Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

(1)

ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CHRISTINE NATALIA 110200187

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

(Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/PN.MDN )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CHRISTINE NATALIA 110200187

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disahkan/Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP. 1957032619861101 Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Ediwarman,S.H.,M.Hum.

NIP : 195405251981031003 NIP : 196005201998021001 Alwan, S.H,.M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga sampai detik ini Penulis senantiasa menikmati kasihNya dan dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memproleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul yang Penulis kemukakan “ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI ((STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO:2438/Pid.B/2014/PN.Mdn )"

Besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Penulis sendiri.Walaupun Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan terima kasih yang sebaik-baiknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .


(4)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin,SH., M.Hum, selaku selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hamdan, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof.Dr.Ediwarman,S.H.,M.Hum., selaku dosen pembimbing I dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Alwan, S.H,.M.Hum., selaku Dosen pembimbing II dalam penulisan skripsi ini .

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen sebagai tenaga pendidik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia memberi ilmu dan pandangan hidup kepada Penulis selama Penulis menempuh ilmu di Fakultas Hukum

10. Tak lupa pula kepada seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah turut membantu dan memberi kemudahan kepada Penulis.

Menuntut ilmu di Fakultas Hukum yang penuh perjuangan dan suka duka maka Penulis kiranya tidak dapat melupakan segala bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga sudah seharusnya Penulis mengucapkan terima kasih kepada:


(5)

1. Kedua orangtua Penulis yang tercinta yaitu Ayahanda Parlindungan Lumban Batu dan Ibunda Erna Mangunsong yang telah memberikan segalanya bagi Penulis baik dari materil maupun moril yang tidak bisa ternilai harganya, untuk saat ini hanya doa tulus yang dapat diberikan dari Penulis untuk Ayah dan Ibu. Semoga kelak Penulis dapat membahagiakan kedua orangtua.

2. Untuk Adik Penulis Fransisco Lumban Batu terimakasih untuk segala bantuan dan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Untuk Sepupu- sepupu penulis yang ada di Fakultas Hukum usu : bg Andre , Tiwi, Cindy Terima kasih buat dukungannya.

4. Untuk Leider Tirta Yohannes Silalahi, terimakasih untuk semua waktu, perhatian, semangat dan kesabaran dalam menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Untuk sahabat-sahabat Penulis yang telah menjadi keluarga di kampus: Elisa Beno, Vivi Pipot, Riscia Belle, Ovanago, Atit, Marep, Terima kasih buat dukungannya.

6. Untuk Bill bes,Fukri,bg Frans,Eko,Licad,Firman,bg andre,Gabe Terima Kasih sudah menjadi abang penulis selama di Fakultas Hukum terima kasih atas segala kebaikan persahabatan ,motivasi, dan semua canda tawa yang telah kita lewati selama ini.

7. Untuk Teman-teman Grup D 2011 Bulek, Jokes, Putri, Junita, Kak Rani, Amel, Dinand, Rendy, Dimas, Inda, Arman, Faisal, Adriza, Reno, Agus, Jhon, Lidya, Liak, Billy, David Kombes, Viena, Nurul, Gennady, Imam dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu . Terima kasih atas segala kebaikan dan kebersamaan yang indah selama 4 tahun ini.


(6)

8. Untuk Teman-teman Gaster,Itok Lambok, Vincent, Itok Timo, Itok Arius, Nio, Togar , Itok Putra, Choky, Tung, Pilip, Jhon, Rio, IvanTerima kasih untuk dukungan dan kebersamaan yang singkat di semester- semester akhir ini.

9. Untuk teman-teman penulis Ayu, Kiki, Fahmi, Albert, Igan,terima kasih sudahmenjadi teman penulis dan terima kasih atas waktu yang telah kita lewati.

10. Untuk seluruh teman-teman stambuk 2011, Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana (IMADANA),KAM Nusantara, Panitia PMB Reguler 2014 dan Panitia natal 2014 di Fakultas Hukum USU. Terima kasih atas waktu yang sempat kita lalui bersama di FH USU.

11. Semua pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya. Penulis akan selalu menghargai dan mengingat dukungan dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karenanya Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015


(7)

ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

(Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan) ABSTRAK

Christine Natalia*1

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perkembangan tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan terus meningkat dari tahun ke tahun.Hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat.Tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan ini tidak terlepas dari adanya faktor yang melatarbelakanginya.Faktor penyebabnya ini berbeda pula sesuai dengan keinginan dan kepentingan si pelaku. Bertitik tolak dari latar belakang di atas timbul beberapa permasalahan diantaranya bagaimana pengaturan tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Indonesia, apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan, dan bagaimana penerapan kebijakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan berdasarkan Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2438/ Pid.B/2014/PN.Mdn. Untuk menjawab permasalahan diatas dilakukan metode penelitian Metode yang digunakan adalah penelitian Normatif yaitu normatif yaitu suatu penilitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penilitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya (studi putusan). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Studi kepustakaan (library research).Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan. Faktor Intern : faktor keyakinan, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor mental . faktor ekstern :faktor lingkungan masyarakat dan kemajuan teknologi.Dalam upaya penerapan kebijakan terhadap terjadinya tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan yaitu dengan melakukan upaya penal dan non-penal.


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 10

F. Tinjauan Kepustakaan ... 10

1. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan...10

2. Faktor – Faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan...19

3. Kebijakan Hukum Dalam Upaya Penanggulangan Terhadap Tindak Pidana PencurianDenganKekerasan...21

G. Metode Penelitian... 23

a. Spesifikasi Penelitian...23

b. Metode Pendekatan...23

c. Lokasi Penelitian,Populasi dan Sampel...24

d. Alat Pengumpulan Data...24

e. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data...24


(9)

BAB II:PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA

PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ... 26

A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian Biasa ... 26

B. Pasal 365 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian Dengan Kekerasan ... 37

C. Sanksi...49

BAB III: FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANAPENCURIAN DENGAN KEKERASAN ... 56

A. Faktor Intern...69

1. Individu...69

2. Keluarga...72

3. Ekonomi...73

4. Pendidikan...75

B. Faktor Ekstern...76

1. Lingkungan...76

2. Perkembangan Teknologi...79

BABIV: KEBIJAKAN HUKUM DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN . 81 A. Kebijakan Hukum Dalam Upaya Penanggulangan Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan...81

1. Upaya Penal...82


(10)

B. Penerapan Hukum Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan...97

1. Kasus Posisi...97

2. Pertimbangan Hukum...105

3. Penerapan Hukum...114

4. Analisis Hukum...115

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 121 DAFTAR PUSTAKA


(11)

ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

(Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan) ABSTRAK

Christine Natalia*1

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perkembangan tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan terus meningkat dari tahun ke tahun.Hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat.Tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan ini tidak terlepas dari adanya faktor yang melatarbelakanginya.Faktor penyebabnya ini berbeda pula sesuai dengan keinginan dan kepentingan si pelaku. Bertitik tolak dari latar belakang di atas timbul beberapa permasalahan diantaranya bagaimana pengaturan tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Indonesia, apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan, dan bagaimana penerapan kebijakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan berdasarkan Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2438/ Pid.B/2014/PN.Mdn. Untuk menjawab permasalahan diatas dilakukan metode penelitian Metode yang digunakan adalah penelitian Normatif yaitu normatif yaitu suatu penilitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penilitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya (studi putusan). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Studi kepustakaan (library research).Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan. Faktor Intern : faktor keyakinan, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor mental . faktor ekstern :faktor lingkungan masyarakat dan kemajuan teknologi.Dalam upaya penerapan kebijakan terhadap terjadinya tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan yaitu dengan melakukan upaya penal dan non-penal.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Suatu kenyataan hidup dalam perkembangan sejarah manusia tidak ada seorangpun yang dapat hidup menyendiri terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun sifatnya hanya sementara waktu. Hidup menyendiri terlepas dari pergaulan manusia dalam masyarakat, hanya mungkin terjadi dalam dongeng belaka .Namun dalam kenyataannya hal itu tidak mungkin terjadi2

sia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara sendiri – sendiri artinya dalam pergaulan hidup manusia sangat tergantung pada manusia lain yaitu hasrat untuk hidup berkelompok, berkumpul, dan berdamping – dampingan serta saling mengadakan hubungan antar sesamanya dalam masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut , manusia harus bekerja sama dan mengadakan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Adakalanya dalam hubungan antar manusia tersebut terdapat perbedaan – perbedaan kepentingan dan tujuan, sehingga menimbulkan pertikaian-pertikaian antara manuia yang satu dengan manusia lainnya dan bahkan antara kelompok manusia yang satu dengan kelompok manusia lainnya.Keadaan seperti ini tentu saja dapat mengganggu

.

Sudah menjadi kodrat manu

2

C.T.S Kansil.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta :Balai Pustaka,1998.halaman.26


(13)

keserasian hidup bersama yaitu rasa nyaman, aman, dan senantiasa harmonis dalam suatu masyarakat. Untuk itu dibutuhkan seperangkat aturan-aturan atau kaidah – kaidah yang berfungsi menciptakan dan menjaga hubungan – hubungan dalam masyarakat agar selalu harmonis.

Negara indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum ( rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan umum Undang –Undang Dasar 1945. Hal ini menjukkan bahwa indonesia adalah negara Hukum, Indonesia menerima hukum sebagai suatu Ideologi untuk menciptakan ketertiban ,keamanan , keadilan , serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara indonesia3

Pidana merupakan suatu nestapa (penderitaan) yang dialamatkan kepada seseorang yang melakukan tindak pidana atau Kejahatan.Kejahatan yang dilakukan akibat melanggar perundang – undangan. Akibat dari pada itu mereka

.

Oleh karena itu, hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum,dimana hukum mengikat diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut.Hukum sendiri sangat erat kaitannya dengan kejahatan sebagai salah satu aspek yang terdapat dalam hukum, terutama Hukum Pidana.

3


(14)

harus mendapat sanksi tegas dari negara. Sanksi tersebut dapat berupa kurungan, penjara, denda , atau pidana mati. Ini sesuai dengan pasal 10 KUHP.

Kejahatan adalah perbuatan – perbuatan yang melanggar norma- norma yang berlaku dalam masyarakat.Dalam pengertian secara Yuridis kejahatan adalah semua perbuatan manusia yang memenuhi perumusan ketentuan – ketentuan yang disebutkan dalam KUHP. Masalah kejahatan tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat dimana merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia yang berlangsung terus-menerus. Kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap hari dalam media massa , baik media cetak maupun elektronik memuat berita tentang kejahatan .

Berdasarkan sosiologi, kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisidan proses-proses sosial yang sama,yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya.analisis terhadap kondisi dan proses-proses tersebut menghasilkan dua Kesimpulan, yaitu terdapat hubungan antara variasi angka kejahatan dengan variasi organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi. Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk-bentuk dan organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi.Maka, angka-angka dalam masyrakat ,golongan- golongan masyrakat dan kelompok-kelompok sosial mempunyai hubungan dengan kondisi-kondisi dan proses-proses misalnya, gerak


(15)

sosial,persaingan serta pertentangan kebudayaan ideologi politik, agama,ekonomi,dan seterusnya4

- Kejahatan terhadap nyawa orang lain pasal 338-350 KUHP. .

Salah satu masalah yang paling sering yaitu kejahatan dengan kekerasan dimana dengan sejalannya perkembangan peradaban manusia hampir semua memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena dalam realita kehidupan sesungguhnya .Terjadinya kejahatan dengan kekerasan merupakan hasil interaksi antar manusia dengan lingkungannya .Hasil interaksi itu berawal dari timbulnya motivasi yang kemudian berkembang menjadi niat negatif untuk berbuat kejahatan dengan kekerasan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya.

Kekerasan adalah perbuatan terhadap fisik dengan menggunakan tenaga atau kekuatan badan yang cukup besar dan ditujukan kepada orang, yang mengakibatkan orang tersebut menjadi tidak berdaya.

Kejahatan kekerasan dalam KUHP , pengaturannya tidak disatukan dalam satu bab khusus, akan tetapi terpisah- pisah dalam bab tertentu. Didalam KUHP (R. Soesilo, 1985) kejahatan kekerasan dapat digolongkan sebagai berikut :

- Kejahatan penganiayaan pasal 351-358 KUHP.

- Kejahatan seperti Pencurian, penodongan , perampokan pasal 365 KUHP.

- Kejahatan terhadap kesusilaan , khususnya pasal 285 KUHP.

- Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karna kealpaan, pasal 359- 367 KUHP.

4 Soerjono Soekanto.sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Raja Grafindo


(16)

Unsur tindak pidana pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil merupakan dengan cara menggerakkan tangan dan jari- jari , memegang barangnya ,dan mengalihkannya ke tempat lain.

Akhir – akhir ini berbagai bentuk pencurian sudah sedemikian merebah , menjamur, bahkan sangat meresahkan orang dalam kehidupan masyarakat sehari- hari. Bagaimana tidak , berbagai trik dilakukan dalam aksi pencurian mulai dari Hipnotis, menggunakan obat bius, bahkan pencurian secara bergerombol menggunakan senjata api, yang membuat korban tidak mampu berkutik.Pencurian yang dilakukan pun skalanya semakin besar dengan sasaran pencurian yang tidak lagi terfokus kerumah – rumah di malam hari melainkan justru dilakukan di siang hari di tempat keramaian seperti Bank, Toko emas, pengadaian , swalayan, dengan hasil rampokan yang tidak tanggung – tanggung jumlahnya. Hal tersebut menunjukkan bagaimana seseorang begitu kreatif dalam melakukan kejahatan. Bahkan sebagian besar masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah – olah memandang kejahatan pencurian tersebut merupakan kejahatan yang dianggap sebagai kebutuhan baik perorangan maupun kelompok.

Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif sebagai berikut5

- Unsur subjektif : met het oogmerk om het zich wederrechtelijk toe te eigenen. “ Dengan maksud untukmenguasai benda tersebut secara melawan hukum”.

:

5


(17)

- Unsur objektif :

Hij atau barangsiapa. wegnemen atau mengambil. eenig goed atau sesuatu benda.

dat gehell of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau yang sebagian

atau seluruhnya kepunyaan orang lain.

Suatu tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 365 KUHP juga merupakan gequalificeerdediefstal atau pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur –unsur memberatkan . Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan pemaikan kekerasan terhadap orang , dari kejahatan pencurian dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang6

Pencurian dengan kekerasan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang berhubungan dengan kejahatan, yang dalam perkembangannya selalu merugikan dan menyiksa orang lain. Oleh karena itu perlu diupayakan agar

.

Maka sudah jelas pada hakikatnya , bahwa pencurian dengan kekerasan adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, moral dan hukum serta membahayakan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional penyelenggaraan pencurian dengan kekerasan merupakan perilaku yang negatif dan sangat merugikan moral masyarakat.

6 Simons,Leerboek. Van het Netherland Strafrecht II.Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada,


(18)

masyarakat dapat menjauhi perbuatan kejahatan pencurian dengan kekerasan terhadap orang lain7

Kejahatan merupakan produk dari masyarakat,demikian kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan dengan kekerasan, hampir dipastikan aparat penegak hukum terutama polisi mengalami kesulitan dalam mengungkap faktanya oleh karena itu perlu ditumbuhkan kesadaran Hukum di dalam masyarakat itu sendiri. Menyikapi fakta tersebut maka kejahatan dengan kekerasan tidak mungkin dihilangkan secara keseluruhan , termasuk didalamnya pencurian dengan kekerasan. Hanya dalam upaya lintas sektoral,

.

Apabila diperhatikan jumlah tindak pidana pencurian dengan kekerasan akhir-akhir ini meningkat dan Dampak kejahatan tersebut sangat besar dalam mempengaruhi serta mengganggu ketentraman dan kehidupan masyarakat.Patut diakui bahwa tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut menyebabkan jatuhnya korban benda dan jiwa manusia. Oleh karena itu tindak pidana pencurian dengan kekerasan tidaklah dapat dipandang sebagai suatuhal yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian yang sangat kompleks, termasuk kompleksitas dari akibat yang ditimbulkannya.

Bagaimanapun juga tindak pidana pencurian dengan kekerasan dapat berakibat buruk terhadap masyarakat, misalnya mengganggu ketertiban , ketentramaan, dan keamanan masyarakat serta dapat pula menimbulkan kerugian yang besar kepada masyarakat ,baik kerugian fisik maupun kerugian materil.

7 Skripsi (online) ,Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan


(19)

berkesinambungan dan terpadu pasti dapat diatasi, paling tidak kuantitas dan kualitasnya dapat dikurangi.

Maka dari itu pihak instansi Kepolisian harus lebih ekstra bekerja keras dengan upaya – upaya strategis dan ditambah kolaborasi dengan masyarakat sebagai upaya untuk perlindungan bagi masyarakat dan upaya untuk memberantas tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam lingkup masyarakat.

Berkaitan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul “ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN)"

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan salah satu bagian penting dari suatu penelitian, sebab dengan adanya rumusan masalah akan mempermudah peneliti untuk melakukan pembahasan searah dengan tujuan yang diterapkan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana Pengaturan Hukum mengenai tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan?

b. Bagaimana Faktor - Faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan?

c. Bagaimana Penerapan Kebijakan Hukum Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan – pengaturan tentang tindak pidana pencurian secara umum dan pencurian dengan kekerasan yang berlaku di indonesia.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan

c. Untuk mengetahui penerapan kebijakan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan Kekerasan berdasarkan studi putusan pengadilan negeri medan No. 2438/ Pid.B/2014/PN.Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kegunaan secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Hukum , khususnya Hukum Pidana mengenai sebab- sebab terjadinya kejahatan atau tinjauan kriminologis dan memperluas pengetahuan tentang hal – hal yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.


(21)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban – jawaban atas persoalan kriminologi serta menjadi referensi khusus bagi Mahasiswa yang menggeluti ilmu hukum Pidana, mengingat perkembangan ilmu hukum Pidana yang mengalami banyak permasalahan dan membutuhkan suatu pemecahan untuk menjelaskan semua itu, tentunya diperlukan suatu konstruksi pemikiran sehingga dapat memecahkan bersama .

E.Keaslian Penulisan

Penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta - fakta yang akurat dan dari sumber yang terpercaya dalam hal penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Dalam menyusun skripsi ini pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik dari literatur yang diperoleh penulis dari perpustakaan dan media massa baik cetak maupun media elektronik yang akhirnya penulis tuangkan dalam skripsi ini. Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), maka judul mengenai “ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN belum ada yang mengangkatnya, atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini.


(22)

F. Tinjauan Kepustakaan.

1. PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

Sebelum masuk kepada pengertian Hukum pidana ada baiknya apabila kita mengetahui arti dari Hukum itu sendiri .Hukum mempunyai arti luas dan sukar bagi kita untuk memberi defenisi lengkap dari Hukum itu sendiri. Utrecht memberikan batasan Hukum sebagai berikut “ Hukum itu adalah himpunan peraturan – peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus suatu tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu “. Selain Utrecht juga beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu, yang diantaranya ialah :8

1. S.M.Amin, S.H.

Dalam buku beliau yang berjudul “ Bertamasya ke Alam Hukum” hukum dirumuskan sebagai berikut : “ Kumpulan-kumpulan peraturan –peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara “.

2. M.H. Titaatmidjaja,S.H.

Dalam buku beliau “ Pokok-Pokok Hukum Perniagaan “ ditegaskan bahwa “Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti


(23)

kerugian – jika melanggar aturan-aturan itu – akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaan, didenda dan sebagainya “.

Dari beberapa Pengertian Hukum diatas baru kemudian kita masuk kepada pengertian Hukum Pidana itu sendiri, ada beberapa pengertian hukum pidana menurut para ahli :

Defenisi hukum Pidana menurut Prof. Simons

Dalam bukunya yang berjudul “ Lerboek van het Nederland strafrecht “ 1937 antara lain adalah sebagai berikut9

- Hukum Pidana adalah semuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana atau nestapa (leed) bagi barang siapa yang tidak menaatinya

:

- Semua aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat akibat hukum itu dan semuanya aturan-aturan untuk mengenakan atau menjatuhi dan menjalankan pidana tersebut.

Defenisi Hukum Pidana menurut Prof. Moeljatno, S.H.

Dalam bukunya yang berjudul “ Asas-Asas Hukum Pidana “ 1985 antara lain sebagai berikut : Hukum Pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

9

Suharto RM,SH. Hukum Pidana Materil Unsur-Unsur Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan.Jakarta:Sinar Grafika.1996,halaman. 5


(24)

- Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut .

- Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah melanggar larangan tersebut .

Defenisi Hukum Pidana menurut Sudarto:10

- Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat – syarat tertentu.

Defenisi Hukum Pidana menurut Roeslan Saleh :11

- Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.

Berdasarkan beberapa pengertian (defenisi) pidana yang dikemukakan oleh para ahli, Muladi dan Barda Nawawi Arief menyimpulkan bahwa pidana (straf) itu pada dasarnya mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut12

1) Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lainnya yang tidak menyenangkan;

:

10

Muladi dan Barda Nawawi Arief.Teori- Teori dan Kebijakan Pidana.Bandung: Alumni,2005.halaman.2

11

Ibid.


(25)

2) Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan ( oleh yang berwenang );

3) Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

Delik yang dapat dipidana 13

- Dengan keadaan psychist orang itu apakah pelaku mampu bertanggung jawab atas perbuatannya dan apakah pelaku insyaf dengan perbuatan yang ia lakukan,itu bergantung seperti apa yangtelah dilakukan oleh seorang anak yang cukup umur.

:

Suatu perbuatan yang melanggar aturan Hukum dapat dipidana apabila sudah bisa dinyatakan salah.Apa yang diartikan salah adalah suatu pengertian psychologisch yang berarti adanya hubungan batin orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatan yang dilakukan sehingga terjadi perbuatan yang disengaja atau alpa.

- Dari suatu perbuatan yang dilakukan orang , adakah hubunganbatin pelaku dengan perbuatan yang dilakukan akan menimbulkan cela? Apakah perbuatan yang ia lakukan tersebut kesalahannya dapatdimaafkan seperti perbuatan seorang dokter yang ditodong dengan pistol lalu ia membuat surat keterangan yang tidak benar.

Dengan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa unsur kesalahan terdiri dari 14

13 Suharto RM,SH.op.cit.halaman.6


(26)

- Bahwa perbuatan disengaja atau alpa.

- Adanya kemampuan bertanggung jawab .

- Pelaku insyaf atas melawan hukumnya perbuatan.

- Tidak ada alasan pemaaf atas tindak pidana yang dilakukan

Delik yang tidak dapat dipidana 15

- Hapusnya kewenangan untuk memidana :

Bahwa tindak pidana tersebut dalam hal apa dilakukan ternyata perbuatan itu dipengaruhi oleh hal ikhwal pada diri pelaku, artinya meskipun ia sudah melanggar larangan suatu aturan hukum pengenaan pidana dapat hapus apabila perbuatan itu diatur dalam pasal –pasal ;Pasal 44,pasal 45,pasal 48, pasal 49 ayat 1 dan 2 , pasal 50, pasal 51 KUHP.

- Hapusnya kewenangan menuntut

Bahwa tindak pidana tersebut kapan dilakukan, disini menunjuk waktu atas tindak pidana itu dilakukan seperti yang diatur dalam pasal; pasal 1 ayat 1,pasal 76, pasal 77, pasal 78 KUHP.

Di dalam KUHP dikenal istilah starbarrfeit. Kepustakaan tentang hukum pidana sering menggunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang dalam merumuskan undang-undang mempergunakan peristiwa pidana, atau perbuatan pidana atau tindak pidana16

14

Ibid.

15Ibid.halaman.7

16


(27)

Ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap kekayaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya yaitu tindak pidana pencurian diatur di Buku II dalam BAB XXII memiliki kualifikasi tentang tindak pidana pencurian yaitu :

a) Pencurian biasa

Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama-lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486)17

b) Pencurian Dengan Pemberatan

Pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan dapat dilihat dalam pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :

(1) hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :18 1.Pencurian hewan (K.U.H.P.101)

2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada

17R.Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor : Politeia.1994.halaman.250. 18Ibid, halaman250.


(28)

dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauan orang yang berhak (yang punya). (K.U.H.P. 98, 167, 365)

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (K.U.H.P. 364)

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam No. 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.

c) Pencurian Ringan

Pasal 364 menamakan pencurian ringan bagi suatu pencurian biasa, atau yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau disertai hal-hal tersebut dalam pasal 363 nomor 5, apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, dan lagi apabila barang yang dicuri berharga tidak lebih dari dua puluh lima rupiah; dan hukumannya hanya maksimal tiga bulan penjara atau denda enam puluh rupiah19 d) Pencurian Dengan Kekerasan

Pengaturan hukum pencurian dengan kekerasan dapat dilihat dari pasal 365 KUHP yaitu :20

19 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung :

PT Refika Aditama, halaman.26.


(29)

1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun dihukum pencurian yang didahului kekerasan terhadap orang lain, dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau si pencuri jika tertangkap basah, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya.

2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan :21

ke-1: Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; ke-2: Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama; ke-3: Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

jalan membongkar atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

ke-4: Jika perbuatan itu berakibat luka berat;

3. Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang.

4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamnya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula diseertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 2.


(30)

e) Pencurian Dalam Kalangan Keluarga

Pengaturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam pasal 367, yaitu :22

(1) Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (istri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak, bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai hasrat benda, maka pembuat, atau pembantu itu tak dapat dituntut hukuman.

(2) Jika suaminya (istrinya) yang sudah diceraikan meja makan tempat tidur, atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat, dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

(3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapa dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu (K.U.H.P. 55s, 72s, 9, 370, 376, 394, 404, 141)

2.FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

Menurut kartono Defenisi kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang.23


(31)

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Bonger memberikan defenisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya24

1. Mashab italia atau Antropologi

Menurut Bonger mashab – mashab dalam Kriminologi adalah sebagai berikut :

Mashab ini mula-mula berkembang di Italia, sehingga dalam Kriminologi sering disebut sebagai Mashab Italia. Tokoh terkenal dari Mashab ini adalah C.Lombroso

2. Mashab Lingkungan.

Menurut Mashab ini orang yang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.Tokoh ternama mashab ini adalah A.Lacas-Sagne.

3. Mashab Bio-Sosiologis

Mashab bio-sosiologis adalah merupakan pengembangan dan perpaduan antara aliran Antropologi dan aliran sosiologis.

Tokoh ternama aliran ini antara lain A.D.Prins, Van Hammel dan D.Simons.

4. Mashab Spiritualis

Aliran ini pada mulanya mencari sebab-sebab kejahatan itu dari pihak beragamanya seseorang.Tokoh yang terkenal yaitu F.A.K.Krauss, H.Sturbugs dan N.De Beats.

23

Kartini Kartono, Patalogi Sosial Jilid I, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003, halaman. 125.

24

Topo santoso,S.H.,M.H dan Eva Achjani Zulfa,S.H.Kriminologi.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2001.halaman 3


(32)

faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang diantaranya :

a) Faktor Internal

Yaitu faktor yang berasal bathin dari pelaku itu sendiri,seperti faktor pendidikan dan keluarga dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

b) Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelaku dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan seperti , lingkungan sosial, pengaruh massa ,teknologi dan lain-lain.

3. KEBIJAKAN HUKUM DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN.

Kebijakan penanggulangan tindak pidana dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :25

1. Kebijakan penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal policy) ; dan

2. Kebijakan penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan sarana diluar hukum pidana (non-penal policy)

25Teguh Prasetyo dan Abdul Halamanim Barkatullah. Politik Hukum Pidana : Kajian


(33)

Pada dasarnya penal policy lebih menitik beratkan pada tindakan represif setelah terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan non-penal policy lebih menekankan pada tindakan preventif sebelum terjadinya suatu tindak pidana.

Marc Ancel menyatakan bahwa “modern criminal science” terdiri dari tiga komponen “Criminology”, “Criminal Law” dan “Penal Policy”. Marc Ancel mengemukakan bahwa “Penal Policy”adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang, dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan26

Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana).Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari penegakan hukum (Law enforcement policy).Usaha penanggulangan kejahatan lewat undang-undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare).

.

27

Kebijakan sosial (social policy) dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat. Jadi, di dalam pengertian “social policy” sekaligus

26

Barda Nawawi Arief. Kebijakan Hukum Pidana : Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011. halaman.23.

27 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung : PT. Citra Aditya


(34)

tercakup di dalamnya “tercakup di dalamnya “social welfare policy” dan”social

derence policy”. Dilihat dalam arti luas, kebijakan hukum pidana dapat mencakup

ruang lingkup kebijakan di bidang hukum pidana material, di bidang hukum formal dan di bidang hukum pelaksanaan pidana.28

Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Nornatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal.Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada :

G. Metode Penelitian.

a. Spesifikasi Penelitian

29

- Penelitian terhadap asas-asas hukum.

- Penelitian terhadap sistematika hukum.

- Penelitian terhadap sinkronisasi hukum.

- Penelitian terhadap sejarah hukum.

- Penelitian terhadap perbandingan hukum.

28Ibid. halaman. 30

29Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan


(35)

Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini.

b.Metode Pendekatan.30

d. Alat Pengumpulan Data

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Normatif.

c.Lokasi Penelitian,Populasi dan Sampel.

Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Pengadilan Negeri Medan.

31

Prosedur pengumpul dan pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, yang bertujuan Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan , yaitu menelaah bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan analisis hukum tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

e.Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

30 Ibid.halaman.96


(36)

untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan analisis hukum tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam Prespektif Kriminologis.

f.Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.


(37)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pencurian dalam bentuk pokok Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi:

“Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secaramelawan hukum,diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.900,00 “

Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur yakni32 1. Unsur-unsur objektif, terdapat dari :

:

a. Perbuatan mengambil. b. Objeknya suatu benda.

c. Unsur keadaan yang menyertai / melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.

2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari : a. Adanya maksud.

b. Yang ditujukan untuk memiliki. c. Dengan melawan hukum.


(38)

Mengambil Barang

Unsur pertama dari Tindak Pidana Pencurian adalah perbuatan mengambil Barang. Kata mengambil ( wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari – jari, memegang barangnya , dan mengalihkannya ke tempat lain. Sudah lazim masuk istilah pencurian apabila orang mencuri barang cair, seperti bir dengan membuka suatu keran untuk mengalirkannya ke dalam botol yang ditempatkan dibawah keran itu. Bahkan tenaga listrik sekarang dianggap dapat dicuri dengan seutas kawat yang mengalirkan tenaga listrik itu ke suatu tempat lain dari pada yang dijanjikan.

Perbuatan mengambil jelas tidak ada apabila barangnya oleh yang berhak diserahkan kepada pelaku. Apabila penyerahan ini disebabkan pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada Tindak Pidana Penipuan. Jika penyerahan ini disebabkan ada paksaan dengan kekerasan oleh si pelaku, maka ada tindak pidana pemerasan ( afpersing ) jika paksaan itu berupa kekerasan , langsung , atau merupakan tindak pidana pengancaman ( afdreiging) jika paksaan ini berupa mengancam akan membuka rahasia33

33

Prof.Dr.Wirjono Projodikoro.op.cit.halaman.14

.

Noyon –Langemeyer ( jilid III Halaman 127 ) membahas suatu peristiwa sebagai Berikut .

Seorang A berdiri dekat suatu barang milik orang lain – B – dan menjual barang itu kepada C yang membayar harganya kepada A dan mengambil sendiri barangnya. Pemilik B tidak tahu-menahu hal ini,dan uang harga pembelian ditahan oleh A terus sebagaimiliknya.


(39)

Di sini, A sama sekali tidak mengambil barang. Maka, menurut Langemeyer, si A dapat dipersalahkan menyuruh mencuri (doen plegendari pasal 55 KUHP ) karena si C – sebagai si pengambil barang menira bahwa A adalah pemilik barang itu sehingga tidak dapat dipertangggungjawabkan.

Langemeyer menceritakan bahwa dalam hal semacam ini – oleh suatu pengadilan di Negeri Belanda – si A dipersalahkan menipu si C untuk menyerahkan harga pembelian kepada A. Putusan tersebut tidak disetujui oleh Langemeyer34

34Ibid.halaman.15

.

Barang yang diambil

Oleh karena sifat tindak pidana pencurian adalah merugiakan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus berharga.Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis. Misalnya, barang yang diambil itu tidak mungkin akan terjual kepada orang lain, tetapi bagi si korban sangat dihargai sebagai suatu kenang-kenangan. Van Bemmelen ( halaman 285 ) memberikan contoh berupa beberapa helai rambut ( haarlok) dari seseorang yang telah meningal yang dicintai atau beberapa halaman yang disobek dari suatu buku catatan atau suatu surat biasa.

Barang yang diambil dapat sebagian dimiliki oleh si pencuri, yaitu apabila merupakan suatu baranng warisan yang belum dibagi – bagi , dan si pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang itu. Hanya jika barang yang diambil itu tidak dimiliki oleh siapapun (resnullius) , misalnya sudah dibuang oleh sipemilik, maka tidak ada tindak pidana Pencurian.


(40)

Tentang res nullius ini, Van Bemmelen menceritakan suatu peristiwa yang sampai diputus oleh Hoge Raad Belanda pada tahun 1946 sebagai berikut 35

35Ibid.halaman. 16

: Di Amsterdam terdapat suatu laboratorium patologis- anatomis dimana mayat – mayat manusia sering diperiksa .kebiasan seseorang pegawai laboratorium disana adalah mengambil gigi-gigi emas yang masih ada pada mayat utnuk dimilikinya.pada suatu saat, perbuatan itu diketahui dan selanjutnya si pegawai dituntut di muka pengadilan karena melakukan pencurian gigi-gigi emas tadi.

Terdakwa dalam pembelaannya mengemukakan bahwa mayat-mayat dan gigi-gigi emas itu tidak ada pemiliknya .pembelaan ini oleh Hoge Raad karena para ahli waris dan mati mempunyai wewenang terhadap mayat sedemikian rupa sehingga gigi-gigi emas tadi adalah milik para ahli waris.

Tujuan memiliki barangnya dengan melanggar hukum

Unsur memiliki barangnya dengan melanggar hukum ini juga terdapat pada unsur tindak pidana penggelapan barang dari pasal 372 KUHP, bahkan disana tidak hana harus ada tujuan ( oogmerk ) untuk itu, tetapi perbuatan si pelaku harus masuk rumusan memiliki barangnya dengan melanggar hukum. Timbul pertanyaan : bagaimana seharusnya wujud dari memiliki barang itu ? baik dalam pasal 362 perihal pencurian maupun dalam pasal 372 perihal penggelapan barang, hal ini sama sekali tidak ditegaskan.


(41)

Menurut prof. Dr .Wirjono sebetulnya terdapat suatu kontardisi antara memiliki barang – barang dan melanggar hukum.Memiliki barang berarti menjadikan dirinya pemilik. Dan, untuk menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum.Setiap pemilik barang adalah pemilik menurut hukum. Maka, sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang orang lain dengan melanggar hukum, karena kalau hukum dilanggar, tidak mungkin orang tersebut menjadi pemilik barang.

Di sinilah kiranya sebab pokok dari kesukaran mencari mencari defenisi istilah tersebut.Dengan demikian , jelaslah pula bahwa istilah tersebut berbeda dengan “ tujuan untuk menjadi pemilik “.

Berbuat sesuatu dengan suatu barang seolah – olah pemilik barang itu, dan dengan perbuatan tertentu itu si pelaku melanggar hukum.36

Apabila seseorang penyimpan barang orang lain menghancurkan barangnya tanpa diberi izin dari yang berhak, maka saya rasa lebih baik dianggap bahwa tidak ada tindak pidana penghancuran barang orang lain ( pasal 406) dari

Wujud perbuatan memiliki barang

Perbuatan ini dapat berwujud macam – macam seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri, menggadaikan, dan sering bahkan bersifat negatif, yaitu tidak berbuat apa-apa dengan barang itu, tetapi juga tidak mempersilahkan orang lain berbuat sesuatu dengan barang itu tanpa persetujuannya.


(42)

pada penggelapan barang dari pasal 372 KUHP karena seseorang penyimpan barang yang menghancurkan barang itu sukar memiliki barang yang pada waktu itu dimusnakan.lain halnya dengan seorang yang mengambil barang orang lain dengan tujuan untuk menghancurkannya. Kini masih dapat dipersoalkan, sampai dimana ada maksud si pengambil barang untuk kemudian akan menghancurkannya.

Seorang pengambil barang mungkin mempunyai alasan untuk menghancurkan barang itu, misalnya untuk menghilangkan hal yang akan membuktikan sesuatu terhadap dirinya, atau yang akan sesalu mengingatkannya kepada hal yang ia lebih suka melupakannya. Alasan – alasan ini juga dapat dikandung oleh seorang pengambil barang orang lain.

Disamping itu, oleh karena pada waktu barang nya diambil dan beberapa waktu kemudian belum dilakukan penghancuran barang, maka dapat dianggap wajar bahwa si pengambil barang itu bertindak seolah –olah seorang pemilik barangnya.Maka, dalam hal ini ada tindak pidana pencurian yaitu pasal 362 KUHP37

Dalam hal apabila si pengambil barang hanya bermaksud untuk memakai barangnya sebentar , dan sesudah itu akan dikembalikan , atau si penyimpan barang memakai barangnya sebentar , tidak untuk seterusnya,maka dalam hal ini titik berat harus diletakkan pada hal bahwa tidak ada izin dari pemilik barang

.


(43)

yang diambil itu .Dengan demikian , maka orang itu bersalah telah melakukan pencurian, tetapi mungkin hukumannya dapat diringankan38

Pasal 363KUHP

.

39

(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun : Ke1: pencurian ternak ;

Ke 2: pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir , gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru – hara, pemberontakan atau bahaya perang; Ke 3 :pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau dipekarangan tertutup yang disitu ada rumah kediaman, dilakukan oleh orang yang ada disitu tanpa setahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak ;

Ke 4 : pencurian dilakukan oleh 2 orang atau lebih secara bersama-sama ; Ke 5 : pencurian yang dilakukan dengan jalan membongkar , merusak , atau memanjat, atau memakai anak kunci palsu ,yaitu untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu.

(2) Jika pencurian dari nomor 3 disertai salah satu dari nomor 4 dan nomor 5, maka dijatuhkan hukuman penjara selama – lamanya 9 tahun

38Ibid.halaman.18

39


(44)

Pencurian ternak

Pasal 101 KUHP berbunyi : Perkataan ternak berarti hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi, atau dengan kata lain perkataan : kuda, sapi ataukerbau dan babi.

Di satu pihak, penentuan arti kata ini bersifat memperluas karena biasanya kuda dan babi tidak masukistilah ternak (vee) ; di pihak lain , bersifat membatasi karena tidak termasuk di dalamnya : pluimvee atau ayam, bebek, dan sebagainya.

Di negeri Belanda , pasal yang bersangkutan (pasal 311) menyebutkan diefstal van iut de weide ( pencurian ternak dari suatu padang rumput penggembalaan ), dimana unsur weide itu tegas ditambahkan karena unsur inilah yang justru merupakan alasan memberatkan hukuman.

Oleh karena di Indonesia tidak ada tambahan dari padang rumput penggembalaan , maka alasan memperberat hukuman hanya terletak pada hal bahwa ternak dianggap kekayaan yangpenting. Hal ini memang sesuai dengan istilah jawa rojokoyobagi ternak,yaitu istilah yang berarti kekayaan besar40

40

Ibid.Halaman.30

.

Pencurian pada waktu ada kebakaran dan sebagainya

Alasan untuk memberatkan hukuman atas pencurian ini adalah bahwa peristiwa-peristiwa semacam ini menimbulkan keributan dan rasa kekhawatiran pada khalayak ramai yang memudahkan seorang jahat melakukan pencurian, sedangkan seharusnya orang-orang harus sebaliknya memberikan pertolongan kepada para korban.


(45)

Untuk berlakunya pasal ini, tidak perlu bahwa yang dicuri itu barang-barang yang kena bencana atau yang diselamatkan dari bencana tetapi juga meliputi barang-barang di sekitarnya yang karena ada bencana tidak dijaga oleh pemiliknya41

unsur waktu malam digabungkan dengan tempatrumah kediaman atau pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman, ditambahkan dengan unsur adanya si pencuri di situ tanpa setahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak

.

Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman dan seterusnya.

42

Perlu diketahui bahwa tidak ada syarat beradanya si pencuri di situ tanpa persetujuan yang berhak .Jadi , harus ada kehendak yang jelas-jelas menentang adanya si pencuri disitu. Maka , apabila ada seseorang masuk rumah itu, mungkin orang itu dipersilahkan sebagai tamu yang akan diterima . Baru apabila yang berhak menandakan tidak setuju dengan hadirnya orang itu, dapat dikatakan orang itu ada di situ bertentangan dengan kehendak yang berhak.Sebaliknya , apabila seorang tamu sudah jelass diperbolehkan masuk rumah itu. Misalnya anaknya

.

Gabungan unsur-unsur ini memang bernada memberikan sifat lebih jahat kepada pencurian.

Pekarangan tertutup tidak memerlukan adanya pagar yang seluruhnya mengelilingi pekarangan , teetapi cukup apabila pekarangan yang bersangkutan tampak terpisah dari sekelilingnya.

41

Ibid. 42


(46)

sendiri dari yang berhak, namun jika si anak tersebut masuk pada waktu malam tanpa setahu yang berhak, maka dipenuhilah syarat dari tambahnya hukuman ini43

Bekerja sama ini misalnya terjadinya apabila stelah mereka merancangkan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan pencurian, kemudian henya seorang yang masuk rumah dan mengambil barang , dan kawanya hanya tinggal diluar rumah untuk menjaga dan memberi tahu kepada yang masuk rumah jika perbuatan mereka diketahui orang lain

.

Pencurian oleh dua orang atau lebih bersama-sama

Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja dalam melakukan tindak pidana pencurian, misalnya mereka bersama-sama mengambil barang- barang dengan kehendak bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang mendahului pencurian , tetapi tidak cukup apabila mereka secara kebetulan pada persamaan waktu mengambil barang-barang.

Dengan digunakannya kata gepleegd ( dilakukan) , bukan kata begaan ( diadakan) , maka paal ini hanya berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah medeplegen turut melakukan) dari pasal 55 ayat 1 nomor 1 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Jadi, pasal 363 ayat 1 nomor 4 KUHP tidak berlaku apabila hanya ada seorang pelaku ( dader) dan ada seorang pembantu (

medeplichtige) dari pasal 55 ayat 1nomor 2 KUHP.

44 .

43Ibid.Halaman.31 44Ibid.Halaman.32


(47)

Pencurian dengan jalan membongkar, merusak, dan sebagainya.

Pembongkaran (braak) terjadi apabila – misalnya – dibuat lubang dalam suatu tembok-dinding suatu rumah, dan perusakan ( verbreking) terjadi apabila – misalnya – hanya satu rantai pengikat pengikat pintu diputuskan, atau kunci dari suatu peti dirusak.

Menurut pasal 99 KUHP,arti memanjat diperluas hingga meliputi membuat lubang di dalam tanah dibawah tembok dan masuk rumah melalui lubang itu(“ menggangsir” sperti perbuatan seekor gangsir) , dan meliputi pula melalui selokan atau parit yang ditujukan untuk membatasi suatu pekarangan yang dengan demikian dianggap tertutup ( besloten erf)

Dengan disebutkannya hal – hal yang kini memberatkan hukuman , maka apabila orang baru melakukan pembongkaran atau perusakan atau pemanjatan, dan pada waktu itu diketahui sehingga si pelaku lari, orang itu sudah dapat dipersalahkan melakukan percobaan melakukan pencurian ( poging tot diefstal ) karena perbuatan pembongkaran dan lain-lain tadi dapat dianggap termasuk tahap menjalankan ( uitvoering dari pasal 53 KUHP ) tindak pidana pencurian khusus (gequalificeerde diefstal) ini, jadi tidak lagidalam tahap persiapan (

voorbereiding) untuk melakukan tindak pidana. Ini perlu dikemukakan karena

sebetulnya perbuatan pengambilan barang sebagai perbuatan pokok dari pencurian sama sekali belum mulai dijalankan45

B. Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

.

45


(48)

Pencurian sebagaimana dirumuskan di atas, dalam praktek dikenal sebagai pencurian dengan kekerasan .oleh sebab dilakukan dengan upaya kekerasan. Oleh sebab dilakukan dengan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan . Berdasarkan ancaman pidananya, pencurian yang diperberat ini, dibedakan menjadi 4 bentuk, yang masing – masing bentuk selalu terdapat upaya kekerasan maupun ancaman kekerasan .

Empat bentuk itu adalah 46

a. Bentuk pertama, sebagaimana diatur dalam ayat 1 yang memuat semua

unsur dari pencurian dengan kekerasan, yang diancam dengan pidana maksimum 9 tahun. Unsur – unsurnya sebagai berikut :

:

(1) Unsur – unsur yang terdapat pada pasal 362, baik yang bersifat objektif maupun subjektif , berupa unsur –unsur pencurian dalam bentuk standart / pokok. Unsur-unsur ini sudah tercakup dalam perkataan pencurian dalam 365 (1) tersebut .

(2) Kemudian ditambah unsur-unsur khusus, yaitu unsur-unsur yang bersifat memberatkan pencurian, yakni :

a. Unsur-unsur objektif.

(1) Cara atau upaya-upaya yang digunakan berupa : Kekerasan , atauAncaman kekerasan

(2) Yang ditujukan pada orang.

(3) Waktu penggunaan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan itu adalah :

(a) Sebelum :

46


(49)

(b) Pada saat, atau

(c) Setelah berlangsungnya pencurian b. Unsur-unsur subjektif :

Unsur subjektifnya adalah maksud digunakannya kekerasan ataupun ancaman kekerasan itu ditujukan pada 4 hal , yaitu :

(1) Untuk mempersiapkan ;

(2) Untuk mempermudah pencurian ;

(3) Apabila tertangkap tangan memungkinkan untuk melarikan diri sendiri atau peserta lainnya;

(4) Apabila tertangkap tangan dapat tetap menguasai benda hasil curiannya.

Untuk terjadinya atau selesainya pencurian dengan kekerasan ini, tidak perlu keempat hal yang dituju oleh maksud itu benar-benar terwujud karena unsur untuk itu hanya dituju oleh maksud si pembuat saja. Menjadi syarat untuk selesainya atau terjadinya pencurian bentuk ini adalah terjadinya upaya kekerasan atau ancaman kekerasan , disamping telah telah terpenuhinya semua unsur dalam pasal 362 .

Unsur yang dirasa perlu penjelasan lebih lanjut, adalah kekerasan dan ancaman kekerasan.

Undang –undang sendiri tidak memberikan keterangan tentang arti kekersan ataupun ancaman kekerasan . Pasal 89 KUHP memberikan perluasan arti dari perkataan atau unsur kekerasan , yaitu termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Perbuatan menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya ini,


(50)

adalah berupa perbuatan yang abstrak , yang bentuk konkretnya bisa bermacam-macam, yang penting dari perbuatan itu bisa bermacam-bermacam-macam, yang penting dari perbuatan itu membawa akibat adanya keadaan pingsan atau tidak berdayanya seseorang.

Dalam doktrin yang dimaksud dengan kekerasan adalah setiap perbuatan yang terdiri atas digunakannya kekuatan badan yang tidak ringan atau agak berat .penggunaan kekuatan fisik adalah merupakan ciri dari kekerasan yang membedakannya dengan ancaman kekerasan. Hal ini terbukti pula jika dihubungkan dengan akibat dari kekerasan pada sub ke 4 ayat 2 dan 3 pasal 365 tersebut,berupa luka berat ataupun kematian. Akibat luka berat ataupun kematian adalah dapat terjadi oleh adanya perbuatan dengan menggunakan kekuatan fisik47

Dari apa yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan adalah perbuatan fisik dengan menggunakan tenaga atau kekuatan badan yang cukup besar dan ditujukan pada orang, yang mengakibatkan orang tersebut menjadi tidak berdaya.Sedangkan ancaman kekersan adalah berupa ancaman . Kekuatan fisik tersebut haruslah ditujukan pada orang bukan pada benda objek pencurian. Orang disini, adalah siapa saja , baik pemilik maupun orang lain atau pihak ketiga ,misalnya,seorang menjambret sebuah tas yang sedang dibawa oleh seorang ibu .Ada orang lain yang melihatnya dan kemudian mengejarnya, tiba-tiba penjambret tersebut langsung berbalik dan langsung memukul orang itu hingga pingsan. Pada contoh ini,maksud penjambret memukulditujukanuntuk tetap menguasai tas yang dicurinya dari tangan ibu tadi.


(51)

kekerasan fisik. Dalam ancaman kekerasan, kekuatan atau tenaga badan yang cukup besar itu belum benar-benar diwujudkan, dan akan benar-benar digunakan apabila menurut pikiran atau pertimbangan petindak, bahwa dengan ancaman itu korbanbelum/tidak menjadi tidak berdaya.Dari ancaman kekerasan, walaupun kekuatan badan tersebut belum diwujudkan sudah dapat membuat orang yang menerima ancaman itu secara psikis menjadi tidak berdaya. Tidak berdayanya korban ini disebabkan oleh keyakinan yang timbul dari dirinya, bahwa kekuatan itu sewaktu-waktu akan digunakan apabila korban menentang apa yang dikehendaki petindak.

Ketidak berdayaan korban secara psikis, seperti perasaan takut dilukai, takut akan dibunuh. Keadaan psikis korban yang demikian inilah, yang menyebabkan petindak dapat melangsungkan pencurian, atau dapat menguasai benda hasil kejahatan yang dilakukannya itu, sering kejadian di kota, adanya pencopetan dan penjambretan terhadap orang yang sedang berjalan kaki atau sedang mengendarai sepeda motor. Apakah dalam kasus-kasus semacam ini ada unsur- unsur kekerasan, ancaman kekerasan atau tidak,masih harus diselidiki dengan melihat proses kejadiannya secara cermat. Andai kata setelah si penjambret atau si pencopet melakukan perbuatannya , kemudian korban mengambil kembali benda miliknya, atau ada orang lain yang menolongnya, lalu petindak menegmbalikan atau membiarkan korban atau orang lain tadi mengambil kembali, maka disini tidak terjadi pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan48

48

Ibid.Halaman.36


(52)

Sebaliknya, bila kemudian petindak tadi mencabut belatinya hendak menikam siapa yang mencoba mendekati , maka disini sudah ada ancaman kekerasan. Apabila benar ada orang yang mendekati dan mencoba mengambil benda yang dicurinya, tiba-tiba iya menusuk orang itu, maka disini telah ada unsur kekerasan.

