Sintesis Porfirin Aksi Fotodinamik

tampak porfirin sangat khas. Pada sekitar 400 nm terdapat puncak yang kuat ~ 200000 disebut puncak Soret atau B, sedangkan di daerah 500-600 nm biasanya terdapat 4 pita yang berbeda, yang disebut puncak Q seperti yang terdapat pada gambar 2.2 Bonnett, 2000. Gambar 2.2. Spektrum Sinar Tampak Senyawa Porfirin Variasi yang terjadi pada gugus samping dari cincin porfirin, pembentukan kompleks dengan logam, dan perubahan pH akan mengakibatkan sedikit pergeseran pada intensitas dan panjang gelombang absorpsi, yang umumnya hanya mempengaruhi puncak Q, sedangkan apabila cincin porfirin rusak, akan mengakibatkan hilangnya puncak Soret. Setiap sistem tetrapirol bersifat unik sehingga akan memiliki warna yang berbeda-beda Jiao, 2007.

2.1.1 Sintesis Porfirin

Sintesis kimia senyawa porfirin merupakan subjek yang berkembang dengan baik. Metode dasar untuk sintesis porfirin pertama kali dikembangkan oleh Hans Fischer. Sampai dengan saat ini, beberapa metode telah dikembangkan untuk mensintesis porfirin dari berbagai senyawa, seperti tetramerisasi monopirol dengan katalis asam metode Lindsey dan Adler, kondensasi dari dua Universitas Sumatera Utara dipirometan metode Fischer dan metode MacDonald, dan siklisasi dari rantai tetrapirol yang terbuka. Substituen divariasikan untuk memberikan jangkauan dari kemampuan ikatan hidrogen untuk mengubah kelarutan, polaritas, dan interaksi dengan sisi reseptor Bonnett, 2000; Gottumukkala, 2006.

2.1.2 Aksi Fotodinamik

Aksi fotodinamik merupakan ungkapan dari efek fotodinamik, yakni perusakan jaringan hidup oleh radiasi sinar tampak dengan keberadaan fotosensitizer dan oksigen. Porfirin memiliki tiga keuntungan secara umum sebagai zat fotodinamik yaitu: absorbsi yang kuat di daerah sinar tampak, sehingga bahan yang dibutuhkan hanya sedikit; stabilitas terhadap cahaya; dan secara umum toksisitasnya rendah dalam kondisi gelap Bonnett, 2000. Terapi fotodinamik merupakan teknik terapi yang mengkombinasikan akumulasi fotosensitizer pada sel target dengan penyinaran, oleh karena itu teknik terapi ini selektif. Radiasi yang diberikan akan menembus jaringan tubuh, menyebabkan fotosensitizer tereksitasi yang kemudian akan bereaksi dengan molekul oksigen dan substrat dan menghasilkan spesi yang sangat sitotoksik, seperti oksigen singlet, anion superoksida, dan radikal hidroksi, yang akan menyebabkan kerusakan sel tumor Pandey dan Zheng, 2000. Kation porfirin juga dapat bertindak sebagai penghambat telomerase manusia, suatu reseptor untuk peptida dan pembelah DNA. Sejauh ini meso- tetrakisN-metil-piridinium-4-ylporfirin H 2 TMPyP dan derivatnya dikenal sebagai kation porfirin dengan substituen siklik bercincin 6 pada posisi meso. Tiga mode interaksi yang dapat terjadi antara kation porfirin dengan DNA adalah Universitas Sumatera Utara interkalasi dan dua mode ikatan pada sisi luar DNA. Mode ikatan luar yang pertama adalah ikatan sisi luar dengan penempatan porfirin pada celah minor melalui interaksi elektronik dengan gugus fosfat, dan mode ikatan luar kedua dari interaksi di sisi luar adalah porfirin teragregasi disepanjang untai DNA. Pada umumnya ikatan porfirin terhadap DNA distabilkan oleh interaksi elektronik antara substituen meso yang bermuatan positif pada perifer porfirin dan muatan negatif atom oksigen-fosfat dari DNA Tjahjono et al., 2000. Kation porfirin terutama TMPyP4 merupakan penghambat telomerase pada konsentrasi mikromolar rendah. Lebih jauh lagi porfirin ini relatif non toksik terhadap sel baik tumor dan normal pada level yang dapat menghambat telomerase. Telemorase sudah menunjukkan peranan langsung dalam mitosis, suatu blok fisik dalam pemisahan kromosom anafase yang disebabkan oleh mutasi dari model telomerase. Suatu implikasi dari hal ini adalah bahwa porfirin sebagai agen interaktif telomere dapat menangkap sel-sel dalam mitosis Izbicka, et al.,1999.

2.2 Modifikasi Molekul