D. Kegunaan Penelitian
Sebuah karya tulis di buat dapat memberikan suatu manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun manfaat dari penulisan
tesis ini adalah: 1.
Secara teoritis, penulisan tesis ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan hukum khususnya yang berkaitan dengan
pengangkatan anak. Di samping itu, skripsi ini juga akan dapat memberikan sumbangan pikiran yuridis terhadap perkembangan hukum agar nantinya
lebih dapat mengikuti atau bahkan mengimbangi perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat. Selain itu juga diharapkan agar dapat
memberikan pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan tata cara pengangkatan anak.
2. Secara praktis, dapat memberikan wawasan mengenai tata cara pengangkatan
anak yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,serta sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah tesis ini dan
bahkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi peneliti-peneliti berikutnya. Dan untuk aparat peradilan dan praktisi hukum serta berbagai pihak lainnya
dapat lebih bersungguh-sungguh memperdalam dan mengkaji tentang aspek perlindungan dalam lembaga pengangkatan anak.
E. Kerangka Pemikiran
Adopsi berasal dari kata “adoptie” Bahasa Belanda, atau “adopt” adoption bahasa Inggris, yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak.
Dalam bahasa Arab disebut “tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “mengambil anak angkat”. Pengertian dalam bahasa Belanda
menurut Kamus Hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri. Jadi disini penekanannya pada persamaan status anak angkat
dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung. Ini adalah pengertian secara literlijk, yaitu adopsi di masukkan kedalam bahasa Indonesia berarti anak angkat
atau mengangkat anak. Dalam praktik pengangkatan anak di Indonesia mempunyai beberapa
tujuan antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap orang tua yang hendak
melakukan pengangkatan anak bberdasarkan adat istiadat setempat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat
memberikan jaminan perlindungan bagi anak angkat terhadap orang tua angkatnya.
Sebagai sebuah perbuatan hukum yang bertujuan untuk memberi statuskedudukan kepada seorang anak orang lain yang sama seperti kandung.
Maka adanya anak angkat ialah karena seorang mengambil anak atau di jadikan anak oleh orang lain sebagai anaknya. Anak angkat itu mungkin seorang anak
laki-laki atau seorang anak perempuan.
11
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
11 Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta akibat-akibat hukumnya di kemudian hari, Rajawali Pers, Jakarta, h.45. 18 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan
Adat, Alumni, Bandung, 1991, h. 20.
menyebutkan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anak sendiri.
Menurut Hilman Hadikusuma, anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat
setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas kekayaan rumah tangganya.
12
Pada dasarnya pengangkatan anak merupakan suatu upaya dalam rangka mensejahterakan anak, khususnya
anak angkat, hal ini tampak dari ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. dalam Undang-undang ini mengatur secara tegas
motif dan anak yang dikehendaki dalam pengaturan hukum tentang pengangkatan anak, yaitu untuk kepentingan kesejahteraan anak angkat tersebut seperti yang
tertuang dalam Pasal 12 Undang-undang tersebut. Kemudian pada Tahun 1983 dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1983, yang merupakan penyempurnaan dari Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak. Surat
Edaran tersebut merupakan petunjuk dan pedoman bagi para hakim dalam mengambil putusan atau penetapan bila ada permohonan pengangkatan anak.
Pada Tahun 1984 dikeluarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 41HUKKEPVII1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan
Pengangkatan Anak. Maksud dari dikeluarkannya Keputusan Menteri Sosial ini adalah sebagai suatu pedoman dalam rangka pemberian izin, pembuatan laporan
sosial serta pembinaan dan pengawasan pengangkatan anak, agar terdapat
12 Ibid, hal 266
kesamaan dalam bertindak dan tercapainya tertib administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat atas pelaksanaan pengangkatan anak, yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa
melalui prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak, bahkan telah terjadi jual beli organ tubuh anak. Untuk itu perlu pengaturan tentang pelaksanaan
pengangkatan anak, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang merupakan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pengertian perlindungan anak berdasarkan pasal 1 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah bahwa perlindungan anak merupakan suatu kegiatan untuk menjamin anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang danberpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan
akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal ini disebutkan dalam pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007, bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.29 Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat
dan orang tua kandung adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan
oleh karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arus arah dari orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini
terjadi maka akan sangat melukai hati dan nurani serta akidah orang tua kandung anak angkat tersebut.
13
Hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus oleh lembaga pengangkatan anak, dan orang tua kandung tetap memiliki hak
untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung, oleh karena itu orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal
usul dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
14
Pengangkatan anak yang didasarkan pada adat istiadat setempat dalam komunitas juga masih melakukan pengangkatan anak secara jelas dan tunai. Yang
dimaksud dengan hukum adat ialah hukum yang berlaku bagi penduduk pribumi sebagai terjemahan dari bahasa Belanda “adat rech”yang digunakan pertama kali
oleh Prof C. Snouck Hourgronje
15
. Pada mulanya pengangkatan anak adopsi dilakukan semata-mata untuk
melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam suatu keluarga yang tidak dapat memiliki keturunan. Disamping itu juga untuk mempertahankan ikatan
perkawinan sehingga tidak timbul perceraian, tetapi sejalan dengan perkembangan
13
Budiarto M., Pengangkatan Anak ditinjau Dari Segi Hukum, Jakarta: Akademika Pressindo, 1991
14
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Anak, Pasal 40
15 Seorang ssarjana Belanda budaya oriental dan bahasa serta penasehat urusan pribumi untuk pemerintah colonial Belanda.
masyarakat, tujuan adopsi telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum dalam pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang berbunyi : “Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
kesejahteraan anak.”
16
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
17
Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang
sangat tergantung dari orang tuanya. Gagasan bahwa dalam pengangkatan anak harus mempertimbangkan
kepentingan anak yang diangkat, hal ini dapat ditemui dalam Penetapan Pengadilan Negeri Bandung No.301970 Comp. Tanggal 26 Februari 1970, tetapi
sikap ini dengan tegas dinyatakan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ketentuan dalam pasal 12 ayat 1 dan ayat 3 UU
Kesejahteraan Anak. Sikap ini kemudian diikuti oleh Mahkamah Agung RI dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979. Kemudian Pasal 39 ayat 1 UU Perlindungan Anak serta pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No.54
Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak Pasal 2.
16
Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1979 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
17
Andi Syamsu dan M.Fauzan, Op.Cit., hlm 216
Pengangkatan anak semakin kuat dipandang dari sisi kepentingan yang terbaik bagi si anak sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan anak, untuk
memperbaiki kehidupan dan masa depan si anak yang akan diangkat.
18
Hal ini tidak berarti melarang calon orang tua angkat mempunyai pertimbangan lain yang
sah dalam mengangkat anak, seperti ingin mempunyai anak karena tidak mempunyai anak kandung, tetapi didalam pengangkatan anak, sisi kepentingan
anak angkatlah yang harus menjadi pertimbangan utama. Mengenai adanya kepentingan terbaik bagi calon anak angkat dengan
pengangkatan yang tercermin dalam permohonan untuk mendapatkan suatu penetapan atau putusan pengadilan. Pada masa lalu, berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983, adanya kepentingan anak harus dinyatakan atau diindikasikan dalam surat permohonan untuk penetapan atau
putusan yang ditujukan ke Pengadilan. Sekarang indikasi tersebut dimanifestasikan dalam bentuk surat pernyataan tertulis dari calon orang tua
angkat yang dilampirkan dalampermohonan untuk penetapan atau putusan pengadilan.
Walau demikian, tentu masih ada juga penyimpangan-penyimpangan, seperti,ingin menambahmendapatkan tenaga kerja yang murah. Adakalanya
keluarga yang telah mendapatkan anak kandung, merasa perlu untuk mengangkat anak, yang bertujuan menambah tenaga kerja dikalangan keluarga atau merasa
kasihan terhadapanak terlantar itu.
18
Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan anak, Jakarta : Sinar Grafika, 2012 hlm 106
Dari uraian di atas diatas terlihat bahwa pada dasarnya latar belakang seseorang melakukan pengangkatan anak adalah karena tidak memiliki keturunan,
untuk mempertahankan sebuah ikatan perkawinan atau kebahagiaan, adanya harapan atau kepercayaan akan mendapatkan anak atau pancingan. Apapun
alasan-alasan yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan pengangkatan anak, orang tua angkat harus dapat memperhatikan kesejahteraan anak yang
diangkatnya. Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan
akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal ini disebutkan dalam pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007, bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.
19
Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama
dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan oleh karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap anak angkat hanya
memiliki satu arus arah dari orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini terjadi maka akan sangat melukai hati dan nurani serta akidah orang tua kandung
anak angkat tersebut. Hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus
oleh lembaga pengangkatan anak, dan orang tua kandung tetap memiliki hak untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung, oleh karena
itu orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal
19
usul dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
F. Metode Penulisan