dengan bahan kimia potassium dichromat, p-phenilenediamine, serbuk semen, asam hidroklorida, segel lapisan karet, termasuk logam, 74 40 pekerja
mengalami dermatitis kontak akibat kerja: 26 14 pekerja akut, 39 21 pekerja sub akut, dan 9 5 pekerja kronik. Berdasarkan analisis statistik
multivariat terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini, yaitu lama kontak p=0,029 dan kebiasaan menggunakan alat
pelindung diri APD p=0,063. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat insidensi laju 65 per seratus pekerja, dan prevalensi 74 per seratus pekerja
Lestari et al., 2008. Penelitian lain yang dilakukan pada pekerja pencuci botol di PT X Medan
tahun 2008 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan dermatitis kontak dengan nilai p value = 0,710 0,05, dan
ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan dermatitis kontak dengan nilai p value = 0,001 0,05 Situmeang, 2008.
Hasil penelitian pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri oleh Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo pada tahun 2007 menyatakan terdapat hubungan
yang bermakna antara dermatitis kontak dengan jenis pekerjaan p value 0,02 dan odds ratio 3,4, usia p value 0,042 dan odds ratio 2,8, lama bekerja p value
0,014 dan odds ratio 3,5, dan riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya p value 0,042 dan odds ratio 5,9.
Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa DKAK merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan
bahan kimia industri. DKAK dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di Perusahaan Invar Sin
Kawasan Industri Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan
dengan bahan kimia di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.
1.3.2.Tujuan Khusus :
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui pengaruh lama kontak dengan bahan kimia dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri
Medan. 2.
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi kontak dengan bahan kimia dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan
Industri Medan. 3.
Untuk mengetahui pengaruh lama bekerja dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.
4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pelindung diri dengan
terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1.
Memberikan informasi kepada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan khususnya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak.
Universitas Sumatera Utara
2. Mendapatkan informasi untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak
pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia bagi pimpinan Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.
3. Menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan menganai dermatitis
kontak bagi penulis.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit
National Occupational Health and Safety Commision, 2006. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan
dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis Djuanda, 2003.
2.1.1. Dermatitis Kontak iritan
2.1.1.1. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup Health and Safety Executive, 2004
.
2.1.1.2. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI
diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan DKI akibat kerja, namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini
disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh Djuanda, 2003.
Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan
atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga, pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi
dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6 di intensive care unit dan 69,7 pada pekerja yang sering terpapar dilaporkan dengan frekuensi
Universitas Sumatera Utara
mencuci tangan 35 kali setiap pergantian. Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan 35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan
dermatitis tangan karena pekerjaan odds ratio 4,13 Hogan, 2009. Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana
insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut 46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya, tukang roti dan tukang masak Hogan, 2009.
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita
dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik Hogan, 2009.
2.1.1.3. Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif,
enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor,
meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita Strait, 2001; Djuanda, 2003.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang
sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari
iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan
peningkatan hidrasi dari stratum korneum suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama dan penurunan hidrasi suhu dan kelembaban rendah.
Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak Safeguards, 2000.
Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan terus-menerus atau berselang, adanya oklusi menyebabkan kulit lebih
permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan Fregert, 1998.
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi; ras kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih, jenis kelamin insidensi dermatitis kontak
alergi lebih tinggi pada wanita, penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami ambang rangsang terhadap bahan iritan turun, misalnya dermatitis atopik
Beltrani et al., 2006. Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada
orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan
lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak Hogan, 2009.
2.1.1.4. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan toksin merusak membran lemak keratinosit
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti Streit, 2001.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat AA, diasilgliserida DAG, faktor aktivasi platelet, dan inositida
IP3. AA dirubah menjadi prostaglandin PG dan leukotrien LT. PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003.
Universitas Sumatera Utara
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 IL-1 dan granulocyte macrophage-colony
stimulating factor GM-CSF. IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA- DR dan adesi intrasel ICAM-1. Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga
melepaskan TNF- α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin Beltrani et al., 2006.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis
bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan
gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
Djuanda, 2003.
2.1.1.5. Gejala Klinis
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis iritan kronik.
2.1.1.5.1. Dermatitis kontak iritan akut Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis korosi hingga keadaan
yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi kering dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri
kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak Fregret, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan
oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan
menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang
bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi Fregret, 1998. Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan
menimbulkan fissura pada kulit chapping reaction, yaitu berupa kekeringan dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan
dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami
fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan Fregret,
1998.
2.1.1.5.2. Dermatitis kontak iritan kronis
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang- ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor.
Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata
setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting
Djuanda, 2003. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan
hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian
Djuanda, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.6. Histopatologis
Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut oleh iritan primer, dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel
mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis
epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil. Pada DKI
kronis dijumpai hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges Hogan, 2009.
2.1.1.7. Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis
yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai Djuanda, 2003.
2.1.1.8. Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab
untuk memperbaiki kulit yang kering Djuanda, 2003. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan Djuanda,
2003; Kampf, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.9. Komplikasi
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh
Stafilokokus aureus c.
neurodermatitis sekunder liken simpleks kronis bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau
dengan stres psikologik d.
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area
terkena DKI e.
jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
2.1.1.10. Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI
Hogan, 2009. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya
multifaktor Djuanda, 2003.
2.1.2. Dermatitis Kontak Alergi
2.1.2.1. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi National Occupational Health and Safety Commision, 2006.
2.1.2.2. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka hipersensitif. Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat Djuanda, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25 dari seluruh dermatitis
kontak akibat kerja DKAK Trihapsoro, 2003. Angka kejadian ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan
National Institute of Occupational Safety Hazards, 2006.
2.1.2.3. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut
bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit Djuanda,
2003. Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison
sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat bahan-bahan
logam, potassium dichromat semen, pembersih alat -alat rumah tangga, formaldehid, etilendiamin cat rambut, obat-obatan, mercaptobenzotiazol karet,
tiuram fungisida dan parafenilendiamin cat rambut, bahan kimia fotografi Trihapsoro, 2003.
Tabel 2.1. Alergen yang mengakibatkan dermatitis kontak pada pekerja Positive
Patch Test Clinically
relevant n
Occupationally relevant
n I. Construction
⁄ cement workers 1. Potassium dichromate
2. Cobalt chloride 3. epoxy raisin
4. p-phenylenediamine 5. Nickel sulphate
6. Thiuram mix 116
46 22
18 16
10 112 96
27 59 21 96
9 50 8 50
6 60 113 97
22 48 21 96
5 28 4 25
6 60
II. Tile setters ⁄ terrazzo workers
Universitas Sumatera Utara
1. Potassium dichromate 2. Nickel sulphate
3. Cobalt chloride 4. Epoxy resin
5. Thiuram mix 31
12 11
9 6
28 90 5 42
9 82 8 89
4 67 28 90
5 42 8 73
8 89 4 67
III. Wood processors 1. Potassium dichromate
2. Nickel sulphate 3. Epoxy resin
8 7
5 8 89
2 29 5 100
8 89 2 29
5 100 IV. Painters
1. Nickel sulphate 2. Epoxy resin
3. Cobalt chloride 4. p-phenylenediamine
5. Potassium dichromate 6. Thiuram mix
8 7
7 7
6 5
2 25 6 86
6 43 3 43
3 50 3 60
6 86 1 14
3 43 3 50
3 60
Sumber: Bock et al., 2003
2.1.2.4. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel cell-mediated immune
respons atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat delayed hypersensitivity, umumnya dalam waktu 24 jam
setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi Trihapsoro,
2003. Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya Djuanda, 2003. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia
sederhana yang disebut hapten alergen yang memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk
membentuk antigen lengkap. Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells APC, yaitu makrofag,
dendrosit, dan sel langerhans Hogan, 2009; Crowe, 2009. Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah
Universitas Sumatera Utara
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan
sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu Djuanda, 2003.
Gambar 2.1. Patogenesis dermatitis kontak alergi Sumber: Health and Safety Executive, 2000
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF
interferon gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 intercellular adhesion molecule-1 yang langsung beraksi
dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi
Universitas Sumatera Utara
vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak
sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 PGE-1,2 oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi
menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak
degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 + yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain,
seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan Trihapsoro, 2003.
2.1.2.5. Gejala Klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi basah. Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan
kronis; mungkin penyebabnya juga campuran Djuanda, 2003. Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet
tertentu phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis
pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik Fregert, 1998.
2.1.2.6. Diagnosis
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisik dan uji tempel Trihapsoro, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar
umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari logam nikel. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat
sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya misalnya
dermatitis atopik Djuanda, 2003. Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan
pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di
kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-
sebab endogen Djuanda, 2003. Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula
disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas
tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi
regional akan sangat membantu penegakan diagnosis Trihapsoro, 2003. Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh tenang,
bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada
sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka.
Reaksi dibaca setelah 48 jam pada waktu dibuka, 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif
dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan
dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan
Universitas Sumatera Utara
menurun setelah 48 jam reaksi tipe decresendo, sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat reaksi tipe crescendo Djuanda, 2003.
2.1.2.7. Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis
numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel
perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi Djuanda, 2003.
2.1.2.8. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009.
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,
edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam
faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik, cukup diberikan
kortikosteroid topikal Djuanda, 2003.
2.1.2.9. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis, atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin
dihindari Djuanda, 2003.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Penelitian ini memberi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan
Industri Medan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variabel bebas
Variabel terikat
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2.
Definisi Operasional
1. Variabel Terikat Dermatitis kontak adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi dan gatal. Kriteria diagnosis dermatitis kontak pada penelitian ini ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis meliputi gejala kilinis, baik objektif maupun subjektif, berupa timbulnya kelainan kulit serta rasa gatal oleh pasien, sedangkan pemeriksaan fisik
dilakukan dengan menggunakan pedoman pemeriksaan fisik untuk dermatitis dan ditegakkan diagnosis oleh dokter perusahaan. Skala ukurnya menggunakan skala
nominal. 2. Variabel Bebas
Lama kontak adalah rentang waktu dalam sehari yang menunjukkan durasi kontak terhadap zat kimia yang ada di perusahaan tersebut. Variabel ini
didapatkan dengan cara menanyakan durasi kontak kepada pekerja pada saat
Lama Kontak Frekuensi Kontak
Lama Bekerja Penggunaan Alat Pelindung Diri
Dermatitis Kontak
Universitas Sumatera Utara
dilakukannya wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Lama kontak ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu lama kontak panjang dengan lama kontak 8
jamhari dan lama kontak singkat dengan lama kontak ≤8 jamhari dan maksimal
jam kerja tambahan 24 jam, dengan skala ukur ordinal. Frekuensi kontak adalah angka yang menunjukkan jumlah atau banyaknya
kontak dengan bahan kimia dalam sehari. Variabel ini juga didapatkan dengan cara menanyakannya kepada responden pada saat wawancara dan menulisnya ke
dalam kuesioner. Frekuensi kontak ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu frekuensi kontak sering dengan pajanan 3 kalihari dan frekuensi kontak jarang
dengan pajanan ≤3 kalihari, dengan skala ukur ordinal.
Lama bekerja adalah angka yang menunjukkan masa kerja seorang karyawan di perusahaan tersebut. Variabel ini juga didapatkan dengan cara
menanyakannya kepada responden pada saat wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Lama bekerja dibagi menjadi dua kategori, yaitu lama bekerja3 tahun
dan lama bekerja ≤3 tahun, dengan skala ukur nominal.
Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan oleh pekerja agar tidak terpajan langsung dengan alergen, meliputi tutup kepala, masker, sarung tangan,
baju pelindung, dan sepatu boat. Jadi penggunaan alat pelindung diri menunjukkan penggunaan alat-alat tersebut oleh pekerja. Variabel ini juga
didapatkan melalui wawancara kepada pekerja. Analisis terhadap penggunaan alat pelindung diri dibagi menjadi tiga kategori, yaitu selalu menggunakan alat
pelindung diri 5-7 kali dalam seminggu, kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri 2-4 kali dalam seminggu, dan tidak pernah menggunakan alat
pelidung diri 0-1 kali dalam seminggu, dengan skala ordinal.
3.3. Hipotesis