Hubungan Permeabilitas Beberapa Obat Yang Mempunyai Satu Gugus Asam Karboksilat Terhadap Laju Absorpsi Pada USus Halus Yang Di Homogenkan

(1)

HUBUNGAN PERMEABILITAS BEBERAPA OBAT YANG MEMPUNYAI SATU GUGUS ASAM KARBOKSILAT

TERHADAP LAJU ABSORPSI PADA USUS HALUS YANG DIHOMOGENKAN

SKRIPSI

OLEH:

FANNY FERLIANY SIMANJUNTAK NIM 040804040

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2008


(2)

HUBUNGAN PERMEABILITAS BEBERAPA OBAT YANG MEMPUNYAI SATU GUGUS ASAM KARBOKSILAT

TERHADAP LAJU ABSORPSI PADA USUS HALUS YANG DIHOMOGENKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH

FANNY FERLIANY SIMANJUNTAK NIM 040804040

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2008


(3)

Lembar Pengesahan Skripsi

HUBUNGAN PERMEABILITAS DARI BEBERAPA OBAT YANG MEMPUNYAI SATU GUGUS ASAM KARBOKSILAT

TERHADAP LAJU ABSORPSI PADA USUS HALUS YANG DIHOMOGENKAN

OLEH

FANNY FERLIANY SIMANJUNTAK NIM 040804040

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: Desember 2008

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) NIP 131 286 001 NIP 131 283 720

(Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt.) Pembimbing II, NIP 131 286 001

(Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, MSc., Apt.) (Dr. Karsono, Apt.) NIP 130 809 699 NIP 131 415 891

(Dra. Azizah Nasution, MSc., Apt.) NIP 130 810 737

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 131 238 716


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya oleh karena berkat dan kasih karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Wilson Simanjuntak dan Ibunda Yosfenny Paruliana br Hutagalung, abang-abang tercinta (Fernando Simanjuntak dan Fredrik Simanjuntak), juga ompung dan tante yang telah sabar dan setia memberikan dukungan, doa, semangat, dan materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt. dan Bapak Prof. Dr. M. T.

Simanjuntak, MSc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dari awal penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Nahitma Ginting, MSi., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama perkuliahan.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi yang telah meyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi.

4. Bapak dan Ibu penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Dosen-dosen di Fakultas Farmasi yang telah membimbing penulis selama perkuliahan sehingga dapat meyelesaikan skripsi ini.


(5)

6. Teman-teman kelompok kecil ”VALORIE”: Kak Eka, Yessy, Lowysa, dan Trisna, atas kebersamaan, dukungan, semangat dan saling berbagi satu sama lain.

7. Rekan-rekan penelitian: bang Jonson, Lambok, dan kak Rikha, yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Teman-teman stambuk 2004, khususnya “KANTIN” dan “KAPAS” (“OMNIPRESENT”) atas dukungan semangat dan kebersamaan selama perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

9. Abang, kakak, dan adik-adik Fakultas Farmasi atas dukungan dan semangat penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Medan, Desember 2008 Penulis,

Fanny Ferliany Simanjuntak


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan permeabilitas beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat terhadap laju absorpsi pada usus halus kelinci yang dihomogenkan, yang mana tediri dari dua rancangan percobaan yaitu penentuan log P dan penentuan laju absorpsi dengan menggunakan asam mefenamat, ibuprofen, dan ketoprofen sebagai sampel. Penetapan kadar obat menggunakan spektrofotometer ultraviolet. Penentuan log P menggunakan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 dan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform. Penentuan laju absorpsi menggunakan dapar fosfat pH 7,4. Kedua percobaan ini menggunakan larutan obat dengan konsentrasi 0,002 M pada temperatur kamar. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) dan uji beda nyata.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara struktur kimia dengan permeabilitas dan juga untuk mengetahui hubungan antara permeabilitas dengan laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan dari beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan struktur kimia berbanding lurus dengan permeabilitasnya, tergantung pada gugus hidrofilik dan lipofilik yang dimiliki oleh senyawa obat tersebut.

Hasil penelitian juga menunjukkan hubungan permeabilitas dari ketiga obat tersebut berbanding terbalik dengan laju absorpsi yang dilakukan pada temperatur kamar.


(7)

ABSTRACT

The research about relationship between permeability of some drugs having one carboxylic acid group to absorption rate at rabbit’s intestinal homogenated, which consist of two experimental designs that is determination of logarithm of P and determination of absorption rate by using mefenamic acid, ibuprofen, and ketoprofen as samples has been conducted. The concentration of drugs was determined by ultraviolet spectrofotometric. Determination of logarithm of P used chloroform saturated buffer phosphate solution pH 7.4 and buffer phosphate solution pH 7.4 saturated chloroform. The determination of absorption rate used buffer phosphate solution pH 7.4 . Both of this experimental used drugs solution with concentration 0.002 M at room temperature. The experimental data was analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and Least Significant Difference (LSD).

The aim of this research is to know the relationship between chemical structure with permeability and to know the relationship between permeability with absorption rate at intestinal homogenated of some drugs having one carboxylic acid group.

The result of research showed that relationship between chemistry structure linear with its permeability, depends on hidrophylic and lipophylic groups had by drug compound.

The result of research also showed that relationship permeability from three drugs inversely proportional with absorption rate done at room temperature.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Bahan ... 5

2.1.1 Asam Mefenamat ... 5

2.1.2 Ibuprofen ... 6

2.1.3 Ketoprofen ... 7

2.2 Absorpsi ... 8

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat ... 10


(9)

2.2.2 Mekanisme Lintas Membran ... 10

2.3 Permeabilitas ... 16

2.4 Membran Sel ... 18

2.5 Usus Halus ... 20

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet-visibel ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Alat dan Bahan ... 24

3.1.1 Alat ... ...24

3.1.2 Bahan ... 24

3.2 Hewan Percobaan ... ... 24

3.3 Prosedur ... 24

3.3.1 Pembuatan Air Bebas Karbondioksida ... 25

3.3.2 Pembuatan Larutan Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M... 25

3.3.3 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N ... 25

3.3.4 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N... 25

3.3.5 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 ... 25

3.3.6 Pembuatan Larutan Natrium Klorida Fisiologis ... ... 25

3.3.7 Pembuatan Indikator Fenolftalein ... 25

3.3.8 Pembuatan Etanol Netral……...26

3.3.9 Pembakuan Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N ... 26

3.3.10 Penetapan Kadar Asam Mefenamat……...26

3.3.11 Penetapan Kadar Ibuprofen ... 26

3.3.12 Penetapan Kadar Ketoprofen ...26

3.3.13 Pembuatan Pelarut Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 dan Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform………...27


(10)

3.3.14 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... ...27 3.3.14.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I ... 27 3.3.14.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II ... 27

3.3.15 Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 27 3.3.16 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 28 3.3.17 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 28 3.3.17.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I ... 28 3.3.17.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II ... 28 3.3.18 Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 29 3.3.19 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 29 3.3.20 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 29 3.3.21 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Kloroform

Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 29 3.3.22 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Kloroform

Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 30 3.3.23 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 30 3.3.23.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I ...30 3.3.23.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II ... 30 3.3.24 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH

7,4 Jenuh Kloroform ... 30 3.3.25 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat

pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 31


(11)

3.3.26 Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 31

3.3.26.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I ...31

3.3.26.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II ... 31

3.3.27 Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 31

3.3.28 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 32

3.3.29 Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 32

3.3.29.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I ... 32

3.3.29.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II ... 32

3.3.30 Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform... 32

3.3.31 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 33

3.3.32 Penetapan Log P ... 33

3.3.32.1 Pembuatan Larutan Obat ... 33

3.3.32.2 Percobaan ………...…………...….... 33

3.3.33 Pembuatan Usus Halus Yang Dihomogenkan ...34

3.3.34 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... 34

3.3.35 Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... 34

3.3.36 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... 34

3.3.37 Penentuan Waktu Up take Asam Mefenamat dalam Usus Halus yang Dihomogenkan ... 35

3.3.38 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam Usus Halus yang Dihomogenkan ... 35


(12)

3.3.39 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 ... 36

3.3.40 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... 36

3.3.41 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ...36

3.3.42 Penentuan Waktu Up Take Ibuprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan ………... 36

3.3.43 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan ………...………... 37

3.3.44 Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... 38

3.3.45 Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... 38

3.3.46 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 ... ....38

3.3.47 Penentuan Waktu Up Take Ketoprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan ... 38

3.3.48 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan ... 39

3.3.49 Penentuan Laju Absorpsi ... 39

3.3.49.1 Penyiapan Larutan Obat ...39

3.3.49.2 Percobaan ... 40

3.3.50 Analisis data...40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...41

4.1 Hasil Penentuan Normalitas NaOH...41

4.2 Hasil Penetapan Kadar Asam Mefenamat...41

4.3 Hasil Penetapan Kadar Ibuprofen……….41

4.4 Hasil Penetapan Kadar Ketoprofen...42


(13)

4.5 Hasil Penentuan Panjang gelombang Maksimum Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4...42

4.6 Hasil Penentuan Panjang gelombang Maksimum Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform...42

4.7 Hasil penentuan Log P Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen...43

4.8 Hasil penentuan Log D Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen...45

4.9 Hubungan Struktur Kimia dengan Permeabilitas Asam Mefenamat, Ibuprofen, dan Ketoprofen...46

4.10 Hasil Penentuan Panjang gelombang Maksimum Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4... 47

4.11 Hasil Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat, Ibuprofen, dan Ketoprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan pada Temperatur Kamar; pH 7,4...47

4.12 Hasil Pengukuran Laju Absorpsi Asam Mefenamat, Ibuprofen, dan Ketoprofen pada Usus Halus yang Dihomogenkan; Temperatur Kamar; pH 7,4...47

4.13 Hubungan antara permeabilitas dengan Laju Absorpsi Asam Mefenamat, Ibuprofen, dan Ketoprofen pada Usus halus yang Dihomogenkan...50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 55


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Log P Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen... 43 Tabel 2. Data Nilai Log D Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen... 45 Tabel 3. Data Konsentrasi Asam Mefenamat dalam 50 µl Usus Halus yang

Dihomogenkan dengan Konsentrasi 480 mcg/ml; Temperatur Kamar; pH 7,4... 48 Tabel 4. Data Konsentrasi Ibuprofen dalam 50 µl Usus Halus yang

Dihomogenkan dengan Konsentrasi 420 mcg/ml;

Temperatur Kamar; pH 7,4 ... 48 Tabel 5. Data Konsentrasi Ketoprofen dalam 50 µl Usus Halus yang

Dihomogenkan dengan Konsentrasi 500 mcg/ml; Temperatur Kamar; pH 7,4... 49


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus bangun Asam Mefenamat ... 5

Gambar 2. Rumus Bangun Ibuprofen ... 6

Gambar 3. Rumus Bangun Ketoprofen ... 7

Gambar 4. Fase Biofarmasetik Obat ... 9

Gambar 5. Transpor trans membran transpor konvektif ... 11

Gambar 6. Transpor trans membran difusi pasif ... 13

Gambar 7. Transpor trans membran transpor aktif ... 14

Gambar 8. Transpor trans membran transpor yang dipermudah ... 15

Gambar 9. Transpor trans membran pinositosis ...15

Gambar 10. Transpor trans membran transpor pasangan ion ... 16

Gambar 11. Usus Halus ... 20

Gambar 12. Grafik Log P Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen ... 43

Gambar 13. Grafik Log D Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen...45

Gambar 14. Grafik Konsentrasi Asam mefenamat, Ibuprofen, dan Ketoprofen dalam usus Halus yang Dihomogenkan dengan Konsentrasi 0,002 M; Temperatur Kamar; pH 7,4...49

Gambar 15. Grafik Hubungan antara permeabilitas dengan Laju Absorpsi Asam Mefenamat, Ibuprofen, dan Ketoprofen pada Usus halus yang Dihomogenkan... .. 50


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Diagram Rancangan Percobaan ...55 Lampiran 2. Flowsheet Pembakuan Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N... 56

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Penentuan Normalitas NaOH pada

Penetapan Kadar Asam Mefenamat...57 Lampiran 4. Contoh Perhitungan Penentuan Normalitas NaOH pada

Penetapan Kadar Ibuprofen...58 Lampiran 5. Contoh Perhitungan Penentuan Normalitas NaOH pada

Penetapan Kadar Ketoprofen...59 Lampiran 6. Flowsheet Penetapan Kadar Bahan Obat secara Titrasi Semi

Bebas Air... 60 Lampiran 7. Contoh Perhitungan Penetapan kadar Asam Mefenamat secara

Titrasi Semi Bebas Air ... 61 Lampiran 8. Contoh Perhitungan Penetapan kadar Ibuprofen secara Titrasi

Semi Bebas Air ... 62 Lampiran 9. Contoh Perhitungan Penetapan kadar Ketoprofen secara Titrasi

Semi Bebas Air ... 63 Lampiran 10. Flowsheet Pembuatan Pelarut Kloroform Jenuh Dapar Fosfat

pH 7,4 dan Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 64 Lampiran 11. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat

dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 65 Lampiran 12. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 66 Lampiran 13. Kurva absorpsi Asam Mefenamat dalam kloroform jenuh

dapar fosfat pH 7,4... 67 .

Lampiran 14. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 68 Lampiran 15. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi

Asam Mefenamat dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4... 69


(17)

Lampiran 16. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat

dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ...71 Lampiran 17. Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 72 Lampiran 18. Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Jenuh Kloroform ...73 Lampiran 19. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ...74 Lampiran 20. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi

Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform... 75 Lampiran 21. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ...77 Lampiran 22. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4...78 Lampiran 23. Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Kloroform Jenuh

Dapar Fosfat pH 7,4 ... 79 Lampiran 24. Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Kloroform Jenuh

Dapar Fosfat pH 7,4 ... 80 Lampiran 25. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Ibuprofen

dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ...81 Lampiran 26. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 83 Lampiran 27. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 84 Lampiran 28. Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh

Kloroform ... 85 Lampiran 29. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 86 Lampiran 30. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Ibuprofen

dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ...87 Lampiran 31. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 89


(18)

Lampiran 32. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam

Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 90

Lampiran 33. Kurva Absorbsi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4... 91

Lampiran 34. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 92

Lampiran 35. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 93

Lampiran 36. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 95

Lampiran 37. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 96

Lampiran 38. Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 97

Lampiran 39. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform ... 98

Lampiran 40. Flowsheet Percobaan Penetapan Log P ...100

Lampiran 41. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 ... 101

Lampiran 42. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform... 102

Lampiran 43. Contoh Perhitungan Log P... 103

Lampiran 44. Contoh Perhitungan Log D ... 104

Lampiran 45. Contoh Perhitungan Standar Deviasi (SD)... 105

Lampiran 46. Analisis Data secara statistika Log P ketiga obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat ... 106

Lampiran 47. Analisis Data secara statistika Log D ketiga obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat ... 109

Lampiran 48. Analisis Data secara statistika Log D ketiga obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat ... 112


(19)

Lampiran 49. Flowsheet Pembuatan Usus Halus yang Dihomogenkan ... 115

Lampiran 50. Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4... 116 Lampiran 51. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 ... 117 Lampiran 52. Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam Usus Halus yang

Dihomogenkan pada Temperatur Kamar ...118 Lampiran 53. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam

Dapar Fosfat pH 7,4... 119 Lampiran 54. Flowsheet Penentuan Waktu Up Take Bahan Obat dalam

Usus Halus yang Dihomogenkan... 120 Lampiran 55. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Bahan Obat dalam

