commit to user 59
2. Pembahasan
Adapun dalam pembahasan ini, peneliti menguraikan mengenai implikasi persamaan dan perbedaan kedepan mengenai pelaksanaan hak-hak
terdakwa anak dengan orang dewasa dalam proses pemeriksaan dari tingkat pertama, khususnya di Pengadilan Negeri Karanganyar. Dalam pelaksanaan
hak-hak terdakwa anak dengan orang dewasa dalam proses pemeriksaan di Pengadilan haruslah terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Apabila hak-hak terdakwa anak tidak terpenuhi maka dapat
akan menjadi faktor kriminogen kedepannya terhadap anak ketika anak tersebut dewasa.
Tujuan utama adanya hak-hak tersangkaterdakwa adalah untuk mengakui dan menjamin harkat dan martabat manusia human dignity, baik
selaku individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengakuan dan jaminan terhadap harkat dan martabat manusia yang direfleksikan sebagai HAM
tersebut, merupakan suatu pengakuan baik bersifat nasional maupun bersifat universal atau internasional. Secara konstitusional adanya pengakuan bersifat
nasional dapat ditemukan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang secara formal diatur dan ditindaklanjuti dengan berbagai
peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengakuan secara universal
terdapat di dalam Mukadimah “Universal Declaration of Human Rights” yang antara lain menyatakan, “whereas recognation of the inherent dignity and of
the equal and inalienable rights of all members of the human family is the foundation of freedom, justice and peace in the world”.
HAM sering didefinisikan sebagai hak-hak yang demikian melekat pada sifat manusia, sehingga tanpa hak-hak tersebut orang tidak mungkin
mempunyai martabat sebagai manusia. Oleh karena itu, hak-hak tersebut tidak dapat dicabut inalienable, dan tidak boleh dilanggar inviolable.
Pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia yang selanjutnya disebut
commit to user 60
HAM, tidak hanya terbatas dalam arti politik, dan ekonomi saja; melainkan juga dalam arti hukum pada umumnya, dan kehidupan hukum pidana pada
khususnya, yakni di dalam proses peradilan pidana. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku bagi tersangkaterdakwa
dalam proses peradilan pidana, hak asasi terhadapnya tetap mendapat tempat dan dijamin oleh hukum. Ketentuan yang mengatur jaminan tersebut adalah
didasarkan pada asas praduga tak bersalah presumption of innocence. Asas ini mengandung aspek kemanusiaan yang sangat mendasar, di mana seseorang
harus dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan tetap mengenai kesalahannya. Jiwa dari asas praduga tak
bersalah secara ekplisit terdapat di dalam “The Universal Declaration of Human Rights” Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia disingkat UDHR.
Di dalam Pasal 11 ayat 1 UDHR ditegaskan, “everyone charged with a penal offence has the right to be presumed innocent until proved guilty
according to law in a public trial at which he has had all the guarantees necessary for his defence”.
Ketentuan Pasal 11 ayat 1 UDHR ini merupakan dasar universalitas asas praduga tak bersalah yang menjiwai ketentuan hukum acara pidana di
berbagai negara. Sebagai penjabaran lebih lanjut dari ketentuan UDHR, asas praduga tak bersalah dirumuskan pula di dalam Pasal 14 ayat 2 “The
International Covenant on Civil and Political Rights” ICCPR, yang menentukan, “everyone charged with a criminal offence shall have the right
to be presumed innocent unitil proved guilty according to law”. Di Indonesia, asas praduga tak bersalah sebagai suatu “general
principle” dalam proses peradilan pidana, ditemukan perumusannya di dalam beberapa undang-undang, yaitu di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam konteks asas asas praduga
tak bersalah, maka seorang yang menjadi tersangkaterdakwa dalam proses
commit to user 61
peradilan pidana harus diberikan hak-haknya sebagai bentuk perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi yang dimilikinya. Perlindungan dan jaminan
tersebut secara normatif diformulasikan pula di dalam ketentuan hukum acara pidana.
Di dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP, terdapat berbagai ketentuan yang mengatur secara eksplisit
perlindungan dan jaminan terhadap hak-hak tersangkaterdakwa. Di samping itu, ada pula ketentuan yang hanya menyebutnya secara implisit, di mana di
dalamnya terkandung makna adanya hak-hak tersangkaterdakwa. Terkait dengan itu, paling tidak terdapat 10 asas yang merupakan wujud perlindungan
hak-hak warga negara dalam proses peradilan pidana, sehingga memenuhi apa yang disebut “due process of law” dalam KUHAP. Ke sepuluh asas tersebut
yaitu: a perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun
b praduga tak bersalah c pelanggaran
atas hak-hak individu warga negara yaitu dalam hal penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan harus didasarkan
pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah. d seorang tersangka berhak diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan
terhadapnya e seorang tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan penasihat
hukum f seorang terdakwa berhak hadir di muka pengadilan
g adanya peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat serta sederhana h peradilan harus terbuka untuk umum
i tersangka maupun terdakwa berhak memperoleh kompensasi ganti kerugian dan rehabilitasi
j adanya kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan- putusannya.
commit to user 62
Asas praduga tak bersalah sebagai suatu asas pokok dalam konteks “due process of law”, selama ini cenderung hanya dikaitkan dengan masalah
pembuktian, terutama sekali dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian.
Menurut Mardjono Reksodiputro, adalah keliru untuk membatasi asas ini hanya pada masalah pembuktian, karena asas bahwa “yang
menggugat atau mendakwa harus membuktikan dalil-dalil gugatan atau dakwaannya”
adalah asas yang lain lagi. Sebagai suatu asas yang
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara dalam proses peradilan pidana, maka di dalam asas praduga tak bersalah
paling sedikit tercakup beberapa hal, yaitu a perlindungan terhadap kesewenang-wenangan pejabat negara
b bahwa pengadilanlah yang berhak menentukan salah tidaknya terdakwa c bahwa sidang pengadilan harus terbuka tidak boleh bersifat rahasia
d bahwa tersangkaterdakwa harus diberi jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya.
Dalam Pasal 18 UU No. 23 tahun 2002 menyebutkan, setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya. Dalam bagian penjelasan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tersebut dikatakan, bantuan lainnya dalam ketentuan ini
termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vokasional dan pendidikan. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari
janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu adanya peran
masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial,
dunia usaha, media massa dan lembaga pendidikan Disisi lain apabila hak-hak terdakwa orang dewasa tidak terpenuhi
maka ada perlindungan Hak Asasi Manusia HAM sebagai terdakwa, seharusnya hak-hak terdakwa tidak boleh dilanggar. Ketika Hak Asasi
commit to user 63
Manusia HAM seorang terdakwa dilanggar maka tujuan hukum bergeser, pada awalnya hukum bertujuan sebagai menacari keadilan masyarakat dan
kepastian hukum, namun jika Hak Asasi Manusia HAM seorang terdakwa dilanggar dengan hak-haknya dilanggar, maka tujuan hukum yang semula
mencari keadilan dan kepastian hukum tidak terpenuhi maka tujuan hukum akan bergeser hanya menjadi pembalasan semata.
commit to user
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan