Gambar 4.1 Hasil analisis aktivitas antioksidan fraksi n-heksan, kloroform,
etilasetat, dan air ekstrak etanol herba ranti .
Aktivitas antioksidan dari fraksi-fraksi ekstrak etanol herba ranti ditentukan oleh senyawa-senyawa antioksidan diantaranya senyawa flavonoid
atau turunan polifenol yang dikandungnya.
4.4 Hasil Analisis senyawa flavonoid dari hasil fraksinasi secara KKt
Hasil analisis KKt menggunakan 5 sistem fase gerak yaitu BAA, asam asetat 15, asam asetat 50, Forestall dan asam klorida 1, pada fraksi n-heksan
tidak terdapat noda, ini membuktikan bahwa flavonoida tidak dapat larut dalam n-heksan karena n-heksan bersifat non polar. Menurut Markham 1988, senyawa
yang kepolarannya rendah seperti lemak, terpen, klorofil dan lain-lain dapat dibebaskan dengan ekstraksi dalam corong pisah dengan n-heksan. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
tidak mungkin mengandung flavonoid, ekstrak tersebut diperiksa secara kromatografi.
Fraksi kloroform dan fraksi air dengan masing-masing fase gerak menunjukkan noda yang tidak terpisah dengan baik, sedangkan pada fraksi
etilasetat memberikan pemisahan noda terbaik dan jumlah noda yang lebih banyak, sehingga pada uji selanjutnya hanya dilakukan pada fraksi etilasetat.
Fraksi etilasetat dilakukan KKt preparatif menggunakan fase gerak asam asetat 50 dan fase diam kertas Whatmann No.3, hasilnya diperoleh 3 pita, yaitu pita F1
berfluoresensi kuning mempunyai harga faktor retardasi Rf = 0,46, F2 berfluoresensi kuning hijau mempunyai harga Rf = 0,59, F3 berfluoresensi biru
ungu mempunyai harga Rf = 0,67.
4.5 Uji kemurnian terhadap isolat
Hasil uji kemurnian terhadap isolat F1, F2 dan F3 secara KKt 2 arah dengan fase gerak I adalah BAA dan fase gerak II adalah asam asetat 50
menunjukkan 1 bercak dengan sinar lampu UV 366 nm. Isolat F1 berfluoresensi kuning mempunyai harga Rf = 0,48, F2 berfloresensi kuning hijau mempunyai
harga Rf = 0,59 sedangkan F3 belum diperolah bercak noda yang tunggal. Kemudian disemprot dengan penampak bercak aluminium klorida 5 bv tetap
menunjukkan 1 bercak, F1 berfloresensi kuningan mempunyai harga Rf = 0,48, F2 berfluoresensi kuning hijau mempunyai harga Rf = 0,59 sedangkan F3 belum
menunjukkan bercak noda tunggal. Menurut Markham 1988, BAA biasanya merupakan pengembang terbaik
dari segi kekuatan pelarut dan pemisahan bercak, sehingga sudah menjadi
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan umum untuk menggunakan BAA pada pengembangan pertama pada KKt dua arah.
Penafsiran spektrum UV dilakukan terhadap isolat F1 dan F2 dengan merujuk pada Mabry, et al. 1970 dan Markham 1988.
Penafsiran spektrum UV untuk isolat F1 adalah sebagai berikut:
1. Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol memberikan 2 pita absorpsi maksimum yaitu 327,80 nm pita I yang menunjukkan adanya absorpsi pada
cincin B sinamoil dan 298 nm pita II yang menunjukkan adanya absorpsi pada cincin A benzoil Lampiran 11 halaman 42. Absorpsi maksimum pada
pita I sesuai untuk senyawa flavanon yaitu 300-330 nm dan absorpsi maksimum pada pita II seharusnya absorpsi maksimum senyawa flavanon
yaitu 275-295 nm sehingga diduga isolat F1 adalah senyawa flavanon. 2. Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan natrium
hidroksida 2 N menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik sebesar 31 nm pada pita II yaitu 266,80 nm, bila dibandingkan dengan spektrum dalam
metanol Lampiran 11 halaman 43. Ini menunjukkan bahwa pada senyawa flavanon ini tidak dijumpai adanya gugus 5,7-OH pada cincin A, dimana
seharusnya terjadi pergeseran batokromik sebesar 35 nm pada pita II. Spektrum diukur kembali setelah 5 menit, hasil menunjukkan tidak terjadi
penguraian pada pita II Lampiran 11 halaman 44 yang menunjukkan tidak dijumpai adanya gugus orto-dihidroksi pada cincin A.
3. Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan aluminium klorida 5 bv dan asam klorida 6 N terjadi pergeseran batokromik sebesar 3
nm pada pita II yaitu 301 nm dengan kenaikan intensitas bila dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan spektrum dalam metanol Lampiran 11 halaman 45. Pergeseran ini menunjukkan tidak dijumpai adanya gugus 5-OH, dimana seharusnya terjadi
pergeseran batokromik sebesar 20-26 nm pada pita II. 4. Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat
terjadi pergeseran batokromik sebesar 14 nm pada pita II yaitu 312,4 nm dengan kenaikan intensitas bila dibandingkan dengan spektrum dalam metanol
Lampiran 11 halaman 46, ini menunjukkan tidak dijumpai adanya gugus 7- OH bebas, dimana seharusnya terjadi pergeseran batokromik sebesar 35-60 nm
pada pita II. 5.
Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat dan asam borat terjadi pergeseran batokromik sebesar 14 nm pada pita II yaitu
312,40 nm dengan penurunan kenaikkan bila dibandingkan dengan spektrum dalam metanol Lampiran 11 halaman 47, ini menunjukkan dijumpai adanya
gugus 6,7-diOH pada cincin A, dimana seharusnya terjadi pergeseran batokromik sebesar 10-15 nm pada pita II.
Hasil spektrum di atas menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah golongan flavanon dengan gugus 6,7 –di OH pada cincin A. Kesimpulan ini
didukung dengan tabel warna flavonoid dengan sinar tampak dan UV menurut Harbone yaitu flavanon berwarna kuning pucat sampai hijau kuning.
Penafsiran spektrum UV untuk isolat F2 adalah sebagai berikut:
1. Hasil spektrum isolat F2 dalam metanol memberikan 2 pita absorpsi maksimum yaitu 339,60 nm pita I yang menunjukkan adanya absorpsi pada
cincin B sinamoil dan 281,20 nm pita II yang menunjukkan adanya absorpsi pada cincin A benzoil Lampiran 11 halaman 48. Isolat F2 ini dapat diduga
Universitas Sumatera Utara
senyawa flavon atau flavonol dengan gugus 3-OH tersubsitusi yang memiliki absorpsi maksimum pita I 310-360 nm dan pita II 250-280 nm.
2. Hasil spektrum isolat F2 dalam metanol dengan penambahan natrium hidroksida 2N menunjukkan adanya pergeseran batokromik sebesar 43 nm
pada pita I yaitu 382,80 nm bila dibandingkan dengan spektrum dalam metanol Lampiran 11 halaman 49. Ini menunjukkan adanya gugus 4’-OH atau gugus
hidroksil pada cincin B sinamoil. Spektrum diukur kembali setelah 5 menit, hasil menunjukkan tidak terjadi
penguraian Lampiran 11 halaman 50 yang menunjukkan adanya gugus 4’-OH atau gugus hidroksil pada cincin B.
3. Hasil spektrum isolat F2 dalam metanol dengan penambahan aluminium klorida 5 bv dan asam klorida 6 N menunjukkan tidak ada pergeseran pada
pita I yaitu 339,60 nm bila dibandingkan dengan spektrum dalam metanol Lampiran 11 halaman 51 . Ini menunjukkan mungkin dijumpai adanya gugus
5-OH dengan gugus prenil. 4. Hasil spektrum isolat F2 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat
terjadi pergeseran hipsokromik sebesar 6 nm pada pita II yaitu 274,20 nm bila dibandingkan dengan spektrum dalam metanol Lampiran 11 halaman 52,
maka pada senyawa flavonol ini tidak dijumpai adanya gugus 7-OH bebas. 5. Hasil spektrum isolat F2 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat
dan asam borat terjadi pergeseran batokromik sebesar 2 nm pada pita I yaitu 341,20 nm bila dibandingkan dengan spektrum dalam metanol Lampiran 11
halaman 53, ini menunjukkan tidak dijumpai adanya gugus orto-dihidroksi
Universitas Sumatera Utara
pada cincin B, dimana seharusnya terjadi pergeseran batokromik sebesar 12-36 nm pada pita I.
Hasil spektrum di atas menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah golongan flavonol yang mempunyai gugus 4’OH pada cincin B.
Menurut Harborne 1987, flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning. Flavonol terdapat gugus 3-
hidroksi. Flavonol dalam tumbuhan sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3- glikosida. Aglikon flavonol yang umumnya dijumpai yaitu kemferol, kuersetin,
dan mirisetin. Isolat F2 berfluoresensi kuning hijau dan Rf yang diperoleh 0,59 sehingga dapat diduga golongan flavonol glikosida.
4.6 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Isolat
Pengukuran aktivitas antioksidan isolat herba ranti dengan konsentrasi 40 µgml, 60 µgml, 80µgml yang dibandingkan dengan BHT konsentrasi 20 µgml
sebagai kontrol larutan DPPH 0,5 mM tanpa penambahan sampel. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan fraksi n-heksan, kloroform, etilasetat dan air
herba ranti dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Aktivitas antioksidan isolat flavonoid dari herba ranti
Larutan Uji Aktivitas antioksidan peredaman
40 µgml 60 µgml
80 µgml
Isolat F1 43,09
44,41, 49,70
Isolat F2 17,87
35,94 41,21
Pembanding 20 µgml
BHT 91,30
Universitas Sumatera Utara
Data tersebut menunjukkan isolat flavonoid mempunyai aktivitas
antioksidan lebih rendah dibandingkan pada fraksi n-heksan, kloroform dan sisa. Sedangkan BHT sebagai pembanding dengan konsentrasi 20µgml menunjukkan
aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingakan keempat fraksi. Dari data tersebut diperoleh persamaan regresi linier untuk isolat F1 Y= 0.6257X + 6,1345
dan nilai IC
50
sebesar 70,11 µgml, isolat F2 Y= 0,5406X - 0,572 dan nilai IC
50
sebesar 93,54 µgml.
Gambar 4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan isolate flavonoid 1 dan isolate flavonoid 2 herba ranti
Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil DPPH sebagai radikal bebas dalam larutan metanol sehingga
terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning dengan nilai IC
50
konsentrasi sampel uji yang mampu meredam radikal bebas 50 digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai parameter untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji Prakash, 2001.
Dari ketiga isolat diperolah isolat flavonoid 1 mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding isolat flavonoid 2. Hal ini dapat dihubungkan
dengan keberadaan gugus 3-OH dan 3-OH pada cincin B terhadap aktivitas antioksidan penangkap radikal yang tinggi. Adanya gugus hidroksi pada cincin B
dari merupakan sisi aktif utama dalam memutus rantai oksidasi dan gugus hidroksi ganda pada cincin B lebih meningkatkan aktivitasnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN