Tingkat Kelangsungan Hidup Pakan

7 Pada pemeliharaan hingga 18 hari, nilai sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan II, yaitu sebesar 53.33±4.90 . Sedangkan untuk nilai sintasan terendah adalah pada perlakuan III yakni sebesar 31.23±7.11 Gambar 3. Berdasarkan uji statistik, perlakuan II berbeda nyata P0.05 dengan perlakuan III dan perlakuan I. Namun tidak berbeda nyata dengan kontrol Lampiran 3. 3.1.2. Panjang Mutlak Berdasarkan hasil penelitian dengan kombinasi pakan yang berbeda dapat dilihat gambaran panjang mutlak untuk larva 3 hari dan 18 hari Gambar 4. Gambar 4. Panjang mutlak larva ikan patin yang diberi pakan artemia dan kombinasi artemia-pakan campuran yang berbeda pada hari ke-3 dan ke-18 Panjang mutlak tertinggi untuk larva 3 hari adalah pada perlakuan I, yaitu 0.7 ± 0.02 cm dan larva hari ke 18 adalah pada kontrol, yaitu 1.52 ± 0.13 cm. Berdasarkan uji statistik untuk larva 3 hari Lampiran 4 menunjukkan bahwa kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan I dan perlakuan II, namun berbeda nyata P0.05 dengan perlakuan III. Sedangkan untuk benih umur 18 hari, uji statistik Lampiran 5 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan.

3.1.3 Pakan

Berdasarkan hasil uji proksimat, kandungan protein pakan artemia bobot kering adalah sebesar 40.49 dan kandungan protein pada pakan campuran adalah sebesar 10.21 . Hasil uji proksimat artemia dan pakan campuran disajikan pada Tabel 1. 8 Tabel 1 Komposisi proksimat pakan artemia dan pakan campuran Kode Sampel Kadar air Kadar Abu Protein Lemak Karbohidrat Serat Kasar BETN Artemia 90,64 22,44 40,49 17,84 14,21 5,02 Pakan Campuran 63,79 29,36 10,22 9,75 0,00 60,43

3.1.4 Asumsi Penghitungan Biaya Artemia dan Pakan Campuran

Asumsi penghitungan biaya selama percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan penghitungan, jumlah biaya tertinggi adalah pada perlakuan I dan biaya terendah pada perlakuan III. Tabel 2 Asumsi biaya pakan artemia dan pakan campuran Perlakuan biaya pakan Kontrol Rp 1 800 000 Perlakuan I Rp 1 947 272 Perlakuan II Rp 1 534 090 Perlakuan III Rp 1 120 909

3.2 Pembahasan

Larva adalah anak ikan yang berbentuk primitif dan sedang dalam proses peralihan untuk menjadi bentuk definitif dengan cara metamorfose Forsberg dan Summerfelt 1992. Larva ikan patin yang baru menetas memiliki ciri-ciri transparan, tidak berpigmen, alat renangnya belum sempurna, dan mempunyai ukuran lebih kurang 3 mm. Larva ikan yang baru menetas memiliki organ tubuh yang masih sederhana. Saluran pencernaannya berupa tabung lurus Blaxter 1969. Seiring dengan bertambahnya umur larva, dinding saluran pencernaannya menebal dan membentuk jonjot-jonjot Pittman et al. 1990; Wahyuningrum 1991; Effendi 1995. Kemudian dengan bertambahnya umur, melalui diferensiasi alat pencernaan, larva ikan akan berubah perlahan-lahan memasuki stadia dengan habitat pemangsaan yang spesifik Hofer dan Udin 1985. Perkembangan tersebut selain terjadi secara morfologisanatomis, juga secara fisiologis yakni perkembangan enzim-enzim pencernaan dan aktivitasnya. Jadi struktur morfologis saluran pencernaan yang masih sederhana berkorelasi dengan rendahnya produksi enzim-enzim pencernaan Lauf dan Hofer 1984 dan ini merupakan masalah utama dalam pemberian pakan bagi larva pada stadia awal Kawai dan Ikeda 1973. Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya ikan. Menurut Djarijah 2003, sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton yaitu fitoplankton maupun zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih ikan mempunyai beberapa kelebihan karena ukurannya 9 relatif kecil serta sesuai dengan bukaan mulut larva atau benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembangbiak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya relatif murah Priyambodo dan Tri wahyuningsih 2003. Artemia merupakan salah satu pakan alami yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang khususnya dalam pembenihan. Pakan campuran yang digunakan berbentuk cairan kental yang mengandung bakteri probiotik dan berbagai asam amino. Bakteri probiotik yang terkandung dalam pakan campuran merupakan bakteri Bacillus subtilis. Bakteri jenis ini merupakan salah satu bakteri genus Bacillus yang dapat digunakan sebagai probiotik karena bakteri ini tidak patogen, memiliki daya bunuh untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan dapat membantu dalam penyeimbangkan mikroba pada saluran pencernaan hewan-hewan air, termasuk udang Balcazar et al. 2006. Akan tetapi, jenis pakan campuran ini hanya dimakan sedikit oleh larva, yaitu ketika pakan campuran yang diberikan masih melayang di akuarium dan sisa pakan yang tidak termakan akan mengendap di dasar akuarium . Pemberian pakan alami yang cukup dapat mempengaruhi kelangsungan hidup larva. Menurut Maiska 1981, makanan pertama yang diberikan pada larva sebaiknya mengandung gizi yang cukup, menarik perhatian larva, mudah ditangkap, dan tentunya disukai oleh larva tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut, pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakter larva. Pada kontrol, pakan yang diberikan adalah artemia 77.19 g. Perlakuan III menunjukkan nilai kelangsungan hidup terendah, yaitu 31.25±6.25. Kombinasi pemberian pakan pada perlakuan III adalah artemia 38.59 g dan dosis pakan campuran 40.5 mL. Pada perlakuan ini jumlah pakan artemia dikurangi sebesar 50 dari normal. Hasil ini menunjukkan bahwa pakan campuran dengan dosis 40.5 mL belum mampu menggantikan kebutuhan pakan larva. Uji proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein artemia sebesar 40.49 dan pakan campuran memiliki kandungan protein sebesar 10.21 Tabel 1. Hasil uji dapat dilihat bahwa kebutuhan protein untuk larva berkurang. Sehingga mortalitas pada perlakuan III menjadi yang paling tinggi. Mortalitas akan lebih tinggi lagi apabila makanan disekitarnya kurang memadai Djajasewaka 1985. Selain itu pakan campuran tidak banyak dimakan oleh larva sehingga mengendap dan menyebabkan dasar akuarium menjadi kotor. Karakteristik larva, yaitu tidak bergerak aktif mencari makan melainkan bergerak aktif dengan mulut yang terbuka Hardjamulia et al. 1981 menjadi penyebab tidak dimakannya pakan campuran tersebut. Jadi, pakan campuran yang termakan hanya ketika masih melayang dalam akuarium. Berbeda dengan perlakuan selama 3 hari dimana pakan yang digunakan adalah artemia dan pakan campuran, sedangkan pada perlakuan lanjutan selama 18 hari terjadi pergantian pakan ke cacing. Kondisi pencernaan larva yang belum siap menjadi penyebab kematian larva saat pergantian pakan. Artemia mengandung enzim exogenous enzymes yang dapat membantu larva mencernanya Lauf dan Hofer 1984 dan cacing mungkin tidak. Enzim pencernaan larva ikan patin mungkin belum siap untuk mencerna cacing karena saluran pencernaan masih sangat sederhana dan produksi enzim yang sangat rendah, sehingga mengurangi kemampuan cerna dan akhirnya mempengaruhi