Usus Halus yang Dihomogenkan ... 121 Lampiran 56. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi

Asam Mefenamat dalam Usus Halus yang Dihomogenkan pada Temperatur Kamar... 122 Lampiran 57. Flowsheet Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 ...124 Lampiran 58. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 ...125 Lampiran 59. Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Usus halus yang

Dihomogenkan ...126 Lampiran 60. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4...127 Lampiran 61. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Ibuprofen

dalam Usus Halus yang Dihomogenkan pada

Temperatur Kamar...128 Lampiran 62. Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4...130 Lampiran 63. Flowsheet Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4... 131 Lampiran 64. Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Usus Halus yang

Dihomogenkan...132


(20)

Lampiran 65. Flowsheet Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam

Dapar Fosfat pH 7,4...133

Lampiran 66. Penentuan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan pada

Temperatur Kamar...134 Lampiran 67. Flowsheet Percobaan Penentuan Laju Absorpsi. ...136

Lampiran 68. Data penentuan waktu uptake Asam Mefenamat dalam usus halus yang dihomogenkan pada panjang gelombang 209,0 nm...137 Lampiran 69. Kurva waktu uptake Asam Mefenamat dalam usus halus yang

dihomogenkan pada panjang gelombang 209,0 nm...138 Lampiran 70. Data penentuan waktu uptake Ibuprofen dalam usus halus

yang dihomogenkan pada panjang gelombang 222,0 nm...139 Lampiran 71. Kurva waktu uptake Ibuprofen dalam usus halus yang

dihomogenkan pada panjang gelombang 222,0 nm...140 Lampiran 72. Data penentuan waktu uptake Ketoprofen dalam usus halus

yang dihomogenkan pada panjang gelombang 206,0 nm...141 Lampiran 73. Kurva waktu uptake Ketoprofen dalam usus halus yang

dihomogenkan pada panjang gelombang 206,0 nm...142 Lampiran 74. Gambar Alat Flask Shaker... 143

Lampiran 75. Gambar Cara Pendiaman Pembuatan Larutan Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 dan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh

Kloroform...144 Lampiran 76. Gambar Alat Homogenizer Mixer Modifikasi...145

Lampiran 77. Gambar Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 Dingin...146


(21)

ABSTRACT

The research about relationship between permeability of some drugs having one carboxylic acid group to absorption rate at rabbit’s intestinal homogenated, which consist of two experimental designs that is determination of logarithm of P and determination of absorption rate by using mefenamic acid, ibuprofen, and ketoprofen as samples has been conducted. The concentration of drugs was determined by ultraviolet spectrofotometric. Determination of logarithm of P used chloroform saturated buffer phosphate solution pH 7.4 and buffer phosphate solution pH 7.4 saturated chloroform. The determination of absorption rate used buffer phosphate solution pH 7.4 . Both of this experimental used drugs solution with concentration 0.002 M at room temperature. The experimental data was analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and Least Significant Difference (LSD).

The aim of this research is to know the relationship between chemical structure with permeability and to know the relationship between permeability with absorption rate at intestinal homogenated of some drugs having one carboxylic acid group.

The result of research showed that relationship between chemistry structure linear with its permeability, depends on hidrophylic and lipophylic groups had by drug compound.

The result of research also showed that relationship permeability from three drugs inversely proportional with absorption rate done at room temperature.


(22)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan permeabilitas beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat terhadap laju absorpsi pada usus halus kelinci yang dihomogenkan, yang mana tediri dari dua rancangan percobaan yaitu penentuan log P dan penentuan laju absorpsi dengan menggunakan asam mefenamat, ibuprofen, dan ketoprofen sebagai sampel. Penetapan kadar obat menggunakan spektrofotometer ultraviolet. Penentuan log P menggunakan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 dan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform. Penentuan laju absorpsi menggunakan dapar fosfat pH 7,4. Kedua percobaan ini menggunakan larutan obat dengan konsentrasi 0,002 M pada temperatur kamar. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) dan uji beda nyata.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara struktur kimia dengan permeabilitas dan juga untuk mengetahui hubungan antara permeabilitas dengan laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan dari beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan struktur kimia berbanding lurus dengan permeabilitasnya, tergantung pada gugus hidrofilik dan lipofilik yang dimiliki oleh senyawa obat tersebut.

Hasil penelitian juga menunjukkan hubungan permeabilitas dari ketiga obat tersebut berbanding terbalik dengan laju absorpsi yang dilakukan pada temperatur kamar.


(23)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Absorpsi asam mefenamat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, ± 99% obat terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, waktu paruh plasma ± 3-4 jam (Siswandono dan Soekardjo, 2000), dengan rute pemberian per oral tersedia dalam bentuk tablet, kaplet, suspensi, dan kapsul (ISFI, 2007).

Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat dalam saluran cerna, kadar serum tertinggi terjadi dalam 1-2 jam setelah pemberian oral, waktu paruh 1,8-2 jam (Siswandono dan Soekardjo, 2000), dengan rute pemberian per oral tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet, dan suspensi (ISFI, 2007).

Ketoprofen diabsorpsi secara cepat dan sempurna dalam saluran cerna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, waktu paruh eliminasi ± 2-3 jam (Siswandono dan Soekardjo, 2000), dengan rute pemberian per oral tersedia dalam bentuk tablet (ISFI, 2007).

Ketiga obat ini merupakan obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat dengan struktur kimia yang berbeda satu sama lain, yang mana kelarutannya praktis tidak larut dalam air. Ketiga obat ini banyak tersedia di pasaran dalam bentuk sediaan yang diberikan secara per oral dibandingkan rute pemberian yang lain.

Siswandono dan Soekardjo (2000) menyatakan bahwa ketiga obat ini merupakan obat antiradang bukan steroid, dan berdasarkan struktur kimianya


(24)

asam mefenamat termasuk turunan asam N-arilantranilat sedangkan ibuprofen dan ketoprofen termasuk turunan asam arilasetat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan permeabilitas beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat terhadap laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan dengan asam mefenamat, ibuprofen dan ketoprofen sebagai model dan kuantitasinya menggunakan spektrofotometer ultraviolet.


(25)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. apakah ada hubungan struktur kimia senyawa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat dengan permeabilitas ?

b. apakah ada hubungan permeabilitas dari beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat terhadap laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. ada hubungan struktur kimia senyawa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat dengan permeabilitas

b. ada hubungan permeabilitas dari beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat terhadap laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

a. mengetahui hubungan struktur kimia senyawa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat dengan permeabilitas

b. mengetahui hubungan permeabilitas dari beberapa obat yang mempunyai satu gugus asam karboksilat terhadap laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan


(26)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran dalam rangka memodifikasi struktur untuk memaksimalkan absorpsi obat secara per oral.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Asam Mefenamat a. Rumus bangun

Gambar 1. Rumus bangun Asam Mefenamat b. Rumus molekul : C15H15NO2

c. Berat molekul : 241,29 d. Sifat fisika

- Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih kurang 230˚ disertai peruraian. - Kelarutan : Larut dalam larutan alkali hidroksida; agak sukar

larut dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam metanol; praktis tidak larut dalam air (Ditjen POM,1995).

- pKa : 4,2 (Moffat, et al, 1986). e. Farmakologi

- Kegunaan :Digunakan pada sakit yang ringan dan sedang termasuk sakit kepala, sakit gigi, sakit setelah operasi dan melahirkan, dan dysmenorrhoea,


(28)

osteoarthritis, dan rheumatoid arthritis

(Sweetman, 2005).

- Efek Samping :Terjadi steatorrhoea, haemolitik anemia,

leukopenia, neutropenia, agranulositosis, gagal ginjal non-oligurik (Sweetman, 2005), dan iritasi lambung (Siswandono dan Soekardjo, 2000). 2.1.2 Ibuprofen

a. Rumus bangun

Gambar 2. Rumus Bangun Ibuprofen b. Rumus molekul : C13H18O2

c. Berat molekul : 206,28 d. Sifat fisika

- Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga hampir putih; berbau khas lemah.

- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform; sukar larut dalam etil asetat (Ditjen POM,1995).


(29)

e. Farmakologi

- Kegunaan : Digunakan pada sakit yang ringan sampai sedang dan inflamasi dalam kondisi seperti

dysmenorrhoea, sakit kepala termasuk migrain,

sakit setelah pembedahan, sakit gigi, osteoarthritis,

rheumatoid arthritis, dan mengurangi demam

(Sweetman, 2005).

- Efek Samping : Menyebabkan dispepsia, muntah, mual, perdarahan pada pencernaan, peptic ulcers, haematuria,

hipersensitifitas, perforasi, agranulositosis, dan trombositopenia (Sweetman, 2005).

2.1.3 Ketoprofen a. Rumus bangun

Gambar 3. Rumus Bangun Ketoprofen b. Rumus molekul : C16H14O3

c. Berat molekul : 254,3 d. Sifat fisika

- Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak atau hampir tidak berbau.


(30)

- Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter; praktis tidak larut dalam air

(Ditjen POM,1995). - pKa : 4,5 (Kasim, et al, 2003). e. Farmakologi

- Kegunaan : Digunakan pada osteoarthritis, rheumatoid

arthritis, dysmenorrhoea, sakit setelah

pembedahan, kondisi inflamasi seperti gout yang akut, dan mengurangi demam (Sweetman, 2005). - Efek Samping : Asma, urtikaria (Sweetman, 2005), dan iritasi

saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo, 2000). 2.2 Absorpsi

Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache, dkk, 1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel dan Yu, 1985). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan (serta cepat-lambatnya melarut) menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal; dari sini melalui membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk


(31)

sediaannya. Secara ringkas proses biofarmasetik digambarkan dalam gambar 4 (Joenoes, 2002).

Gambar 4. Fase Biofarmasetik Obat (Joenoes, 2002)

Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi: kalau obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Kalau obat sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut penetrasi. Hanya kalau obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam saluran darah baru itu disebut absorpsi (Joenoes, 2002).

Berarti suksesnya perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral kedalam sirkulasi umum bisa dicapai dengan empat langkah proses yaitu :

1. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya 2. Keberadaan obat dalam bentuk larutan

3. Pergerakan dari obat larut melalui membran saluran cerna 4. Pergerakan obat dari tempat absorpsi ke dalam sirkulasi umum

(Syukri, 2002).

Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari sistem LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).


(32)

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat 1. Pengaruh besar-kecilnya partikel obat

Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang dalam kontak dengan cairan/pelarut; bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2002).

2. Pengaruh daya larut obat

Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:yang tidak. a. Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat

b. Sifat fisik: modifikasi fisik obat c. Prosedur dan teknik pembuatan obat

d. Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes, 2002). 3. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat

a. pKa dan derajat ionisasi obat

Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada pKa obat dan juga pada pH lingkungannya. Kebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemah; oleh karena absorpsi dengan cara difusi pasif hanya terjadi dalam bentuk tidak terionisasi (atau molekul), maka perbandingan obat yang tidak terionisasi sangat menentukan absorpsi. pKa obat merupakan faktor penting, apakah obat itu bila diberikan per oral diabsorpsi lebih banyak di lambung atau lebih banyak di usus (Joenoes, 2002).

b. Koefisien partisi lemak/air (Joenoes, 2002). 2.2.2 Mekanisme Lintas Membran

Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi, meliputi mekanisme pasif dan aktif (termasuk pembentukan) bersaing dalam proses perlintasan zat aktif melalui membran (Syukri, 2002).


(33)

Koefisien Difusi x Koefisien Partisi Ketebalan Membran

a. Filtrasi atau konvektif

Filtrasi atau yang disebut juga “difusi secara konvensi” adalah mekanisme penembusan pasif melalui pori-pori suatu membran. Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air dapat melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil (4-7 Å) dan hanya dapat dilalui oleh molekul dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400 jika molekulnya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2002).

Gambar 5. Transpor trans membran transpor konvektif (Joenoes, 2002) b. Difusi pasif “pH partisi hipotesis”

Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan dikedua sisi membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick (Syukri, 2002).

Laju penetrasi = Konstanta Permeabilitas x Luas Permukaan x Perbedaan Konsentrasi

Konstanta permeabilitas =


(34)

Jadi konsentrasi (C) senyawa di kedua sisi membran berpengaruh pada proses penembusan, tetapi perlu ditekankan bahwa hanya fraksi bebas dari zat aktif yang diperhitungkan dalam perbedaan konsentrasi. Kombinasi zat aktif-protein yang terbentuk tersebut tidak dapat terdifusi karena alasan bobot molekulnya. Dalam hal ini hanya fraksi bebas yang dapat berdifusi, rantai protein merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi laju difusi melalui membran (Syukri, 2002).

Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan. Jika ukuran molekul tidak dapat melalui kanal-kanal membran, maka polaritas yang kuat dari bentuk terionkan akan menghambat proses difusi transmembran. Hanya fraksi zat aktif yang tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif. Pentingnya faktor-faktor yang berpengaruh pada difusi transmembran dari suatu molekul (derajat ionisasi molekul, pH kompartemen) digarisbawahi dalam “Teori Difusi Non Ionik atau Hipotesa pH Partisi” (Syukri, 2002).

Untuk obat yang zat aktifnya merupakan garam dari suatu asam kuat atau basa kuat, derajat ionisasi berperan pada hambatan difusi transmembran. Sebaliknya untuk elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah yang sedikit terionisasi, maka difusi melalui membran tergantung kelarutan bentuk tak terionkan (satu-satunya yang berpengaruh pada konsentrasi), serta derajat ionisasi molekul (Syukri, 2002).


(35)

Konsentrasi bentuk terionkan Konsentrasi bentuk tak terionkan Konsentrasi bentuk tak terionkan Konsentrasi bentuk terionkan

Derajat ionisasi tergantung pada dua faktor, (persamaan Henderson Hasselbach) yaitu:

a. Tetapan ionisasi dari suatu senyawa atau pKa b. pH cairan dimana terdapat molekul zat aktif

Untuk asam : pH = pKa + log

Untuk basa : pH = pKa + log

Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul (polaritas, ukuran molekul, dan sebagainya) merupakan hambatan penembusan transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Pengikutsertaan proses aktif dapat menjelaskan perjalanan obat yang kadang-kadang melintasi membran sel dengan sangat cepat (Syukri, 2002).

Gambar 6. Transpor trans membran difusi pasif (Joenoes, 2002) c. Tranpor aktif

Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul yang dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya


(36)

molekul dibebaskan pada permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya (Syukri, 2002).

Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul yang berafinitas tinggi dapat menghambat kompetisi transpor dari molekul yang berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisa adenosin trifosfat (ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2002).

Gambar 7. Transpor trans membran transpor aktif (Joenoes, 2002) d. Difusi sederhana (dipermudah = fasilitas)

Difusi sederhana merupakan cara pelintasan membran yang memerlukan suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan kompetitif). Pembawa tersebut bertanggungjawab terhadap transpor aktif, tetapi di sini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan tanpa pembebasan energi (Syukri, 2002).


(37)

Gambar 8. Transpor trans membran transpor yang dipermudah (Joenoes, 2002)

e. Pinositosis

Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul-molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati membran (Syukri, 2002).

Gambar 9. Transpor trans membran pinositosis (Joenoes, 2002) f. Transpor oleh pasangan ion

Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral (pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran (Syukri, 2002).


(38)

Gambar 10. Transpor trans membran transpor pasangan ion (Joenoes, 2002) 2.3 Permeabilitas

Suatu senyawa obat untuk dapat memberikan aktivitas harus mampu menembus membran biologis dan mencapai jaringan target dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan aktivitas. Parameter sifat fisika kimia yang paling berperan dalam proses ditribusi tersebut adalah parameter lipofilik (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Membran-membran biologis dengan sifat lipoid, biasanya lebih permeabel terhadap zat-zat yang larut dalam lemak. Oleh karena itu pengangkutan melewati membran-membran ini sebagian tergantung pada kelarutan lemak dari jenis zat yang mendifusi. Kelarutan dalam lemak dari suatu obat ditentukan oleh adanya gugus nonpolar dalam struktur molekul obat tersebut, sebagaimana gugus-gugus yang dapat terion dipengaruhi oleh pH setempat (Lachman, dkk, 1989).

Sering dikatakan bahwa molekul yang terionisasi tidak menembus membran, kecuali untuk ion dengan diameter kecil. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena terdapatnya membran karier untuk beberapa ion, yang mana efektif akan melindungi atau menetralisasi muatan (bentuk pasangan ion). Ketika obat merupakan suatu asam atau basa lemah, dalam bentuk tak terionisasi, dengan memiliki koefisien partisi melewati membran biologis lebih cepat daripada bentuk


(39)

terionisasi, bahwa hanya bentuk tidak terionisasi yang dikaitkan dengan penembusan membran (Gennaro, 2001).

Koefisien partisi dari obat tergantung pada polaritas dan ukuran dari molekul. Obat dengan momen dipol yang tinggi, walaupun tidak terionisasi, mempunyai kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit terpenetrasi. Ionisasi bukan saja mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar tetapi juga menghalangi perlintasan melewati membran yang bermuatan (Gennaro, 2001). Umumnya koefisien partisi lemak/air dari suatu molekul merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Lachman, dkk, 1989).

Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran sifat lipofilik suatu molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik. Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air (Ansel, 1989). Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Aiache, dkk, 1993).

Suatu senyawa yang dapat larut dalam dua pelarut yang tidak saling campur maka senyawa akan terdistribusi ke dalam fase polar (misal: air) dan fase non polar (misal: oktanol, kloroform, karbontetraklorida). Setelah tercapai kesetimbangan ternyata kadar senyawa dalam kedua pelarut tersebut selalu tetap


(40)

(pada suhu yang tetap) sehingga dapat ditentukan nilai koefisien partisinya (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Menurut Nernst, koefisien partisi dapat disederhanakan sesuai dengan persamaan:

P = Co/Cw atau Log P = log Co – log Cw

Co adalah kadar molal dalam fase non-air dan Cw kadar molal dalam air, setelah mengalami kesetimbangan partisi (Sardjoko, 1993).

Nilai P seringkali dinyatakan dengan nilai log P. Sebagai contoh nilai log P 1 setara dengan nilai P 10. Nilai P = 10 merupakan nilai P untuk senyawa tertentu yang mengalami partisi ke dalam pelarut organik dalam jumlah yang sama. P = 10 berarti bahwa 10 bagian senyawa berada dalam lapisan organik dan 1 bagian berada dalam lapisan air (Rohman, 2007).

2.4 Membran Sel

Sel kehidupan dikelilingi oleh membran yang berfungsi untuk memelihara keutuhan sel, mengatur pemindahan makanan dan produk yang terbuang, mengatur keluar masuknya senyawa-senyawa dari dan ke sitoplasma. Membran sel bersifat semipermeabel dan mempunyai ketebalan total ± 8 nm. Membran sel merupakan bagian sel yang mengandung komponen-komponen terorganisasi dan dapat berinteraksi dengan mikromolekul secara khas. Struktur membran biologis sangat kompleks dan dapat mempengaruhi intensitas dan masa kerja obat. Sesudah pemberian secara oral, obat harus melalui sel epitel saluran cerna, membran sistem peredaran tertentu, melewati membran kapiler menuju sel-sel organ atau reseptor obat (Siswandono dan Soekardjo, 2000).


(41)

Membran sel terdiri komponen-komponen yang terorganisasi, yaitu : a. Lapisan Lemak Bimolekul

Tebal lapisan lemak bimolekul ± 35 Ǻ, mengan dung kolesterol netral dan fosfo lipid terionkan, yang terdiri dari fosfatidiletanolamin, fosfatidilkolin, fosfatidilserin dan spingomielin. Berdasarkan sifat kepolarannya lapisan lemak bimolekul dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian non polar, terdiri dari rantai hidrokarbon, dan bagian polar yang terdiri dari gugus hidroksil kolesterol dan gugus gliserilfosfat fosfolipid (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

b. Protein

Bentuk protein bervariasi, ada yang besar, berat molekulnya ± 300.000 dan ada pula yang sangat kecil. Protein bersifat ampifil karena mengandung gugus hidrofil dan hidrofob (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

c. Mukopolisakarida

Jumlah mukopolisakarida pada membran biologis kecil dan strukturnya tidak dalam keadaan bebas tetapi dalam bentuk kombinasi dengan lemak, seperti glikolipid, atau dengan protein, seperti glikoprotein (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Membran sel mempunyai pori yang bergaris tengah antara 3,5-4,2 Ǻ, merupakan saluran berisi air dan dikelilingi oleh rantai samping molekul protein yang bersifat polar. Zat terlarut dapat melewati pori ini secara difusi karena kekuatan tekanan darah (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

Contoh membran biologis: sel epitel saluran cerna, sel epitel paru, sel endotel buluh darah kapiler, sawar darah-otak, sawar darah-cairan serebrospinal,


(42)

plasenta, membran glomerulus, membran tubulus renalis, dan sel epidermis kulit (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

2.5 Usus Halus

Pencernaan makanan yang dimulai dalam lambung, dilanjutkan dalam usus halus oleh enzim-enzim yang dihasilkan mukosanya dan dibantu agen pengemulsi dan enzim yang disekresi ke dalam lumennya oleh hati dan pankreas (Fawcett, 1994). Usus halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum yang terfiksasi, jejunum dan ileum yang bebas bergerak. Diameter usus halus beragam tergantung pada letaknya (2-3 cm) dan panjang keseluruhan antara 5-9 m. Panjang tersebut akan berkurang oleh gerakan regangan otot, yang melingkari peritoneum (Aiache, dkk, 1993).

Gambar 11. Usus Halus (Deferme, et al, 2008)

Duodenum, dengan panjang sekitar 25 cm, terikat erat pada dinding dorsal abdomen, dan sebagian besar terletak retroperitoneal. Jalannya berbentuk-C, mengitari kepala pankreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejunum, yang terikat pada dinding dorsal rongga melalui mesenterium. Jejunum dapat


(43)

digerakkan bebas pada mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus halus, sedangkan ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. Kelokan-kelokan jejunum menempati bagian pusat abdomen, sedangkan ileum menempati bagian bawah rongga. Terdapat perbedaan kecil dalam histologi mukosa ketiga segmen usus halus itu, namun batas di antara ketiganya tidak jelas. Dinding usus halus terdiri atas empat lapis konsentris: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (Fawcett, 1994). Mukosa terdiri dari empat lapisan: permukaan lapisan tunggal, membran basal, lamina propia dan lamina muskularis mukosa (Deferme, et al, 2008). Mukosa usus halus, kecuali yang terletak pada bagian atas duodenum berbentuk lipatan-lipatan atau disebut juga valvula conniventes. Lipatan-lipatan inilah yang berfungsi sebagai permukaan penyerapan dan penuh dengan villi yang tingginya 0,75-1 mm dan selalu bergerak. Adanya vili ini lebih memperluas permukaan mukosa penyerapan hingga 40-50 m2 (Aiache,dkk,1993).

Bahan obat dari lambung masuk ke duodenum; fungsi utama duodenum dan bagian pertama jejunum adalah untuk sekresi, sedangkan fungsi bagian kedua dari jejunum dan ileum ialah untuk absorpsi. pH usus halus meningkat dari duodenum 4-6, jejunum 6-7, ileum 7-8. pH dalam usus halus berperan besar dalam hal absorpsi obat, sebagai akibat disolusi dari berbagai bentuk sediaannya. Pada pH yang berbeda-beda absorpsi optimal suatu obat tergantung juga pada pKa obat (Joenoes, 2002).

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet-visibel

Spektrofotometer UV-vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan


(44)

elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap. Sinar ultraviolet dan sinar tampak akan menyebabkan elektron tereksitasi ke orbital yang lebih tingi. Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorpsi cahaya disebut dengan kromofor (Dachriyanus, 2004). Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak (Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:

A = ε. b. C

A = absorban (serapan)

ε = koefisien ekstingsi molar (M-1cm-1)

b = tebal kuvet (cm) C = konsentrasi (M)


(45)

10. ε

massa molar Pada beberapa buku ditulis juga:

A = E. b. C E = koefisien ekstingsi spesifik (ml g-1cm-1) b = tebal kuvet (cm)

C = konsentrasi (gram/100 ml)

Hubungan antara E dan ε adalah:

E =

Pada percobaan, yang terukur adalah transmitan (T), yang didefinisikan sebagai berikut:

T = I/Io I = intensitas cahaya setelah melewati sampel Io = intensitas cahaya awal

Hubungan antara A dan T adalah

A = -log T = -log (I/Io) (Dachriyanus, 2004)

Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A = abc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang diamati (Rohman, 2007).


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian penetapan log P dan penentuan laju absorpsi pada usus halus yang dihomogenkan di laboratorium dengan metode Rancangan Acak Lengkap.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah flask shaker (Edmund Bühler), corong

pisah, homogenizer mixer (modifikasi), sentrifuge, vortex mixer (Health),

spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu), neraca analitis (Vibra AJ), stopwatch,

politube, mikropipet, pH meter (Hanna), buret, erlenmeyer, maat pipet, gelas ukur, labu tentukur, statif, klem, corong, satu set alat bedah, dan alat-alat lain yang dibutuhkan.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Asam Mefenamat baku, Ibuprofen baku, Ketoprofen baku, Kloroform p.a (E.Merck), aquadest, Kalium dihidrogen

fosfat p.a (E.Merck), Natrium Klorida p.a (E.Merck), Etanol p.a (E.Merck), Natrium Hidroksida p.a (E.Merck), Kalium biftalat p.a (E.Merck), Fenolftalein, usus halus kelinci.

3.2 Hewan Percobaan


(47)

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan Air Bebas Karbondioksida

Air murni dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (Ditjen POM, 1995).

3.3.2 Pembuatan Larutan Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M

Dilarutkan 27,218 g kalium dihidrogenfosfat dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.3 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N

Dilarutkan 8,001 g natrium hidroksida P dalam air secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.4 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N

Dilarutkan 4,001 g natrium hidroksida P dalam air secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.5 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4

Dicampur 50,0 ml kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 39,1 ml natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida secukupnya hingga 200,0 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.6 Pembuatan Larutan Natrium Klorida Fisiologis

Dilarutkan 9,0 g natrium klorida dalam air hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.7 Pembuatan Indikator Fenolftalein


(48)

3.3.8 Pembuatan Etanol Netral

Pada sejumlah etanol ditambahkan 2 tetes atau 3 tetes fenolftalein dan natrium hidroksida 0,02 N atau 0,1 N secukupnya hingga terjadi warna merah muda pucat (Ditjen POM, 1995).

3.3.9 Pembakuan Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N

Ditimbang seksama 150 mg kalium biftalat yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 1200C selama 2 jam, dan dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 50 ml. Dipipet sebanyak 40 ml dan ditambahkan 3 tetes fenolftalein dan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N hingga terjadi warna merah muda yang stabil selama 30 detik.

3.3.10 Penetapan Kadar Asam Mefenamat

Timbang seksama lebih kurang 150 mg asam mefenamat, dilarutkan dalam 30 ml etanol yang telah dinetralkan terhadap fenolftalein, dititrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator fenolftalein hingga terbentuk warna merah muda yang stabil selama 30 detik.

3.3.11 Penetapan Kadar Ibuprofen

Timbang seksama 150 mg ibuprofen, dilarutkan dalam 7,5 ml etanol yang telah dinetralkan terhadap fenolftalein. Ditambahkan 7,5 ml air, dititrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator fenolftalein hingga terbentuk warna merah muda yang stabil selama 30 detik.

3.3.12 Penetapan Kadar Ketoprofen

Timbang seksama lebih kurang 500 mg ketoprofen, dilarutkan dalam 25 ml etanol yang telah dinetralkan terhadap fenolftalein. Ditambahkan 25 ml air,


(49)

dititrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator fenolftalein (Ditjen POM, 1995).

3.3.13 Pembuatan Pelarut Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 dan Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dimasukkan kloroform kedalam corong pisah, lalu dimasukkan dapar fosfat pH 7,4. Kemudian digojog dengan menggunakan alat flask shaker pada

250 goyangan per menit selama 3 jam. Kemudian didiamkan semalaman, dan dipisahkan antara fase kloroform yang telah jenuh dengan dapar fosfat pH 7,4 dan dapar fosfat pH 7,4 yang telah jenuh kloroform.

3.3.14 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

3.3.14.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I

Ditimbang seksama 10 mg asam mefenamat yang telah dikeringkan selama 4 jam pada suhu 1050C, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml.

3.3.14.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II

Dipipet 5,0 ml dari Larutan Induk Baku I, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcg/ml.

3.3.15 Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 1,5 ml Larutan Induk Baku II asam mefenamat, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat


(50)

pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.3.16 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 0,7 ml; 1,0 ml; 1,2 ml; 1,5 ml; 1,8 ml; 2,0 ml dari Larutan Induk Baku II, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 7 mcg/ml; 10 mcg/ml; 12 mcg/ml; 15 mcg/ml; 18 mcg/ml; 20 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 359,0 nm.

3.3.17 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

3.3.17.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I

Ditimbang seksama 10 mg asam mefenamat yang telah dikeringkan selama 4 jam pada suhu 1050C, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml,

dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml.

3.3.17.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II

Dipipet 5,0 ml dari Larutan Induk Baku I, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcg/ml.


(51)

3.3.18 Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dipipet 1,1 ml Larutan Induk Baku II asam mefenamat, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.3.19 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dipipet 0,7 ml; 0,9 ml; 1,1 ml; 1,3 ml; 1,5 ml; 1,7 ml dari Larutan Induk Baku II, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 7 mcg/ml; 9 mcg/ml; 11 mcg/ml; 13 mcg/ml; 15 mcg/ml; 17 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 286,0 nm.

3.3.20 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Ditimbang seksama 25 mg ibuprofen dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 500 mcg/ml.

3.3.21 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 7,0 ml Larutan Induk Baku ibuprofen, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.


(52)

3.3.22 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 6,0 ml; 7,0 ml; 8,0 ml; 9,0 ml; 10,0 ml dari Larutan Induk Baku, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 300 mcg/ml; 350 mcg/ml; 400 mcg/ml; 450 mcg/ml; 500 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 263,5 nm. 3.3.23 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam Dapar Fosfat

pH 7,4 Jenuh Kloroform

3.3.23.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I

Ditimbang seksama 10 mg ibuprofen dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml.

3.3.23.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II

Dipipet 5,0 ml dari Larutan Induk Baku I, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcg/ml.

3.3.24 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dipipet 1,0 ml Larutan Induk Baku II ibuprofen, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.


(53)

3.3.25 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dipipet 0,6 ml; 0,8 ml; 1,0 ml; 1,2 ml; 1,4 ml dari Larutan Induk Baku II, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 6 mcg/ml; 8 mcg/ml; 10 mcg/ml; 12 mcg/ml; 14 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 222,5 nm.

3.3.26 Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

3.3.26.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I

Ditimbang seksama 10 mg ketoprofen dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml.

3.3.26.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II

Dipipet 5,0 ml dari Larutan Induk Baku I, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcg/ml.

3.3.27 Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 0,6 ml Larutan Induk Baku II ketoprofen, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.


(54)

3.3.28 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 0,2 ml; 0,4 ml; 0,6 ml; 0,8 ml; 1,0 ml dari Larutan Induk Baku II, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 2 mcg/ml; 4 mcg/ml; 6 mcg/ml; 8 mcg/ml; 10 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 254,0 nm.

3.3.29 Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

3.3.29.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I

Ditimbang seksama 10 mg ketoprofen dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml.

3.3.29.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II

Dipipet 5,0 ml dari Larutan Induk Baku I, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Lalu ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcg/ml.

3.3.30 Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dipipet 0,7 ml Larutan Induk Baku II ketoprofen, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.


(55)

3.3.31 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform

Dipipet 0,3 ml; 0,5 ml; 0,7 ml; 0,9 ml; 1,1 ml dari Larutan Induk Baku II ketoprofen, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 3 mcg/ml; 5 mcg/ml; 7 mcg/ml; 9 mcg/ml; 11 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 260,0 nm.

3.3.32 Penetapan Log P

3.3.32.1 Pembuatan Larutan Obat

Ditimbang seksama masing-masing 48 mg asam mefenamat; 41 mg ibuprofen; 51 mg ketoprofen. Lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 dan dicukupkan dengan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi masing-masing larutan obat 0,002 M.

3.3.32.2 Percobaan

Diambil 10 ml larutan asam mefenamat dan dimasukkan kedalam corong pisah. Lalu dimasukkan 10 ml dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform, digojog pada 250 goyangan per menit selama 3 jam. Kemudian didiamkan semalaman, dan dipisahkan antara fase kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 dan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform dan ditetapkan kadar pada masing-masing fase dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang maksimum. Dilakukan prosedur yang sama untuk Ibuprofen dan Ketoprofen (Sardjoko, 1993; Delgado and Remers, 1991).


(56)

3.3.33 Pembuatan Usus Halus yang Dihomogenkan

Hewan percobaan berupa kelinci jantan dipuasakan selama 20-24 jam. Setelah itu kelinci tersebut dianaestesi, kemudian dilakukan pembedahan pada bagian perut tetapi jangan sampai mengenai tulang dada. Setelah usus halus dikeluarkan dan dibersihkan bagian dalamnya dari kotoran dan bagian luar dari jaringan yang mengikat pembuluh darah halus, dan sebagainya dengan bantuan pinset dan gunting, dan dicuci dengan natrium klorida fisiologis dingin. Lalu usus halus ditimbang, dipotong kecil-kecil, dimasukkan kedalam alat homogenizer mixer dan ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 5 kali berat usus halus lalu

dihomogenkan. Dipipet 50 µl usus halus homogen dan dimasukkan kedalam politube lalu disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es.

3.3.34 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Ditimbang seksama 50 mg asam mefenamat dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 2000 mcg/ml.

3.3.35 Penentuan Kurva Absorpsi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 1,25 ml Larutan Induk Baku asam mefenamat, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm. 3.3.36 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam Dapar Fosfat

pH 7,4

Dipipet 1,5 ml; 2,0 ml; 2,5 ml; 3,0 ml; 3,5 ml dari Larutan Induk Baku, lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan


(57)

dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 300 mcg/ml; 400 mcg/ml; 500 mcg/ml; 600 mcg/ml; 700 mcg/ml. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 209,0 nm.

3.3.37 Penentuan Waktu Up take Asam Mefenamat dalam Usus Halus yang Dihomogenkan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan Asam mefenamat

dengan konsentrasi 0,002 M sebanyak 100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi dengan variasi waktu 30 detik; 1 menit; 2 menit; 3 menit; 5 menit; 7 menit; 10 menit; 15 menit pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, dicampur homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet.

3.3.38 Penentuan Kurva Kalibrasi Asam Mefenamat dalam Usus Halus yang Dihomogenkan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan asam mefenamat

dengan konsentrasi 300 mcg/ml; 400 mcg/ml; 500 mcg/ml; 600 mcg/ml; 700 mcg/ml sebanyak 100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi selama 4 menit (berdasarkan prosedur 3.3.37 dan lampiran 66) pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak


(58)

4 kali volume sampel, dicampur homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian ditetapkan absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 209,0 nm.

3.3.39 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Ditimbang seksama 75 mg ibuprofen dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 3000 mcg/ml.

3.3.40 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Dipipet 5,0 ml Larutan Induk Baku ibuprofen, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.3.41 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 2,5 ml; 3,5 ml; 4,5 ml; 5,5 ml; 6,5 ml dari Larutan Induk Baku lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan

dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 750 mcg/ml; 1050 mcg/ml; 1350 mcg/ml; 1650 mcg/ml; 1950 mcg/ml. Kemudian

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 222,0 nm.

3.3.42 Penentuan Waktu Up take Ibuprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu


(59)

dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan ibuprofen dengan

konsentrasi 0,002 M sebanyak 100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi dengan variasi waktu 30 detik; 1 menit; 2 menit; 3 menit; 5 menit; 7 menit; 10 menit; 15 menit pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, lalu dicampur homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet.

3.3.43 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan Ibuprofen dengan

konsentrasi 750 mcg/ml; 1050 mcg/ml; 1350 mcg/ml; 1650 mcg/ml; 1950 mcg/ml sebanyak 100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi selama 3 menit (berdasarkan prosedur 3.3.42 dan lampiran 68) pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, lalu dicampur homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian ditetapkan absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 222,0 nm.


(60)

3.3.44 Pembuatan Larutan Induk Baku Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Ditimbang seksama 50 mg ketoprofen dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 2000 mcg/ml.

3.3.45 Penentuan Kurva Absorpsi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Dipipet 0,5 ml Larutan Induk Baku ketoprofen, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.3.46 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Dipipet 0,5 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 2,5 ml; 3,0 ml dari Larutan Induk Baku lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan dengan

dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 100 mcg/ml; 200 mcg/ml; 400 mcg/ml; 500 mcg/ml; 600 mcg/ml. Kemudian

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 206,0 nm.

3.3.47 Penentuan Waktu Up take Ketoprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan Ketoprofen dengan

konsentrasi 0,002 M sebanyak 100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi dengan variasi waktu 30 detik; 1 menit; 2 menit; 3 menit; 5 menit; 7 menit; 10 menit; 15 menit pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, lalu dicampur


(61)

homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet.

3.3.48 Penentuan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dalam Usus Halus yang Dihomogenkan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan Ketoprofen dengan

konsentrasi 100 mcg/ml; 200 mcg/ml; 400 mcg/ml; 500 mcg/ml; 600 mcg/ml sebanyak 100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi selama 5 menit (berdasarkan prosedur 3.3.47 dan lampiran 70) pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, lalu dicampur homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian ditetapkan absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 206,0 nm.

3.3.49 Penentuan Laju Absorpsi 3.3.49.1 Penyiapan Larutan Obat

Ditimbang seksama masing-masing 24 mg asam mefenamat; 21 mg ibuprofen; 25 mg ketoprofen. Lalu masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan natrium hidroksida lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi masing-masing larutan obat 0,002 M.


(62)

3.3.49.2 Percobaan

Politube yang berisi 50 µl usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4˚C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan obat sebanyak

100 µl kedalam politube, dan dicampur homogen dengan bantuan vortex kemudian diinkubasi dengan variasi waktu 1 menit dan 5 menit pada temperatur kamar. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, lalu dicampur homogen dengan bantuan vortex dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 sampai garis tanda. Kemudian ditetapkan absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet.

3.3.50 Analisis data

Untuk membandingkan log P dan log D terhadap ketiga bahan obat yaitu asam mefenamat, ibuprofen, dan ketoprofen digunakan Analisis Varians (ANAVA) dan uji beda nyata.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penentuan Normalitas NaOH

Untuk mengetahui normalitas NaOH maka dilakukan pembakuan dengan menggunakan lebih kurang 150 mg kalium biftalat yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 1200 C selama 2 jam, dan dilarutkan dalam

air bebas karbondioksida dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 3 tetes fenolftalein dan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N hingga terjadi warna merah muda mantap. Normalitas NaOH yang diperoleh adalah 0,0946 N untuk asam mefenamat; 0,0962 N untuk ibuprofen; 0,1043 N untuk ketoprofen. Hasil ini dapat dillihat pada lampiran 3-5 halaman 57-59.

4.2 Hasil Penetapan Kadar Asam Mefenamat

Penetapan kadar asam mefenamat dilakukan secara titrasi semi bebas air yaitu menggunakan NaOH 0,0946 N sebagai pentiter dan fenolftalein sebagai indikator sehingga diperoleh kadar asam mefenamat 99,68 %. Hasil dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 61. Kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa asam mefenamat mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 % C15H15NO2.

4.3 Hasil Penetapan Kadar Ibuprofen

Penetapan kadar ibuprofen dilakukan secara titrasi semi bebas air yaitu menggunakan NaOH 0,0962 N sebagai pentiter dan fenolftalein sebagai indikator sehingga diperoleh kadar ibuprofen 97,90 %. Hasil dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 62. Kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan yang tertera pada


(64)

Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0 % C13H18O2.

4.4 Hasil Penetapan Kadar Ketoprofen

Penetapan kadar ketoprofen dilakukan secara titrasi semi bebas air yaitu menggunakan NaOH 0,1043 N sebagai pentiter dan fenolftalein sebagai indikator sehingga diperoleh kadar ibuprofen 99,90 %. Hasil dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 63. Kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa ibuprofen mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 100,5 % C16H14O3.

4.5 Hasil Penentuan Panjang gelombang Maksimum Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen dalam Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4

Untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dalam kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet dan menghasilkan panjang gelombang 359,0 nm untuk asam mefenamat (lampiran 13 halaman 67); 263,5 nm untuk ibuprofen (lampiran 23 halaman 79); 254,0 nm untuk ketoprofen (lampiran 33 halaman 91). 4.6 Hasil Penentuan Panjang gelombang Maksimum Asam Mefenamat,

Ibuprofen dan Ketoprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform Untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dalam dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet dan menghasilkan panjang gelombang 286,0 nm untuk asam mefenamat (lampiran 18 halaman 73); 222,5 nm untuk ibuprofen (lampiran 28 halaman 85); 260,0 nm untuk ketoprofen (lampiran 38 halaman 97).


(65)

4.7 Hasil Penentuan Log P Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen Untuk mengetahui permeabilitas secara percobaan maka dilakukan percobaan kloroform-dapar fosfat pH 7,4 yang menghasilkan nilai Log P, yang mana hanya bentuk tidak terionkan yang diperhitungkan. Untuk menentukan nilai log P maka dilakukan perhitungan seperti pada lampiran 43 halaman 103. Dimana sebelumnya diperoleh konsentrasi obat dalam kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 (lampiran 41 halaman 101) dan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform (lampiran 42 halaman 102). Hasil yang diperoleh seperti terlihat pada tabel 1 dan gambar 12:

Tabel 1. Data Log P Asam Mefenamat, Ibuprofen dan Ketoprofen

Nama obat Log P Jumlah Rata-rata Standar Deviasi (SD)

1 2 3 4 5 6

Asam

Mefenamat 1,4546 1,4708 1,4923 1,5564 1,5650 1,5787 9,1178 1,5196 ± 0,0534

Ibuprofen 0,6334 0,6495 0,6560 0,6655 0,6829 0,7028 3,9901 0,6650 ± 0,0248 Ketoprofen 0,0368 0,0176 0,0082 -0,0924 -0,0689 -0,0547 -0,1534 -0,0256 ± 0,0531

-0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

Asam Mefenamat Ibuprofen Ketoprofen

L

og P


(66)

Dari tabel 1 dan gambar 12 diperoleh bahwa urutan log P dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu asam mefenamat, ibuprofen dan ketoprofen. Hal ini menunjukkan bahwa kelarutan dalam lemak meningkat dari ketoprofen, ibuprofen, dan asam mefenamat, secara berurutan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Aiache (1993) bahwa bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar.

Nilai log P ketoprofen yang diperoleh dalam percobaan bernilai negatif atau mendekati nol menunjukkan bahwa kelarutan ketoprofen dalam air sama atau lebih besar dari kelarutannya dalam lemak, hal ini sesuai dengan yang tertera pada Moffat (1986) bahwa log P dari ketoprofen dalam oktanol/pH 7,4 adalah 0, demikian juga dengan pendapat Toshiro, et al (2000) yang menyatakan bahwa ketoprofen adalah zat hidrofilik sebab logaritma koefisien partisi antara 1-oktanol dan buffer pH 7,4 adalah 0,14.

Asam mefenamat dengan percobaan kloroform-dapar fosfat pH 7,4 memiliki nilai log P 1,5196. Berdasarkan ChemDraw Ultra 8.0, asam mefenamat memiliki nilai log P 4,03 dari percobaan oktanol-air dan berdasarkan Hansch and Leo (1979) yaitu dalam kloroform 1,04 dan oktanol 2,37. Perbedaan nilai log P yang jauh disebabkan karena kepolaran dari pelarut yang digunakan berbeda, dimana oktanol lebih non polar dibandingkan kloroform sehingga nilai log P dari percobaan oktanol-air lebih besar dan teknis pengerjaan yang berbeda. Begitu juga dengan ibuprofen dan ketoprofen, nilai log P dari percobaan kloroform-dapar fosfat pH 7,4 yaitu 0,6650 dan -0,0256, secara berurutan, sedangkan nilai log P dari percobaan oktanol-air berdasarkan ChemDraw Ultra 8.0 yaitu 3,75 dan 3,31 dan berdasarkan Hansch and Leo (1979) yaitu 3,51 dan -0,01, secara berurutan.


(1)

Lampiran 72. Data penentuan waktu uptake Ketoprofen dalam usus halus yang dihomogenkan pada panjang gelombang 206,0 nm Waktu

(menit)

Konsentrasi (mcg/ml)

Jumlah Rata-rata Standar Deviasi (SD)

1 2 3 4 5

1 0,0750 0,1079 0,2029 - - 0,3858 0,1286 0,0664 3 0,1367 0,0698 0,1760 0,1343 0,2169 0,7337 0,1467 0,0547 5 0,1713 0,2039 0,2715 - - 0,6467 0,2156 0,0511 7 0,3180 0,3419 0,2738 - - 0,9337 0,3112 0,0346


(2)

Lampiran 73. Kurva waktu uptake Ketoprofen dalam usus halus yang dihomogenkan pada panjang gelombang 206,0 nm

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Waktu (menit) A b s o rb a n s i ( A )


(3)

Lampiran 74. Gambar Alat Flask Shaker

Corong Pisah


(4)

Corong Pisah berisi larutan kloroform jenuh dapar fosfat pH 7,4 dan dapar fosfat pH 7,4 jenuh kloroform

Lampiran 75. Gambar Cara Pendiaman Pembuatan Pelarut Kloroform Jenuh Dapar Fosfat pH 7,4 dan Dapar Fosfat pH 7,4 Jenuh Kloroform


(5)

Alat Homogenizer Mixer (Modifikasi)

Usus halus yang telah dipotong kecil-kecil

Es batu Lampiran 76. Gambar Alat Homogenizer Mixer Modifikasi


(6)

Larutan Dapar fosfat pH 7,4

Es batu Lampiran 77. Gambar Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 Dingin