F. METODE PENULISAN
Dalam penulisan skripsi mengenai penerapan hukum pidana terhadap pencurian dalam keluarga ini penulis melakukan penelitian hukum normatif yang mengacu pada
norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundanga-undangan. Penelitian ini disebut juga dengan penelitian doktrinal doctrinal research, yaitu penelitian yang
berdasarkan hukum yang tertulis dalam buku. Selain itu penulis juga menganalisis sebuah kasus pencurian dalam keluarga.
Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan library reserch untuk mendapatkan konsep, teori, dan doktrin, pendapat
atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini, juga dapat berupa peraturan perundang-undangan lainnya.
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: 1.
bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum PidanaKUHP, Undang- Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
2. bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti pendapat dari kalangan pakar hukum dan buku-buku mengenai pencurian, kriminologi dan hukum pidana
G. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I
: Pendahuluan
Dalam bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisikan latar belakang pemilihan judul skripsi, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan,metode penulisan dan gambaran singkat tentang isi skripsi.
Universitas Sumatera Utara
BAB II :Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Dalam Keluarga
Yang Di Tinjau Dari Segi Kriminologi. Dalam bab ini dipaparkan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pencurian dalam keluarga yaitu: d.
Sebab-sebab kejahatan e.
Faktor- faktor terjadinya pencurian dalam keluarga f.
Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pencurian dalam keluarga
BAB III :Penerapan Hukum Pidana Terhadap Delik Pencurian
Dalam Keluarga Di dalam bab ini menggambarkan bahwa pencurian dalam
keluarga tersebut merupakan delik aduan, bagaimana proses pemeriksaan perkara pencurian dalam keluarga, dan
pencabutan delik aduan serta akibatnya
BAB IV :Upaya-Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Dalam
Keluarga Dalam bab ini dipaparkan bagaimana cara pencegahan
terjadinya pencurian dalam keluarga yang dapat dilakukan dengan cara
penanggulangan secara preventif dan penanggulangan secara represif.
BAB V : Kasus Dan Analisa Kasus
Dalam bab ini memaparkan mengenai kasus pencurian dalam keluarga yang sudah diputus oleh pengadilan dan analisa
mengenai kasus tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI : Kesimpulan dan Saran
Di dalam bab penutup ini, diisi oleh kesimpulan, saran dari skripsi ini
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PENCURIAN DALAM KELUARGA
A. Pencurian Dalam Keluarga Merupakan Delik Aduan
Strafbaarfeit dapat disepadankan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Samidjo :“Delik adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan
manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan hukum lainnya, yang dilakukan dengan sengaja atau dengan salah sculd, oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.” Dari perumusan delik ini, tampaklah bahwa suatu delik itu harus berunsurkan:
adanya perbuatan manusia, perbuatan itu bertentangan ataupun melanggar hukum, ada unsur kesengajaan dan atau kelalaian serta pada akhirnya orang yang berbuat itu dapat
mempertanggungjawaabkan perbuatannya Delik aduan klacht delict pada hakekatnya juga mengandung elemen-elemen
yang lazim dimiliki oleh setiap delik. Delik aduan mempunyai ciri khusus dan kekhususan itu terletak pada “ penuntutannya”
Dalam Delik aduan klacht delicten, pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan adalah syarat utama untuk dilakukannya hak menuntut oleh Penuntut Umum
Alasan persyaratan adanya pengaduan tersebut menurut Simons yang dikutip oleh Sathochid adalah :
….. adalah karena pertimbangan bahwa dalam beberapa macam kejahatan akan lebih baik merugikan kepentingan-kepentingan khusus
Universitas Sumatera Utara
bijzondere belang karena penuntutan itu daripada kepentingan umum dengan tidak menuntutnya
27
Untuk menuntut atau tidak menuntut semata-mata digantungkan pada kehendak dari si korban atau orang yang dirugikan. Alasan dan latar belakang perlindungan
kepentingan perseorangan nama baik dan atau kehormatan, kembali menjadi sesuatu yang diutamakan. Dan akibatnya, seolah-olah kepentingan perseorangan dilebihkan
daripada kepentingan umum. Menjadi sesuatu yang nyata dan ini memprihatinkan terutama bila kita kaji maksud dan tujuan KUHP, yakni KUHP ditujukan kepada
kepentingan umum dan tidak kepentingan perseorangan.
28
Pencurian dalam lingkungan keluarga yang diatur dalam Pasal 367 KUHP merupakan salah satu tindak pidana yang tergolong delik aduan. Dalam hal demikian
penegak hukum baru menanganinya setelah adanya pengaduan dari seseorang yang merasa dirugikan, baik orangtua, suami,istri dan lain-lain yang merasa dirugikan oleh
anggota keluarganya. Kemudian barulah aparat penegak hukum menindak orang yang berbuat tersebut.
Pencurian adalah delik biasa, namun apabila pencurian tersebut dilakukan dalam lingkup keluarga, maka perbutan tersebut menjadi delik aduan. Delik aduan tersebut
termasuk delik aduan relatif, karena delik relatif adalah delik yang biasanya bukan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak saudara maka menjadi delik aduan.
Dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 367 ayat 1 KUHP, dapat diketahui bahwa keadaan-keadaan tidak bercerai meja makan dan tempat tidur, tidak bercerai harta
kekayaan atau tidak bercerai antara suami dan isteri merupakan dasar-dasar yang meniadakan tuntutan bagi seorang suami atau seorang isteri, jika mereka melakukan atau
membantu melakukan tindak pidana pencurian seperti yang diatur dalam Pasal 362.
27
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan kuliah, bagian II, Bandung : balai lektur Mahasiswa, hlm 165
28
E Utrecht , Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta : PT Penerbitan Universitas, 1996, hlm. 489-490.
Universitas Sumatera Utara
363,364 dan Pasal 365 KUHP terhadap harta kekayaan berupa benda-benda bergerak kepunyaan isteri atau suami mereka, yang pada hakikatnya adalah harta kekayaan mereka
sendiri.
29
Bagi mereka yang tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Sipil B.W berlaku peraturan tentang cerai meja makan yang berakibat, bahwa perkawinan masih
tetap, akan tetapi kewajiban suami isteri untuk tinggal bersama serumah ditiadakan. Dalam hal ini maka pencurian yang dilakukan oleh isteri atau suami dapat dihukum, akan
tetapi harus ada pengaduan dari suami atau isteri yang dirugikan. Hukum Adat Islam Indonesia tidak mengenal perceraian meja dan tempat tidur ataupun perceraian harta
benda. Oleh karena itu Pasal 367 KUHP yang mengenai bercerai meja makan, dan tempat tidur atau harta benda tidak dapat diberlakukan pada mereka yang tunduk pada Hukum
Adat Islam Menurut Pasal 367 ayat 2 KUHP, apabila pelaku atau pembantu dari pelaku
pencurian dari Pasal 362-365 KUHP adalah suami atau isteri korban, dan mereka dibebaskan dari kewajiban tinggal bersama, atau keluarga semenda, baik dalam keturunan
lurus maupun kesamping sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan atas pengaduan si korban pencurian.
Ayat 3 menentukan, jika menurut adat istiadat garis ibu matriarchaat dari daerah Minangkabau, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak, maka
aturan ayat 2 berlaku juga untuk orang lain.
30
Mengenai siapa yang berhak atas mengajukan pengaduan Pasal 72 KUHP, merumuskan :
29
P A F Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus KEJAHATAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2009., hlm. 64
30
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, bandung : Refika Aditama, 2003., hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
3. Jika kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dilakukan kepada orang
yang umurnya belum cukup 16 tahun dan lagi belum dewasa, kepada orang yang dibawah penilikan curatele orang lain bukan dari sebab keborosan, maka selama
dalam keadaan-keadaan itu, yang berhak mengadukan adalah wakil-wakilnya yang sah dalam perkara sipil.
4. Jika tidak ada wakil-wakilnya atau dia sendiri yang harus mengadukannya, maka
penuntutan boleh dilakukan atas pengaduan wali yang mengawas-awasi atau curator atau majelis yang menjalankan kewajiban curator itu, atas pengaduan istri, seorang
suami kaum keluarga dalam keturunan memyimpang sampai derajat ketiga.
Dalam Pasal 73 KUHP ditentukan, “jika terhadap siapa kejahatan itu telah dilakukan, meninggal dunia, maka pengaduan dilakukan oleh orangtuannya, anak-
anaknya atau isteri suami dari yang meninggal dunia, kecuali jika orang yang meninggal dunia itu ternyata tidak menghendaki adanya pengaduan itu.”
Kecuali yang ditentukan dalam Pasal 72 dan Pasal 73 KUHP, pada umumnya yang berwenang mengajukan pengaduan ialah orang yang menurut sifat dari
kejahatannya, merupakan orang yang secara langsung telah menjadi korban. Atau orang yang dirugikan oleh kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.
31
B. Proses Pemeriksaan Pencurian Dalam Keluarga