Multiple Abses Paru yang Disebabkan Corpus Alineum
LAPORAN KASUS – 1
MULTIPLE ABSES PARU YANG DISEBABKAN
CORPUS ALINEUM (PELURU LOGAM)
dr. Syamsul Bihar
Narasumber
: dr. H. Zainuddin Amir, Sp. P (K)
Pembimbing
: dr. Noni N. Soeroso, Sp. P
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN
RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
(2)
Lembaran pengesahan
LEMBARAN PENGESAHAN Laporan Kasus yang berjudul
MULTIPEL ABSES PARU YANG DISEBABKAN
CORPUS ALIENUM (PELURU LOGAM)
Dibacakan oleh dr. Syamsul Bihar
Telah dilakukan koreksi dan perbaikan sesuai dengan hasil koreksi dari pembimbing
Diketahui Medan, 12 Maret 2009
SPS Departemen Pulmonologi dan Pembimbing Ilmu Kedokteran Respirasi
Dr. Pantas Hasibuan, Sp. P
NIP : 140 160 382 NIP : 132 306 864
(3)
DAFTAR ISI
I Pendahuluan ... 1
II Laporan kasus ... 2
II.1 Riwayat Penyakit ... 2
II.2 Pemeriksaan Fisik ... 3
II.3 Pemeriksaan Penunjang ... 4
II.3.1 Radiologi ... 4
II.3.2 Hasil Laboratorium ... 5
II.4 Diagnosa Banding ... 6
II.5 Diagnosa Sementara ... 6
II.6 Penatalaksanaan ... 6
II.7 Rencana panjajakan ... 7
II.8 Follow up pasien ... 8
II.9 Hasil penjajakan ... 12
II.9.1 Analisa sputum ... 12
II.9.2 Sitologi Sputum ... 12
II.9.3 CT Scan toraks ... 13
II.9.4 Laboratorium ... 14
II.9.5 Foto roentgen toraks ... 15
II.9.6 Brnkoskopi ... 16
II.9.7 Follow Pasien ... 18
III Diskusi ... 20
III.1 Defenisi ... 20
III.2 Patogenesis ... 20
III.2.1 Aspirasi Pneumonia ... 20
III.2.2 Supuratif Pneumonia ... 21
III.2.3 Infeksi dari jaringan paru yang infark ... 22
III.3 Karakteristik Mikrobiolobi ... 24
III.4 Diagnosis ... 25
III.4.1 Gejala Klinis ... 25
III.4.2 Pemeriksaan Fisik ... 25
III.4.3 Radiologis ... 26
III.4.4 Sputum ... 27
III.4.5 Bronkoskopi ... 27
III.5 Diagnosa Banding ... 27
III.5.1 Empiema Terlokalisir ... 27
III.5.2 Bula ... 28
III.5.3 Hematoma Paru ... 28
III.5.4 Pneumokoniosis ... 28
III.5.5 Cavitary lung carcinoma ... 28
III.5.6 Tuberkulosis paru, infeksi jamur dan actinomicosis ... 29
III.6 Pengobatan ... 29
III.6.1 Fisioterapi dada ... 29
III.6.2 Pengobatan antibiotika ... 29
III.6.3 Bronkoskopi ... 30
IV Kesimpulan ... 30
V Daftar Pustaka ... 32
(4)
I. Pendahuluan
Abses paru merupakan kerusakan lokal pada parenkim paru yang disebabkan bakteri anaerob yang akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan dan supurasi daripada jaringan paru yang terkena. Kerusakan jaringan paru akan membentuk rongga atau kavitas sebanyak satu atau beberapa yang berisikan air-fluid level.
Apabila kavitas yang terbentuk sejumlah beberapa dengan diameter kecil (< 2 cm), biasanya marupakan bentuk dari nekrosis/supuratif pneumonia.
Abses paru secara garis besar dapat terjadi disebabkan oleh karena aspirasi pneumonia, nekrosis/supuratif pneumonia, dan infeksi dari infark paru.
Secara mikrobiologis, abses paru disebabkan oleh infeksi bakteri anaerob (± 89%) dari seluruh kasus, seperti Fusobacterium nucleatum, atau
Peptostreptococcus sp. Selain infeksi bakteri anaerob, abses paru dapat disebabkan oleh campuran infeksi bakteri anaerob dengan bakteri aerob pula. Pada
necrotizing/suppuratif pneumonia, abses paru disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus. aureus, Streptococcus pyogenes, Ktebsiella pneumoniae dan
Pseudomonas aeruginosa. Bakteri gram negatif lainnya, seperti Euschereria. coll, Haemophilus influenza type 6, juga dapat mengakibatkan abses paru. Selain disebabkan oleh infeksi bakteri anaerob dan aerob pada umumnya, abses paru juga dapat dijumpai pada penderita tuberkulosis. Abses paru juga dapat disebabkan oleh organisme selain bakteri, seperti jamur (Mucoraceae, Aspergillus sp.) atau pun protozoa.
Secara radiologis, pada gambaran foto toraks, abses paru dapat berupa kavitas yang berisi air flud level tunggal maupun beberapa, dimana dinding kavitas licin (88%) dan dinding kavitas yang kasar (12%). Sementara dari ketebalan dinding kavitas, kurang dari 4 mm (4%), diantara 5-15 mm (82%), dan lebih dari 15 mm (14%) dari kasus abses paru. Dilihat dari gambaran radiologis, tumor paru ataupun kista paru dapat memberikan gambaran yang sama seperti gambaran radiologis abses paru. Apabila kavitas dengan dinding yang kasar dan, maka terlebih dahulu kita curigai sebagai cavitated lung carcinoma.
(5)
II. Laporan Kasus II. 1. Riwayat penyakit
Seorang pria, SG, umur 48 tahun, karo, kristen, masuk ke R.S.U.P.H. Adam Medan pada tanggal 24/10/2008 dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu talu dan memberat dalam 3 hari terakhir, sesak nafas tidak berhubungan degan maupun cuaca, riwayat nafas berbunyi (-). Batuk (+) dialami os sejak 2 minggu talu, batuk disertai dengan dahak kental berwarna hijau, sulit dikeluarkan, bau (+). darah maupun riwayat batuk darah tidak dialami os. Nyeri dada (+) dialami os 2 minggu yang lalu, terutama dirasakan pada dada kanan, nyeri dirasakan bila os seperti mencucuk. Penjalaran nyeri tidak dialami os. Demam (+) dialami os sejak 2 minggu yang lalu, demam tinggi, riwayat menggigil (+) dan demam turun bila os obat penurun panas. Riwayat keringat malam (-). Riwayat penurunan berat (+), sebanyak ± 3 kg dalam 1 bulan terakhir ini. Riwayat merokok (+), selama ± 30 tahun, sebanyak ±12 batang/hari, jenis kretek, hisapan dalam. Riwayat minum afcohol (+), selama ± 20 tahun, namun os telah berhenti 1 tahun yang lalu. Riwayat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tidak dijumpai, riwayat alergi obat (-). Riwayat rjaan os sebagai tukang bengkel las mobil. Riwayat keluarga menderita penyakit paru (-). Riwayat kontak dengan penderita TB paru (-). Riwayat tersedak peluru an angin (+), dialami os ± 2 bulan yang lalu, peluru senapan angin terbuat dari kxjam. Sebelumnya os pernah dirawat di RS Swasta di kota Medan selama 3 ri, lalu os berobat jalan ke praktek Dr Sp.P, lalu pasien di rujuk ke RSHAM untuk penanganan lebih lanjut.
RPT: fraktur kaki kiri (1998), Appendicitis akut (2002). RPO: tidak jelas
(6)
II. 2 Pemeriksaan Fisik
Status Praesen
Sens : C Anemia : (-) BB : 65 kg
TD : 130/90mmHg Ikterus : (-) T : 165 cm
Pols : 124/I Oedem : (-) Keadaan umum : sedang
RR : 30 x/I Cyanosis : (-) Keadaan Penyakit : sedang T : 39,3 0
Clubbing finger : (-)
c Dipsnoe : (+) Keadaan gizi : cukup
Status Lokalisata
Kepada : Mata : anemia (-), ikterus (-), ptosis (-) Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks depan :
• Inspeksi : Simetris
• Palpasi : SF kanan > kiri, kesan kanan mengeras
• Perkusi : Sonor memendek lapangan tengah danbawah paru kanan
• Auskultasi : SP : Vesikuler mengeras pada lapangan tengah dan bawah paru kanan
• ST : ronki basah pada lapangan tengah dan bawah paru kanan, amforik pada lapangan tengah paru kanan
Toraks Belakang :
• Inspeksi : Simetris
• Palpasi : SF kanan > kiri, kesan kanan mengeras
• Perkusi : Sonor memendek lapangan tengah danbawah paru kanan
• Auskultasi : SP : Vesikuler mengeras pada lapangan tengah dan bawah paru kanan
• ST : ronki basah pada lapangan tengah dan bawah paru kanan, amforik pada lapangan tengah paru kanan
Abdomen : Soepel, peristaltic (+) normal, hepar/limfa/renal : tidak teraba Ekstremitas : superior : edema (-/-), clubbing finger (-/-)
(7)
II. 3 Pemeriksaan Penunjang II. 3.1 Radioiogi
Tanggal 16 Oktober 2008 di RS. Swasta di kota Medan Foto toraks P. A
Tanggal 24 Oktober 2008 di RSU. H. Adam Malik (saat masuk) Foto toraks P.A
Kesan :
• Tampak gambaran konsolidasi homogeny dengan masih tampak air brochogram pada paru kanan.
• Tampak adanya benda asing (peluru) di lapangan bawah paru kanan (panah)
Kesan :
• Tampak gambar beberapa
kavitas berisi dengan air flud level pada lapangan tengah dan bawah paru kanan (panah hitam)
• Tampak adanya atelektase (panah merah).
• Tampak adanya benda asing (peluru) di lapangan bawah paru kanan (dalam lingkaran)
(8)
Foto toraks Lateral Kanan
II. 3.2. Foto toraks Lateral Kanan
Darah rutin
Hb : 11,2 g/Dl
Leukosit : 9.900/mm3
Trombosit : 185.000/mm3 KGD ad random : 137 mg/dl Fungsi hati
SGOT : 48 U/L
SGPT : 65 U/L
Fungsi ginjal
Ureum : 22 mg/dl
Creatinin : 0,6 mg/dl Elektrolit
Natrium : 120 mEq/L
Kalium : 4,2 mEq/L
Chloride : 89 mEq/L
Kesan :
• Tampak gambaran beberapa kavitas berisi dengan air flud level pada lapangan tengah dan bawah paru kanan (panah hitam)
• Tampak adanya benda asing (peluru) di lapangan bawah paru kanan (dalam lingkaran)
(9)
AGDA
pH : 7.504
pCO2 : 32,2 mmHg pO2 : 65,0 mmHg HCO3 : 31,7
Total CO2 : 32,9
BE : + 1
Saturasi : 95,6%
Kesan : Alkalosis respiratorik
EKG
Kesan : Sinus Takhikardia
Toleransi Bronkoskopi : Low risk
II.4 Diagnosis Banding
1. Abses paru kanan 2. TB paru kanan. 3. Jamur paru kanan 4. Tumor paru kanan
II.5 Diagnosa Sementara
Abses paru kanan
II. 6 Penatalaksanaan
•
1. Bed rest
Non medikamentosa
(10)
•
1. O22-3I/J Medikamentosa
2. IVFD NaCl 0,9% 24gtt/i (2 fls) + IVFD NaCI 3% 8 gtt/i (1 fls) 3. Irq, Cefotaxime 1 amp/12 jam
4. lnj. Tramadol 1 amp/8 jam 5. fnj. Ranitidin 1 amp/12 jam 6. Syr. Ambroxoi 3xC1
7. Tab. Paracetamol 3x500 mg 8. Tab. Vitamin B Kompleks 3x1
Rencana Penjajakan
1. Analisa sputum : direct smear BTA 3x, pewarnaan gram bakteri, jamur Kultur sputum : BTA/resistensi OAT, bakteri aerob/anaerob/ST, jamur
2. Sitologi sputum
3. Darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, KGD adrandom, AGDA/elektolit ulangan.
4. Foto toraks P.A (evaluasi) 5. CT Scan toraks
(11)
II. 8 Follow Up Pasien
TGL Keluhan/Status Presens
Pemeriksaan Fisik Toraks
Medikamentosa
25 s/d 26 Oktober 2008
KU : sesak nafas (+)
↓, batuk berdahak (+) ↓, warna hijau
KT : nyeri dada (+) ↓, demam (+) ↓
Sens : CM
TD : 120-130/80-90 mmHg
HR : 84-88x/i RR : 22-24 x/i Temp : 36,8-37,20C
Toraks
depan/belakang : Infeksi : Simetris Palpasi : SF kanan > kiri, kesan kanan mengeras. Perkusi : Sonor memendek lapangan tengah dan bawah paru kanan
Auskultasi : SP : Vesikuler mengeras pada lapangan tengah dan bawah paru kanan.
ST : ronki basah pada lapangan tengah dan bawah paru kanan, amforik pada lapangan tengah paru kanan. Dx : Abses paru kanan
1. O2 2-3 i/i 2. IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i 3. Inj. Cefotaxime
1 amp/12 jam 4. Inj. Tramadol 1
amp/8 jam 5. Inj. Ranitidin 1
amp/12 jam 6. Syr. Ambroxol 3
x C1 7. Tab.
Paracetamol 3 x 500 mg
8. Tab. Vitamin B Kompleks 3 x 1 Ket : Pasien tidak ber Sedia untuk dilakukan tindakan proef punksi
(12)
TGL Keluhan/Status Presens
Pemeriksaan Fisik Toraks
Medikamentosa
27 s/d 28 Oktober 2008
KU : sesak nafas (+)
↓, batuk berdahak (+) ↓, warna hijau
KT : nyeri dada (+) ↓, demam (+) ↓
Sens : CM
TD : 110-130/80-90 mmHg
HR : 88-98x/i RR : 20-22 x/i Temp : 36,8-37,30C
Toraks
depan/belakang : Infeksi : Simetris Palpasi : SF kanan > kiri, kesan kanan mengeras. Perkusi : Sonor memendek lapangan tengah dan bawah paru kanan
Auskultasi : SP : Vesikuler mengeras pada lapangan tengah dan bawah paru kanan.
ST : ronki basah pada lapangan tengah dan bawah paru kanan, amforik pada lapangan tengah paru kanan. Dx : Abses paru kanan
1. O2 2-3 i/i 2. IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i 3. Inj. Cefotaxime
1 amp/12 jam 4. Inj.
Ciprofloxacin 200 mg/12 jam 5. Inf.
Metronidazole 500 mg/8 jam 6. Inj. Tramdol 1
amp/8 jam 7. Syr. Ambroxol 3
x C1 8. Tab.
Paracetamol 3x500 mg 9. Tab. Vitamin B
(13)
TGL Keluhan/Status Presens Pemeriksaan Fisik Toraks Medikamentosa 29 s/d 30Oktober 2008
KU : sesak nafas (-), batuk berdahak (+) ↓, warna hijau
KT : nyeri dada (+) ↓, demam (-) ↓
Sens : CM
TD : 110-120/60-70 mmHg
HR : 84-88x/i RR : 20 x/i
Temp : 36,4-36,60C
Toraks
depan/belakang : Infeksi : Simetris Palpasi : SF kanan > kiri, kesan kanan mengeras. Perkusi : Sonor memendek lapangan tengah dan bawah paru kanan
Auskultasi : SP : Vesikuler mengeras pada lapangan bawah paru kanan. ST : ronki basah pada lapangan tengah dan bawah paru kanan, amforik pada lapangan tengah paru kanan. Dx : Abses paru kanan
1. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i 2. Inj. Cefotaxime
1 amp/12 jam 3. Inf.
Ciprofloxacin 200 mg/12 jam 4. Inf.
Metronidazole 500 mg/8 jam 5. Tab. Tramadol
3x50 mg
6. Tab. Ranitidine 2 x 150 mg 7. Syr. Ambroxol
3xC1
8. Tab. Vitamin B Kompleks 3x1
(14)
TGL Keluhan/Status Presens Pemeriksaan Fisik Toraks Medikamentosa 30/10/2008 s/d 01/11 2008
KU : batuk berdahak (+) ↓↓, warna putih kekuningan
KT : nyeri dada (+) ↓↓, demam (-)
Sens : CM
TD : 120-130/70-80 mmHg
HR : 76-80x/i RR : 20 x/i
Temp : 36,5-36,80C
Toraks
depan/belakang : Infeksi : Simetris Palpasi : SF kanan > kiri, kesan kanan mengeras. Perkusi : Sonor memendek lapangan bawah paru kanan Auskultasi : SP : Vesikuler mengeras pada lapangan tengah dan bawah paru kanan.
ST : ronki basah pada lapangan bawah paru kanan, amforik pada lapangan tengah paru kanan. Dx : Abses paru kanan
1. Inj. Ceftazidim 1 amp/12 jam 2. Inf.
Ciprofloxacin 200 mg/12 jam 3. Tab.
Metronidazole 3x500 mg 4. Tab. Tramadol
3x50 mg
5. Tab. Ranitidine 2x150 mg 6. Syr. Ambroxol
3xC1
7. Tab. Vitamin B Kompleks 3x1 Ket :
Os pulang atas permintaan sendiri dan tidak bersedia untuk dilakukan torakotomi
(15)
II.9 HasilPenjajakan
II.9.1 Analisa sputum (26 Oktober 2008)
Direct smear BTA 3x Negatif/negatif/negatif Pewarnaan gram
Tidak dijumpai adanya pertumbuhan bakteri.
Pewarnaan jamur dijumpai adanya pertumbuhan jamur.
II.9.2Sttoiogi sputum (27 Oktober 2008)
Makroskopis
Diterima cairan sputum sebanyak 3 cc, warna hijau, agak kental Mikroskopis
• Sediaan smear dari sputum tampak sel-sel epitel tatah dalam batas normal.
• Latar belakang smear terdiri dari sel-sel radang limfosit dan pmn serta massa mukous.
• Tidak dijumpai tanda-tanda keganasan.
Kesimpulan C2Benign smear. inflammatory smear.
(16)
II.9.3 CT Scan toraks (28 Oktober 2008)
NCCT : Tampak sebuah corpus alienum dengan densitas logam pada paru kanan segment 10 disertai beberapa buah rongga disekitarnya dan tampak rongga paling besar pada segment 6.
Didalam rongga-rongga tersebut dijumpai adanya cairan.
Jantung ukurannya normal. Trachea dan bronkus utama kanan/kiri terbuka normal.
Tidak tampak pembesaran kelenjar lymphe mediastinum dan hilus kiri dan kanan.
Kesan : Corpus alienum di paru kanan (segment 10) kesan peluru dengan beberapa abses paru disekitarnya.
(17)
II.9.4 Laboratorium (30 Oktober 2008)
Darah rutin
Hb : 11,9 g/dL
Leukosit : 8.700/mm3
Trombosit : 225.000/mm3
KGD ad random : 123 mg/dL Fungsi hati
SCOT : 38 U/L
SGPT : 40U/L
Fungsi ginjal
Ureurn : 35 mg/dl
Creatinin : 1,2 mg/dl Elektrolit
Natrium :138 mEq/L
Kalium : 4,2 mEq/L
Chlorida : 101 mEq/L
AAGDA
pH : 7,405
Pco2 : 37,8 mmHg
PO2 : 82,8 mmHg
HCO3 : 28,7
Total co2 : 20,9
BE : + 1,0
(18)
II.9.5 Foto roentgen toraks (31 Oktober 2008)
Foto toraks P.A
Kesan :
Berkurangnya konsolidasi homogen pada lapangan bawah paru kanan, dan berkurangnya air flud level dalam kavitas. Hal ini menujukkan adanya perbaikan pasien dilihat secara radiologis setelah pemberian antibiotika yang sensrtif dan adekuat. Hamun masih adanya corpus aiienum di lapangan bawah paru kanan.
Kesan :
• Tampak gambaran beberapa kavitas dengan air flud level yang sudah berkurang
• Tampak adanya benda asing (peluru) di lapangan bawah paru kanan (dalam lingkaran)
(19)
II.9.6 Bronkoskopi (31 Oktober 2008)
Keterangan gambar:
Gambar 1 : Lobus superior dan trunkus intermedius paru kanan Tampak orificium terbuka, mukosa hiperemis, karina 1 tajam.
Gambar 2 : Lobus medius, inferior dan segmen superior lobus inferior paru kanan: Tampak orificium terbuka, mukosa hiperernis.
Gambar 3 : Lobus medius paru kanan :
Tampak orificium terbuka, permukaan mukosa kasar dan hiperemis.
Gambar4 : Segmen posterior basalis lobus inferior paru kanan :
Tampak orificium terbuka, mukosa edema dan hiperemis, adanya cairan pus
(20)
Kesan Bronkoskopi:
• Mukosa oedema dan hiperemis
• Tidak tampak adanya kospus alienum pada segmen - segmen paru.
• Tampak adanya cairan pus yang keluar dari segmen posterior basalis lobus inferior paru kanan dan dilakukan bilasan cairan bronkus.
Hasil kultur bilasan cairan bronkus Rakteri aerob
Bilakan : dijumpai Pseudomonas aeruginosa
Antibiotika yang sensitif : amikacin, cefotaxime, ceftazidim, cefepime, cefoperazone/sulbactam, chloramphenicol, ciprofloxacin, cotrimoxazole, ofloxacin, pceracillin
Jamur
(21)
II.9.7 Follow Pasien
Pada hari selasa, tanggal 10 Maret 2009 pasien berobat kontrol ke poliklinik jalan paru RSUP. H. Adam Malik medan, dari pemeriksaan ditemukan :
Pasien merasa baik dan dapat melakukan aktifltas sehari - harinya tanpa ada sesak nafas, batuk ataupun nyeri dada lagi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Sens : CM BB : 73 kg
TD : 120/90 mmHg T : 165 cm Pols :98x/l
RR : 24 x/i T : 36,8 ° C
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Kepala : Mata : anemia (-), ikterus (-), ptosis (-) Leher: Pembesaran KGB (-)
Toraks depan/belakang:
• Inspeksi : Simetris.
• Palpasi : SF kanan = kin, kesan normal
• Perkusi : Sonor ke 2 lapangan paru
• Auskultasi : SP : Vesikuler ke 2 lapangan paru. ST:-
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal, hepar/limpa/renal: tidak teraba.
Ekstremitas : superior inferior : edema (-/-), clubbing finger (-/-)
(22)
Dari pemeriksaan darah rutin, didapatkan hasil:
Hb :12,4g/dL
Leukosit : 9800/mm3
Trombosit : 247.000 /mm3 KGD ad random : 109 mg/dl
Kesimpulan:
Dari pemeriksaan pada pasien, disimpulkan bahwa secara klinis dan ponericsaan fisik dan darah tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan foto toraks evaluasi, disimpulkan bahwasanya tidak terdapat lap gambaran kavitas dengan air flud level, namun masih terdapat gambaran konsolidasi non homogen pada sudut costo frenikus kanan dan gambaran fibrosis yang imeupakan gejala sisa dari abses paru yang diderita pasien.
Tampak adanya corpus alienum (peluru) pada lapangan bawah paru kanan, panefi kembali dianjurkan untuk melakukan torakotomi yang bertujuan untuk mengeluarkan peluru, namun pasien tidak bersedia.
Kesan :
• Tampak gambaran konsolida si non homogen pada sudut costofrenikus kanan
• Permukaan diafragma kanan yang tidak cembung.
• Tampak adanya peluru pada lapangan bawah paru kanan (dalam lingkaran).
• Tidak tampak lagi adanya kavitas yang berisi air flud level.
• Adanya perbaikan pada foto toraks, disertai adanya garis fibrosis sebagai sisa dari abses paru.
(23)
III. Diskusi III. 1 Defenisi
Abses paru merupakan kerusakan lokal pada parenkim paru yang disebabkan Infeksi bakteri anaerob yang akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan dan supurasi daripada jaringan paru yang terkena. Kerusakan jaringan paru akan membentuk rongga atau kavitas sebanyak satu atau beberapa yang berisikan air-fluid level.
Abses paru dibagi atas 2, yakni abses paru primer, yaitu abses paru yang diakibatkan oleh Scarena aspirasi pneumonia, nekrosis/supurasi pneumonia ataupun infeksi dari pringan paru yang infark (rusak). Sementara abses paru sekunder merupakan penyebaran infeksi dari tempat lain, baik secara hematogen, limfogen ataupun perkontinuitatum.
III.2 Patogenesis
Abses paru dapat terbentuk bila terjadi:
III/2.1 Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia mengakibatkan abses paru bila seseorang terhirup ataupun sertefannya bahan-bahan iritan dari saluran nafas atas ataupun bronkus k jaringan paru-pani yang dapat menimbulkan infeksi maupun iritasi pada jaringan paru yang terkena.
Abses paru yang terjadi akibat aspirasi pneumonia dipengaruhi oleh jumlah tohan - bahan iritan yang teraspirasi, jumlah bakteri anaerpb yang terkandung dalam tahan - bahan iritan, serta pH dari bahan - bahan iritan. Selain itu ha! yang irrtempengaruht adaiah mekanisme pembersihan saluran nafas dan kekebalan tubuh seseorang.
Aspirasi pneumonia dapat terjadi bila :
1. Adanya bahan-bahan iritan yang terhirup ataupun tertelan.
Tertelannya cairan lambung pada GERD, infeksi yang terjadi pada nasal dan sinus, kebersihan mulut yang buruk, infeksi bronkus, seperti pada bronkitis kronis, ataupun bronkiektasis.
Kebersihan rongga mulut harus dijaga, dikarenakan saliva sangat banyak mengandung bakteri anaerob, dengan konsentrasi 108/ml pada orang sehat, jumlah ini akan meningkat pada orang yang mengalami gangguan hiegenitas pada rongga mulut. Melalui teknik radioaktif, diketahui bahwa sebagian kecil saliva akan teraspirasi ke paru - paru selama tidur sebesar 45% pada orang
(24)
sehat, dan meningkat sebesar 75% pada orang-orang yang mengalami gangguan kesadaran.
2. Adanya gangguan mekanisme pertahanan saluran nafas, sepertj batuk,
Terganggunyamekanisme batuk yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan saluran nafas dapat mengakibatkan mudahnya terhirup ataupun tertelannya bahan - bahan iritan dan infeksi pada jaringan paru. Terganggunya mekanisme batuk ini dapat disebabkan penderita yang tidak sadar, penderita
pharyngeal falsy, dan lainnya.
3. Adanya gangguan pembjersihan dan\ mukosiliaris trachea - bronchial.
Mukosiliaris dari trachea - bronchial juga merupakan salah satu mekanisme pembersihan bahan-bahan iritan ataupun infeksi dari saluran nafas. Gangguan mukosiliaris ini disebabkan oleh karena pengaruh obat anestesi lokai maupun urnum. Penderita bronkitis kronis, adanya obstruksi pada bronkus oleh sekret dahak yang kental, gumpalan darah, benda asing ataupun tumor.
Aspirasi pneumonia merupakan penyebab yang paling sering terjadinya abses paru
III.2.2 Supuratif pneumonia
Aspirasi dari bahan - bahan orofaring yang menyebabkan supuratif pneumonia yang pada akhirnya akan rnembentuk abses paru, sekitar 75% terdapat pada segmen posterior lobus atas paru kanan atau terdapat di segmen apikal. Abses in! juga dapat tert>entuk pada fobus bawah paru, dimana bahan-bahan iritan akan mengikuti gaya gravitasi. Abses paru yang disebabkan oleh supuratif pneumonia biasanya diakibatkan ofceti bakteri Staphylococcus sp dan Klebsieila sp.
(25)
III.2.3 Infeksi dari jaringan paru yang infark
Jaringan paru yang infark yang dikarenakan emboli dapat juga menyebabkan tefjadinya abses paru, walaupun hal ini jarang terjadi. Dengan adanya jaringan paru yang infark, merupakan tempat yang baik bagi bakteri anaerob, yang menyebabkan tefjadinya supurasi dan nekrosis jaringan paru yang terkena.
Tabel I. Faktor predisposisi terjadinya abses paru Aspirasi bakteri orofaring
2
• Sepsis dental/periodontal
• Infeksi sinus paranasal
• Penurunan tingkat kesadaran
• Alkohol/obat-obatan penenang
• Anestesi
• Epilepsy
• Cedera kepala
• Penyakit cerebrovaskular
• Koma diabetikum
• Pemasangan endotracheal tube
• Pemasangan tracheostomy tube
• Recurrent laryngeal nerve palsy
• Gangguan menelan
• Oesophageal stricture
• Gangguan motilitas esophagus
• Gangguan neuromuskuler
• Achalasia
• Pembedahan leher
• Gastro-oesophageal reflux Supuratif pneumonia • Staphylococcus aureus
• Streptococcus milleri/intermedius
• Klebsiella pneumonia
(26)
Penyebaran hematogen • Infeksi traktus urinaria
• Sepsis abdomen
• Sepsis pelvis
• Infeksi endokarditis
• Penggunaan obat-obatan IV
• Infeksi kanul IV
• Sepsis thrombophlebitis Riwayat penyakit paru
terdahulu
• Bronhiectasis
• Cystis fibrosis
• Obstruksi bronkus
• Tumor
• Corpus alienum
• Kelainan congenital Infeksi dari jaringan paru
yang infark Trauma
Imunodefisiensi • Primer
(27)
Pada pasien ini, abses paru yang terbentuk merupakan akibat aspirasi benda asing atau corpus alienum yang masuk ke dalam paru kanan. Corpus alienum ini mengakibatkan infeksi lokal pada jaringan paru sekitarnya, yang kemudian mengalami nekrosis dan supuratif.
III.3 Karakteristik mikrobiologi
Bakteri anaerob merupakan penyebab terbanyak pada abses paru. Pada sebuah studi di AS, ditemukan 89% dari kasus abses paru disebabkan oleh bakteri anaerob, dan sekitar 43% kasus abses paru disebabkan oleh bakteri aerob. Abses paru yang disebabkan campuran bakteri anaerob dan aerob sekitar 54% dari kasus. Bakteri aerob sering berasal orofaring.
Ada 3 jenis keJompok bakteri anaerob, yaitu :
1. Basil gram negatif, seperti Bacteroides fragltis, Prevotella dan Porphyromonas.
2. Coccus gram positif, seperti bakteri Peptostreptococcus sp.
3. Batang gram negatif, seperti Fusobacterium sp.
Bakteri aerob menyebabkan abses paru yang bersifat supuratif. Bakteri yang termasuk golongan ini seperti Streptococcus intermedius, Streptococcus constellates, dan Streptococcus anginosus.
Bakteri aerob gram positif yang paling sering menyebabkan abses paru adalah Slaphilococcus aureus. Infeksi bakteri ini sering terjadi pada anak - anak, dan jarang menginfeksi orang dewasa. Bakteri aerob gram positif lainnya adaiah
Streptococcus pyogenes.
Bakteri aerob gram negatif yang sering menyebabkan abses paru adalah We6s/e//a pneumonia. Infeksi ini sering terjadi pada pasien - pasien yang menerima faemoterapi sitotoksik atau obat - obat kortikosteroid. Bakteri yang lainnya adalah Pseudomonas aeruginosa, dengan ciri khas abses paru yang terbentuk biasanya dan kecil, yang terbentuk dari supuratif pneumonia.
Sesuai dengan studi di A.S, dimana pada abses paru, ditemukan 89% dari kasus abses paru disebabkan oleh bakteri anaerob, dan sekitar 43% kasus abses paru disebabkan oleh bakteri aerob. Abses paru yang disebabkan campuran bakteri anaerob dan aerob sekitar 54% dari kasus. Namun pada pasien ini, sesuai dengan hasil kultur bilasan cairan bronkus, ditemukan bakteri Pseudomonas aeruginosa,
(28)
III.4. Diagnosis III.4.1 Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering timbut pada penderita abses paru adalah batuk yang disertai dengan dahak yang purulen, diikuti dengan sesak nafas dan nyeri dada yang bersifat pleuritik. Pasien juga sering mengaiami demam tinggi yang dapat disertai dengan rnenggigil bahkan kejang.
Apabila telah terjadi nekrosis pada jaringan paru yang mempunyai hubungan langsung dengan bronkus, maka batuk pada penderita abses paru disertai dengan dahak purulen semakin banyak dan adanya bau yang khas merupakan gejaia klinis yang spesiftk untuk penderita abses paru. Batuk yang disertai dengan darah dapat teijadi walaupun jarang, dan bila terjadi batuk darah, maka hai ini akan menjadf faktor pemberat bagi penderita, bahkan dapat mengancam jiwa penderita itu sendiri.
Pada pasien ini dijumpai gejala klinis berupa sesak nafas yang diikuti adanya batuk berdahak kental berwarna hijau dengan disertai bau yang khas.
III.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dada, tidak ada tanda - tanda yang spesifik untuk penderita abses paru. Pada perkusi, akan didapati sonor memendek bahkan beda, dan pada auskultasi kita akan menjumpai adanya suara pemafasan yang melemah bahkan menghilang biia abses paru besar dan terletak dekat dengan permukaan paru. Pada suara pemafasan ktta dapat mendengarkan adanya suara tambahan berupa suara.
Jari tabuh akan kita jumpai pada penderita abses paru, yang telah menga!ami supurasi jaringan paru dalam waktu 2 minggu, dengan pengobatan yang tidak adekuaT.
III.4.3 Radiologis
Secara radiologis, penderita abses paru akan memberikan gambaran abnormalitas, muiai dari infiltrat pneumonia, yang diikuti kemudian dengan konsolidast homogen. Apabila telah adanya kavitas dengan air flud level, maka
(29)
Foto roentgen toraks lateral akan membantu kita dalam menentukan letak lesi di paru. Hal ini akan mempermudah kita saat melakukan pemeriksaan fisik dada dan dapat membantu dalam pemeriksaan penunjang yang akan kita lakukan berikutnya, seperti CT Scan toraks dan bronkoskopi.
Segmen posterior Iobus atas paru kanan merupakan tempat yang paling sering terjadinya abses paru, diikuti dengan segmen apikal dan Iobus bawah sesuai dengan gerakan gravitasi. Selain gambaran radiologis diatas, kita juga dapat melihat adanya abnormalitas seperti adanya konsofidasi homogen dengan meniskus sign,
bila telah terjadi elusi pteum, Kita juga dapat temukan adanya pleura! line pada penderita yang teteh mengalami pneumotoraks.
Pada penderita abses paru, setelah kita obati antibiotika yang adekuat, maka kita terus melakukan foto toraks ulangan untuk evaluasi pengobatan setelah 1 minggu kemudian. Apabila abses paru telah mengalami perbaikan, seiain dari gejaia klinis pasten yang semakin mernbaik, kita dapat melihat pula perbaikan secara radiologis.
Secara radiologis, yang dapat kita iihat adalah adaoya pengurangan ioffet pneumonia yang terjadi, diikuti dengan semakin meniptsnya dinding kavitas yang ada, bahkan kavitas yang terjadi akan hilang dan tidak terdeteksi lagi. Pada sebuah studi di AS, dari 71 orang penderita abses paru, 13% kavitas menghilang dalam waktu 2 mtnggu, 44% menghilang dalam 4 minggu, 59% menghilang dalam 6 minggu, dan 70% menghilang dalam 3 bulan setelah pengobatan yang adekuat Adanya gambaran fibrosis yang merupakan gambaran sisa.
lIl.4.4 Sputum
Pemeriksaan sputum sangat memegang peranan penting dalam mengetahui jenis bakteri yang msnyebabkan terjadinya abses paru. Pada infeksi yang disebabkan oteh bakteri anaerob, akan dijumpai sputum mukopurulen yang mengandung banyak neutrofil yang merupakan eampuran dengan bakteri coccus gram positif dan bakteri batang gram negatif.
(30)
III.4.5 Bronkoskopi
Bronkoskopi digunakan sebagai atat diagnostik yang paling membantu pada penderita abses paru. Hal ini dikarenakan dengan pemeriksaan bronkoskopi kita dapat langsung melihat kelainan dan lokasi sumber infeksi pada bronkus. Dengan bronkoskopi, kita dapat langsung mengambil sampel sputum dari biiasan bronkus, dan menemukan bakteri penyebab terjadinya abses paru. Hal ini sangat membantu kita dalam pemberian pengobatan antibiotika yang sesuai dan sensitif terhadap bakteri yang kita temukan. Selain sebagai atat penegakan diagnostik, bronkoskopi juga dapat kita tekukan dalam mengambil bahan - bahan iritan, seperti jarum, peiuru ataupun corpus alienum lainnya yang menyebabkan terjadinya infeksi dan terbentuknya abses.
III.5 Diagnosa banding
Ada beberapa diagnosa banding abses paru yang kita nilai dari gejala kiinis, pemeriksaan fisik, terutama gambaran radioiogis dari foto toraks dengan penyakit lain, yaitu :
III.5.1 Empiema teriokalfsir
Sangat suiit kita membedakan empiema teriokalisir dengan abses paru secara gejala kiinis dan radioiogis. Secara kiinis keduanya dapat menghasilkan gejala yang hampir sama. Secara radioiogis empiema teriokalisir maupun abses paru dapat menghasilkan gambaran kavitas dengan air flud level, namun empiema teriokalisir dapat kita lihat seperti huruf O, atau dikenal dengan D shape. CT Scan merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat membantu kita daiam membedakan kedua penyakit ini.
III.5.2. Bula
Secara radiologis bula dengan abses panj dapat dibedakan, dimana kavitas yang kita curigai sebagai bula mempunyai dinding yang tipis, dan licin. Foto toraks sebelumnya sangat membantu daiam membedakan bula dengan abses paru.
(31)
III.5.3 Hematoma paru
Yang dapat membedakan abses paru dengan hematoma paru adalah dengan mengetahui adanya riwayat trauma dada. Btla pasten mengalamt keluhan batuk teerdahak, maka sputum tidak puruten dan biasanya mengandung hematom yang timbul daiam beberapa minggu kemudian.
III. 5.4 Pneumokoniosis
Pneumokoniosis merupakan penyakit paru kerja yang biasanya dialami pekerja tambang batu bara. Penderita pneumokoniosis dapat menghasilkan gambaran radiotogis kavitas yang besar dan bulat. Penderita pneumokoniosis ditegakkan dengan bantuan adanya riwayat kerja yang terpapar dengan bahan iritan dengan jurnlah yang banyak dan daiam waktu yang lama.
III.5.5 Gavitary lung carcinoma
Secara radioiogis, Cavitary lung carcinoma akan memberikan gambaran kavitas yang hampir sama dengan abses paru. Cavitary lung carcinoma ser ing diakibatkan oieh squamous carcinoma. Kavitas pada cavitary lung carcinoma
mernptinyai dinding dengan ketebaian lebih dari 15 mm dan tepi yang irregular. Secara klinis, pada cavitary lung carcinoma berbeda dengan abses paru, dimana jarang ditemukannya sputum purulen, dengan tanda demam, peningkatan nilai lekosrt daiam darah, yang merupakan tanda infeksi baktefi.
Pada cavitary lung carcinoma, pemeriksaan bronkoskopi sangatlah memegang peranan penting. Melalui bronkoskopi, kita dapat mdakukan pemeriksaan sitotogi bilasan cairan bronkus, menemukan histopatoiogt dengan sikatan jaringan bronkus. Apabila kita menduga pasien menderita abses paru, maka kita dapat melakukan kultur bakteri dari bilasan cairan bronkus pula.
Sebagian penderita dewasa, tumor paru dapat terjadi bersamaan dengan abses paru. Ha! ini disebabkan, bila jaringan paru yang nekrosis akibat tumor paru mengafami jnfeksi oleli bakteri. Hal ini dapat pula disebabkan bila tumor menghalangi sekresi sputum di bagian distal, sehingga terjadi infeksi o!eh bakteri. Selain cavitary lung carcinoma, malignansi intratorakal, termasuk tumor paru rnetastase dan limfoma, dapat menghasilkan gambaran radiotogis kavitas.
(32)
III.5.6. Tuberkulosis Paru, infeksi jamur dan actinomicosis
Pada penderita tuberkulosis paru (T8C paru), gambaran radiologis berapa kavitas menunjukkan bahwasanya tuberkulosis paru yang terjadi aktif. Tefah dikafeakan sebelumnya, bahwasanya abses paru selain disebabkan oteh bakteri anaerob, juga dapat disebabkan bakteri aerob, bakteri tahan asam, serta jamur. Oalam menegakkan diagnosa tersebut, maka kita harus melakukan perneriksaan bakteri lengkap, sehingga kita dapat menentukan Jenis bakterinya.
III. 6. Pengobatan III.6.1 Fisioterapi dada
Fisioterapi dada ditujukan sebagai postural drainage, yang sangat membantu dalam mengeUiarkan bahan - bahan iritan, sekret kentai yang menyebabkan obstruksi bronkus, dan tentunya membantu untuk mengeluarkan pus yang diakibatkan oleh abses paru. Fisioterapi dada sebaiknya diiakukan pada awal ~ awal terjadinya abses paru.
III.6.2. Pengobatan antibiotika
Pengobatan antibiotika, adalah pengobatan yang utama pada penderita abses paru. Namun pemberian antibiotika harusiah adekuat, ha! ini ditentukan dari pemberian anfibtotika yang sesuai dengan jenis bakteri yang menyebabkan abses paru, serta obat antibiotika tersebut harus masih sensitif terhadap bakteri yang bersangkutan.
Pemberian antibiotika yang adekuat haruslah diberikan dalam waktu 1-3 bulan, sehingga pasien abses paru dapat mengalami perbaikan, baik dari Minis, radiologis dan tidak mengalami komplikasi dari abses paru tersebut.
III. 6.3 Bronkoskopi
Seperti yang teteh dikemukan sebelumnya, bahwasanya bronkoskopi bukan hanya sangat mernbantu daJam penegakan diagnosa abses paru, namun juga sangat membantu dalam pengobatan. Hal mi kita Iihat, dimana dengan bronkoskopi,
(33)
III.7 Prognosis
Mayoritas abses paru, yanga tidak berhubungan dengan bronkial karsinoma, mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan yang adekuat. Namun kerusakan jaringan paru yang permanen tidak dapat dihindari.
IV. Kesimpulan
Telah dilaporkan satu kasus muttipel abses paru yang disebabkan terteiafmya corpus alienum, yakni peluru logam senapan angin. Dari gejala kHnts dijumpai adanya batuk berdahak puruten dfeertai dengan bau. Fasten juga mengaJami demam tinggi dan sesak nafas. Dari gambaran foto toraks dijumpai beberapa buah kavitas yang berisi air $ud teve/ serta adanya gambaran corpus alienum pada lapangan bawah paru kanan. Pada pemeriksaan CT Scan toraks dijumpai corpus afenum di paru kanan (segment 10) kesan peluiu dengan beberapa abses paru disekitarnya.
Pada pemeriksaan bronkoskopi dijumpai mukosa oedema dan hiperemts, tidak tampak adanya corpus alienum pada segmen - segmen paru, tetapi tampak adanya cairan pus yang keiuar dari segmen posterior basalts lobus inferior paru kanan dan d4Jakukan bilasan cairan bronkus dan evakuasi cairan pus. Dari kultur bilasan cairan bronkus dijumpai Psewdomonas aervginosa. Antibiotika yang sensitif : amikacin, cefotaxime, ceftazidim, cefepirne, cefoperazone/suibactam, chioramphenicof, ciprofloxacin, cotrimoxazole, ofloxacin, piperacillin.
Setelah dijumpai bakteri penyebab abses parunya, maka pasien diberikan antibiotika yang sensitif, lalu dievaluasi setelah 1 minggu pemberian.dengan perbaikan secara klinis dan gambaran foto toraks. Pasien dianjurkan diiakukan torakotomi untuk mengeluarkan peluru yang masih terdapat dilapangan bawah paru kanan.
Pada kunjungan uiang pada bulan Maret 2009, setelah pasien mendapattkan terapi antibiotika selama 1 bulan, keadaan pasien semakin membaik, dengan tidak adanya lagi keiuhan klinis yang dirasakan pasien. Dari pemeriksaan fisik pasien tidak dijumpai adanya kelainan pada toraks. Pada foto toraks evaluasi mengalami perbaikan dengan tidak dijumpai adanya kavltas yang berisi air flud level, drjumpai adanya garis -garis frbrosis yang merupakan sisa dari abses paru, namun masih dijumpai adanya corpus alienum {peluru) di lapangan tengah paru kanan. Pasien
(34)
dianjurkan untuk diiakukan torakotomi, namun pasien belum bersedia. Setelah diiakukan follow up, pasien menunjukkan adanya perbaikan secara klinis dan radiologss.
(35)
V. Daftar pustaka
1. Fishman A.J. Aspiration, Empyema, Lung abscess, and Anaerobic ifections in : Fishman AP, Eiias A, Fishman JA, Grippi MA et al. Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders. 5th
2. Seaton D. Lung Abscess in : Seaton A, Seaton D, Ward JJ. Crofton and Douglas's Respiratory Diseases. 5
ed. Me Graw-Hill, Philadelphia. 2008:2141-2160.
th
3. Fraser R. Pulmonary infection. In : Fraser S.R, Caiman Neil, Multer L, Nestor, Pare D.P . 4
ed. Blackwefl science Hd. 2000: 469 -484.
th
4. Bartlett JG. Anaerobic bacteria (aspiration pneumonitis and lung abscess). In : Bone Re, ed. Pulmonary ad Critical Care Medicine. St Louis : Mosby, 1993.
ed, volume II Diagnosis of Disease of the Chest Philadelphia : WB Saunders, 1999 : 703 - 704.
5. Griffiths JK, Snydma OR. Anaerobic pleuropulmonary infections. In : Niederman MS, Sarosi GA, GSassroth J. eds Respiratory Infections.
Philadelphia : WB Saunders, 1994.
6. Finegofd SM. Lung abscess. In: Mandell GL Bennett JE, Dolin R, eds.
Principles and Practice of Infectious Diseases. New York : Churchill Livingstone, 1995:641.
7. Sanford JP. Pseudomonas species (including meHoidosis and glanders). In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of infectious Diseases. New YorkrChurchifl Uvtngstone, 1995.
8. Hadiarto, Penyakit Paru di Indonesia dan Penanggulangannya dalam Pulmonologi Klinik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1992 ha! 34-35.
9. Abses paru, available from :
February 18* 2009.
10. Ramadhaniati, Mikroorganisme Penyebab Infeksi Paru Non Tubefkuiosis Dan Kepekaannya Terhadap Beberapa Antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi RS DR. M. Djamil Padang Pada Tahun 2006, available from :
(1)
III.4.5 Bronkoskopi
Bronkoskopi digunakan sebagai atat diagnostik yang paling membantu pada penderita abses paru. Hal ini dikarenakan dengan pemeriksaan bronkoskopi kita dapat langsung melihat kelainan dan lokasi sumber infeksi pada bronkus. Dengan bronkoskopi, kita dapat langsung mengambil sampel sputum dari biiasan bronkus, dan menemukan bakteri penyebab terjadinya abses paru. Hal ini sangat membantu kita dalam pemberian pengobatan antibiotika yang sesuai dan sensitif terhadap bakteri yang kita temukan. Selain sebagai atat penegakan diagnostik, bronkoskopi juga dapat kita tekukan dalam mengambil bahan - bahan iritan, seperti jarum, peiuru ataupun corpus alienum lainnya yang menyebabkan terjadinya infeksi dan terbentuknya abses.
III.5 Diagnosa banding
Ada beberapa diagnosa banding abses paru yang kita nilai dari gejala kiinis, pemeriksaan fisik, terutama gambaran radioiogis dari foto toraks dengan penyakit lain, yaitu :
III.5.1 Empiema teriokalfsir
Sangat suiit kita membedakan empiema teriokalisir dengan abses paru secara gejala kiinis dan radioiogis. Secara kiinis keduanya dapat menghasilkan gejala yang hampir sama. Secara radioiogis empiema teriokalisir maupun abses paru dapat menghasilkan gambaran kavitas dengan air flud level, namun empiema teriokalisir dapat kita lihat seperti huruf O, atau dikenal dengan D shape. CT Scan merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat membantu kita daiam membedakan kedua penyakit ini.
III.5.2. Bula
Secara radiologis bula dengan abses panj dapat dibedakan, dimana kavitas yang kita curigai sebagai bula mempunyai dinding yang tipis, dan licin. Foto toraks sebelumnya sangat membantu daiam membedakan bula dengan abses paru.
(2)
III.5.3 Hematoma paru
Yang dapat membedakan abses paru dengan hematoma paru adalah dengan mengetahui adanya riwayat trauma dada. Btla pasten mengalamt keluhan batuk teerdahak, maka sputum tidak puruten dan biasanya mengandung hematom yang timbul daiam beberapa minggu kemudian.
III. 5.4 Pneumokoniosis
Pneumokoniosis merupakan penyakit paru kerja yang biasanya dialami pekerja tambang batu bara. Penderita pneumokoniosis dapat menghasilkan gambaran radiotogis kavitas yang besar dan bulat. Penderita pneumokoniosis ditegakkan dengan bantuan adanya riwayat kerja yang terpapar dengan bahan iritan dengan jurnlah yang banyak dan daiam waktu yang lama.
III.5.5 Gavitary lung carcinoma
Secara radioiogis, Cavitary lung carcinoma akan memberikan gambaran kavitas yang hampir sama dengan abses paru. Cavitary lung carcinoma ser ing diakibatkan oieh squamous carcinoma. Kavitas pada cavitary lung carcinoma mernptinyai dinding dengan ketebaian lebih dari 15 mm dan tepi yang irregular. Secara klinis, pada cavitary lung carcinoma berbeda dengan abses paru, dimana jarang ditemukannya sputum purulen, dengan tanda demam, peningkatan nilai lekosrt daiam darah, yang merupakan tanda infeksi baktefi.
Pada cavitary lung carcinoma, pemeriksaan bronkoskopi sangatlah memegang peranan penting. Melalui bronkoskopi, kita dapat mdakukan pemeriksaan sitotogi bilasan cairan bronkus, menemukan histopatoiogt dengan sikatan jaringan bronkus. Apabila kita menduga pasien menderita abses paru, maka kita dapat melakukan kultur bakteri dari bilasan cairan bronkus pula.
Sebagian penderita dewasa, tumor paru dapat terjadi bersamaan dengan abses paru. Ha! ini disebabkan, bila jaringan paru yang nekrosis akibat tumor paru mengafami jnfeksi oleli bakteri. Hal ini dapat pula disebabkan bila tumor menghalangi sekresi sputum di bagian distal, sehingga terjadi infeksi o!eh bakteri. Selain cavitary lung carcinoma, malignansi intratorakal, termasuk tumor paru rnetastase dan limfoma, dapat menghasilkan gambaran radiotogis kavitas.
(3)
III.5.6. Tuberkulosis Paru, infeksi jamur dan actinomicosis
Pada penderita tuberkulosis paru (T8C paru), gambaran radiologis berapa kavitas menunjukkan bahwasanya tuberkulosis paru yang terjadi aktif. Tefah dikafeakan sebelumnya, bahwasanya abses paru selain disebabkan oteh bakteri anaerob, juga dapat disebabkan bakteri aerob, bakteri tahan asam, serta jamur. Oalam menegakkan diagnosa tersebut, maka kita harus melakukan perneriksaan bakteri lengkap, sehingga kita dapat menentukan Jenis bakterinya.
III. 6. Pengobatan III.6.1 Fisioterapi dada
Fisioterapi dada ditujukan sebagai postural drainage, yang sangat membantu dalam mengeUiarkan bahan - bahan iritan, sekret kentai yang menyebabkan obstruksi bronkus, dan tentunya membantu untuk mengeluarkan pus yang diakibatkan oleh abses paru. Fisioterapi dada sebaiknya diiakukan pada awal ~ awal terjadinya abses paru.
III.6.2. Pengobatan antibiotika
Pengobatan antibiotika, adalah pengobatan yang utama pada penderita abses paru. Namun pemberian antibiotika harusiah adekuat, ha! ini ditentukan dari pemberian anfibtotika yang sesuai dengan jenis bakteri yang menyebabkan abses paru, serta obat antibiotika tersebut harus masih sensitif terhadap bakteri yang bersangkutan.
Pemberian antibiotika yang adekuat haruslah diberikan dalam waktu 1-3 bulan, sehingga pasien abses paru dapat mengalami perbaikan, baik dari Minis, radiologis dan tidak mengalami komplikasi dari abses paru tersebut.
III. 6.3 Bronkoskopi
Seperti yang teteh dikemukan sebelumnya, bahwasanya bronkoskopi bukan hanya sangat mernbantu daJam penegakan diagnosa abses paru, namun juga sangat membantu dalam pengobatan. Hal mi kita Iihat, dimana dengan bronkoskopi, kita dapat meiakukan pengefuaran pus yang diakibatkan oieh abses paru. Selain Itu, apabifa abses paru diakibatkan oteh karena asptrasi benda asing ataupun corpus altenum, maka kita dapat mengambil benda asing tersebut dengan bantuan bronkoskopi.
(4)
III.7 Prognosis
Mayoritas abses paru, yanga tidak berhubungan dengan bronkial karsinoma, mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan yang adekuat. Namun kerusakan jaringan paru yang permanen tidak dapat dihindari.
IV. Kesimpulan
Telah dilaporkan satu kasus muttipel abses paru yang disebabkan terteiafmya corpus alienum, yakni peluru logam senapan angin. Dari gejala kHnts dijumpai adanya batuk berdahak puruten dfeertai dengan bau. Fasten juga mengaJami demam tinggi dan sesak nafas. Dari gambaran foto toraks dijumpai beberapa buah kavitas yang berisi air $ud teve/ serta adanya gambaran corpus alienum pada lapangan bawah paru kanan. Pada pemeriksaan CT Scan toraks dijumpai corpus afenum di paru kanan (segment 10) kesan peluiu dengan beberapa abses paru disekitarnya.
Pada pemeriksaan bronkoskopi dijumpai mukosa oedema dan hiperemts, tidak tampak adanya corpus alienum pada segmen - segmen paru, tetapi tampak adanya cairan pus yang keiuar dari segmen posterior basalts lobus inferior paru kanan dan d4Jakukan bilasan cairan bronkus dan evakuasi cairan pus. Dari kultur bilasan cairan bronkus dijumpai Psewdomonas aervginosa. Antibiotika yang sensitif : amikacin, cefotaxime, ceftazidim, cefepirne, cefoperazone/suibactam, chioramphenicof, ciprofloxacin, cotrimoxazole, ofloxacin, piperacillin.
Setelah dijumpai bakteri penyebab abses parunya, maka pasien diberikan antibiotika yang sensitif, lalu dievaluasi setelah 1 minggu pemberian.dengan perbaikan secara klinis dan gambaran foto toraks. Pasien dianjurkan diiakukan torakotomi untuk mengeluarkan peluru yang masih terdapat dilapangan bawah paru kanan.
Pada kunjungan uiang pada bulan Maret 2009, setelah pasien mendapattkan terapi antibiotika selama 1 bulan, keadaan pasien semakin membaik, dengan tidak adanya lagi keiuhan klinis yang dirasakan pasien. Dari pemeriksaan fisik pasien tidak dijumpai adanya kelainan pada toraks. Pada foto toraks evaluasi mengalami perbaikan dengan tidak dijumpai adanya kavltas yang berisi air flud level, drjumpai adanya garis -garis frbrosis yang merupakan sisa dari abses paru, namun masih dijumpai adanya corpus alienum {peluru) di lapangan tengah paru kanan. Pasien
(5)
dianjurkan untuk diiakukan torakotomi, namun pasien belum bersedia. Setelah diiakukan follow up, pasien menunjukkan adanya perbaikan secara klinis dan radiologss.
(6)
V. Daftar pustaka
1. Fishman A.J. Aspiration, Empyema, Lung abscess, and Anaerobic ifections in : Fishman AP, Eiias A, Fishman JA, Grippi MA et al. Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders. 5th
2. Seaton D. Lung Abscess in : Seaton A, Seaton D, Ward JJ. Crofton and Douglas's Respiratory Diseases. 5
ed. Me Graw-Hill, Philadelphia. 2008:2141-2160.
th
3. Fraser R. Pulmonary infection. In : Fraser S.R, Caiman Neil, Multer L, Nestor, Pare D.P . 4
ed. Blackwefl science Hd. 2000: 469 -484.
th
4. Bartlett JG. Anaerobic bacteria (aspiration pneumonitis and lung abscess). In : Bone Re, ed. Pulmonary ad Critical Care Medicine. St Louis : Mosby, 1993.
ed, volume II Diagnosis of Disease of the Chest Philadelphia : WB Saunders, 1999 : 703 - 704.
5. Griffiths JK, Snydma OR. Anaerobic pleuropulmonary infections. In : Niederman MS, Sarosi GA, GSassroth J. eds Respiratory Infections. Philadelphia : WB Saunders, 1994.
6. Finegofd SM. Lung abscess. In: Mandell GL Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. New York : Churchill Livingstone, 1995:641.
7. Sanford JP. Pseudomonas species (including meHoidosis and glanders). In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of infectious Diseases. New YorkrChurchifl Uvtngstone, 1995.
8. Hadiarto, Penyakit Paru di Indonesia dan Penanggulangannya dalam Pulmonologi Klinik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1992 ha! 34-35.
9. Abses paru, available from : February 18* 2009.
10. Ramadhaniati, Mikroorganisme Penyebab Infeksi Paru Non Tubefkuiosis Dan Kepekaannya Terhadap Beberapa Antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi RS DR. M. Djamil Padang Pada Tahun 2006, available from :