Analisis Kuantitatif Analisis Protein .1 Analisis Kualitatif

2.5.2 Analisis Kuantitatif

Menurut Sudarmadji, dkk., 1989, metode analisis kuantitatif protein, yaitu: 1. Metode Lowry Konsentrasi protein diukur berdasarkan Optical Density OD pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya proteindalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD absorbansi. Larutan Lowry ada dua macam, yaitu Lowry A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdat 1:1 dan Lowry B yang terdiri dari natrium karbonat Na 2 CO 3 2 dalam natrium hidroksida NaOH 0,1 N, cupri sulfat CuSO 4 dan natrium kalium tartrat Na-K- tartrat 2. Cara penentuannya adalah 1 ml larutan protein ditambahkan 5 ml Lowry B, dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A, dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Selanjutnya, diamati absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. 2. Metode Spektrofotometer UV Sebagian besar protein mengabsorbansi sinar ultraviolet maksimum pada panjang gelombang 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tiroosin, triptophan, dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbansi sinar UV adalah cepat, mudah, dan tidak merusak bahan. 3. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein, misalnya Tri Chloro Acetic TCA, Kalium Ferri Cianida [K 4 FeCN 6 ] atau asam sulfosalisilat. Tingkat Universitas Sumatera Utara kekeruhan diukur dengan alat Turbidimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat, sehingga jarang dipakai untuk penetapan kadar protein. 4. Metode Pengecatan Beberapa bahan pewarna, misalnya orange G, orange 12 dan amido black dapat membentuk senyawa berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan dengan kolorimeter, maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat. 5. Titrasi Formol Larutan protein dinetralkan dengan basa NaOH, kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol, ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam gugus karboksil dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein. 6. Metode Kjeldahl Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan Universitas Sumatera Utara maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan uji tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan terdeteksi sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini disebut dengan kadar protein kasar Crude Proteint. Menurut Bintang, 2010; Yazid dan Nursanti, 2006, metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja, yaitu: a. Tahap Destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat H 2 SO 4 pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsur, diamana seluruh nitrogen N organik diubah menjadi N anorganik, yaitu elemen karbon C teroksidasi menjadi karbon dioksida CO 2 dan hidrogen H teroksidasi menjadi air H 2 O, sedangkan elemen nitrogennya akan berubah menjadi amonium sulfat [NH 4 2 SO 4 ]. Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat mengurai bahan protein, lemak, dan karbohidrat di dalam sampel. Untuk mempercepat destruksi, maka ditambahkan katalisator. Gunning menganjurkan menggunakan kalium sulfat K 2 SO 4 dan tembaga II sulfat CuSO 4 . Dengan penambahan katalisator ini, Universitas Sumatera Utara maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan sehingga proses destruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap satu gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3 C. Suhu destruksi berkisar antara 370 – 410 C. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih. Reaksi yang terjadi proses destruksi adalah: Protein + H 2 SO 4 NH 4 2 SO 4 + CO 2 ↑ + SO 2 ↑ + H 2 O ↑ b. Tahap Destilasi Pada tahap ini, amonium sulfat [NH 4 2 SO 4 ] yang terbentuk pada setiap tahap destruksi dipecah menjadi amonia NH 3 dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat. Agar kontak antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup ke dalam larutan asam. Destilasi diakhiri bila semua amonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilasi tidak bereaksi basa. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi: NH 4 2 SO 4 + 2 NaOH Na 2 SO 4 + 2 H 2 O + 2 NH 3 ↑ c. Tahap Titrasi Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator Mengsel. Titik akhir Katalisator Universitas Sumatera Utara titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau. Rekasi yang terjadi pada tahap titrasi: NH 3 + H 2 SO 4 NH 4 2 SO 4 Kelebihan H 2 SO 4 + 2 NaOH Na 2 SO 4 + 2 H 2 O Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut: ����� ������� = � × � × �� × �� × �� � × 100 Fk = Faktor konversi atau perkalian = 6,25 Faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisis tersebut Budianto, 2009. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENGUJIAN

3.1 Tempat Pengujian Pengujian Penetapan Kadar Protein pada Yogurt Kemasan dengan Metode Kjeldahl dilakukan di Badan Riset Standardisasi Baristand Industri Medan yang berada di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat