Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kayu Sengon Falcataria molucana Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Jamur

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut Muherda 2011. Sekitar 80 –85 kayu-kayu Indonesia memiliki keawetan rendah yang mudah diserang oleh organisme perusak kayu Yunasfi 2008. Jenis kayu yang memiliki keawetan rendah tersebut contohnya adalah sengon, mangium, dan tusam.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui potensi tiga jenis jamur pelapuk kayu terhadap kayu sengon berdasarkan metode JIS K 1571-2004; 2. mengetahui tingkat keawetan kayu terhadap serangan jamur pelapuk kayu berdasarkan metode JIS K 1571-2004.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat: 1. memberikan informasi tentang perbedaan teknis pengujian keawetan kayu terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu berdasarkan JIS K 1571-2004; 2. memberikan informasi tentang keawetan kayu yang digunakan pada metode JIS K 1571-2004. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Sengon Falcataria molucana

Kayu sengon biasa disebut jeungjing di daerah Jawa Barat ini termasuk ke dalam famili Fabaceae. Memiliki warna teras dan gubalnya sukar dibedakan, warnanya putih abu-abu kecoklatan pucat. Teksturnya agak kasar, arah serat terpadu dan kadang-kadang lurus sedikit bercorak. Berat jenis kayu sengon rata- rata 0,3 dengan kelas awet IV –V dan kelas kuat IV–V. Kayu sengon ini digunakan untuk bahan bangunan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, kelom, dan barang kerajinan lainnya Pandit 2008. Komponen kimia kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komponen Kayu Sengon Martawijaya 1989 Komponen Kimia Kayu Persentase Kadar Selulosa Lignin Pentosa Abu Silika 49,4 26,8 15,6 0,6 0,2 Zat Ekstraktif Kayu Persentase Kadar Alkohol Benzena Air Dingin Air Panas NaOH 3,4 3,4 4,3 19,6

2.2 Mikroorganisme Perusak Kayu

Kayu biasa diserang oleh organisme yang secara kolektif terdiri atas cendawan perusak kayu dan bakteri. Media tempat mikroorganisme itu berkembang dan sifatnya yang saprofitis atau parasitis menyebabkan cendawan perusak kayu tumbuh pada kayu, mikroorganisme ini berbeda dengan tanaman hijau dalam hal bentuk dan cara makannya. Berlainan dengan tanaman hijau, mikroorganisme ini tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri melainkan harus memperoleh makanannya dari bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh organisme hidup lainnya. Cendawan penyerang kayu memanfaatkan sebagai makanannya zat-zat yang tersimpan dalam rongga sel kayu atau dinding sel itu sendiri. Kebanyakan mikroorganisme menyerang kayu berbeda banyak dalam hal akibat yang ditimbulkan terhadap sifat-sifat kayu. Mikroorganisme dibedakan menjadi empat golongan, tergantung pada sifat perkembangannya di dalam kayu dan tipe kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Golongan-golongan tersebut adalah cendawan perusak kayu, cendawan pewarna kayu, cendawan buluk, dan bakteri penyerang kayu. Golongan pertama adalah yang paling penting dan ini meliputi cendawan yang merusak dinding-dinding sel, dan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia kayu itu. Cendawan pewarna, cendawan buluk, dan bakteri penyerang biasanya memakan senyawa-senyawa organik yang mudah dicerna yang tersimpan dalam kayu dan tidak menimbulkan efek yang berarti terhadap kekuatan kayu. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa cendawan buluk dan cendawan pewarna kayu dapat menyebabkan berkurangnya berat dan kekuatan, terutama pada kayu daun lebar. Cendawan pewarna menyebabkan perubahan warna yang dapat digolongkan sebagai cacat pada kayu gergajian dan barang-barang lainnya, cendawan dipermukaan kayu menyebabkan perubahan warna permukaan pada kayu. Bakteri penyerang kayu tidak memperngaruhi kenampakkan, tetapi merubah dengan nyata daya serap kayu terhadap cairan.

2.2.1 Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune

Jamur S. commune termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes, dengan nama famili Schizophyllaceae dan tersebar luas di dunia atau kosmopolitan Kuo 2006. Jamur ini dikenal dengan tanda tubuh buah tidak bertangkai, bagian bawah menyempit hingga berbentuk kipas, bagian atas berwarna putih keabu-abuan pada waktu muda dan setelah tua berwarna abu-abu, tersusun radial, ujung pecah ini melengkung, pada waktu segar S. commune liat dan kenyal, dan setelah kering menjadi kaku Martawijaya 1965 dalam Eksanto 1996. Fungsi lamela tersebut adalah untuk memproduksi basidiospora pada permukaannya. Tidak seperti jamur lain, miseliumnya hanya memproduksi satu kumpulan tubuh buah pertahun yang dapat mengering dan mendapatkan air kembali dan tetap berfungsi Volk 2000 dalam Kurnia 2009.

2.2.2 Jamur Pelapuk Kayu Pleurotus ostreatus

Jamur P. ostreatus mempunyai tudung seperti tiram, seperti payung, permukaan bagian tengah berlekuk, warna abu-abu putih keruh. Konsistensi lunak dan berdaging. Pinggiran menggulung ke arah himenium muda, lurus tua, bergelombang-bergaris tua. Daging tudung putih, tebal, setelah tua tidak kenyal. Lamela melanjut turun ke arah dasar tangkal. Habitat dan substrat, beberapa mengelompok atau serumpun pada serbuk gergaji campuran yang sudah lapuk Herliyana 2007. Jamur tiram termasuk ke dalam jamur kayu, karena tumbuh pada substrat kayu yang telah lapuk maupun pada potongan pohon yang telah mati Nurjayadi 2011.

2.2.3 Jamur Pelapuk Kayu Pleurotus djamor

Jamur P. djamor mempunyai tudung seperti tiram, seperti kipas, permukaaan bagian tengah berlekuk, tidak ada ornamentasi. Warna merah muda putih keruh. Konsistensi lunak dan berdaging. Pinggiran menggulung kearah himenium muda, lurus tua, bergelombang bergaris tua. Daging tudung putih, tebal, kenyal tua. Habitat dan substrat, beberapa mengelompok atau serumpun pada serbuk gergajian kayu campuran seperti mangium, jeunjing, kayu merah, karet dan sebagian yang sudah lapuk di tempat penggergajian Herliyana 2007.

2.3 Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Jamur

Jamur pelapuk kayu untuk perkembangannya selain dipengaruhi oleh struktur dan komposisi kimia kayu, juga sangat dipengaruhi oleh faktor makanan atau nutrisi. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, konsentrasi hidrogen dan kelembaban juga mempengaruhi perkembangan jamur pelapuk kayu. Tambunan dan Nandika 1989 dalam Shahnaz 2010 menyatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi perumbuhan dan perkembangan jamur antara lain: 1. Temperatur Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara 22° –35°C. Suhu maksimumnya berkisar antara 27°–39°C, dengan suhu minimum kurang lebih 5°C. 2. Oksigen Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan karbon dioksida CO Ї dan air HЇO. Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup. 3. Kelembaban Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis jamur dapat hidup tanpa substrat yang belum jenuh air. Kadar air substrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. Kayu dengan kadar air kurang dari 20 umumnya tidak diserang jamur perusak, sebaliknya kayu yang memiliki kadar air 35 –50 sangat disukai dengan jamur perusak. 4. Konsentrasi Hidrogen Pada umumnya jamur akan tumbuh baik pada pH kurang dari 7 dalam suasana asam sampai netral. Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 –5,3. 5. Bahan makanan Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti selulosa, lignin, dan zat isi sel lainnya. Selulosa, hemiselulosa dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai mikromolekul yang terlalu besar dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung oleh cendawan. Hunt dan Garrat 1986 menyatakan kondisi yang diperlukan untuk perkembangan cendawan pembusuk kayu ada empat yaitu a sumber-sumber energi dan bahan makanan yang cocok, b kadar air kayu di atas titik jenuh serat kayu, c persediaaan oksigen yang cukup dan d suhu yang cocok. Kekurangan dalam salah satu persyaratan ini, akan menghalangi pertumbuhan suatu cendawan, meskipun cendawan tersebut telah berada di dalam kayu. Selain itu, Hunt dan Garrett 1986 menambahkan bahwa, cendawan-cendawan pembusuk kayu sangat berbeda-beda dalam hal kebutuhan lembabnya, tetapi ada sedikit yang dapat membusukkan kayu pada kadar air di bawah titik jenuh serat kadar air 25 –30 dari serat kayu pada kebanyakan daerah beriklim sedang.

2.4 Siklus Pelapukan Kayu oleh Jamur Pelapuk Kayu