Persentase Penurunan Bobot Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K 1571-2004

Gambar 3 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji dalam botol yang berisi media pasir kuarsa: a jamur P. ostreatus, b jamur P. djamor, c jamur S. commune

4.2 Persentase Penurunan Bobot

Parameter yang digunakan dalam uji keawetan kayu terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu ini dapat dilihat dari nilai persentase penurunan bobot contoh uji weight loss yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium. Persentase penurunan bobot merupakan nilai dari pengurangan contoh uji kayu terhadap jamur pelapuk kayu yang dilakukan selama 12 minggu sehingga contoh uji mengalami penurunan bobot. Persentase penurunan bobot contoh uji kayu akibat seragan jamur pelapuk kayu ini digunakan sebagai patokan terhadap keawetan kayu. Pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata penurunan bobot contoh uji kayu sengon oleh tiga jenis jamur pelapuk kayu berkisar antara 1,1 – 3,7. Persentase penurunan bobot kayu yang disebabkan oleh serangan jamur pelapuk kayu nampak bervariasi meskipun contoh uji kayu berjenis sama dan hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata persentase penurunan bobot kayu sengon terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu Jenis jamur Penurunan Bobot pada Kayu Sengon Schizophyllum commune 3,7 Pleurotus ostreatus 1,5 Pleurotus djamor 1,1 c Penurunan bobot kayu yang terjadi pada contoh uji kayu merupakan gambaran dari serangan jamur pelapuk kayu terhadap contoh uji kayu yang digunakan dalam pengujian ini. Untuk mendapatkan besar nilai penurunan bobot kayu, contoh uji kayu dibiarkan dalam media dimana jamur pelapuk kayu akan menyerang kayu uji dalam waktu 12 minggu. Jamur pelapuk kayu mempunyai kemampuan merombak komponen kayu seperti selulosa dan lignin dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga dapat diabsorpsi dan dimetabolisme oleh jamur sebagai makanan. Jamur P. ostreatus menurunkan bobot kayu sengon sebesar 1,5. Nilai kehilangan bobot pada sengon tersebut masuk ke dalam kelas awet II yang berarti kayu sengon tersebut tahan. Menurut Seng 1990, sengon termasuk ke dalam kelas awet V yang berarti memilki keawetan sangat rendah. Berdasarkan hasil yang didapat, kelas awet yang diperoleh dari hasil pengujian tidak sesuai dengan pernyataan Seng 1990. Dapat dikatakan bahwa pengujian tersebut belum berhasil. Jamur P. djamor hanya mampu menurunkan bobot contoh uji yaitu kayu sengon sebesar 1,1. Dari nilai penurunan bobot kayu sengon yang didapat maka termasuk ke dalam kelas awet II yang berarti tahan. Pengujian ini belum dikatakan berhasil karena menurut Seng 1990 kayu sengon termasuk ke dalam kelas awet V. Begitupula dengan jamur S. commune yang mampu menurunkan bobot contoh uji kayu sengon sebesar 3,7. Sama halnya dengan jamur P. djamor dan juga jamur P. ostreatus, jamur S. commune juga termasuk dalam kelas awet II dan ini tidak sesuai dengan Seng 1990 yang mengatakan bahwa kayu sengon termasuk dalam kelas awet IV –V. Berdasarkan pengujian contoh uji kayu sengon terhadapat tiga jenis jamur belum dikatakan berhasil. Data di atas menunjukan bahwa kelas keawetan kayu sengon hasil penelitian di laboratorium tidak sesuai dengan literatur yang diperoleh. Hal ini diduga karena adanya hifa jamur yang masuk ke dalam kayu sengon. Hifa jamur yang masih tertinggal di dalam contoh uji akan mempengaruhi bobot akhir contoh uji setelah diumpankan. Selain itu, ukuran dan arah serat dari standar JIS K 1571- 2004 yang mengharuskan contoh uji berukuran 2 × 2 × 1 cm³ dan memilki arah serat cross section. Arah serat cross section memilki kemungkinan yang besar untuk masuknya hifa ke dalam kayu karena arah serat cross section memiliki pori- pori yang lebih besar sehingga hifa jamur lebih mudah masuk ke dalam kayu. Hasil analisis ragam dengan menggunakan selang kepercayaan 99, dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata antara jenis jamur, dan contoh uji kayu terhadap persentase penurunan bobot kayu, artinya jamur pelapuk kayu dan kayu contoh uji sangat berpengaruh terhadap persentase bobot kayu serta kayu contoh uji sangat mempengaruhi tingkat persentase penurunan bobot yang berbeda dengan menggunakan tiga jenis jamur pelapuk kayu. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai Fhit 0,01. Tabel 4 Hasil analisis ragam persentase penurunan bobot contoh uji kayu terhadap kayu uji dan jenis jamur pelapuk kayu Sumber DF Jumlah Nilai Tengah F PrF Jumlah faktor 2 35,7 17,8 18,9 0,01 Total 26 58,3 berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0,01 Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata persentase penurunan bobot kayu pada tiga jenis jamur pelapuk kayu Faktor pengaruh Nilai Tengah Jumlah Ulangan Perlakuan Jenis Jamur Persentase penurunan bobot kayu 3,7 9 S. commune Persentase penurunan bobot kayu 1,5 9 P. ostreatus Persentase penurunan bobot kayu 1,1 9 P. djamor nilai persentase penurunan bobot kayu tertinggi Untuk mengetahui adanya hubungan antara kayu contoh uji dengan ketiga jenis jamur yang mempengaruhi persentase penurunan bobot kayu contoh uji, maka dilakukan uji Duncan untuk mengetahuinya. Pada uji Duncan juga dapat diketahui jenis jamur pelapuk kayu yang memiliki pengaruh terbesar dalam menurunkan bobot kayu contoh uji. Perlakuan yang menggunakan jamur S. commune menunjukkan nilai tengah yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan jamur P. ostreatus dan juga jamur P. djamor. Nilai tengah merupakan hasil dari persentase penurunan bobot kayu yang terjadi pada kayu contoh uji terhadap masing-masing jamur pelapuk kayu. Perbedaan penggunaan jenis jamur sangat berpengaruh pada persentase penurunan bobot. Hal tersebut dapat dilihat pada faktor pengaruh yang menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara jenis jamur yang digunakan dengan persentase penurunan bobot kayu. Jenis jamur pelapuk kayu yang berbeda mempengaruh besarnya persentase penurunan bobot yang terjadi pada kayu contoh uji.

4.3 Ketahanan Kayu terhadap Tiga Jenis Jamur Pelapuk Kayu