orang tua penulis, Almarhum Sajuddin dan Almarhum Supiani atas segala kasih sayang dan kepercayaan kepada penulis dari kecil hingga tumbuh dewasa serta doa-doa yang mereka panjatkan sepanjang perjalanan hidup penulis.

5. Kepada saudara kandung tercinta kakak Maya Susanti & Alamuana Tia serta Abang Andi Saputra yang telah memberi semangat dan hiburan yang tiada hentinya.

6. Kepada seluruh Staf Departemen Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara, seluruh Dosen dan Asisten Dosen yang selama ini telah memberikan ilmu kepada penulis. Serta kawan-kawan

stambuk 2010, kakak dan abang senior serta kawan-kawan seperjuangan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(4)

Dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf atas kekurangan yang ada pada skripsi ini. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat

memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak yang membacanya serta menjadikannya sebagai bahan memperluas pengetahuan & khazanah berfikir baik bagi pembaca maupun penulis sendiri.

Medan, April 2015


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak... . ii

Abstrack... iii

Halaman Persetujuan... iv

Lembar Persembahan... v

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang... ... 1

I.2. Perumusan Masalah... ... 7

I.3. Tujuan penelitian... ... 7

I.4. Manfaat Penelitian... ... 8

I.5. Kerangka Teori... ... 8

I. 5.1. Teori Etnisitas... ... 8

I. 5.1.1.Emile Durkheim... .. 8

I. 5.1.2. George Simmel... 11

I. 5.1.3. Marx Webber... ... 15

I. 5.2. Perilaku Pemilih... ... 18

I.6.Metodologi Penelitian... ... 25

I. 6.1. Jenis Penelitian... . 25

I. 6.2.Lokasi Penelitian... .. 27

I. 6.3. Teknik Pengumpulan Data... 27

I. 6.4. Teknik Analisis Data... ... 29

I.7. Sistematika Penulisan... ... 29

BAB II :DESKRIPSI LOKASI. II.1. Sejarah Kabupaten Langkat... ... 31

II.2. Letak Geografis dan penduduk... ... 37


(6)

III.1 Membangun Solidaritas Kelompok... ... 50

III.2.Sebagai Proses Interaksi... ... 60

III.3.Sebagai Mobilisasi Politik... 70

III.4.Sejarah dan Hubungan antar Etnis di kabupaten Langkat ... 77

BAB IV PENUTUP 4.I. Kesimpulan... ... 84

4.2. Saran... ... 92

4.2. Saran... ... 92