SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB
commit to user
i
SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
S K R I P S I
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelah Maret Surakarta
Oleh :
BINTANG PRIYOMBODO E 1105006
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi)
SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Disusun Oleh : BINTANG PRIYOMBODO
NIM : E1105006
Disetujui untuk dipertahankan Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Bambang Santoso S.H, MHum Muhammad Rustamaji S.H., M.H. NIP. 196202091989031001 NIP. 198210082005011001
(3)
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum ( Skripsi )
SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Disusun oleh :
BINTANG PRIYOMBODO E 1105006
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada : Hari : Selasa
Tanggal : 26 Oktober 2010
TIM PENGUJI
1. Kristiyadi S.H.Mhum (………)
NIP. 195812251986011001 Ketua
2. Muhammad Rustamaji S.H.,M.H (………) NIP.198210082005011001
Sekretaris
3. Bambang Santoso S.H.,M.Hum (………) NIP. 196202091989031001
Anggota
MENGETAHUI Dekan
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum NIP : 196109301986011001
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Bintang Priyombodo NIM : E 1105006
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANAadalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 7 September 2010 yang membuat pernyataan
Bintang Priyombodo NIM E1105006
(5)
commit to user
v MOTTO
Wahai manusia…engkau telah datang kedunia ini dalam keadaan menangis sementara orang-orang menyambutmu dengan senyum kebahagiaan…maka bekerjakeraslah selama hidupmu, berbuat baiklah, tolonglah sesamamu, dan mengabdilah sepenuhnya kepada sang Khaliq. Dengan cara seperti ini lah engkau
bisa meninggalkan dunia ini dalam keadaan tersenyum…sementara orang-orang disekitarmu menangis sedih karena telah ditinggalkan oleh orang yang paling
bermakna dalam kehidupannya. ( Iman Supriyono )
“Never lose your faith, accept your fate and don’t reject your own life” ( Penulis )
(6)
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Setelah sekian lama aku menimba ilmu, namun hanya kado kecil ini yang dapat kuhadiahkan dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas
ingin penulis persembahkan kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat, karunia dan hidayahNya
2. Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan
penulis dalam mengarungi hidup ini
3. Kedua Orangtua Ku tercinta Bapak Subagyo dan Ibu Ana Budiarti
4. Saudara-saudara ku ”Melysa mekar kusuma
S.H, Shinta Dewi Dameria S.H, Pondra Pradika”
5. Kakek dan Nenek Ku tercinta
6. Seluruh keluarga besarku atas perhatian dan semangatnya
7. Calon ku ”RR Happy Salahita Mayang Sari” 8. Sahabat-Sahabatku dimanapun berada
9. Teman-teman ku angkatan 2005 dan 2006 FH
UNS
10.Teman-teman ku maen “Farid, okky, nadik, toni, tino
11.Almamterku,Universitas sebelas Maret Surakarta.
(7)
commit to user
vii ABSTRAK
BINTANG PRIYOMBODO, E1105006. 2010 “SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA”Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui. hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan anak di bawah umur dengan orang dewasa dan mengetahui persamaan dan perbedaan perlindungan hukum hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan anak dibawah umur dengan orang dewasa.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif, dengan pendekatan kualitatif yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Jenis bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum sekunder. Sumber bahan hukum sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan yang digunakan yaitu melalui studi kepustakaan baik berupa buku-buku, dan dokumen, Tehnik analisa yang digunakan penulis adalah tehnik analisa kualitatif yaitu dilakukan dengan cara interaksi, baik antara komponennya maupun dengan proses pengumpulan bahan hukum.
Berdasarkan pembahasan dihasilkan 2 (dua) simpulan, pertama: bahwa pelaksanaan hak terdakwa anak dengan hak terdakwa orang dewasa tidak sepenuhnya dipenuhi dalam proses pemeriksaan perkara di pengadilan antara lain. Kedua persamaan perlindungan hukum hak terdakwa anak dengan terdakwa orang dewasa dalam proses persidangan tindak pidana pencurian di Pengadilan Negeri Karanganyar adalah sama-sama tidak melindungi secara penuh hak-hak terdakwa anak dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sama-sama terdapat pelanggaran dalam pemenuhan hak-hak terdakwa anak dengan orang dewasa selama proses persidangan. Sedangkan perbedaan dalam proses persidangan terdakwa anak dengan orang dewasa adalah persidangan anak diperiksa oleh Hakim Tunggal, Jaksa Tunggal dan Bapas yang semuanya tidak memakai seragam namun dalam persidangan orang dewasa diperiksan oleh Hakim Majelis, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum. Kata kunci : sinkronisasi hukum, hak-hak terdakwa
(8)
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semata alam atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tugas penulisan hukum dengan judul SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES PERSIDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan hukum ini, penulis mengalami banyak hambatan dan permasalahan baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai penyelesaian penulisan hukum ini. Namun atas bimbingan, bantuan moral maupun materiil, serta saran dari berbagai pihak yang tidak henti-hentinya memberi semangat dan selalu mendukung penulis. Sehingga tidak ada salahnya dengan kerendahan hati dan perasaan yang tulus dari hati yang paling dalam, penulis memberikan penghargaan berupa ucapan terima kasih atas berbagai bantuan yang telah banyak membantu Penulis selama melaksanakan studi sampai terselesaikannya penyusunan penulisan hukum ini, maka pada kesempatan kali ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses belajar mengajar dan menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Ibu Erna Dyah Kusumawati, S.H, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik Penulis yang selalu memberi nasehat dan bimbingan selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
(9)
commit to user
ix
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara. Yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memberikan ilmu-ilmu tentang hukum acara pidana..
4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum Selaku Pembimbing Skripsi yang telah sabar dan tidak lelah memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan Penulis.
5. Bapak Muhammad Rustamaji S.H. M.H. selaku pembimbing skripsi II yang telah memberikan wejangan dalam penulisan hukum ini.
6. Bapak Kristiyadi, S.H, M.Hum. selaku dosen Hukum acara pidana yang telah memberikan dasar-dasar hukum acara pidana.
7. Bapak Harjono, S.H, M.H selaku ketua program non reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas segala bimbingannya kepada seluruh mahasiswa termasuk Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 10.Kedua Orangtua Ku Bapak Subagyo dan Ibu Ana Budiarti yang telah
memberikan kasih sayang sepanjang masa, jirih payahnya dalam bekerja untuk dapat memenuhi segala kebutuhan dan menyekolahkan penulis sampai saat ini. Bapak, Ibu, ku takkan mengecewakanmu dan ku berjanji takan membahagiakan mu sampai akhir hayat.
11.Kakak-kakakku dan Adikku yang selalu memberikan semangat dan keceriaan dalam mengarungi hidup ini.
12.Keluarga Besar Penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik moril maupun materiil.
13.Cintaku RR Happy Salahita Mayang Sari yang selalu memberiku motivasi dalam mengerjakan karya tulis ini.
(10)
commit to user
x
15.Teman-teman kuliah seperjuanganku Abi, Jeffry, Anung ”jumadi”, Rodhi” bocil”, Entut, Yadi, Gembong, GRD, Diger, Singgih, Wahyu, Ajib, Galih, Kino, Topek, yang telah membantu selama kuliah, menyelesaiankan skripsi dan mengisi hari-hari ku dengan candatawa baik dikampus maupun diluar kampus dan seluruh teman-teman Angkatan 2005 dan 2006 FH UNS yang tak dapat ku sebutkan satu persatu yang telah mengisi hari-hari Penulis selama ini hingga lebih berwarna
16.Teman-teman Topik, yadi, okky, farid, tino, toni, makasih telah membantu dan telah berbagi bersama dalam suka maupun duka
17.Crew pengaman parkiran FH UNS Pak Wardi, Mas Wahyono, Mas Didit, Mas Eko dan Mas Bimo yang selalu setia bercanda gurau dengan penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum ini dan kedepannya akan Penulis terima dengan senang hati. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat dalam kemajuan hukum di Indonesia dan bagi semua pihak. Amin.
Surakarta, 5 Oktober 2010
Penulis
(11)
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum ... 13
a. Istilah Definisi Perbandingan Hukum ... 13
b. Perbandingan Hukum Sebagai Metode dan Ilmu ... 16
c. Perbandingan Hukum dan Cabang-Cabangnya ... 17
2. Tinjauan Umum dan Hak-Hak Terdakwa ... 18
3. Tinjauan Umum Tentang Hak Pidana ... 20
(12)
commit to user
xii
5. Tinjauan Umum Tentang Hukum dan Acara Pidana ... 27
a. Pengertian Hukum Acara Pidana ... 27
b. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana ... 28
6. Tinjauan Umum Tentang Sinkronisasi ... 33
B. Kerangka Pemikiran ... 34
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur dengan orang dewasa berdasarkan undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak dan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) ... 36
B. Persamaan dan perbedaan perlindungan hukum hak terdakwa dalam proses persidangan berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak dan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) ... 55
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 64
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN
(13)
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Hal tersebut merupakan satu harapan yang ingin diwujudkan di negara ini. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki orang dewasa, hak asasi manusia (HAM) yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang.
Pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana hak orang dewasa atau isu gender, yang menyangkut hak perempuan. Perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut memikirkan dan melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar yang dilakukan negara, orang dewasa atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak begitu menaruh perhatian akan kepentingan masa depan anak. Padahal anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, aset keluarga, agama, bangsa dan negara. Di berbagai negara dan berbagai tempat di negeri ini, anak-anak justru mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti eksploitasi anak, kekerasan terhadap anak, dijadikan alat pemuas seks, pekerja anak, diterlantarkan, menjadi anak jalanan dan korban perang/konflik bersenjata. (Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasinya (Absori) 79).
Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda, Selain anak, di dalam generasi muda ada yang disebut remaja dan dewasa. Apa yang disebut generasi muda oleh Zaikah Daradjat dalam bukunya Gatot
(14)
Supramo, generasi muda dibatasi sampai seorang anak berumur 25 tahun, menurut beliau generasi muda terdiri atas masa kanak-kanak umur 0-12 tahun, masa remaja umur 13-20 tahun dan masa dewasa muda umur 21-25 tahun. (Gatot Supramona, 2000:1)
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 ayat 1). Dalam Undang-Undang ini seorang anak yang masih dalam kandungan yang belum lahir sekalipun telah disebut sebagai anak sebagai individu yang mendapat perlindungan hukum.
Pemberian beberapa hak-hak tertentu kepada tersangka dalam proses penyelesaian perkara pidana merupakan salah satu inovasi dalam KUHAP sebagai ketentuan hukum acara pidana. Inovasi tersebut dapat bersumber kepada Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yaitu tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang seperti diketahui, tidak saja mengandung restorasi terhadap kekuasaan kehakiman yang bebas, tetapi juga mengandung kerangka umum atau general framework dari lingkungan peradilan yang ada dengan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi dan asas-asas mengenai Hukum Acara Pidana (Oemar Seno Adji, 1985: 31).
Hak-hak yang diberikan kepada tersangka/terdakwa dalam proses penyelesaian perkara pidana telah diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undnag-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hak-hak tersebut antara lain mendapat pemeriksaan, hak untuk diberitahukan kesalahannya, hak untuk segara diajukan ke pengadilan, hak untuk mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya, hak untuk mendapat kunjungan keluarga dan lain-lain.
Bila dilihat sejarah hukum acara pidana di Indonesia, dapat diketahui bahwa hak-hak bagi tersangka/terdakwa itu telah mendapatkan pengaturannya dalam ketentuan hukum acara pidana yang lama, yaitu HIR atau yang lazim juga disebut dengan Reglemen Indonesia yang dibarui
(15)
commit to user
(Rbg). Dalam peraturan ini hak tersebut diatur dalam Pasal 250 dan 254, yang memberikan hak tersebut pada tersangka yang diancam dengan pidana mati serta hak tersangka untuk menghubungi pembelanya setelah berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.
Dalam praktek perlindungan anak banyak menimbulkan kontra dengan apa yang terjadi pada tanggal 29 Mei 2009 yang diberitakan oleh kompas.com tentang penangkapan oleh polisi dari Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta terhadap ke-10 (sepuluh) orang anak yang pada saat itu telah bermain judi dengan taruhan Rp 1.000,- per anak di kawasan bandara. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar SD negeri Rawa Rengas dan pekerjaan mereka sehari-hari adalah menjadi penyemir sepatu di kawasan bandara Soekarno-Hatta. Tentunya, berita tersebut adalah salah satu dari sekian banyaknya permasalahan yang berisikan lembaran suram untuk masa depan anak-anak Indonesia yang telah merayakan Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli 2009 lalu.
Di lihat dari Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, definisi anak pada Pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Seperti yang diberitakan, bahwa usia anak-anak tersebut masih berusia 10 sampai dengan 16 tahun, maka hal tersebut menjadi pertanyaan, pantaskah mereka diberlakukan seperti itu? Tentunya hal itu akan menimbulkan pro dan kontra dari para pihak dalam menyikapinya. Sementara pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri mengirimkan surat kepada PN Tangerang meminta agar proses persidangan bagi 10 anak yang didakwa berjudi itu diadakan secara maraton dengan vonis bebas murni. Sekretaris Jenderal Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan, dasar dari permintaan itu karena dakwaan terhadap anak-anak tersebut mengada-ada.
Selain mendesak menghentikan proses persidangan dan membebaskan anak-anak tersebut dari jeratan hukum, KPAI juga meminta
(16)
agar kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang telah menghukum mereka meminta maaf kepada anak-anak tersebut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia, menyatakan menyesalkan sikap kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan negeri yang telah menghukum anak-anak tersebut.
Perlindungan khusus dan perlakuan khusus anak perlu dilakukan, termasuk bila seandainya anak tersebut melakukan suatu perbuatan melanggar peraturan perundang-undangan dengan maksud agar anak tersebut tidak sampai mengalami tekanan jiwa dan jangan sampai proses perkara pidana yang mereka alami akan berpengaruh buruk bagi masa depan dan perkembangan kepribadiannya. Yang dimaksud perlindungan anak dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 1 butir ke 2 UU No 23 Th 2002).
Berbeda dengan perlindungan hukum terhadap orang dewasa, hak-hak terdakwa orang dewasa dengan anak-anak sangatlah berbeda, hak-hak-hak-hak terdakwa orang dewasa dalam persidangan diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sedangkan hak-hak terdakwa anak dalam persidangan diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam pelaksanaan persidangan terhadap terdakwa orang dewasa dengan anak banyak terjadi perbedaan, misalnya dalam hal praktek persidangan, persidangan dengan terdakwa orang dewasa terbuka untuk umum, namun untuk terdakwa anak-anak tertutup untuk umum, hal ini untuk menjaga kondisi jiwa, harkat dan martabat si anak tersebut. Hak-Hak yang dimiliki terdakwa orang dewasa dengan anak dalam prakteknya juga berbeda. Misalnya dalam kasus tindak pidana pencurian yang pelakunya orang dewasa dengan anak di Pengadilan Karanganyar.
(17)
commit to user
Berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul : SINKRONISASI HORISONTAL TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERDAKWA ANAK DENGAN ORANG DEWASA DALAM PROSES BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan atau sasaran sesuai yang dikehendaki.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam penulisan hukum ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa saja yang menjadi hak terdakwa dalam proses persidangan Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan kitab undang-undang hukum acara pidana 2. Apakah persamaan dan perbedaan perlindungan hukum hak terdakwa
dalam proses persidangan Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan kitab undang-undang hukum acara pidana
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai
(18)
dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai Penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a) Untuk mengetahui hak-hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
b) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan perlindungan hukum hak-hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
(19)
commit to user
2. Tujuan Subjektif
a) Memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b) Menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman Penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum, khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang sangat berarti bagi penulis.
c) Memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a) Merupakan salah satu sarana bagi Penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b) Untuk sedikit memberi sumbangan pengetahuan dan pikiran dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
c) Untuk mendalami teori–teori yang telah Penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.
(20)
2. Manfaat Praktis
a) Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan Penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk masuk ke dalam instansi atau instansi penegak hukum maupun untuk praktisi hukum yang senantiasa memperjuangkan hukum di negeri ini agar dapat ditegakkan.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi pihak–pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:41).
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah, penelitian yang dilakukan termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian Hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Johny Ibrahim, 2006:44).
(21)
commit to user
2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat preskriptif. Penelitian preskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk menemukan suatu kebenaran dan menarik suatu kesimpulan dari isu-isu hukum yang ada untuk menemukan aturan-aturan yang relevan. Dalam penulisan ini lebih lanjut akan dikaji tentang hak-hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Proses Persidangan Anak dan Orang Dewasa.
3. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder yaitu sejumlah data atau fakta atau keterangan yang digunakan oleh seseorang yang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan, terdiri dari literatur, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan yang berlaku, laporan, desertasi, teori-teori dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dan relevan dengan masalah yang diteliti.
4. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum sekunder adalah:
a) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, adapun yang penulis gunakan adalah
1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
2) Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
3) Putusan No 63/Pid.B/2010/PN.Kr.Ay 4) Putusan No 227/Pid.B/2009/PN.Kr.Ay
(22)
b) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan hukum primer : yaitu buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, hasil penelitian yang relevan dan buku-buku penunjang lain.
c) Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk yaitu : kamus hukum, artikel internet.
(Peter Mahmud, 2005:141) 5. Pendekatan Penelitian
Menurut Johnny Ibrahim, dalam penelitian hukum terdapat bebarapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (concentual approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach) dan pendekatan kasus (case approach) (Johnny Ibrahim, 2006:300). Yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perbandingan (comparative approach) yaitu membandingkan hak-hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Putusan No 63/Pid.B/2010/PN.Kr.Ay dan No 227/Pid.B/2009/PN.Kr.Ay.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, perbandingan hak-hak terdakwa anak dan orang dewasa akan dianalisis dengan logika deduktif. Dalam hal ini, sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber
(23)
commit to user
penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui hak-hak terdakwa serta persamaan dan perbedaan hak-hak-hak-hak terdakwa dalam proses persidangan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006:47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand Arief Shidarta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim, 2008:249).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Agar skripsi ini dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai apa yang hendak dituju dan dimaksud dengan judul skripsi, maka dalam sub bab ini Penulis akan membuat sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian.
(24)
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini Penulis menguraikan tentang teori-teori yang melandasi penelitian hukum. Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan tentang perbandingan hukum, tinjauan tentang hak-hak terdakwa, tinjauan tentang anak, tinjauan tentang orang dewasa, tinjauan umum tentang Hukum Acara Pidana,
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yaitu tentang perbandingan hak-hak terdakwa antara anak dibawah umur dengan orang dewasa menurut undang-undang perlindungan anak dengan KUHAP. Sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaan dari masing-masing tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan berisi mengenai simpulan dan saran terkait dengan pembahasan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(25)
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum
a) Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum
Istilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing, diterjemahkan: comparative law (bahasa Inggris), vergleihende rechstlehre (bahasa Belanda), droit comparé (bahasa Perancis). Istilah ini, dalam pendidikan tinggi hukum
di Amerika Serikat, sering diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau
dialih bahasakan, menjadi hukum perselisihan, yang artinya menjadi lain bagi pendidikan hukum di Indonesia (Romli Atmasasmita, 2000 : 6).
Istilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah perbandingan hukum (pidana). Istilah ini sudah memasyarakat di kalangan teoritikus hukum di Indonesia, dan tampaknya sudah sejalan dengan istilah yang telah dipergunakan untuk hal yang sama di bidang hukum perdata, yaitu perbandingan hukum perdata. Untuk memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu dikemukakan definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal.
Romli Atmasasmita dalam bukunya mengutip beberapa pendapat ahli hukum mengenai istilah perbandingan hukum, antara lain :
1) Rudolf B. Schlesinger mengatakan bahwa, perbandingan hukum
merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing dari suatu masalah hukum
(26)
2) Winterton mengemukakan, bahwa perbandingan hukum adalah suatu metoda yaitu perbandingan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan
3) Gutteridge menyatakan bahwa perbandingan hukum adalah suatu metoda
yaitu metoda perbandingan yang dapat digunakan dalam semua cabang
hukum. Gutteridge membedakan antara comparative law dan foreign law
(hukum asing), pengertian istilah yang pertama untuk membandingkan dua sistem hukum atau lebih, sedangkan pengertian istilah yang kedua, adalah mempelajari hukum asing tanpa secara nyata membandingkannya dengan sistem hukum yang lain.
4) Perbandingan hukum adalah metoda umum dari suatu perbandingan dan
penelitian perbandingan yang dapat diterapkan dalam bidang hukum. Para pakar hukum ini adalah : Frederik Pollock, Gutteridge, Rene David, dan George Winterton
5) Lemaire mengemukakan, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu
pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai lingkup : (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya
6) Ole Lando mengemukakan antara lain bahwa perbandingan hukum
mencakup : “analysis and comparison of the laws”. Pendapat tersebut
sudah menunjukkan kecenderungan untuk mengakui perbandingan sebagai cabang ilmu hukum.
7) Hesel Yutena mengemukakan definisi perbandingan hukum sebagai
berikut: Comparative law is simply another name for legal science, or like
other branches of science it has a universal humanistic outlook ; it contemplates that while the technique nay vary, the problems of justice are basically the same in time and space throughout the world.( Perbandingan hukum hanya suatu nama lain untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu ilmu sosial, atau seperti
(27)
commit to user
cabang ilmu lainnya perbandingan hukum memiliki wawasan yang universal, sekalipun caranya berlainan, masalah keadilan pada dasarnya sama baik menurut waktu dan tempat di seluruh dunia)
8) Orucu mengemukakan suatu definisi perbandingan hukum sebagai
berikut: Comparative law is legal discipline aiming at ascertaining
similarities and differences and finding out relationship between various legal sistems, their essence and style, looking at comparable legal institutions and concepts and typing to determine solutions to certain problems in these sistems with a definite goal in mind, such as law reform, unification etc. (Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pula hubungan-hubungan erat antara berbagai sistem-sistem hukum; melihat perbandingan lembaga-lembaga hukum konsep-konsep serta mencoba menentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem-sistem hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaharuan hukum, unifikasi hukum dan lain-lain)
9) Definisi lain mengenai kedudukan perbandingan hukum dikemukakan
oleh Zweigert dan Kort yaitu : Comparative law is the comparison of the
spirit and style of different legal sistem or of comparable legal institutions of the solution of comparable legal problems in different sistem. (Perbandingan hukum adalah perbandingan dari jiwa dan gaya dari sistem hukum yang beda atau lembaga-lembagahukum yang berbeda-beda atau penyelesaian masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam sistem hukum yang berbeda-beda)
10)Romli Atmasasmita yang berpendapat perbandingan hukum adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan metoda perbandingan
(28)
b) Perbandingan Hukum Sebagai Metode dan Ilmu
Perbandingan hukum menunjukkan pembedaan antara perbandingan hukum sebagai metode dan sebagai ilmu. Ketidakjelasan tersebut biasanya dijumpai pada perumusan-perumusan yang bersifat luas, seperti yang dapat
ditemui pada ”Black’s Law Dictionary” yang menyatakan bahwa
”comparative jurisprudence” adalah ”The study of the principles of legal science by the comparison of various systems of law” (Henry Campbell Black: 1968).
Akan tetapi perumusan dari Black tersebut sebenarnya cenderung untuk mengklasifikasikan perbandingan hukum sebagai metode, karena yang
dimaksudkan dengan ”comparative” adalah ”Proceeding by the method of
comparison; founded on comparison; estimated by comparison”..
Ilmu-ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara gejala-gejala hukum dengan gejala sosial lainnya. Untuk mencapai tujuannya,
maka dipergunakan metode sosiologis, sejarah dan perbandingan hukum (L. J. van Apeldoorn: 1966). Penggunaan metode-metode tersebut dimaksudkan untuk:
1) metode sosiologis : untuk meneliti hubungan antara hukum dengan
gejala-gejala sosial lainnya
2) metode sejarah : untuk meneliti tentang perkembangan hukum,
3) metode perbandingan hukum : untuk membandingkan berbagai tertib
hukum dari macam-macam masyarakat
Ketiga metode tersebut saling berkaitan, dan hanya dapat dibedakan (tetapi tak dapat dipisah-pisahkan). Metode sosiologis, misalnya, tidak dapat diterapkan tanpa metode sejarah, oleh karena hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan hasil dari suatu perkembangan (dari zaman dahulu). Metode perbandingan hukum juga tidak boleh diabaikan, oleh karena hukum merupakan gejala dunia. Metode sejarah juga memerlukan bantuan dari metode sosiologis, oleh karena perlu diteliti faktor-faktor sosial
(29)
commit to user
yang mempengaruhi perkembangan hukum. Metode perbandingan tidak akan membatasi diri pada perbandingan yang bersifat deskriptif; juga diperlukan data tentang berfungsinya atau efektivitas hukum, sehingga diperlukan metode sosiologis. Juga diperlukan metode sejarah, untuk mengetahui perkembangan dari hukum yang diperbandingkan. Dengan demikian maka ketiga metode tersebut saling mengisi dalam mengembangkan penelitian hukum (Soerjono Soekanto 1989 : 26).
c) Perbandingan Hukum dan Cabang-Cabangnya
Betapa pentingnya perbandingan hukum dan berkembangnya pengkhususan ini, antara lain terbukti dari kenyataan bahwa kemudian timbul sub-spesialisasi. Sub-spesialisasi tersebut adalah :
1) Descriptive comparative law, 2) Comparative history of law,
3) Comparative legislation atau comparative jurisprudence (proper).
Descriptive comparative law merupakan suatu studi yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan tentang sistem hukum berbagai masyarakat (atau bagian masyarakat). Cara menyajikan perbandingan dapat didasarkan pada lembaga-lembaga hukum tertentu (bidang tata hukum) ataupun kaedah-kaedah hukum tertentu yang merupakan bagian dari lembaga tersebut. Yang sangat ditonjolkan adalah analisa deskriptif yang didasarkan pada lembaga-lembaga hukum.
Comparative history of law berkaitan erat dengan sejarah, sosiologi
hukum, antropologi hukum dan filsafat hukum dan untuk Comparative
legislation atau comparative jurisprudence (proper) bertitik tolak pada
(Edonard Lambert: 1957): ”... the effort to define the common trunk on which
present national doctrines of law are destined to graft themselves as a result both of the development of the study of law as a social science and of the awakening of an international legal consciousness.”
(30)
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam perbandingan hukum dapat berupa bahan yang langsung didapat dari masyarakat (data primer), maupun bahan kepustakaan (data sekunder). Bahan-bahan kepustakaan tersebut dapat berupa bahan hukum primer, sekunder ataupun tertier (dari sudut kekuatan mengikatnya). Bahan hukum primer, antara lain, mencakup peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang dikodifikasikan (misalnya hukum adat) yurisprudensi, traktat, dan seterusnya. Bahan-bahan hukum sekunder,
antara lain peraturan perundang-undangan (untuk ”comparative history of
law”), hasil karya para sarjana, hasil penelitian, dan seterusnya. Bahan-bahan
hukum tersier dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mencari dan menjelaskan bahan primer dan sekunder (Soerjono Soekanto 1989 : 54)
2. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Terdakwa
Istilah tersangka berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:“Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Sedangkan istilah terdakwa berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu “Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.”
Apabila kita perbandingkan penyebutan istilah tersangka atau terdakwa,
maka dalam ketentuan Wetboek van Strafordering Belanda (Ned. Sv.) kedua
istilah tersebut tidak dibedakan, akan tetapi hanya disebut dalam satu istilah saja
yaitu “verdachte”. Pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) Ned. Sv. Istilah tersangka
ditafsirkan secara lebih luas dan lugas yaitu dipandang sebagai orang karena fakta-fakta atau keadaan-keadaan menunjukkan ia patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana. Akan tetapi dalam praktek peradilan perbedaan
kedua istilah tersebut tampaknya bukan merupakan perbedaan principal dan boleh
(31)
commit to user
Bab VI tentang tersangka dan terdakwa mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP.
Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa oleh penyidik, meskipun seorang tersangka diduga telah melakukan suatu perbuatan yang cenderung sebagai perbuatan negatif dan bahkan suatu tindak pidana yang melanggar hukum bukan berarti seorang tersangka dapat dilakukan semena-mena dan di langgar hak-haknya abik itu hak-hak hukumnya,sehingga hak-hak tesebut harus dipenuhi oleh penyidik.
Tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, hak-hak tersebut antara lain meliputi :
a) Hak untuk segera diperiksa , diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50
ayat 1, 2, 3 ).
b) Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan b).
c) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim
(Pasal 52)
d) Hak untuk mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1).
e) Hak untuk dapat mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
(Pasal 54)
f) Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang ditunjuk oleh
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma
g) Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah
dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama di atas (Pasal 59 dan 60).
(32)
h) Hak tersangka atau terdakwa berhubungan surat-menyurat dengan penasehat hukumnya (Pasal 62).
i) Hak tersangka atau terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang memiliki
keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65).
j) Hak tersangka atau terdakwa menuntut ganti kerugian. (Pasal 68)
Disamping hak-hak yang disebutkan diatas masih banyak lagi hak-hak tersangka atau terdakwa yang lain, seperti bidang penahanan, penggeledahan, dan sebagainya. Sebagai kesimpulan dari yang di sampaikan diatas, ialah bahwa baik dalam pemeriksaan pendahuluan maupun dalam pemeriksaan sidang pengadilan,
telah berlaku asas akusator (accusatoir). Andi Hamzah mengatakan bahwa asas
akusator telah dianut pada pemeriksaan pendahuluan, ialah adanya jaminan yang luas terutama dalam hal bantuan hukum, sehingga dari sejak pemeriksaan dimulai, tersangka sudah dapat meminta bantuan hukum, bahkan pembicaraan tersangka dan penasehat hukumnya tidak didengar atau disaksikan oleh penyidik atau penuntut umum, kecuali ialah tersangka didakwa melakukan delik terhadap keamanan negara (Andi Hamzah, 2000 :67).
3. Tinjauan Tentang Tindak Pidana
Istilah mengenai tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda yaitu strafbaarfeit atau delict, namun dalam perkembangan hukum istilah
strafbaarfeit atau delict memiliki banyak definisi yang berbeda-beda, sehingga untuk memperoleh pendefinisian tentang tindak pidana secara lebih tepat sangatlah sulit mengingat banyaknya pengertian mengenai tindak pidana itu sendiri.
Terdapat beberapa pendefinisian tindak pidana oleh para sarjana hukum, dimana pendefinisian tersebut digolongakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang merumuskan tindak pidana sebagai satu kesatuan yang utuh dan bulat yang lebih dikekenal dengan kelompok yang berpandangan
(33)
commit to user
monistis, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok dengan aliran dualistis yang memisahkan antar perbuatan yang dilarang dalam undang-undang dan diancam pidana disatu pihak dan pertanggungjawaban dilain pihak.
Pengertian mengenai strafbaarfeit menurut sarjana sangatlah banyak,
pengertian tersebut antara lain berasal dari :
a) Simons
Merumuskan pengertian strafbaarfeit sebagai suatu tindakan melanggar hak
yang telah dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum. (Lamintang, 1997 : 185)
b) Pompe
Menurut hukum positif Pompe mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah
perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.
c) Moeljanto
Memberikan pengertian yaitu perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut. (sudarto, 1990 :43)
d) Vos
Merumuskan bahwa strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang
diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. (Adami Chazawi, 2002: 72)
e) Lamintang
Merumuskan tindak pidana itu sebagai suatu tindakan melanggar hak yang dengan sengaja telah dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakanya yang dinyatakan sebagai dapat dilakukan.
(34)
f) Hezewinkel Suringa
Merumuskan tindak pidana sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa terdapat didalamnya (Lamintang, 1984 :172).
g) Karni
Merumuskan ”delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan dipertanggungjawabkan” (Sudarto, 1990 :42).
h) Van Hamel
Mengatakan strafbaarfeit sebagai suatu serangan atau suatu ancaman terhadap
hak-hak orang lain (Lamintang, 1997 :182).
4. Tinjauan Umum Tentang Anak
Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia, anak merupakan suatu titipan kepada orang yang telah menikah dan berkeluarga, sehingga anak harus di jaga dan di lindungi oleh orang tua nya hingga anak dapat melindungi dirinya sendiri dari bahaya yang ada dan juga dapat berpikir secara sehat untuk menentukan pilihan hidupnya kelak.
Dalam kehidupan bernegara, anak merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan generasi muda yang nantinya sebagai penerus cita-cita bangsa. Definisi anak sendiri terdapat banyak pengertiannya, pengertian tersebut terdiri dari beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya yaitu :
a) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Dalam Pasal 1 ayat (2) undang-undang ini anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
(35)
commit to user
b) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Definisi anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berumur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 ayat (1) ) Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini menyebutkan bahwa batasan umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah anak yang sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
c) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Dalam Pasal 1 butir 1 undang-undang ini pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sehingga anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu menurut undang-undang ini telah mendapatkan suatu perlindungan hukum. Selain terdapat pengertian anak, dalam undang-undang ini terdapat pengertian mengenai anak telantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh.
d) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dalam undang-undang ini pengertian anak tidak di artikan secara lebih jelas, namun pengertian dari Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) yang berisi mengenai pembatasan usia anak di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian sebelum mencapai 18 (delapan belas) tahun dapat diartikan bahwa pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun.
e) Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
Dalam Konvensi PBB yang di tanda tangani oleh Pemerintah Republik Indonesia tanggal 1990 di katakan batasan umur anak adalah di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
(36)
f) Menurut KUHP
Seperti halnya dalam undang-undang tentang perkawinan, dalam KUHP pengertian dari anak tidak dia artikan secara lebih lanjut, namun berdasarkan Pasal 45 KUHP dapat di simpulkan mengenai pengertian anak yaitu seseorang yang belum cukup umur, dimana batasan umurnya adalah 16 (enam belas) tahun.Namun seiring perkembangan zaman, maka ketentuan dari Pasal 45 KUHP ini sudah tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya digunakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
Dalam Pasal 4-19 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak disebutkan yang menjadi hak-hak anak adalah sebagai berikut:
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. Pasal 7
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(37)
commit to user Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. penelantaran
(38)
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan e. ketidakadilan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata c. pelibatan dalam kerusuhan sosial
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan e. pelibatan dalam peperangan
Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
(39)
commit to user
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk :
a. menghormati orang tua, wali, dan guru
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia
5. Tinjauan Umum Tentang Hukum Acara Pidana
a) Pengertian Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana merupakan peraturan yang melaksanakan hukum pidana. Hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia berdasar pada peraturan yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Dengan terciptanya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka pertama kali di Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam artian meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai
(40)
Yahya Harahap berpendapat bahwa KUHAP sebagai hukum acara pidana yang berisi ketentuan mengenai proses penyelesaian perkara pidana sekaligus menjamin hak asasi tersangka atau terdakwa. Hal ini terdapat pada penjelasan bahwa KUHAP sebagai hukum acara pidana yang berisi ketentuan tata tertib proses penyelesaian penanganan kasus tindak pidana, sekaligus telah memberi “legalisasi hak asasi” kepada tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di depan pemeriksaan aparat penegak hukum. Pengakuan hukum yang tegas akan hak asasi yang melekat pada diri mereka dari tindakan sewenang-wenang. KUHAP telah mencoba menggariskan tata tertib hukum yang antara lain akan melepaskan tersangka atau terdakwa maupun keluarganya dari kesengsaraan putus asa di belantara penegakan hukum yang tak bertepi, karena sesuai dengan jiwa dan semangat yang diamanatkannya, tersangka atau terdakwa harus diberlakukan berdasar nilai-nilai yang manusiawi (M. Yahya Harahap, 2002:4).
Definisi-definisi tersebut di atas dikemukakan oleh para ahli hukum. Hal ini dikarenakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sendiri tidak memberikan definisi hukum acara pidana secara implisit.
b) Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana
1) Tujuan Hukum Acara Pidana
Pemahaman mengenai tujuan KUHAP dapat dilihat dalam konsideran huruf c KUHAP yang berbunyi:
“Bahwa pembangunan hukum nasional yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing, ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila”.
Dari bunyi konsideran huruf c KUHAP tersebut, maka dapat dapat dirumuskan beberapa landasan tujuan KUHAP, yaitu :
(41)
commit to user
(a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat, yang lebih dititikberatkan
kepada peningkatan penghayatan akan hak dan kewajiban hukum.
(b) Meningkatkan sikap mental aparat penegak hukum.
(c) Tegaknya hukum dan keadilan
(d) Melindungi harkat dan matabat manusia
(e) Menegakkan ketertiban dan kepastian hukum, arti dan tujuan
kehidupan masyarakat adalah mencari dan mewujudkan ketenteraman dan ketertiban (Yahya Harahap, 2002:58-79).
Pada dasarnya tujuan dari hukum acara pidana telah dirumuskan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman, yang bunyinya adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran material, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.Tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhirnya ialah mencari suatu ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat (Andi Hamzah, 2002:9).
2) Fungsi Hukum Acara Pidana
Menurut Bambang Poernomo (1988:18) tugas dan fungsi pokok hukum acara pidana dalam pertumbuhannya meliputi empat tugas pokok, yaitu :
(a) Mencari dan menemukan kebenaran
(b) Mengadakan tindakan penuntutan secara benar dan tepat
(42)
(d) Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim
Menurut Van Bemmelen, seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah, mengenai fungsi hukum acara pidana, mengemukakan terdapat tiga fungsi hukum acara pidana yaitu :
(a) Mencari dan menemukan kebenaran
(b) Pemberian keputusan hakim
(c) Pelaksanaan putusan (Andi Hamzah, 2002:9)
c) Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Asas-asas Hukum Acara Pidana, diatur dalam Penjelasan KUHAP butir ke-3 yaitu terdiri dari :
1) Asas persamaan di muka hukum yaitu perlakuan yang sama atas diri setiap
orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan
2) Asas perintah tertulis yaitu penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang
3) Asas praduga tak bersalah yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap
4) Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan
dan salah tuntut yaitu kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi
(43)
commit to user
5) Asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan, bebas, jujur dan
tidak memihak yaitu pengadilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan ;
6) Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya yaitu setiap orang yang
tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya
7) Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan yaitu kepada
seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan atas dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum ;
8) Asas hadirnya terdakwa yaitu pengadilan memeriksa perkara pidana
dengan hadirnya terdakwa
9) Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum yaitu sidang
pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang
10)Asas pelaksanaan pengawasan putusan yaitu pengawasan pelaksanaan
putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan
11)Tersangka diberi kebebasan memberi dan mendapatkan penasehat hukum,
menunjukkan bahwa KUHAP telah dianut asas akusator, yaitu tersangka dalam pemeriksaan dipandang sebagai subjek berhadap-hadapan dengan lain pihak yang memeriksa atau mendakwa yaitu kepolisian atau kejaksaan sedemikian rupa sehingga kedua pihak mempunyai hak-hak
yang sama nilainya (asas accusatoir) (M.Yahya Harahap, 2002:40)
Sedangkan Andi Hamzah berpendapat bahwa asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut:
(44)
1) Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
2) Asas praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Sebelum ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka setiap orang tersangka/terdakwa wajib dianggap tidak bersalah
3) Asas oportunitas
Penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum
4) Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Terdapat pengecualian, yaitu mengenai delik yang berhubungan dengan
rahasia militer atau yang menyangkut ketertiban umum (openbare orde)
5) Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim.
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang
6) Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap
Pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan tersebut diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara
7) Asas tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
8) Asas akusator dan inkisitor (accusatoir dan inquisitoir)
Kebebasan memberi dan mendapatkan nasehat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHP telah dianut asas akusator
9) Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi (Andi Hamzah, 2002:10-22)
(45)
commit to user
6. Tinjauan Umum Tentang Sinkronisasi
a) Pengertian Sinkronisasi
Penyelarasan dan penyelerasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada dan sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu.
b) Maksud dan Tujuan Sinkronisasi
Maksud dari kegiatan sinkronisasi adalah agar subtansi yang diatur dalam produk perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplementer), saling terkait, dan semakin rendah jenis pengaturannya maka semakin detail dan operasional materi muatannya.
Adapun tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tersebut secara efisien dan efektif.
c) Ruang Lingkup Sinkronisasi
Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Sinkronisasi vertikal adalah dilakukan dengan melihat apakah suatu
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu bidang tertentu tidak bertentangan antara satu dengan yang lain.
2. Sinkronisasi horisontal adalah dilakukan dengan melihat berbagai
peraturan perundang-undangan yang sederajat yang mengatur bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi horizontal juga harus dilakukan secara kronologis, yaitu sesuai dengan urutan waktu yang ditetapkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
(46)
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1 : Skematik Kerangka Pemikiran Keterangan :
Setiap orang yang melakukan tindak pidana pastilah mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya dalam tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dengan anak, perlindungan hukum yang diterima pastilah berbeda. Hak-hak yang dimiliki oleh terdakwa orang dewasa dalam persidangan diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sedangkan hak-hak terdakwa anak dalam
Perlindungan Hukum
Anak Dibawah Umur Menurut UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Orang dewasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Hak-Hak Terdakwa
Persamaan Dan Perbedaan Tindak Pidana
(47)
commit to user
persidangan diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam hal ini bagaimana pelaksanaan hak-hak terdakwa oleh orang dewasa dengan anak dalam proses persidangan dan apa yang menjadi persamaan dan perbedaan hak-hak yang dimiliki oleh terdakwa orang dewasa dengan anak dalam proses persidangan.
(48)
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hak Terdakwa dalam Proses Persidangan Terhadap Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak di Bawah Umur Dengan Orang
Dewasa Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) 1. Hasil Penelitian
Pada hasil penelitian ini, peneliti mengkaji Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai payung hukum dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur tentang hak-hak terdakwa (orang dewasa), mengenai perlindungan hak-hak-hak-hak anak pada saat berhadapan dengan hukum, dan disisi lain hak-hak terdakwa (orang dewasa). Adapun hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 4 s.d. 11, 13, 15 dan 16 yaitu setiap anak berhak, yaitu :
Tabel 1
Hak-hak Anak Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
NO PASAL BUNYI PASAL
a)
b)
c)
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Mendapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Atas suatu nama sebagai identitas dari status kewarganegaraan
Untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan
(49)
commit to user d)
e)
f)
g)
h)
i)
Pasal 7 ayat 1, 2
Pasal 8
Pasal 9 ayat (1)
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 13 ayat (1)
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tuanya
Untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya sendiri. Jika orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak atau anak dalam keadaan terlantar. Maka ia berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial
Memperoleh pendidikan dan pengajaran guna pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya
Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan
Beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan yang sebaya, bermain , berkreasi sesuai minat dan bakat tingkat kecerdasan demi pengembangan dirinya
Selama dalam asuhan orang tua, wali atau pihak lain yang bertanggung jawab, anak mendapat perlindungan dari perilaku : diskriminasi, ekploitasi (ekonomi / seksual), penelantaran, kekejamanan, kekerasan, penganiayaan,
(50)
j) k) l) m) n) o) p) Pasal 15
Pasal 16 ayat (1, 2)
Pasal 9 ayat (2)
Pasal 9 ayat (2, 12)
Pasal 14
Pasal 16 ayat (3)
Pasal 17 ayat (1)
ketidakadilan dan perilaku salah lainnya
Memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan peperangan
Memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, juga memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum
Penyandang cacat : ia juga memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan yang memiliki keuangan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus Berhak memperoleh rehabilitasi bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
Perkecualian, terhadap pemisahan anak untuk diasuh oleh orang tuanya, adalah jika ada alasan dan / atau aturan hak yang sah demi kepentingan terbaik bagi anak, merupakan pertimbangan terbaik bagi anak dan yang terakhir
Upaya terakhir (ultimum remedium) berupa
penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau lainnya secara
(51)
commit to user q)
r)
s)
Pasal 17 ayat (2)
Pasal 18
Pasal 64 ayat (2)
efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak serta dalam sidang tertutup untuk umum
Berhak dirahasiakan yaitu bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum
Berhak mendapatkan bantuan hukum dan lainnya bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pidana.
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai
dengan martabat dan hak-hak anak;
b. penyediaan petugas pendamping khusus anak
sejak dini
c. penyediaan sarana dan prasarana khusus
d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak
e. pemantauan dan pencatatan terus menerus
terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum
f. pemberian jaminan untuk mempertahankan
hubungan dengan orang tua atau keluarga
g. perlindungan dari pemberitaan identitas
(52)
t)
u)
v)
w)
Pasal 7 UU No 3 Tahun 1997
Pasal 8 ayat 1 UU No 3 Tahun 1997
Pasal 8 ayat 3 UU No 3 Tahun 1997
Pasal 11 UU No 3 Tahun 1997
labelisasi.
Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa
Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang
tertutup.
Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing
Kemasyarakatan.
Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal
Adapun hak-hak terdakwa (orang dewasa) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, hak-hak tersebut antara lain meliputi :
(53)
commit to user Tabel 2
Hak-hak Terdakwa (orang dewasa)
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
NO PASAL BUNYI PASAL
a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)
Pasal 50 ayat (1)
Pasal 50 ayat (2)
Pasal 50 ayat (3) Pasal 51 butir a dan b
Pasal 52
Pasal 53 ayat (1) Pasal 54
Pasal 56
Pasal 57 ayat (1)
Pasal 58
Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili
Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
Hak terdakwa segera diadili oleh pengadilan
Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan
Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim
Hak untuk mendapat juru bahasa
Hak untuk dapat mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma
Hak tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya
Hak tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima
(54)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
Pasal 59 dan 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.
Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama di atas
Hak tersangka atau terdakwa secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluarga.
Hak tersangka atau terdakwa berhubungan surat-menyurat dengan penasehat hukumnya.(Pasal 62) Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan
Hak terdakwa untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
Hak tersangka atau terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian
(55)
commit to user q)
r)
s)
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Hak terdakwa atau penuntut umum untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat
Hak tersangka atau terdakwa menuntut ganti kerugian.
Adapun dalam 2 (dua) tindak pidana yang menjadi bahan kajian peneliti, menunjukan dalam proses persidangan hanya terdapat beberapa hak saja yang terpenuhi, di satu sisi pada poses persidangan anak dan Proses Persidangan orang dewasa, antara lain :
1. Hak-hak Anak dalam proses persidangan :
a) Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum, orang tuanya dan
petugas balai pemasyarakatan (penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini).
b) Hak untuk diperiksa oleh Hakim tunggal dalam memeriksa dan
memutus perkara anak dalam tingkat pertama.
c) Hak untuk disidangkan terpisah dengan orang dewasa.
d) Hak untuk disidangkan dalam sidang yang tertutup untuk umum.
e) Hak untuk mengajukan nota keberatan (Replik) oleh terdakwa
terhadap dakwaan jaksa penuntut umum.
f) Hak untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan
jaksa penuntut umum.
g) Hak untuk mendapatkan bantuan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
(56)
h) Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak
i) Mendapatkan penyediaan sarana dan prasarana khusus
j) Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak
k) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum
l) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga
m) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
2. Hak-hak Terdakwa Orang Dewasa dalam Proses Persidangan :
a) Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan
b) Hak untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan
jaksa penuntut umum baik secara lisan maupun tertulis.
c) Hak untuk tidak dibebani pembuktian
d) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas
2. Pembahasan
A. Perlindungan Hak-hak Anak dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak dalam Proses Persidangan.
Berdasarkan hasil penelitian pada sub bab sebelumnya, peneliti dapat mengemukakan hak-hak anak ketika berhadapan dengan hukum menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Hak-hak anak tersebut antara lain mencakup hak mendapatkan penegakan hukum sebagai ultimum remidium, hak perlakuan manusiawi, hak dirahasiakan, hak mendapatkan sarana dan prasarana khusus, penyediaan petugas pendamping
(57)
commit to user
khusus dan hak mendapatkan penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Sedangkan dalam proses persidangan sang anak hanya mendapatkan hak yang meliputi diperiksa oleh hakim tunggal, disidangkan dalam sidang tertutup, sidang dipisahkan dengan orang dewasa, mendapatkan bantuan dari Balai Pemasyarakatan, perlakuan secara manusiawi, mendapatkan sarana dan prasarana khusus. Adapun secara rinci dapat dilihat pada table berikut ini.
(1)
commit to user
63
Manusia (HAM) seorang terdakwa dilanggar maka tujuan hukum bergeser, pada awalnya hukum bertujuan sebagai menacari keadilan masyarakat dan kepastian hukum, namun jika Hak Asasi Manusia (HAM) seorang terdakwa dilanggar dengan hak-haknya dilanggar, maka tujuan hukum yang semula mencari keadilan dan kepastian hukum tidak terpenuhi maka tujuan hukum akan bergeser hanya menjadi pembalasan semata.
(2)
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hak-hak terdakwa anak dengan terdakwa orang dewasa dalam Proses
Pemeriksaan di Pengadilan :
a) Hak anak dalam Proses Persidangan :
1) Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum, orang tuanya dan petugas
balai pemasyarakatan (penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini)
2) Hak untuk diperiksa oleh Hakim tunggal dalam memeriksa dan memutus
perkara anak dalam tingkat pertama
3) Hak untuk disidangkan terpisah dengan orang dewasa.
4) Hak untuk disidangkan dalam sidang yang tertutup untuk umum.
5) Hak untuk mengajukan nota keberatan (Replik) oleh terdakwa terhadap
dakwaan jaksa penuntut umum
6) Hak untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan jaksa
penuntut umum
7) Hak untuk mendapatkan bantuan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
dalam proses penyidikan, penuntutan dam pemeriksaan di Pengadilan.
8) Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan
hak-hak anak
9) Mendapatkan penyediaan sarana dan prasarana khusus
10) Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak
11) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak
(3)
commit to user
65
12) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua
atau keluarga
13) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi
b) Hak terdakwa orang dewasa dalam Proses Pemeriksaan di Pengadilan :
1) Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan
2) Hak untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan jaksa
penuntut umum baik secara lisan maupun tertulis. 3) Hak untuk tidak dibebani pembuktian
4) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas
2. Persamaan perlindungan hukum hak terdakwa anak dengan terdakwa orang
dewasa dalam proses persidangan tindak pidana pencurian di Pengadilan Negeri Karanganyar adalah sama-sama tidak melindungi secara penuh hak-hak terdakwa anak dengan orang dewasa berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sama-sama terdapat pelanggaran dalam pemenuhan hak-hak terdakwa anak dengan orang dewasa selama proses persidangan. Sama-sama terdapat sebagian hak-hak terdakwa anak dengan orang dewasa terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan perbedaan dalam proses persidangan terdakwa anak dengan orang dewasa adalah persidangan anak diperiksa oleh Hakim Tunggal, Jaksa Tunggal dan Bapas yang semuanya tidak memakai seragam namun dalam persidangan orang dewasa diperiksan oleh Hakim Majelis, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum.
(4)
B. Saran
1. Anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, mengupayakan secara optimal hak-hak terdakwa anak yang belum terpenuhi, memerlukan pembinaan dan perlindungan baik secara sosial maupun hukum dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai oleh karena itu terhadap anak yang melakukan tindak pidana haruslah diperhatikan mengenai pemenuhan hak-hak anak ketika berhadapan dengan hukum. Sehingga pemenuhan hak-hak anak yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dapat terlaksana dengan baik. Dalam pelaksanaan persidangan terdakwa harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, si anak dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa. Disinilah diperlukan standart Operaty Procedure (SOP) bagi aparat penegak hukum yang menangani anak yang berhadapan dengan hukum.
2. Dalam hal pemenuhan hak-hak terdakwa orang dewasa haruslah berdasarkan pada
asas praduga tak bersalah, yaitu ketika seorang terdakwa tidak boleh dianggap salah sebelum mendapatkan putusan yang telah in kracht. Sehingga pemenuhan hak-hak terdakwa orang dewasa sesuai dengan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya pro dan kontra. Hal ini untuk menjamin bahwa hukum untuk mencaiptakan keadilan dan tidak memihak siapapun juga. Hal ini akan tercapai jika pemahaman hukum acara senantiasa ditanamkan terhadap aparat penegak hukum dalam forum-forum diskusi ilmiah, seminar maupun panel hukum.
(5)
commit to user
67
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Andi Hamzah. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sapta Arta Jaya. . 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
_________.2002. Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika.
Gatot Supramono, 2000. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta. Djambatan
Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising.
Lamintang. 1997. Dasar-Dasar untuk mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia. Bandung. PT Citra Aditya Bakti
Lexi J Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rodakarya.
M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.
Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju. Peter Mahmud M. 2005. Peneltian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada Maedia Group Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasiya... Absori, SH.,MHum.
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
(6)
Undang-Undang
Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Putusan no 63/pid.b/2010/PN.Kr.Ay dan no 227/pid.b/2009/PN.Kr.Ay Kompas.com tanggal 29 Mei 2009