Keawetan Kayu Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K 1571-2004

2.7 Pengaruh Serangan Pelapuk Kayu terhadap Sifat Kayu

Jamur pelapuk secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu brown rot fungi jamur pelapuk coklat, white rot fungi jamur pelapuk putih, dan soft rot fungi. Jamur pelapuk coklat merupakan jamur tingkat tinggi dari kelas Basidiomycetes. Jamur jenis ini mampu mendegradasi holoselulosa kayu dan meninggalkan residu kecoklatan yang bnayak mengandung lignin. Jamur pelapuk putih merupakan jamur dari kelas Basidiomycetes yang mampu mendegradasi holoselulosa dan lignin sehingga menyebabkan warna kayu menjadi lebih muda daripada warna normal. Soft rot fungi merupakan jamur dari kelas Ascomycetes. Jamur ini mampu mendegradasi selulosa dan komponen penyusun dinding sel kayu sehingga menjadi lebih lunak Fengel dan Wegener 1989 dalam Herliyana 2007. Jamur pelapuk putih dapat dibedakan dengan jamur pelapuk coklat, salah satunya secara kimiawi dengan larutan “guacium” ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru pada media biakan jamur pelapuk putih, sedangkan pada media biakan jamur pelapuk coklat tidak menunjukan perubahan Boyce 1961 dalam Herliyana 1997. Selain itu hampir semua jamur pelapuk putih memproduksi enzim oksidase, sedang jamur pelapuk coklat tidak memberikan reaksi oksidase Khan 1954; Boyce 1961 dalam Herliyana 1997. Pengaruh jamur pelapuk putih terhadap sifat-sifat kayu di antaranya adanya perubahan struktur kayu dari yang normal, perubahan bau yang khas, kayu menjadi lebih lunak, kandungan air menjadi lebih tinggi, jaringan kayu menjadi lebih renggang, dan daya hantar panas meningkat Khan 1954; Boyce 1961; Padlinurjaji 1979; Tambunan dan Nandika 1989 dalam Herliyana 1997.

2.8 Keawetan Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri, dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut Muherda 2011. Zat ekstraktif merupakan bagian kecil dari suatu pohon dan bukan merupakan penyusun struktur kayu, namun zat ini cukup esensial dan berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu termasuk ketahanan terhadap serangan serangga dan organisme pelapuk lainnya karena bersifat racun Ediningtyas 1993 dalam Fitriyani 2010. Variasi keawetan kayu juga terdapat di dalam kayu teras. Kayu teras bagian luar lebih awet dibandingkan dengan kayu teras bagian dalam. Kayu gubal memilki keawetan yang rendah karena kayu gubal tidak mengandung zat ekstraktif Tobing 1997 dalam Fitriyani 2010. Tim ELSSPAT 1997 dalam Fitriyani 2010 menyatakan umur pohon memilki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Pohon yang ditebang dalam umur tua, pada umumya lebih awet daripada ditebang ketika muda karena semakin lama pohon itu hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk. Berdasarkan penurunan berat kayu oleh jamur pelapuk, penentuan ketahanan kayu dibagi ke dalam beberapa kelas awet. Tabel 2 Kelas ketahanan kayu terhadap jamur SNI 01-7207-2006 Kelas Ketahanan Penurunan Berat 9 I Sangat Tahan ≤ 1 II Tahan 1 - 5 III Agak Tahan 5 - 10 IV Tidak Tahan 10 - 30 V Sangat Tidak Tahan 30 Terdapat lima kelas awet kayu, mulai dari kelas awet I yang paling awet sampai kelas awet V yang paling tidak awet. Kelas awet kayu didasarkan atas keawetan kayu teras karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu mempunyai keawetan yang terendah kelas awet V. Hal ini disebabkan pada bagian kayu gubal tidak terbentuk zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, chinon, dan dammar. Zat-zat tersebut memilki daya racun terhadap organisme perusak kayu Findlay dan Martawijaya 1962 dalam Padlinurjaji 1977. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian