27
4.3.4. Besar Sampel
Menurut Taro Yamane dan Slovin, apabila jumlah populasi N diketahui maka teknik pengambilan sampel dapat menggunakan rumus sebagai berikut
Siswanto et al., 2014: � =
� �. �
2
+ 1 � = Jumlah sampel
� = Jumlah populasi �
2
= Presisi ditetapkan 10 dengan tingkat kepercayaan 95 � =
40 40 . 0,1
2
+ 1 � =
40 40 . 0,01 + 1
� = 40
0,4 + 1 � =
40 1,4
� = 28,57 Dengan besar sampel minimal tersebut, maka sampel penelitian saya
bulatkan menjadi 30 orang.
4.4. Teknik Pengambilan Data
Pada penelitian ini menggunakan data primer berupa swab seragam dokter muda yang bertugas di ICU Dewasa RSUP H. Adam Malik Medan. Sebelum
dilakukan swab, responden diminta mengisi lembar persetujuan dan lembar isian data demografi dan kebiasaan pencucian seragam. Sampel segera dibawa ke
laboratorium mikrobiologi FK USU di mana kemudian langsung dilakukan pemeriksaan kontaminasi bakteri.
Universitas Sumatera Utara
28
4.5. Alat dan Bahan
4.5.1. Alat
a. Inkubator b. Lampu Spiritus
c. Ose Sengkelit d. Jangka Sorong
e. Tabung Reaksi f. Rak Tabung Reaksi
g. Spidol h. Pinset
i. Kaca objek j. Mikroskop
k. Kapas Lidi Steril l. Sarung Tangan
m. Piring Petri
4.5.2. Bahan
a. Media Agar Darah b. Media Mannitol Salt Agar MSA
c. Media Mueller Hinton Agar MHA d. Kit Koagulase Tes
e. Aquades f. Karbol Gentian Violet
g. Larutan Lugol h. Alkohol 96
i. Fuchsin Air Safranin j. Disk Cefoxitin 30 µg
Universitas Sumatera Utara
29
4.6. Prosedur dan Teknik Penelitian
4.6.1. Persiapan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di
ICU dewasa RSUP H. Adam Malik
Menemui dokter muda
Dokter muda bersedia
Dokter muda menandatangani
informed consent Dokter muda
mengisi lembar isian data demografi
dan kebiasaan pencucian seragam
Melakukan pengambilan swab
pada sisi seragam dokter muda
Swab segera digoreskan di atas agar darah
Agar darah disimpan di dalam tempat
penyimpanan Sampel segera dibawa ke
laboratorium mikrobiologi FK USU
Sampel diinkubasi semalaman pada suhu
37
o
C Koloni yang didapat
diidentifikasi dengan teknik identifikasi
konvensional Staphylococcus aureus +
Memberikan lembar permohonan
menjadi responden Skrining MRSA dari isolat
Staphylococcus aureus Uji sensitivitas
terhadap Disk Cefoxitin 30 µg
Diameter ≤ 21 mm: resisten
Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus MRSA
Analisis data
Universitas Sumatera Utara
30
4.6.2. Skrining Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA
1. Ambil isolat Staphylococcus aureus dengan menggunakan ose atau
sengkelit 2.
Suspensikan koloni isolat S. aureus dengan NaCl fisiologis hingga sesuai dengan kekeruhan 0,5 Mc Farland
3. Kemudian sebarkan ke media Mueller Hinton Agar MHA secara
merata menggunakan swab steril 4.
Setelah itu diletakkan disk cefoxitin 30 µg di atas media MHA 5.
Lalu inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam 6.
Pembacaan zona hambat disekitar cakram
4.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang telah didapatkan, dilakukan pencatatan. Kemudian tiap-tiap data tersebut dimasukkan ke dalam komputer yang akan dianalisa menggunakan
software komputer, yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada seragam dokter muda yang
bertugas di ICU Dewasa.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik RSUP HAM beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kodya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit ini
merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera
Bagian Utara yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502MenkesIX1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit
pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan penelitian, seperti alat dan bahan untuk pelaksanaan kultur mikrobiologi dan alat inkubator untuk
pengeraman bakteri. Penelitian dilaksanakan di ruangan laboratorium yang terletak di lantai satu gedung Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Jalan Universitas No.1, Kampus Universitas Sumatera Utara, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru.
5.1.2. Karakteristik Individu
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dokter muda yang bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan mulai dari 17
September 2015 sampai 29 September 2015. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebesar 30 responden yang memiliki kriteria inklusi. Semua
data diambil dari data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden.
Universitas Sumatera Utara
32
5.1.3. Hasil Identifikasi Staphylococcus aureus dan Skrining MRSA
Pada penelitian ini, pengumpulan sampel diperoleh dari swab pada sisi seragam dokter muda yang bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik
Medan. Dari 30 responden, diperoleh 30 sampel swab seragam. Identifikasi Staphylococcus aureus dan skrining MRSA dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi FK USU. Identifikasi Staphylococcus aureus dilakukan dengan cara teknik identifikasi konvensional. Dari 30 sampel yang diuji terdapat 17 sampel
56,7 teridentifikasi positif Staphylococcus aureus. Kemudian dilakukan skrining MRSA terhadap sampel yang teridentifikasi positif Staphylococcus
aureus dengan cara uji sensitivitas terhadap disk Cefoxitin 30 µg. Dari 17 sampel yang teridentifikasi positif Staphylococcus aureus terdapat satu sampel 3,3
positif MRSA.
5.1.4. Hasil Uji Sensitivitas Terhadap Disk Cefoxitin 30 µg
Hasil uji sensitivitas terhadap disk Cefoxitin 30 µg menunjukkan dari 17 isolat Staphylococcus aureus, terdapat satu sampel 5,9 dengan zona hambat
disk Cefoxitin terhadap bakteri ≤ 21 mm, dengan kata lain positif MRSA.
5.1.5. Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus Berdasarkan Data Demografi dan Kebiasaan Pencucian Seragam
Tabel 5.1 menunjukkan jumlah responden yang terkontaminasi dengan isolat Staphylococcus aureus berdasarkan data demografi dan kebiasaan
pencucian seragam. Secara keseluruhan, 56,7 seragam terkontaminasi dengan Staphylococcus aureus dan 3,3 seragam terkontaminasi dengan MRSA.
Persentase isolat MRSA dari seluruh isolat Staphylococcus aureus adalah 5,9.
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 5.1. Kontaminasi Bakteri Staphylococcus aureus Berdasarkan Data Demografi dan Kebiasaan Pencucian Seragam
n Staphylococcus aureus
Kontak dengan rawat inap
Hari ini 28
1760,7 1 minggu
2 1 bulan
1 bulan Cara mencuci
seragam Cuci sendiri
14 7
Jasa binatu umum
1 1
Jasa binatu rumah sakit
1 1
Jasa tukang cuci
13 753,8
Dan lain-lain 1
1 Lama seragam
digunakan sejak dicuci
1-3 hari 28
1657,1 4-7 hari
2 1
8-14 hari 15-28 hari
28 hari Total
30 17 56,7
Keterangan: kontak terakhir dengan rawat inap pada hari yang sama dengan hari
pengambilan sampel
Universitas Sumatera Utara
34
Dari data demografi riwayat kontak dengan rawat inap, riwayat kontak dengan rawat inap yang terbanyak dipilih terdapat pada responden yang memilih
kontak dengan rawat inap pada hari yang sama dengan hari pengambilan sampel sebanyak 28 orang. Prevalensi terbanyak kontaminasi Staphylococcus aureus
dijumpai pada seragam dokter muda yang kontak terakhir dengan rawat inap pada hari yang sama dengan hari pengambilan sampel 60,7. Skrining MRSA
dengan hasil positif juga dijumpai pada seragam dokter muda yang kontak terakhir dengan rawat inap pada hari yang sama dengan hari pengambilan sampel
3,6. Dari data kebiasaan pencucian seragam berdasarkan cara mencuci
seragam, cara yang terbanyak digunakan terdapat pada responden yang memilih cuci sendiri sebanyak 14 orang, diikuti dengan yang memilih menggunakan jasa
tukang cuci yaitu 13 orang. Prevalensi terbanyak kontaminasi Staphylococcus aureus dijumpai pada yang mencuci seragam dengan jasa tukang cuci 53,8.
Skrining MRSA dengan hasil positif dijumpai pada yang mencuci seragam dengan cara lain-lain.
Dari data kebiasaan pencucian seragam berdasarkan lama seragam digunakan sejak dicuci, lamanya seragam digunakan sejak dicuci yang terbanyak
dipilih terdapat pada responden yang memilih seragam yang digunakan 1-3 hari sejak dicuci sebanyak 28 orang. Prevalensi terbanyak kontaminasi Staphylococcus
aureus dijumpai pada seragam yang digunakan 1-3 hari sejak dicuci 57,1. Skrining MRSA dengan hasil positif juga dijumpai pada seragam yang digunakan
1-3 hari sejak dicuci.
Universitas Sumatera Utara
35
5.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bakteri Staphylococcus aureus dan MRSA yang mengkontaminasi seragam dokter muda.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa Staphylococcus aureus dapat ditransmisikan melalui kontak langsung atau material-material yang
dapat membawa sumber infeksi. Material-material yang berpotensi termasuk stetoskop, kain-kain tempat tidur, permukaan lingkungan, dan pakaian Treakle et
al., 2010. Seragam dokter digunakan dengan maksud untuk mencegah kontaminasi
silang antara pasien dan dokter, tetapi hal tersebut menjadi persoalan dengan tinjauan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa seragam dokter menyimpan
kontaminan yang potensial sebagai patogen penyebab infeksi dan oleh karena itu, hal ini dapat berperan dalam transmisi silang dari petugas kesehatan terkait
patogen infeksius Kareem et al., 2014. Pada penelitian ini, swab seragam dokter muda dilakukan pada sisi
seragam, karena berdasarkan penelitian Banu et al. 2012 sisi seragam adalah area yang paling tinggi terkontaminasi.
Pada penelitian ini didapatkan 17 56,7 sampel positif Staphylococcus aureus dan 1 3,3 sampel positif MRSA. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Treakle et al. 2010 yang menemukan, dari 149 seragam responden, 34 telah terkontaminasi dengan Staphylococcus aureus, 6 diantaranya adalah
MRSA. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Banu et al. 2012 dimana Staphylococcus aureus sebagai patogen terbanyak yang diisolasi dari
seragam dokter sebesar 64,7. Penelitian Muhadi et al. 2007 juga mengemukakan hal yang sama dimana Staphylococcus aureus adalah tipe
mikroorganisme yang paling umum dijumpai pada setiap sisi seragam. Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang paling umum dijumpai pada
54 seragam lengan panjang dan 32 seragam lengan pendek. Pada penelitian Kareem et al. 2014 juga menemukan hal yang sama dimana dari 103 seragam
dokter, 80 77,7 terkontaminasi, dan bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus 45,1. Hal yang sama juga ditemukan pada
Universitas Sumatera Utara
36
penelitian Pilonetto et al. 2004, diantara patogen yang ditemukan pada seragam para profesi kesehatan di Intensive Care Unit ICU, 61 adalah Staphylococcus
aureus. Pada penelitian ini dilakukan uji sensitivitas terhadap disk cefoxitin 30 µg
pada isolat Staphylococcus aureus dari seragam dokter muda, uji ini dilakukan untuk skrining MRSA. Dari 17 isolat Staphylococcus aureus yang ditemukan pada
seragam dokter muda, ditemukan satu isolat MRSA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Treakle et al. 2010 yang menemukan dari 34 isolat
Staphylococcus aureus dari seragam responden, 6 diantaranya MRSA. Namun berbeda dengan penelitian Pilonetto et al. 2004 yang menemukan dari 11 isolat
Staphylococcus aureus dari seragam para profesi kesehatan di Intensive Care Unit ICU umum, tidak satu pun ditemukan MRSA.
Pada tabel 5.1 karakteristik tingginya kemungkinan terkontaminasi Staphylococcus aureus adalah interaksi terakhir dengan rawat inap pada hari yang
sama pada saat pengambilan sampel sebelum seragam dicuci, cara mencuci seragam dengan jasa tukang cuci dan seragam yang digunakan 1-3 hari sejak
dicuci. Karakteristik tingginya kemungkinan terkontaminasi MRSA adalah interaksi terakhir dengan rawat inap pada hari yang sama pada saat pengambilan
sampel sebelum seragam dicuci, cara mencuci seragam dengan cara lain-lain, dan seragam yang digunakan 1-3 hari sejak dicuci. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Treakle et al. 2010 dimana karakteristik tingginya kemungkinan terkontaminasi Staphylococcus aureus adalah interaksi terakhir dengan rawat inap
dalam seminggu terakhir sebelum seragam dicuci dan mencuci seragam dengan cara cuci sendiri. Sedangkan karakteristik tingginya kemungkinan terkontaminasi
MRSA adalah mencuci seragam dengan jasa binatu rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan