Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA

DI PERUSAHAAN INVAR SIN KAWASAN INDUSTRI MEDAN

Oleh:

IRA NOLA LINGGA 070100109

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA

DI PERUSAHAAN INVAR SIN KAWASAN INDUSTRI MEDAN

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

IRA NOLA LINGGA

070100109

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan

Nama : Ira Nola Lingga

NIM : 070100109

Medan, November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH ) NIP: 19540220 198011 1 001

Pembimbing

( dr. Ramona Dumasari Lubis, SpKK)

Penguji I

( dr. Yunilda Andriyani, MKT) Penguji II


(4)

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia industri dan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada pekerja di perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan. Subyek penelitian berjumlah 55 responden diambil secara acak dengan metode simple random sampling . Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berbasis kuesioner kepada 55 orang responden. Setelah data terkumpul akan dilakukan analisis data dengan menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada perusahaan ini sebesar 21,82% perseratus karyawan. Dari keseluruhan proses analisis multivariat yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel bebas yang diduga berhubungan dengan angka kejadian dermatitis kontak hanya dua variabel yang berpengaruh yaitu lama kontak (p=0,011) dan frekuensi kontak (p=0,001).

Kata kunci: dermatitis kontak, dermatitis kontak akibat kerja, analisis multivariat


(5)

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis is one of the most occurs skin disease in industrial settings which may reduce worker productivities. Therefore, prevention is recommended to this disease. Knowing the factors related to occupational contact dermatitis, we wished the prevention easier to done. So that, the objective of this research is to investigate factors related to occupational contact dermatitis on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan.

The study design of this analitic research is cross-sectional, which is conducted on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan. The research subjects were selected using a stratified random sampling, and the total subjects were 55 person. Data collecting procedure was carried out by interviews based on questionnaire to each of 50 respondents. The analysis of the data was performed by a univariate, bivariate, and multivariate statistical analysis.

Result from this study indicated that prevalence rate of occupational contact dermatitis at this company is 21,82%/100 worker. In conclusion, there are two major factor related to the occurence of contact dermatitis: duration of contact (p value 0,011) and frequency of contact (p value 0,001).

Keywords: contact dermatitis, occupational contact dermatitis, multivariate statistical analysis


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di progran studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Ramona Dumasari Lubis, SpKK , yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan di lapangan hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Yunilda Andriyani, MKT dan dr. Elmeida Effendi, SpKJ selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ridho Dharmajaya, SpBS yang telah menjadi dosen penasihat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda M. Lingga, BA dan Ibunda Dra.Hj. Nazariah serta adik-adik penulis, Muza Selvia lingga dan Ali Wardana Putra Lingga yang telah senantiasa mendukung dan memberikan dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. 5. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman

penulis, khusunya Mirzal Fuadi, Ayuca Zarry, Andika Pradana, Annette Regina Brahmana, Pernanda Selpia, Nisa Lailan, Dini Feduyasih, Rahmi,


(7)

Rahila, Geby Anthoni, dan Fuji Khairunisa, yang turut memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis untuk merampungkan penelitian ini, serta saudara Krisnarta Sembiring yang telah membantu penulis dalam memahami seluk beluk penelitian.

6. Kepada teman-teman seperjuangan satu kelompok, yaitu Ester A. J.

Panggabean, Eirene Simbolon, dan Titi Dewi Manurung, yang telah turut bersusah payah dan tetap menjaga kekompakan dalam mensukseskan penyelesaian karya tulis ini.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, November 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Dermatitis Kontak ... 5

2.1.1. Dermatitis Kontak Iritan ... 5

2.1.1.1. Definisi ... 5

2.1.1.2. Epidemiologi ... 5

2.1.1.3. Etiologi ... 6

2.1.1.4. Patogenesis ... 7

2.1.1.5. Gejala Klinis ... 8

2.1.1.6. Histopatologis ... 10

2.1.1.7. Diagnosis ... 10


(9)

2.1.1.9. Komplikasi ... 11

2.1.1.10.Prognosis ... 11

2.1.2. Dermatitis Kontak Alergi ... 11

2.1.2.1. Definisi ... 11

2.1.2.2. Epidemiologi ... 11

2.1.2.3. Etiologi ... 12

2.1.2.4. Patogenesis ... 13

2.1.2.5. Gejala Klinis ... 15

2.1.2.6. Diagnosis ... 16

2.1.2.7. Diagnosis Banding ... 17

2.1.2.8. Pengobatan ... 17

2.1.2.9. Prognosis ... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19

3.2. Definisi Operasional ... 19

3.3. Hipotesis ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 22

4.3.1. Populasi ... 22

4.3.2. Sampel ... 22

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 24


(10)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 26

5.1.2. Karakteristik Dasar Responden Penelitian ... 26

5.1.3. Analisis Univariat ... 27

5.1.4. Analisis Bivariat... 30

5.1.5. Analisis Multivariat ... 34

5.2. Pembahasan ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Alergen yang Mengakibatkan

Dermatitis Kontak pada Pekerja ... 12 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik

Responden Menurut Pendidikan, Jenis Kelamin,

dan Jabatan Pekerjaan ... 27 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Kontak.... 27 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan

Frekuensi Kontak ... 28 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Bekerja ... 28 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Penggunaan

Alat Pelindung Diri (APD) ... 29 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 29 Tabel 5.7. Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 30 Tabel 5.8. Hubungan Frekuensi Kontak dengan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 31 Tabel 5.9. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 32 Tabel 5.10. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 33 Tabel 5.11. Rekapitulasi Hasil Uji Chi-Square ... 34 Tabel 5.12. Kandidat Variabel Analisis Multivariat

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Angka Kejadian Dermatitis Kontak ... 34 Tabel 5.13. Hasil Analisis Model Akhir Regresi Logistik

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


(12)

Tabel 5.14. Hasil Uji Interaksi Hubungan Lama Kontak dan Frekuensi Kontak


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Patogenesis Dermatitis Kontak Alergi ... 14 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Informed Consent

LAMPIRAN 3 Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian

LAMPIRAN 4 Kuesioner Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan

LAMPIRAN 5 Data Induk

LAMPIRAN 6 Output Data Hasil Penelitian

LAMPIRAN 7 Lembar Ethical Clearence


(15)

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia industri dan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada pekerja di perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan. Subyek penelitian berjumlah 55 responden diambil secara acak dengan metode simple random sampling . Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berbasis kuesioner kepada 55 orang responden. Setelah data terkumpul akan dilakukan analisis data dengan menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada perusahaan ini sebesar 21,82% perseratus karyawan. Dari keseluruhan proses analisis multivariat yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel bebas yang diduga berhubungan dengan angka kejadian dermatitis kontak hanya dua variabel yang berpengaruh yaitu lama kontak (p=0,011) dan frekuensi kontak (p=0,001).

Kata kunci: dermatitis kontak, dermatitis kontak akibat kerja, analisis multivariat


(16)

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis is one of the most occurs skin disease in industrial settings which may reduce worker productivities. Therefore, prevention is recommended to this disease. Knowing the factors related to occupational contact dermatitis, we wished the prevention easier to done. So that, the objective of this research is to investigate factors related to occupational contact dermatitis on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan.

The study design of this analitic research is cross-sectional, which is conducted on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan. The research subjects were selected using a stratified random sampling, and the total subjects were 55 person. Data collecting procedure was carried out by interviews based on questionnaire to each of 50 respondents. The analysis of the data was performed by a univariate, bivariate, and multivariate statistical analysis.

Result from this study indicated that prevalence rate of occupational contact dermatitis at this company is 21,82%/100 worker. In conclusion, there are two major factor related to the occurence of contact dermatitis: duration of contact (p value 0,011) and frequency of contact (p value 0,001).

Keywords: contact dermatitis, occupational contact dermatitis, multivariate statistical analysis


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan industri di Indonesia, terjadi perubahan pola penyakit atau kasus penyakit akibat kerja. Penyakit kulit akibat kerja menduduki tempat kedua tertinggi diantara penyakit-penyakit akibat kerja, setelah kelainan saluran nafas akibat kerja (Health and Safety Executive, 2000).

Prevalensi penyakit kulit akibat kerja ini di dunia mencapai 68,2% (Bock, et al., 2003). Sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil penelitian D. Savitri dan H. Sukanto pada tahun 1997-2001 prevalensinya mancapai 67,7%. Di Sumatera Utara prevalensinya mencapai 27,50% (Trihapsoro, 2003). National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH) dalam survei tahunan (2006) memperkirakan angka kejadian dermatitis akibat kerja yang sebenarnya adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan.

Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria. Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90% dari dermatosis akibat kerja (DAK). Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003).

Di banyak industri saat ini, prevalensi DKAK meningkat sejalan dengan peningkatan penggunaan bahan kimia di industri tersebut. Prevalensi DKAK berbeda-beda di tiap industri tergantung macam serta derajat industrialisasinya. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya perilaku pekerja, umur, jenis kelamin, riwayat atopi, kondisi lingkungan kerja, lama, dan frekuensi kontak dengan zat kimia, dan penggunaan alat pelindung diri (Health and Safety Executive, 2000).

Penelitian oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Program Studi Magister menyatakan bahwa pekerja yang kontak


(18)

dengan bahan kimia potassium dichromat, p-phenilenediamine, serbuk semen, asam hidroklorida, segel lapisan karet, termasuk logam, 74% (40 pekerja) mengalami dermatitis kontak akibat kerja: 26% (14 pekerja) akut, 39% (21 pekerja) sub akut, dan 9% (5 pekerja) kronik. Berdasarkan analisis statistik multivariat terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini, yaitu lama kontak (p=0,029) dan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) (p=0,063). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat insidensi laju 65% per seratus pekerja, dan prevalensi 74% per seratus pekerja (Lestari et al., 2008).

Penelitian lain yang dilakukan pada pekerja pencuci botol di PT X Medan tahun 2008 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan dermatitis kontak dengan nilai p value = 0,710 (> 0,05), dan ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan dermatitis kontak dengan nilai p value = 0,001 (< 0,05) (Situmeang, 2008).

Hasil penelitian pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri oleh Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo pada tahun 2007 menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara dermatitis kontak dengan jenis pekerjaan (p value 0,02 dan odds ratio 3,4), usia (p value 0,042 dan odds ratio 2,8), lama bekerja (p value 0,014 dan odds ratio 3,5), dan riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya (p value 0,042 dan odds ratio 5,9).

Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa DKAK merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia industri. DKAK dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.


(19)

Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

1.3.2.Tujuan Khusus :

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh lama kontak dengan bahan kimia dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi kontak dengan bahan kimia dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh lama bekerja dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pelindung diri dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi kepada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak.


(20)

2. Mendapatkan informasi untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia bagi pimpinan Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

3. Menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan menganai dermatitis kontak bagi penulis.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2003).

2.1.1. Dermatitis Kontak iritan 2.1.1.1. Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Health and Safety Executive, 2004).

2.1.1.2. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda, 2003).

Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga, pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di intensive care unit dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi


(22)

mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).

Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009).

2.1.1.3. Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait, 2001; Djuanda, 2003).

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak (Safeguards, 2000).

Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga


(23)

dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik (Beltrani et al., 2006).

Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).

2.1.1.4. Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001).

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003).


(24)

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Beltrani et al., 2006).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).

2.1.1.5. Gejala Klinis

Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis iritan kronik.

2.1.1.5.1. Dermatitis kontak iritan akut

Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak (Fregret, 1998).


(25)

Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Fregret, 1998).

Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).

2.1.1.5.2. Dermatitis kontak iritan kronis

DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2003).


(26)

2.1.1.6. Histopatologis

Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil. Pada DKI kronis dijumpai hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges (Hogan, 2009).

2.1.1.7. Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2003).

2.1.1.8. Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2003).

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda, 2003; Kampf, 2007).


(27)

2.1.1.9. Komplikasi

Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:

a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal

b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus

c. neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik

d. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI

e. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.

2.1.1.10. Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI (Hogan, 2009). Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor (Djuanda, 2003).

2.1.2. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.2.1. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

2.1.2.2. Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat (Djuanda, 2003).


(28)

Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003). Angka kejadian ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan (National Institute of Occupational Safety Hazards, 2006).

2.1.2.3. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2003).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

Tabel 2.1. Alergen yang mengakibatkan dermatitis kontak pada pekerja Positive Patch Test Clinically relevant n (%) Occupationally relevant n (%) I. Construction ⁄ cement workers

1. Potassium dichromate 2. Cobalt chloride 3. epoxy raisin

4. p-phenylenediamine 5. Nickel sulphate 6. Thiuram mix

116 46 22 18 16 10 112 (96) 27 (59) 21 (96) 9 (50) 8 (50) 6 (60) 113 (97) 22 (48) 21 (96) 5 (28) 4 (25) 6 (60) II. Tile setters ⁄ terrazzo workers


(29)

1. Potassium dichromate 2. Nickel sulphate 3. Cobalt chloride 4. Epoxy resin 5. Thiuram mix

31 12 11 9 6 28 (90) 5 (42) 9 (82) 8 (89) 4 (67) 28 (90) 5 (42) 8 (73) 8 (89) 4 (67) III. Wood processors

1. Potassium dichromate 2. Nickel sulphate

3. Epoxy resin

8 7 5 8 (89) 2 (29) 5 (100) 8 (89) 2 (29) 5 (100) IV. Painters

1. Nickel sulphate 2. Epoxy resin 3. Cobalt chloride 4. p-phenylenediamine 5. Potassium dichromate 6. Thiuram mix

8 7 7 7 6 5 2 (25) 6 (86) 6 (43) 3 (43) 3 (50) 3 (60) 0 6 (86) 1 (14) 3 (43) 3 (50) 3 (60) Sumber: Bock et al., 2003

2.1.2.4. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Trihapsoro, 2003).

Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya (Djuanda, 2003). Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans (Hogan, 2009; Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah


(30)

diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu (Djuanda, 2003).

Gambar 2.1. Patogenesis dermatitis kontak alergi

Sumber: Health and Safety Executive, 2000

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi


(31)

vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan (Trihapsoro, 2003).

2.1.2.5. Gejala Klinis

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).

Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik (Fregert, 1998).

2.1.2.6. Diagnosis

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel (Trihapsoro, 2003).


(32)

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2003).

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2003).

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003).

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan


(33)

menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe crescendo) (Djuanda, 2003).

2.1.2.7. Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (Djuanda, 2003).

2.1.2.8. Pengobatan

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009).

Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal (Djuanda, 2003).

2.1.2.9. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari (Djuanda, 2003).


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini memberi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 1. Variabel Terikat

Dermatitis kontak adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Kriteria diagnosis dermatitis kontak pada penelitian ini ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis meliputi gejala kilinis, baik objektif maupun subjektif, berupa timbulnya kelainan kulit serta rasa gatal oleh pasien, sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan pedoman pemeriksaan fisik untuk dermatitis dan ditegakkan diagnosis oleh dokter perusahaan. Skala ukurnya menggunakan skala nominal.

2. Variabel Bebas

Lama kontak adalah rentang waktu dalam sehari yang menunjukkan durasi kontak terhadap zat kimia yang ada di perusahaan tersebut. Variabel ini didapatkan dengan cara menanyakan durasi kontak kepada pekerja pada saat

Lama Kontak Frekuensi Kontak Lama Bekerja

Penggunaan Alat Pelindung Diri


(35)

dilakukannya wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Lama kontak ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu lama kontak panjang dengan lama kontak >8 jam/hari dan lama kontak singkat dengan lama kontak ≤8 jam/hari dan maksimal jam kerja tambahan 24 jam, dengan skala ukur ordinal.

Frekuensi kontak adalah angka yang menunjukkan jumlah atau banyaknya kontak dengan bahan kimia dalam sehari. Variabel ini juga didapatkan dengan cara menanyakannya kepada responden pada saat wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Frekuensi kontak ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu frekuensi kontak sering dengan pajanan >3 kali/hari dan frekuensi kontak jarang dengan pajanan ≤3 kali/hari, dengan skala ukur ordinal.

Lama bekerja adalah angka yang menunjukkan masa kerja seorang karyawan di perusahaan tersebut. Variabel ini juga didapatkan dengan cara menanyakannya kepada responden pada saat wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Lama bekerja dibagi menjadi dua kategori, yaitu lama bekerja>3 tahun dan lama bekerja ≤3 tahun, dengan skala ukur nominal.

Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan oleh pekerja agar tidak terpajan langsung dengan alergen, meliputi tutup kepala, masker, sarung tangan, baju pelindung, dan sepatu boat. Jadi penggunaan alat pelindung diri menunjukkan penggunaan alat-alat tersebut oleh pekerja. Variabel ini juga didapatkan melalui wawancara kepada pekerja. Analisis terhadap penggunaan alat pelindung diri dibagi menjadi tiga kategori, yaitu selalu menggunakan alat pelindung diri (5-7 kali dalam seminggu), kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri (2-4 kali dalam seminggu), dan tidak pernah menggunakan alat pelidung diri (0-1 kali dalam seminggu), dengan skala ordinal.

3.3. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara frekuensi kontak dengan angka kejadian dermatitis kontak.

2. Terdapat hubungan antara lama kontak dengan angka kejadian dermatitis kontak.


(36)

3. Terdapat hubungan antara lama bekerja dengan angka kejadian dermatitis kontak.

4. Terdapat hubungan antara penggunaan alat pelindung diri dengan angka kejadian dermatitis kontak.


(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik yang menilai hubungan antara frekuensi kontak, lama kontak, lama bekerja, dan penggunaan alat pelindung diri dengan angka kejadian penyakit dermatitis kontak terhadap pekerja industri keramik terutama yang berhubungan dengan zat kimia. Sifat penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan pengukuran data secara cross sectional, artinya dengan satu kali pengamatan pada rentang waktu tertentu, akan diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang kotak langsung dengan bahan kimia di perusahaan tersebut.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2010 terhadap pekerja pada Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah karyawan pada Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan yang bekerja pada satu unit yang kontak langsung terhadap bahan kimia pembuatan keramik.

4.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan simple random sampling. Pada cara ini kita menghitung terlebih dahulu jumlah subyek dalam populasi (terjangkau) yang akan dipilih sampelnya (Sastroasmoro, 2008). Karena setiap subyek telah memiliki nomor pekerja maka yang dipilih menjadi sampel adalah pekerja yang memiliki nomor kerja ganjil.


(38)

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

1. bekerja sebagai karyawan pembuatan keramik di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan

2. hadir pada saat wawancara dilakukan dan bersedia untuk dilakukan

wawancara

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. penderita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid dan antihistamin baik topikal maupun sistemik

2. penderita yang sedang dalam keadaan imunosupresif

Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus uji hipotesis satu arah di bawah ini (Sastroasmoro, 2008):

dimana:

n = Besar sampel minimal.

Zα = Tingkat kepercayaan. Digunakan 95%, nilai dalam rumus:

1,645.

Zβ = Power. Digunakan 80%, nilai dalam rumus: 0,842.

Po = Proporsi di populasi. Dari data di rumah sakit perusahaan tersebut pada tahun 2009 diperoleh nilai 35,2%

Pa = Perkiraan proporsi yang diteliti. Ditetapkan 20%.

Pa-Po = Selisih perkiraan proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi.

Jika angka-angka pada keterangan di atas dimasukkan ke dalam rumus, maka:


(39)

Setelah dilakukan perhitungan dengan diketahui proporsi di populasi pada Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan Tahun 2009 adalah 35,2% maka didapatkan besar sampel sebanyak 55 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap awal, seluruh responden telah dipilih secara acak dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini. Setelah didapatkan responden yang termasuk dalam kriteria inklusi dan telah tereliminasi dari kriteria eksklusi, kemudian dilakukan dilakukan wawancara berbasis kuesioner kepada responden.

Pada penelitian ini, angka kejadian terhadap dermatitis kontak didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh peneliti dan dokter perusahaan. Sedangkan penilaian terhadap variabel lama kontak, frekuensi kontak, lama kerja, dan penggunaan alat pelindung diri didapatkan melalui metode wawancara berbasis kuesioner oleh peneliti.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan membandingkan data-data pekerja yang mengalami penyakit dermatitis kontak dengan yang tidak mengalami penyakit dermatitis kontak. Analisis data kuantitatif dilakukan perhitungan berupa angka terhadap hasil wawancara dan kuesioner. Data diolah secara kuantitatif selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat.

Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk tiap variabel yang diukur serta diamati. Analisis bivariat yaitu dengan menguji kemaknaan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji chi-square ataupun uji pearson. Setelah analisis bivariat, dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik.


(40)

Data dianalisis secara statistik dengan bantuan program windows SPSS (Statistical Package for Social Science). Data hasil penelitian ini telah disusun dalam bentuk tabel.


(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan, dimana penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli-September 2010. Penelitian ini diikuti 55 orang pekerja yang telah bersedia mengikuti penelitian dan menjawab dengan lengkap seluruh pertanyaan pada saat wawancara yang dituangkan dalam bentuk kuesioner.

Bab ini juga menjabarkan deskripsi karakteristik responden yang berada di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Ditinjau dari letak geografisnya, Perusahaan Invar Sin termasuk di dalam Kecamatan Medan Barat (Mabar) dengan luas wilayah ±168 Ha. Luas wilayah kelurahan ini banyak digunakan untuk pemukiman dan daerah industri. Perusahaan ini dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Perumahan Tojai. b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sinties.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kawasan Industri Medan 1.

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kawasan Industri Mabar sejahtera.

5.1.2. Karakteristik Dasar Responden Penelitian

Mayoritas responden mempunyai pendidikan terakhir dijenjang SMA yaitu 49 orang (89,09%), jenis kelamin laki-laki yaitu 50 orang (90,91%), dan memiliki jabatan sebagai karyawan swasta yaitu 33 orang (60%). Hal ini dijelaskan melalui tabel 5.1


(42)

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Menurut Pendidikan, Jenis Kelamin, dan Jabatan Pekerjaan

Variabel Frekuensi

(n)

Persentase (%) Pendidikan terakhir

SMA/ Sederajat 49 89,09

D3/Sederajat 2 3,64

S1/ Sederajat 4 7,27

Jenis Kelamin

Perempuan 5 9,09

Laki-laki 50 90,91

Jabatan pekerjaan

Manager 1 1,82

Personalia 3 5,45

Asisten Personalia 3 5,45

Karyawan Swasta 33 60

Harian Lepas 15 27,28

Total 55 100

5.1.3. Analisis Univariat

5.1.3.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Kontak

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Kontak

Lama Kontak Frekuensi

(n)

Persentase (%)

≤ 8 jam sehari 31 56,4

˃ 8 jam sehari 24 43,6


(43)

Dari tabel 5.2 dapat diamati bahwa ada 31 orang (56,4%) responden memiliki lama kontak kurang dari atau sama dengan delapan jam sehari dan 24 orang (43,6%) responden memiliki lama kontak lebih dari delapan jam sehari.

5.1.3.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Kontak

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Frekuensi Kontak

Frekuensi Kontak Frekuensi

(n)

Persentase (%)

≤ 3 kali sehari 26 47,3

˃ 3 kali sehari 29 52,7

Jumlah 55 100

Dari tabel 5.3 dapat diamati bahwa responden yang mempunyai frekuensi kontak kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari sebanyak 26 orang (47,3%) dan responden yang mempunyai frekuensi kontak lebih dari tiga kali sehari sebanyak 29 orang (52,7%).

5.1.3.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Bekerja

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Frekuensi

(n)

Persentase (%)

≤ 3 tahun 25 45,5

˃ 3 tahun 30 54,5

Jumlah 55 100

Dari tabel 5.4 dapat diamati bahwa responden yang mempunyai lama bekerja kurang dari atau sama dengan tiga tahun sebanyak 25 orang (45,5%) dan responden yang mempunyai lama bekerja lebih dari tiga tahun sebanyak 30 orang (54,5%).


(44)

5.1.3.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Penggunaan Alat pelindung Diri Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD Frekuensi

(n)

Persentase (%) Selalu menggunakan alat

pelindung diri

50 90,9

kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri

5 9,1

tidak pernah menggunakan alat pelindung diri

0 0

Jumlah 55 100

Dari tabel 5.5 dapat diamati bahwa ada 50 orang (90,9%) responden yang selalu menggunakan alat pelindung diri, 5 orang (9,1%) responden yang kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri, dan tidak ada responden yang tidak pernah menggunakan alat pelindung diri.

5.1.3.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Dermatitis Kontak Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Positif 12 21,8

Negatif 43 78,2

Jumlah 55 100

Dari tabel 5.6 dapat diamati bahwa responden yang menderita dermatitis kontak sebanyak 12 orang (21,8%) dan responden yang tidak menderita dermatitis kontak sebanyak 43 orang (78,2%).


(45)

5.1.4. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat digunakan uji chi-square dengan derajat

kepercayaan 95% (α=0,05). Bila pada tabel dua kali dua dijumpai nilai harapan

kurang dari 5 pada satu atau lebih sel, maka digunakan uji fisher exact dan bila semua nilai harapan lebih atau sama dengan lima maka digunakan uji pearson chi-square. Pada tabel tiga kali dua digunakan uji pearson chi-square (Hastono, 2001).

5.1.4.1. Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Tabel 5.7

Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Lama Kontak

≤ 8 jam sehari ˃ 8 jam sehari Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 7 22,6 5 20,8

Negatif 24 77,4 19 79,2

Jumlah 31 100 24 100

x=0,024 df=1 p=0,876

Dari tabel di atas, dapat dilihat pekerja dengan lama kontak ≤ 8 jam

sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah tujuh orang (22,6%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 24 orang (77,4%). Pekerja dengan lama kontak > 8 jam sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah lima orang (20,8%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 19 orang (79,2%). Dari analisis program SPSS, diperoleh p-value sebesar 0,876 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara lama kontak dengan angka kejadian dermatitis kontak.


(46)

5.1.4.2. Hubungan Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Tabel 5.8

Hubungan Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Frekuensi Kontak

≤ 3 kali sehari ˃ 3 kali sehari

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 1 3,8 11 37,9

Negatif 25 96,2 18 62,1

Jumlah 26 100 29 100

x=9,337 df=1 p=0,002

Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa pekerja dengan frekuensi kontak

≤ 3 kali sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah satu orang (3,8%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 25 orang (96,2%). Pekerja dengan frekuensi kontak >3 kali sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah sebelas orang (37,9%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 18 orang (62,1%). Dari analisis program SPSS, diperoleh p-value sebesar 0,002 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara frekuensi kontak dengan angka kejadian dermatitis kontak.


(47)

5.1.4.3. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Tabel 5.9

Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Lama Bekerja

≤ 3 tahun ˃ 3 tahun

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 5 20 7 23,3

Negatif 20 80 23 76,7

Jumlah 25 100 30 100

x=0,089 df=1 p=0,766

Dari tabel di atas, dapat dilihat pekerja dengan lama bekerja ≤ 3 tahun yang menderita dermatitis kontak berjumlah lima orang (20%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 20 orang (80%). Pekerja dengan lama bekerja > 3 tahun yang menderita dermatitis kontak berjumlah tujuh orang (23,3%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 23 orang (76,7%). Dari analisis program SPSS, diperoleh p-value sebesar 0,766 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan angka kejadian dermatitis kontak.


(48)

5.1.4.3. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Tabel 5.10 Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Selalu menggunakan

APD

Kadang-kadang menggunakan APD

Tidak pernah menggunakan APD Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 7 14 5 100 0 0

Negatif 43 86 0 0 0 0

Jumlah 50 100 5 100 0 0

x=19,708 df=1 p=0,0001

Dari tabel di atas, dapat dilihat pekerja yang selalu menggunakan alat pelindung diri yang menderita dermatitis kontak berjumlah tujuh orang (14%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 43 orang (86%). Pekerja yang kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri yang menderita dermatitis kontak berjumlah lima orang (100%) dan tidak ada pekerja yang kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri menderita dermatitis kontak. Tidak ada pekerja yang tidak pernah menggunakan alat pelindung diri. Dari analisis program SPSS, diperoleh p-value sebesar 0,0001 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara penggunaan alat pelindung diri (APD) dengan angka kejadian dermatitis kontak.


(49)

Tabel 5.11 Rekapitulasi Hasil Uji Chi-Square

No Variabel bebas p-value Kemaknaan

1 Lama kontak 0,876 tidak bermakna

2 Frekuensi kontak 0,002 bermakna

3 Lama bekerja 0,766 tidak bermakna

4 Penggunaan alat pelindung diri (APD)

0,0001 bermakna

Dari tabel 5.11 diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua variabel yang bermakna, yaitu frekuensi kontak dan penggunaan alat pelindung diri.

5.1.5. Analisis Multivariat

Untuk melihat variabel bebas yang paling dominan hubungannya dengan angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan maka digunakan analisis regresi logistik. Model yang digunakan adalah model prediksi yang bertujuan untuk memperoleh model variabel bebas yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel terikat (Hastono, 2001). Hasil analisis masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.12 Kandidat Variabel Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kejadian Dermatitis Kontak

Variabel bebas B p-wald OR 95% CI

Lama kontak 2,555 0,076 12,870 0,766-216,244

Frekuensi kontak -4,456 0,012 0,012 0,0001-0,369

Lama bekerja 0,902 0,378 2,465 0,332-18,283

Penggunaan alat pelindung diri (APD)

-21,421 0,999 0,0001 0,0001


(50)

Dari hasil analisis multivariat diatas terlihat bahwa nilai p-value bermakna (<0,05), tetapi tidak semua p-wald bermakna. Nilai p-wald bermakna pada variabel lama kontak dan frekuensi kontak. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan variabel dengan nilai p-wald yang bermakna sehingga hasil akhirnya diperoleh seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.13 Hasil Analisis Model Akhir Regresi Logistik

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Angka Kejadian Dermatitis Kontak

Variabel bebas B p-wald OR 95% CI

Lama kontak 3,022 0,011 20,523 1,984-212,330

Frekuensi kontak -4,937 0,001 0,007 0,0001-0,131

-2 log likelihood= 37,646 G=20,059 p-value=0,0001

Dari hasil diatas terlihat bahwa hanya variabel lama kontak dan frekuensi kontak mempunyai nilai p-wald <0,05, sehingga dilakukan uji interaksi antara kedua variabel tersebut, hasilnya sebagai berikut:

Tabel 5.14 Hasil Uji Interaksi Hubungan Lama Kontak dan Frekuensi Kontak Terhadap Angka Kejadian Dermatitis Kontak

Variabel bebas -2 Log Likelihood G p-value

Tanpa Interaksi 27,101 - -

Lama

kontak*Frekuensi kontak

7,041 9,327 0,002

Dari hasil analisis interaksi, nilai p adalah 0,002. Ini menunjukkan bahwa antara variabel lama kontak dengan frekuensi kontak terdapat interaksi, artinya: Interaksi antara lama kontak dengan frekuensi kontak pada pekerja akan memberikan efek yang berbeda terhadap angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja tersebut. Hal ini dapat digambarkan melalui rumus berikut ini.


(51)

Probabilitas (event)= 1/(1+e-z dimana:

)

e = bilangan alam: 2,7182818

z = nilai prediksi kejadian pekerja yang mengalami dermatitis kontak berdasarkan pengaruh variabel-variabelnya, didapatkan melalui persamaan berikut:

z = c+ (aX1) + (bX2

dari perhitungan hasil analisis model akhir regresi logistik, maka didapatkan nilai:

)+,...

c : 5,055

a : konstanta untuk variabel lama kontak sebesar 3,022 b : konstanta untuk variabel frekuensi kontak sebesar -4,937 sehingga persamaannya menjadi:

z = 5,055 + 3,022(lama kontak) – 4,937(frekuensi kontak)

maka,

Probabilitas (dermatitis kontak)= 1

1+e-(5,055 + 3,022(lama kontak) – 4,937(frekuensi kontak))

Dengan adanya persamaan ini, maka dapat dilakukan prediksi probabilitas terjadinya dermatitis kontak berdasarkan lama kontak dan frekuensi kontaknya, sehingga dapat bermanfaat bagi pekerja pada khususnya dan perusahaan pada umumnya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan kontak dengan bahan kimia terkait dengan siklus kerja.

5.2. Pembahasan

Dari data yang dikumpulkan diperoleh 12 orang dari 55 orang responden menderita dermatitis kontak. Hal ini menunjukkan persentase angka kejadian dermatitis kontak pada perusahaan tersebut adalah 21,82%. Persentase angka kejadian ini mendekati prevalensi kejadian dermatitis kontak di Sumatera Utara yaitu 27,50% (Trihapsoro, 2003).


(52)

Persentase angka kejadian dermatitis kontak lebih besar pada pekerja yang memiliki lama kontak lebih kecil atau sama dengan delapan jam sehari dibandingkan dengan lama kontak lebih besar dari delapan jam sehari yaitu 58,33%. Sedangkan penelitian sebelumnya oleh Lestari, et al. (2008) menyatakan persentase tersebut lebih besar pada pekerja yang memiliki lama kontak lebih besar dari delapan jam sehari yaitu 95%.

Berdasarkan Frekuensi kontak dengan bahan kimia, dijumpai frekuensi kontak lebih dari tiga kali sehari lebih dominan dibandingkan dengan frekuensi kotak kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari pada kasus dermatitis kontak dengan perbandingan 23:2 (91,67% berbanding 8,33%). Kondisi yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2008) di Jawa Barat, dimana perbandingan frekuensi kontak lebih dari tiga kali sehari dengan frekuensi kotak kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari adalah 22:3 (87,5% berbanding 12,5%).

Health and Safety Executive (2000) menyatakan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya perilaku pekerja, umur, jenis kelamin, riwayat atopi, kondisi lingkungan kerja, lama dan frekuensi kontak dengan zat kimia, dan penggunaan alat pelindung diri. Terdapat kesesuaian dan ketidaksesuaian teori ini dengan hasil penelitian yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian hanya lama kontak (p=0,011) dan frekuensi kontak (p=0,001) yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak, sementara penggunaan alat pelindung diri tidak berpengaruh terhadap angka kejadian dermatitis kontak.

Hal ini mungkin dapat dijelaskan berdasarkan teori yang dikeluarkan oleh Safeguard (2000). Dimana Safeguard menyatakan bahwa iritan, substansi yang menginduksi dermatitis, akan menimbulkan efek dalam konsentrasi yang cukup. Konsentrasi iritan yang mengenai kulit dapat dikendalikan dengan mengurangi lama kontak dengan bahan kimia dan mengurangi frekuensi paparan terhadap bahan kimia, sehingga peningkatan konsentrasi iritan tidak akan cukup untuk menimbulkan dermatitis kontak. Sementara penggunaan alat pelindung diri


(53)

hanya mengendalikan daerah paparan terhadap bahan kimia, bukan menurunkan konsentrasi iritan penyebab dermatitis.

Hal yang sama terdapat dalam Djuanda (2003), dikatakan bahwa dermatitis kontak timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luas penetrasi dikulit. Dengan mengendalikan lama kontak dan frekuensi kontak maka derajat pajanan dapat dikurangi sehingga terjadi penurunan kejadian dermatitis kontak. Akan tetapi, jika dilihat dari faktor luas penetrasi di kulit, penggunaan alat pelindung diri juga memiliki peran. Dalam hal ini, jika pekerja menggunakan alat pelindung diri maka akan terjadi penurunan terhadap luas penetrasi di kulit sehingga terjadi juga penurunan kemampuan untuk menginduks i dermatitis kontak, tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang didapatkan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2008) mendapatkan bahwa setelah dilakukan analisis multivariat terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini, yaitu lama kontak (p=0,029) dan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) (p=0,063). Sedangkan pada penelitian ini yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak adalah lama kontak (p=0,011), sedangkan penggunaan alat pelindung diri (p=0,999) tidak berpengaruh terhadap angka kejadian dermatitis kontak. Tetapi, pada analisis bivariat, penggunaan alat pelindung diri merupakan salah satu variabel yang bermakna. Berdasarkan hal ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan alat pelindung diri memiliki hubungan dengan angka kejadian dermatitis kontak tetapi bukan merupakan faktor yang dominan untuk mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak.

Kondisi lain yang memiliki perbedaan hasil ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo pada tahun 2007 menyatakan bahwa lama bekerja memiliki pengaruh dengan angka kejadian dermatitis kontak dengan nilai p = 0,014. Sedangkan pada penelitian ini didapatkan bahwa lama bekerja (p=0,378) tidak memiliki pengaruh terhadap angka kejadian dermatitis kontak.


(54)

Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan oleh jangka waktu penelitian yang kurang panjang dan besar sampel yang digunakan. Disamping itu, kategori variabel bebas yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan kategori variabel bebas pada penelitian ini, sehingga kemungkinan mempengaruhi hasil akhir penelitian.


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak akibat kerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan adalah lama kontak (p= 0,011) dan frekuensi kontak (p= 0,001)

2. Tidak ditemukan pengaruh yang bermakna antara faktor lama bekerja (p= 0,378) dan penggunaan alat pelindung diri (p= 0,999) dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya:

1. Penelitian mengenai dermatitis kontak akibat kerja hendaknya dilakukan lebih banyak lagi sehingga data primer bagi penelitiaan selanjutnya tersedia lebih banyak

2. Mengingat masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja, perlu dilaksanakan penelitian yang lebih luas sehingga faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak dapat diketahui dan diidentifikasi lebih lanjut 3. Sebaiknya dilakukan penelitian pada perusahaan lain yang memiliki zat aktif

penyebab dermatitis kontak yang berbeda sehingga dapat diidentifikasi dan dibandingkan zat aktif yang paling kuat mengakibatkan dermatitis kontak 4. Perlu dilaksanakan upaya-upaya pencegahan terhadap dermatitis kontak

akibat kerja pada pekerja, diantaranya adalah dengan mengatur lama kontak dan frekuensi kontak terhadap zat kimia serta penggunaan APD.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Beltrani, V. S., et al., 2006. Contact Dermatitis: A Practice Parameter. Ann Alergi Asthma Immunol 97 (1): 1-38.

Bock, M., et al., 2003. Contact Dermatitis and Allergy, Occupational Skin Disease in The Construction Industry. Br Journal Dermatol 149 (2) : 1165-1171.

Brown University Health Services, 2003. Contact Dermatitis, Patient Education Series. Diperoleh dari: 2010]

Crowe, M. A., 2009. Contact Dermatitis. Diperoleh dari:

http://www.Contact Dermatitis_eMedicinePediatricsGeneralMedicine.mht. [Diakses 10 Maret 2010]

Djuanda, S., dan Sri A. S., 2003. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A. et al., ed. 3 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 126-131.

Fregret, S., 1998. Kontak Dermatitis. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Hastono, S.P., 2001. Analisis Data. Depok: Balai Penerbit FKMUI.

Health and Safety Executive, 2000. Contact Dermatitis in Workers. Diperoleh dari: http://www.hse-Skin_at_work_Work-related_skin_disease–Contact dermatitis.mht.hsebooks.co.uk. [Diakses 10 Maret 2010]

_________________________, 2004. Medical Aspects of Occupational Skin Disease. Diperoleh dari:

http://www.occupational_skin_disease.mht.hsebooks.co.uk. [Diakses 10 Maret 2010]


(57)

_________________________, 2009. Managing Skin Exposure Risks at Work. Diperoleh dari:

[Diakses 10 Maret 2010]

Hogan, D. J., 2009. Contact Dermatitis, Allergic. Diperoleh dari:

http://www.Contact Dermatitis, Allergic_eMedicineDermatology.mht. [Diakses 10 Maret 2010]

__________, 2009. Contact Dermatitis, Irritant. Diperoleh dari:

http://www.Contact Dermatitis, Irritant_eMedicineDermatology.mht. [Diakses 10 Maret 2010]

Kampf, G., dan Harald L., 2007. Prevention of Irritant Contact Dermatitis Among Health Care Workers by Using Evidence-Based Hand Higiene Practice: A Revew. Industrial Health 45 (1) : 645-652.

Lestari, F., dan Hari S. U., 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industry. Makara Kesehatan 11 (2): 61-68.

Lestari, F., Wisnu N., Meily K., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Makara Kesehatan 12 (2): 63-70.

National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH), 2006. Occupational and Environmental Exposure of Skin to Chemic. Diperoleh dari: http://www.mines.edu/outreach/oeesc. [Diakses 10 Maret 2010]


(58)

National Occupational Health and Safety Commision (NOHSC) , 2006. Ocupational Contact Dermatitis in Australia. Australian Government, Australian Safety and Compensation Council.

Safeguards, 2000. Contact Dermatitis. Government of South Australia, Departemen for Administrative and Information Services.

Sastroasmoro, S. dan Sofyan I., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Ed.3. Jakarta: Sagung Seto.

Savitri, D., dan Hari S., 2001. Penderita Dermatitis Kontak di Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNAIR Periode 1997-2001. Kumpulan Makalah Seminar Dermatitis Kontak. Surabaya: FK UNAIR: 1-5.

Situmeang, S. M. F., 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di Pt. X Medan Tahun 2008. Makara Kesehatan 12 (1): 12-18.

Streit, M., dan Lasse R. B., 2001. Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. Acta Odontol Scand 59: 309-314.

Trihapsoro, I., 2003. Dermatitis Kontak Aleregi pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(59)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

Nama : Ira Nola Lingga

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 18 November 1989

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jala 20 Ling 35 No. 74 Kel. Rengas Pulau,

Kec. Medan Marelan

No. Telepon : 061-6840559/087868362982

Orang Tua :

a. Ayah : H. Muslim Lingga, BA

b. Ibu : Dra. Hj. Nazariah

Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Melati Medan 2. SLTP N 38 Medan 3. SMA N 3 Medan

Riwayat Pelatihan : 1. Diklat SCORE BEM PEMA FK USU 2006

2. Seminar dan Workshop RJPO TBM FK

USU PEMA FK USU

Riwayat Organisasi : 1. Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU

2. Ketua Divisi Pengabdian Masyarakat TBM FK USU PEMA FK USU Periode 2009-2010 3. Anggota SCORE BEM PEMA FK USU


(60)

LAMPIRAN 2

Lembar Informed Consent

Assalamu’alaikum wr. wb. Salam Sejahtera bagi kita semua

Kepada bapak/ibu Saudara/i, sebelumnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan dan kuesioner ini.

Pertama-tama, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Ira Nola Lingga. Saya adalah salah seorang mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU), stambuk tahun 2007. Saat ini saya sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran. Adapun judul penelitian saya adalah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak iritan adalah efek samping lokal langsung dari bahan iritan (dalam hal ini bahan pembuat keramik pada perusahaan ini) baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel kulit dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi sistem pertahanan tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi alergi. Kedua dermatitis kontak ini dapat terjadi pada pekerja sehingga disebut dermatitis kontak akibat kerja.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.


(1)

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .024a 1 .876

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .024 1 .876

Fisher's Exact Test 1.000 .572

Linear-by-Linear Association .024 1 .877

N of Valid Cases 55

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,24. b. Computed only for a 2x2 table

b. 2. Dermatitis Kontak * Frekuensi Kontak Dengan Bahan Kimia

Crosstab

Frekuensi Kontak Dengan Bahan Kimia

Total kurang dari atau

sama dengan tiga kali sehari

lebih dari tiga kali sehari

Dermatitis Kontak positif Count 1 11 12

% within Frekuensi Kontak Dengan Bahan Kimia

3.8% 37.9% 21.8%

negatif Count 25 18 43

% within Frekuensi Kontak Dengan Bahan Kimia

96.2% 62.1% 78.2%

Total Count 26 29 55

% within Frekuensi Kontak Dengan Bahan Kimia

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.337a 1 .002

Continuity Correctionb 7.446 1 .006

Likelihood Ratio 10.732 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 9.167 1 .002

N of Valid Cases 55

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,67. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

b. 3. Dermatitis Kontak * Lama Waktu Bekerja di Perusahaan

Crosstab

Lama Waktu Bekerja di Perusahaan

Total kurang dari atau

sama dengan tiga tahun

lebih dari tiga tahun

Dermatitis Kontak positif Count 5 7 12

% within Lama Waktu Bekerja di Perusahaan

20.0% 23.3% 21.8%

negatif Count 20 23 43

% within Lama Waktu Bekerja di Perusahaan

80.0% 76.7% 78.2%

Total Count 25 30 55

% within Lama Waktu Bekerja di Perusahaan

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .089a 1 .766

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .089 1 .765

Fisher's Exact Test 1.000 .514

Linear-by-Linear Association .087 1 .768

N of Valid Cases 55

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,45. b. Computed only for a 2x2 table

b. 4. Dermatitis Kontak * Penggunaan Alat Pelindung Diri

Crosstab

Penggunaan Alat Pelindung Diri

Total selalu

menggunakan alat pelindung diri

kadang-kadang menggunakan alat

pelindung diri

Dermatitis Kontak positif Count 7 5 12

% within Penggunaan Alat Pelindung Diri

14.0% 100.0% 21.8%

negatif Count 43 0 43

% within Penggunaan Alat Pelindung Diri

86.0% .0% 78.2%

Total Count 50 5 55

% within Penggunaan Alat Pelindung Diri


(3)

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 19.708a 1 .000

Continuity Correctionb 14.989 1 .000

Likelihood Ratio 17.209 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 19.350 1 .000

N of Valid Cases 55

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,09. b. Computed only for a 2x2 table

c.

Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik)

c. 1. Langkah Pertama

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 55 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 55 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 55 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

Positif 0

Negatif 1

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Df Sig.

Step 1 Step 25.906 4 .000

Block 25.906 4 .000

Model 25.906 4 .000

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


(4)

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 31.799a .376 .578

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Classification Tablea

Observed

Predicted Dermatitis Kontak

Percentage Correct positif negatif

Step 1 Dermatitis Kontak Positif 7 5 58.3

Negatif 1 42 97.7

Overall Percentage 89.1

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a LamaKontak 2.555 1.440 3.150 1 .076 12.870 .766 216.244

FrekuensiKontak -4.456 1.765 6.372 1 .012 .012 .000 .369

LamaBekerja .902 1.022 .779 1 .378 2.465 .332 18.283

PenggunaanAPD -21.421 16082.428 .000 1 .999 .000 .000 .

Constant 25.271 16082.428 .000 1 .999 9.441E10

a. Variable(s) entered on step 1: LamaKontak, FrekuensiKontak, LamaBekerja, PenggunaanAPD.

c. 2. Langkah Kedua

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 55 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 55 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 55 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.


(5)

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

positif 0

negatif 1

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Df Sig.

Step 1 Step 20.059 2 .000

Block 20.059 2 .000

Model 20.059 2 .000

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 37.646a .306 .470

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Dermatitis Kontak

Percentage Correct positif negatif

Step 1 Dermatitis Kontak Positif 6 6 50.0

Negatif 1 42 97.7

Overall Percentage 87.3

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a LamaKontak 3.022 1.192 6.424 1 .011 20.523 1.984 212.330

FrekuensiKontak -4.937 1.483 11.087 1 .001 .007 .000 .131

Constant 5.055 2.106 5.761 1 .016 156.793


(6)

d.

Uji Interaksi Silang

Case Processing Summary N

Marginal Percentage

Dermatitis Kontak Positif 12 21.8%

Negatif 43 78.2%

Lama Kontak Dengan Bahan Kimia

kurang dari atau sama dengan 8 jam sehari

31 56.4%

lebih dari 8 jam sehari 24 43.6% Frekuensi Kontak Dengan

Bahan Kimia

kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari

26 47.3%

lebih dari tiga kali sehari 29 52.7%

Valid 55 100.0%

Missing 0

Total 55

Subpopulation 4a

a. The dependent variable has only one value observed in 1 (25,0%) subpopulations.

Step Summary

Model Action Effect(s)

Model Fitting

Criteria Effect Selection Tests -2 Log

Likelihood

Chi-Squarea df Sig. 0 Entered Intercept,

FrekuensiK ontak

16.368 .

1 Entered LamaKonta k

7.041 9.327 1 .002

Stepwise Method: Forward Entry