Mengenai waktu digunakannya upaya kekerasan dan ancaman kekerasan itu, ialah : sebelum, pada saat, dan sesudah pencurian. Waktu tersebut adalah berupa waktu : sebelum, pada saat dan sesudah perbuatan mengambil. Oleh karena untuk selesainya atau sebelumnya ( berarti percobaannya) pencurian,tergantung dari selesai atau sebelumnya perbuatan mengambil.

Bahwa kalau dihubungkan dengan unsur subjektifnya, yaitu maksud digunakannya upaya-upaya itu, maka waktu tersebutakan menentukan maksud mana yang dituju oleh petindak dalam ia melakukan kekerasan dan ancaman kekerasan tadi.untuk mempersiapkan pencurian.

Apabila kekerasan digunakan sebelum mencuri, maka kesengajaanya ditujukan maksud .bila digunakan pada saat melakukan, maka kesengajaannya ditujukan pada maksud mempermudah. Bila digunakan setelah pencurian, maka kesengajaannya ditujukan pada maksud, dalam hal tertangkap tangan49

(a) Dapat memungkinkan melarikan diri, baik diri sendiri maupun diri peserta lainya; dan

:

(b) Dapat tetap menguasai benda yang dicurinya.

49


(53)

Adapun yang dimaksud dengan tertangkap tangan (betraping op

heterrdaad) adalah bahwa ketika sedang melangsungkan pencurian atau tidak

lama setelahnya ia kepergok atau diketahui orang lain tentang kejahatan yang ia perbuat itu, dan tidak berarti ia benar-benar tertangkap atau ditangkap dengan tangan.

Orang yang sedang atau tidak lama setelah melakukan pencurian, dapat saja ia kepergok,yang bila hal initerjadi, ia akan melarikan diri, dania akan tetap mempertahankan benda hasil curiannya. Maksud inilah yang dituju petindak dengan menggunakan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan.

b.bentuk kedua , yakni pada ayat 2 yang diancam dengan pidana maksimum 12 tahun , yang dibagi lagi menjadi 4 bentuk yang masing-masing memuat unsur-unsur berupa50

a. Pertama,yang terdiri dari 4 bentuk lagi, yakni :pencurian yang dilakukan waktu malam di :

:

1. semua unsur pencurian bentuk pokok ( pasal 362);

2. ditambah unsur-unsur pokok dalam ayat 1 passal 365 ;dan

3.ditambah unsur-unsur lebih khusus lagi bersifat alternatif, yang merupakan ciri masing- Masing , yaitu :

(1) Ditempat kediaman, atau

(2) Pekarangan tertutup yang didalamnya ada tempat kediamannya, atau

50


(54)

(3) Dijalan umum, atau

(4) Di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan

Menurut Wegverkeersordonantis (Stb 1933 no 86) yang teksnya telah beberapa kali mengalami perbaikan, yang terakhir mrlalui Stb. 72 ,yang menyatakan :

“ jalan adalah setiap jalan yang terbuka untuk lalu lintas umum berikut jembatan-jembatan dan jalan-jalan air yang terdapat dijalan tersebut , termasuk didalamnyajalan untuk pejalan kaki, jalur hijau, tepi-tepi jalan, selokan- selokandan tanggul-tanggul yang merupakan bagian dari jalan tersebut ‘’.

Dalam UU no.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan , ada rumusan singkat tentang jalan , yakni sebagai jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang dijelaskan dalam penjelasan umum pasal 1 angka 4 sebagai suatu prasarana berhubungan dari dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bagian pelengkap dan kelengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas51

b. Kedua, pelakunya lebih dari satu orang dengan bersekutu. .

sudah diterangkan bahwa, unsur lebih dari satu orang dengan bersekutu adalah kualitas dari orang-orang yang terlkibat kejahatan sebagai yang disebutkan dalam pasal 55 ayat 1 KUHP, atau dalam doktrin dikenal dengan mededader atau petindak peserta. Terjadi

51


(55)

misalnya antara pelaku pelaksana (plegen) dengan pelaku penganjur (uitlokken) , antara pelaku pelaksana dengan pelaku peserta (medeplegen).

c. Ketiga, cara masuk atau sampai pada benda yang dicuri dengan : (1) Merusak ;

(2) Memanjat;

(3) Memakai anak kunci palsu; (4) Perintah palsu;

(5) Pakaian jabatan palsu.

d. Keempat, timbulnya akibat luka berat.

Antara kekerasan dengan akibat luka berat harus ada hubungan sebab dan akibat(causal verband), yang maksudnya adalah bahwa luka berat itu adalah disebabkan oleh digunakannya kekerasan. Adapun yang dimaksud dengan luka berat, menurut pasal 90 KUHP adalah :

(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak lagi memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang dapat menimbulkan bahaya maut;

(2) Menjadi tidak mampu secara terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan yang merupakan mata pencaharian;

(3) Kehilangan salah satu pancaindra; (4) Menjadi cacat;


(56)

(5) Menjadi lumpuh;

(6) Terganggu kekuatan akal selama 4 minggu lebih; (7) Gugurnya atu matinya kandungan seorang perempuan.

c.Bentuk ketiga ,Pencurian dengan Kekerasan yakni yang diancam dengan pidana maksimum 15 tahun.

Pencurian dengan Kekerasan Bentuk Ketiga ini adalah sebagaimana diatur dalam pasal 365 ayat 3,yang harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut

1. Semua unsur pencurian bentuk pokok (pasal 362);

2. Unsur-unsur pencurian dengan Kekerasan (pasal 365 ayat 1);

3. Adanya akibat kematian orang .

Faktor yang menyebabkan pencurian ini lebih berat dari bentuk kedua (pasal 365 ayat 2) , terletak pada adanya akibat dari kematian orang. Kematian adalah akibat langsung dari digunakannya kekerasan.Kematian ini bukan merupakan tujuan atau kesengajaan sebagai maksus. Sebab apabila kesengajaan pada maksud yang ditujukan matinya seseorang , maka bukan pencurian dengan kekerasan yang terjadi, akan tetapi pembunuhan. Apabila matinya orang itu untuk mencapai maksud melakukan tindak pidana lain misalnya pencurian, maka pembunuhan itu masuk pasal 339 KUHP52

d. Bentuk Keempat, dari Pencurian dengan Kekerasan adalah yang terberat, karena diancam dengan pidana mati, atau pidana seumur hidup

.

52


(57)

atau pidana penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun, yaitu apabila tergabungnya unsur-unsur sebagai berikut :

1) semua unsur pencurian bentuk pokok (pasal 362)

2) semua unsur Pencurian dengan Kekerasan ( pasal 365 ayat 1) 3) unsur timbulnya akibat: luka berat atau matinya orang ; 4) dilakukan oleh dua orang dengan bersekutu ;

5) ditambah salah satu dari :

a. waktu melakukan pencurian yakni malam, ditambah unsur tempat yakni dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan tertutup yang ada tempat kediamannya, atau

b. unsur atau cara-caranya untuk masuk atau sampai pada tempat melakukan kejahatan dengan jalan :

(1) merusak; (2)memanjat;

(3)memakai anak kunci palsu; (4) memakai perintah palsu;dan (5) memakai pakaian jabatan palsu .

Letak diperberatnya pidana pada bentuk Pencurian dengan Kekerasan yang terakhir ini , dari ancaman pidana maksimum 15 tahun penjara (365 ayat 2) menjadi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun, adalah dari tergabungnya unsur-unsur yang disebutkan dalam butir 3,4, dan 5 tersebut diatas.


(58)

Pencurian dengan Kekerasan sebagaimana yang diterangkan diatas, mempunyai persamaan dan perbedaan dengan kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 339 KUHP, yang dikenal dengan pembunuhan yang didahului atau disertai dengan tindak pidana lain.

Perbedaanya adalah:

1) Pencurian dengan Kekerasan (pasal 365),tindak pidana pokoknya adalah pencurian, sedangkan kejahatan dalam pasal 339 tindak pidana pokoknya adalah pembunuhan.

2) Kematian orang lain menurut pasal 365, buakn yang dituju, maksud petindak ditujukan untuk memiliki suatu benda .sedangkan kematian menurut pasal 339 adalah dituju atau dikehendaki.

3) Upaya yang digunakan dalam melakukan tindak pidana pokoknya, kalu pada pasal 365adalah berupa kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan pada pasal 339 pembunuhan dapat dianggap sebagai upaya untuk melakukan tindak pidana lain.

4) Bahwa pada pencurian dengan kekerasan ada yang diancam dengan pidana mati, sedangkan pembunuhan pada pasal 339 tidak.

Sedangkan persamaannya, adalah53

1) Unsur subjektinya yang sama , ialah penggunaan upaya-upaya pada masing-masing kejahatan itu adalah sama ditujukan pada maksud:

:

a) Mempersiapkan dan atau

b) Mempermudah pelaksanaan kejahatan itu.

53


(59)

c) Apabila tertangkap tangan, maka:

(1) Memungkinkan untuk melarikan diri (365) , atau melepaskan dari pemidaan (339)

(2) Dapat mempertahankan benda yang diperolehnya dari kejahatan itu.

2) Waktu penggunaan upaya-upaya tersebut yakni : a) Sebelum;

b) Pada saat,dan

c) Setelah kejahatan pokok tersebut berlangsung.

C. Sanksi

Dari pengertian hukum pidana (pemidanaan) yang lebih sempit menjadi pidana di samping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum pidana dapat disebut sebagai Hukum Sanksi.Pengertian sanksi dalam pembahasan ini adalah yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara badani. Penjatuhan tentang penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan tadi, akan dirasakan kepada setiap orang yang karena perbuatannya telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain yang sudah barang tentu penentuan apakah seseorang itu telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain dinyatakan di dalam putusan hakim. Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu tidak


(60)

legal itu sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak.54

Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten).Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.55

Ada 3 teori tentang pemidanaan yaitu :56 1) Teori Absolut

Dasar dari pijakan dari teori ini adalah pembalasan.Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat.Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan umum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak

54Waluyadi.Hukum Pidana Indonesia.Jakarta : Djambatan,2003.halaman.29.

55Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra. Pemidanaan.Medan : USU Press,2011

halaman.7.

56Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PTRajaGrafindo Persada,


(61)

dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu-satunya penderitaan bagi penjahat.

2) Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat.Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.

Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara.Ditinjau dari sudut pertahanan masyarakat itu tadi, pidana merupaan suatu terpaksa perlu (noodzakelijk) diadakan.

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu :57

a. Bersifat menakuti-nakuti b. Bersifat memperbaiki c. Bersifat membinasakan

Oleh sebab itu terbagi jadi 2 (dua) macam yaitu :58 1. Teori pencegahan umum

Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat kejaatan.Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadian contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan pebuatan yang serupa dengan penjahat itu.

57Ibid, halaman.162. 58Ibid


(62)

2. Teori pencegahan khusus

Tujuan pidana ialah mencegah oelaku kejahatan yang dipidana agar ia tidak mengulang lagi kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya 3 (tiga) macam, yaitu :59

a. Menakuti-nakutinya b. Memperbaikinya, dan

c. Membuatnya menjadi tidak berdaya

Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat memberi rasa takut bagi orang-orang tertetnu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya.Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat diperbaiki lagi, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya atau bersifat membinasakan.

3) Teori Gabungan

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar


(63)

dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :60

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan tidak boleh melampuibatas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat.

b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.

Ted Honderichberpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur berikut :61

a. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan dari tindakan pemidanaan.unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain. Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena melawan hukum yang berlaku secara sah.

b. Setiap pemidanaan harus datang dari instuisi yang berwenang secara hukum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas

60Ibid. halaman.166


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(1) Pengaturan hukum pencurian dengan kekerasan dapat dilihat dari pasal 365 KUHP yaitu :

(1). Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan dihukum pencurian yang didahului kekerasan terhadap orang lain, dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau si pencuri jika tertangkap basah, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya.

(2). Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan : Ke-1: Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

Ke-2: Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau q lebih bersama-sama;

Ke-3: Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat,


(2)

atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

Ke-4:Jika perbuatan itu berakibat luka berat;

(3) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang.

(4) Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamnya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula diseertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 2.

(2) Faktor –faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan di Wilayah Percut Sei Tuan adalah sebagai berikut :

1. Faktor Intern , yaitu: a. Faktor individu b. Faktor ekonomi c. Faktor keluarga d. Faktor Pendidikan 2. Faktor Ekstern, yaitu :

a. Faktor Lingkungan


(3)

(3) Usaha- usaha penaggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan yaitu melalui upaya penal dan non-penal

Upaya penal didasarkan pada pasal 365 ayat 2 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dengan pidana penjara dapat dijatuhkan paling lama 12 Tahun. Pada Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2438/Pid.B/2014/PN.Mdn adalah menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan dengan pidana penjara selama 2 Tahun dan beban biaya senilai Rp.1000,- (seribu rupiah) yang ditanggung oleh pemerintah.

Kebijakan non-penal lebih menitikberatkan pada :

a) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi, seperti membuka lapangan pekerjaan dan menghapuskan penghalang bagi mantan narapidana untuk memperoleh kesempatan bekerja.

b) Menciptakan komunitas masyarakat yang religius sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing sehingga dapat mendorong anggota masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan

c) Usaha mereduksi peluang seseorang untuk melakukan kejahatan melalui pengawasan dan mendesain lingkungan fisik tempat tinggalnya ,seperti alat-alat pengamanan,pengawasan dan desain gedung, sehingga seseorang akan berfikir ulang untuk melakukan kejahatan


(4)

B.Saran

Mengenai pengaturan tentang Pencurian dengan Kekerasan yang terdapat dalam pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seharusnya lebih disosialisasikan kepada masyarakat agar menjauhi perbuatan tersebut.Berdasarkan penelitian telah ditemukan beberapa faktor menonjol penyebab terjadinya Pencurian dengan Kekerasan oleh karena itu pemerintah dan kepolisian harus bekerja untuk lebih memperhatikan faktor-faktor tersebut. Menurut penulis salah satu cara untuk memperkecil kemungkinan terjadinya delik pencurian yaitu perlunya pihak kepolisian harus intensif menerapkan patroli di daerah yang sering kali terjadi tindak kejahatan atau rawan tindak kriminal walaupun tidak langsung dapat menekan delik pencurian, tapi paling tidak dapat mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya delik-delik ,Sikap proaktif dari pihak kepolisian itu semua adalah merupakan hal penting dalam menanggulangi delik pencurian selain itu Masyarakat diharapkan mampu bekerja sama dengan kepolisian dengan mengawasi dan mengontrol lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Alam, A.S.dan Amir Iiyas.Pengantar Kriminologi.Makassar:Pustaka Refleksi Books,2010.

Arief, Barda Nawawi. Kebijakan Hukum Pidana :Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru.Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011

___________ Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

___________ Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.Bandung: citra Aditya Bakti,2011.

Bonger, W.A.pengantar tentang kriminologi .Jakarta: Pembangunan,1945. Chazawi, Adami .Kejahatan terhadap benda .Malang :Bayumedia,2003.

_____________ Pelajaran Hukum Pidana I .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002

Ediwarman.Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Medan : PT. Sofmedia, 2015

Hamzah, Andi.Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana.Jakarta: ghalia indonesia,2001

Hamdan,H.M. Hukuman dan Pengecualian Hukuman Menurut KUHP & KUHAP. Medan : USU Press,2010

Kansil, C.T.S Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta :Balai Pustaka,1998.

Kartono, Kartini. Patalogi Sosial Jilid I, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Khair,Abdul dan Muhammad Ekaputra.Pemidanaan, Medan: Usu Press,2011 Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah.Politik Hukum Pidana : Kajian

Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.


(6)

Muladi dan Barda Nawawi Arief.Teori- Teori dan Kebijakan Pidana.Bandung: Alumni,2005.

Mulyadi,Mahmud.Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Bangsa Press,2008.

Prodjodikoro, Wirjono.Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama,2003.

Purnomo, Bambang.Asas-asas Hukum Pidana.Jakarta:Ghalia Indonesia,2001. Ridwan, H.M. dan Ediwarman . Azas-Azas Kriminologi .Medan:usu press,1994. RM, Suharto .Hukum Pidana Materil Unsur-Unsur Obyektif Sebagai Dasar

Dakwaan.Jakarta:Sinar Grafika.1996.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa.Kriminologi.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2001.

Simons,Leerboek. Van het Netherland Strafrecht II.Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2005

Soedarto.HukumPidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung; Sinar Baru,1983

Soekanto, Soerjono.sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007.

Soesilo,R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor : Politeia,1994. Waluyadi.Hukum Pidana Indonesia.Jakarta:Djambatan,2003

Weda, Darma Made.Kriminologi.Jakarta:PT Raja Grafindo,1996.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

C. INTERNET

http:/educationoflaw.12.blogspot.com/2014/10/pengertian-kriminologi-menurut-para.html, diakses 15 juni 2015,jam 09.20 WIB.


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

8 157 125

Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

3 151 127

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Analisis terhadap Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan...

0 48 5

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

5 117 134

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 29

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9