Perkembangan kognitif anak tunanetra Perkembangan motorik anak tunanetra

normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala retina dan tunanetra total. a. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll. II.A.4 Karakteristik Anak Tunanetra Menurut Soemantri 2005, karakteristik anak Tunanetra adalah :

a. Perkembangan kognitif anak tunanetra

Akibat dari ketunanetraan, pengenalan dunia luar anak, tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya. Indera penglihatan adalah salah satu indera penting dalam menerima informasi dari luar Somantri, 2005. Anak-anak tunanetra memiliki keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam menerima rangsang atau informasi dari luar dirinya melalui indera penglihatan. Penerimaan rangsang hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indera-indera lain diluar indera penglihatannya. Indera penglihatan memegang peranan dominan dalam proses pembentukan pengertian atau konsep terutama secara visual. Karena kurangmya stimulasi visual, perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibanding anak awas, kemampuan kosa kata mereka terbagi atas dua golongan, yaitu kata-kata yang berarti bagi dirinya berdasarkan pengalamannya sendiri dan kata-kata verbalis yang diperolehnya dari orang lain yang ia sendiri sering tidak memahaminya. Komunikasi nonverbal juga merupakan hal yang kurang dipahaminya karena kemampuan ini sangat bergantung pada stimuli visual. Dalam hal pemahaman bahasa, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan anak awas, kosakata anak tunanetra cenderung bersifat definitif, anak awas cenderung lebih luas. Namun seperti anak awas, anak Universitas Sumatera Utara tunanetra dapat mempertahankan pengalaman-pengalaman khusus tetapi kurang terintegrasi. Anak tunanetra juga cenderung menghadapi masalah konseptualisasi yang abstrak berdasarkan pandangan yang konkret dan fungsional.

b. Perkembangan motorik anak tunanetra

Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat dibandingkan anak awas pada umumnya. Keterlambatan ini terjadi karena perkembangan perilaku motorik memerlukan adanya koordinasi fungsional antara neuromuscular system system saraf dan otot dan fungsi psikis kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Fungsi system saraf dan otot anak tunanetra mungkin tidak bermasalah, tetapi fungsi psikisnya seperti pemahaman terhadap realitas lingkungan, kemungkinan adanya bahaya dan cara menghadapi keterampilan gerak yang terbatas, serta kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya, sehingga mengakibatkan kematangan fisiknya kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas gerak motorik. Perkembangan perilaku motorik juga menuntut perilaku psikomotor locomotion yang bersifat universal yang harus dikuasai oleh individu pada masa bayi atau pada masa awal kanak-kanak, yaitu berjalan, dan memegang benda. Kedua keterampilan motorik ini menjadi dasar bagi keterampilan motorik yang lebih kompleks. Bagi anak tunanetra, penguasaan perilaku psikomotor dasar seperti berjalan dan memegang benda sudah merupakan masalah yang tidak mudah untuk dikuasai dan dilaksanakan dengan baik.

1. Tahap sebelum berjalan