Metode Penelitian Penelitian I: Produksi Pupuk Organik Cair dan Biogas dari Pemanfaatan Limbah Cair

Gambar 1. Rancang Bangun Pembuatan Biodigester Sederhana Tahap selanjutnya adalah tahap pembibitan sebagai starter awal proses digesti. Limbah cair segar yang ditambahkan dalam digester umumnya memiliki kisaran pH 4.0-4.5 dengan suhu 42-47 o C. Karena bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan biogas tersebut mengandung sedikit atau bahkan tidak mengandung bakteri metanogenik, maka perlu dilakukan pembibitan sebelum digester diaktifkan dengan menambahkan limbah yang berasal dari acid pond. Perbandingan awal substrat yang diisikan dalam digester adalah ± 4.2 m 3 volume limbah yang berasal dari acid pond dan ± 2.8 m 3 volume raw material. Ketika digester mulai diaktifkan pertama kali, gas yang diproduksi harus dibuang karena gas tersebut dimungkinkan masih mengandung udara yang berasal dari tabung, pipa saluran, maupun tabung penyimpanan gas. Lamanya proses dekomposisi dan produksi biogas dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku, pH, suhu, serta jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan. Pada penelitian ini lamanya proses dekomposisi bahan waktu retensi diperkirakan 65-75 hari yang ditandai dari stabilnya penurunan produksi biogas, sehingga jumlah penambahan limbah cair segar ke dalam digester setiap harinya adalah sebanyak 100-150 l. Pada digester tipe aliran kontinyu yang digunakan, substrat akan bergerak dari inlet menuju outlet selama waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang dimasukkan, setelah itu substrat akan keluar dengan sendirinya. Apabila terlalu banyak volume bahan yang dimasukkan overload akan mengakibatkan lama pengisian menjadi terlalu singkat sehingga bahan akan terdorong keluar sedangkan potensi biogas yang dapat diproduksi masih dalam jumlah yang cukup banyak. Secara skematis pembuatan biodigester sederhana disajikan pada gambar berikut: Gambar 2. Skema Pembuatan Biodigester Sederhana Kemudian sebagian effluent biodigester yang diperoleh diaerasikan menggunakan aerator untuk mensuplai oksigen ke dalam limbah tersebut untuk mendapatkan pupuk organik cair effluent biodigester yang diaerasikan. 2. Pengamatan lapang dan analisis laboratorium Pengamatan yang dilakukan terhadap limbah cair yang terdigesti dan biogas yang dihasilkan secara periodik meliputi: suhu, pH, volume gas yang dihasilkan, serta uji kesetaraan energi sebagai bahan bakar. Adapun metode analisis laboratorium yang dilakukan disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Metode Analisis Parameter Pengamatan Parameter Metode Analisis Sifat Kimia pH pH meter C organik Walkley and Black N total Kjeldahl P, S total Spectrophotometer K, Na Flamephotometer Ca, Mg, Hara mikro AAS Atomic Absorption Spectrophotometer BOD BOD meter COD Titrasi CH 4 GC Gas Chromatography EC EC meter Eh Eh meter Senyawa humat Ekstraksi dengan NaOH 0.5 N dan HCl 0.5 N Gugus fungsional FTIR Fourier Transform Infra Red Sifat Fisik Suhu Thermometer Kadar air Gravimetrik Total padatan Gravimetrik Volume biogas Volumetrik Kesetaraan energi Uji bahan bakar mendidihkan air Sifat Biologi Koloni bakteri Cawan tuang Koloni selulolitik Cawan tuang Koloni metanogen Kesetaraan CH 4 yang dihasilkan Ket : Gugus fungsional pada padatan limbah cair segar dan limbah cair terdigesti Beberapa metode analisis diambil dari Alaerts dan Santika 1987; Anas 1989; Juo 1985; Stevenson 1994 Berdasarkan hasil analisis awal, limbah cair pengolahan sawit segar raw material yang digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan pupuk organik cair maupun biogas disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Limbah Cair Pengolahan Sawit Awal Parameter Umum Limbah Cair Pengolahan Sawit Kandungan Unsur lainnya pH 4.43 Fosfor ppm 148.35 Minyak dan lemak mgl 6890 Kalium ppm 1625.00 BOD mgl 4000 Kalsium ppm 467.51 COD mgl 31634 Magnesium ppm 485.41 Nitrogen total mgl 6000 Belerang ppm 34.95 C organik mgl 12500 Besi ppm 31.32 Total padatan 5.21 Mangan ppm 1.59 Suhu o C 45 Tembaga ppm 0.25 Zinc ppm 5.11 Boron ppm 25.57 Natrium ppm 150.11

3.2 Penelitian II: Aplikasi Pupuk Organik Cair dari Pemanfaatan Limbah Cair Pengolahan

Kelapa Sawit pada Pertanaman Kangkung Ipomoea reptans dan Caisin Brassica parachinensis 3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian kedua ini dilaksanakan di Rumah Kasa Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, sedangkan analisis hara tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2009.

3.2.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik cair yang dihasilkan dari penelitian pertama effluent biodigester dan effluent biodigester yang diaerasikan, pupuk organik cair dari limbah cair kelapa sawit yang diambil dari anaerobic pond dan aerobic pond PMKS-UKUI 2, serta dua pupuk organik cair yang beredar di pasaran, tanah sebagai media tanam, benih kangkung dan caisin, pupuk majemuk Phonska dan ZA, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.

3.2.3 Metode Penelitian

Tahap pengaplikasian pupuk organik cair yang dihasilkan dilakukan pada tanaman kangkung dan caisin karena kedua tanaman tersebut memiliki waktu panen yang relatif singkat, persyaratan tumbuh yang relatif mudah, tergolong tanaman yang cukup responsif terhadap pemupukan, serta memiliki kandungan gizi tinggi. Aplikasi pupuk organik cair pada kedua jenis tanaman ini dalam polibag terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu: 1. Persiapan tanam dan pelaksanaan aplikasi pupuk organik cair Pada tahap awal dilakukan persiapan media tanam berupa tanah sebanyak 2 kg BKMpolibag. Tanah yang digunakan diberi pupuk dasar Phonska sebanyak 1 grampolibag yang kemudian diinkubasi selama satu minggu. Pada masing- masing pertanaman diberikan tujuh benih kangkung per polibag dan lima benih caisin per polibag. Selanjutnya pertanaman sayuran dilakukan di rumah kasa yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh tapisan hujan secara langsung, juga agar pertanaman memiliki kelembaban yang cukup tinggi dengan intensitas cahaya yang cukup. Terdapat enam jenis pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: empat jenis pupuk organik cair yang berasal dari limbah cair kelapa sawit terdekomposisi dan dua jenis pupuk organik cair pembanding yang beredar di pasaran. Keempat jenis pupuk organik cair sebelumnya dibedakan berdasarkan proses dekomposisinya, yaitu: effluent biodigester yang didekomposisikan secara anaerobik murni, effluent biodigester yang diaerasikan, limbah cair dari anaerobic pond yang didekomposisikan secara semi anaerobik-aerobik aerobik pada lapisan teratas dan anaerobik pada sebagian besar lapisan bawah kolam pengendapan, serta limbah cair dari aerobic pond yang didekomposisikan secara semi aerobik- anaerobik aerobik pada lapisan atas dan tengah dan anaerobik pada lapisan terbawah kolam pengendapan Gambar 3b dan 3c. Kolam pengendapan pada pengolahan limbah cair dengan sistem kolam terbuka sebenarnya didesign untuk mendekomposisikan limbah secara aerobik. Akan tetapi pada kolam pendinginan hingga anaerobik, beban organik, kandungan padatan, maupun kadar lemak dalam limbah masih tinggi, sehingga diperlukan beberapa tahapan kolam untuk menurunkan beban organik, kandungan padatan, maupun kadar lemak dalam limbah cair pada kolam berikutnya kolam aerobik dan sedimentasi.