Penelitian Utama Pembahasan .1 Penelitian Pend

27 pada media air sumur 0,15+0,08 mg O 2 . g -1 . jam -1 , sedangkan pada media air purewater 0,14+0,08 mg O 2 . g -1 . jam -1 . Berdasarkan hasil tersebut, maka dalam pengangkutan dengan waktu sampai dengan 120 jam, diperlukan oksigen untuk respirasi 40 ekor ikan ukuran 2 g adalah 1.440 mg O 2 . Kebutuhan oksigen ikan- ikan kecil per satuan berat lebih besar daripada kebutuhan ikan-ikan ukuran besar Gerbhards, 1965. Oksigen yang dimasukan ke dalam kantong packing sebanyak 3ℓ, berdasarkan rumus PV = nRT, akan didapat oksigen sebanyak 1.970 mg O 2. Dengan demikian, dari jumlah oksigen yang diberikan dan yang dikonsumsi masih seimbang. Hasil uji laju ekskresi TAN terlihat bahwa ikan pada media air sumur memiliki tingkat ekskresi TAN lebih tinggi daripada ikan pada media air purewater . Hal tersebut terlihat dari nilai laju ekskresi TAN rata-rata ikan Black Ghost dengan bobot rata-rata 2 g pada media air sumur 0,0067+0,003 mg .ℓ -1 . jam -1 , sedangkan pada media air purewater 0,0060+0,003 mg .ℓ -1 . jam -1 . Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dalam waktu pengangkutan sampai dengan 120 jam TAN yang diekskresikan ikan Black Ghost sebanyak 30 ekor ukuran 2 g pada media air sumur sebesar 19,43 mgℓ, sedangkan pada media air purewater sebesar 17,30 mgℓ. Ghozali 2010 menyatakan bahwa dalam wadah pengangkutan ekskresi TAN penting diketahui karena akumulasinya akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme yang diangku. Laju ekskresi TAN dalam media pengangkutan dipengaruhi oleh laju metabolisme ikan uji dan menurut Spotte 1970 dalam Ghozali 2007 mengemukakan bahwa laju metabolisme hewan air tawar yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat dibandingkan hewan yang lebih besar pada spesies yang sama.

3.2.2 Penelitian Utama

Berdasarkan hasil yang didapat pada Tabel 5 menunjukan bahwa tingkat kelangsungan hidup KH ikan Black Ghost saat uji transportasi mengalami penurunan selama perlakuan berlangsung. Faktor yang mempengaruhi KH uji pengangkutan ikan Black Ghost adalah kualitas air media pengangkutan dan kondisi ikan. Menurut Huct 1971 dalam Ghozali 2007, pengangkutan ikan pada dasarnya adalah usaha menempatkan ikan pada lingkungan baru yang 28 berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif sangat mendadak yang sangat mengancam kehidupan ikan. Keberhasilan mengurangi pengaruh perubahan lingkungan yang mendadak ini akan memberi kemungkinan untuk mengurangi tingkat kematian, yang berarti tercapainya tujuan pengangkutan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan antara lain suhu, pH, oksigen terlarut, amonia dan nitrit Weatherley, 1972 dalam Sitio, 2008. Junianto 2003 menyatakan bahwa faktor kualitas air yang sangat penting pada pengangkutan ikan adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai. Hal tersebut dikarenakan keberadaannya sangat dibutuhkan bagi ikan. Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi terhadap stres, suhu air, pH, konsentrasi CO 2 dan sisa metabolisme lain seperti amonia. Menurut Hardjojo 2005, kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Selain itu, keberadaan oksigen dapat juga mempengaruhi parameter kualitas air lainnya yang berdampak pada kelangsungan hidup ikan. Selama proses pengangkutan konsentrasi DO mengalami penurunan. Penurunan konsentrasi DO secara signifikan terjadi pada jam ke-24 dan 48. Dupree dan Huner 1984 dalam Ardyanti 2007, menyebutkan bahwa konsumsi oksigen oleh ikan tertinggi terjadi selama 15 menit pertama dari pengangkutan. Pada jam ke-120 konsentrasi DO pada setiap perlakuan berturut-turut adalah 5,50+0,12 mgℓ perlakuan A, 5,03+0,16 mgℓ perlakuan B, 5,30+0,16 mgℓ perlakuan C, 5,38+0,06 mgℓ perlakuan D, dan 4,69+0,48 mgℓ perlakuan K. Terlihat media air pengangkutan yang menggunakan 100 purewater perlakuan A memiliki konsentrasi DO yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan yang dicampur dengan purewater perlakuan B, C dan D juga memiliki konsentrasi DO yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kontrol 100 air sumur. Purewater diduga mampu mempertahankan konsentrasi DO lebih baik dibandingkan air sumur pada media pengangkutan, sehingga menyediakan oksigen lebih banyak bagi ikan selama pengangkutan. Hal tersebut diduga karena purewater yang memiliki kandungan logam beration serta zat lainnya lebih 29 rendah sehingga memudahkan menerima difusi oksigen dari udara oksigen murni pengepakan. Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan dari atmosfir Boyd, 1992. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35, difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun Effendi, 2003. Menurut Huet 1971 dalam Ardyanti 2007, menambahkan bahwa goncangan berdampak positif, yaitu membantu difusi oksigen ke dalam air. Goncangan setiap 1 menit dari perangkat mesin simulator pengangkutan memberikan turbulensi yang dapat meningkatkan konsentrasi DO di media pengangkutan melalui difusi. Turbulensi antar permukaan air dan udara akan meningkatkan area kontak air dan udara Wheaton, 1977. Ikan Black Ghost yang berukuran kecil, sangat aktif berenang ke atas dan ke bawah perairan dengan lincahnya Indriani, 2001. Aktivitasnya tersebut mengakibatkan kebutuhan akan oksigen menjadi sangat tinggi dan juga menghasilkan CO 2 yang cukup tinggi. Konsentrasi DO pada perlakuan Kontrol 100 air sumur berada di bawah 5 mgℓ. Hal tersebut diduga menjadi salah satu penyebab ikan Black Ghost menjadi stress dan mengalami kematian sehingga nilai KH perlakuan Kontrol menjadi rendah Tabel 6. Menurut Piper 1982 dalam Sufianto 2008, menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut di atas 5 mgℓ dapat menjamin ikan tidak akan mengalami stress dan kandungan oksigen terlarut dalam media pengangkutan harus lebih besar dari 7 mgℓ serta lebih kecil dari tingkat jenuh, sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar CO 2 tinggi dan stress penanganan sehingga untuk persiapan disediakan dua kali kebutuhan normal. Namun, tidak semua ikan pada perlakuan Kontrol mengalami kematian karena menurut Lesmana 2001, kadar terendah DO yang dapat ditoleransi oleh ikan dalam pengangkutan adalah 4,5 mgℓ. Menurut Wedemeyer 1996, kekurangan oksigen biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah yang besar. Mempertahankan kondisi oksigen terlarut DO dalam kisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh 30 yang buruk terhadap kesehatan ikan seperti anoreksia, stres pernafasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian. Suhu selama uji transportasi cenderung mengalami penurunan dari kisaran 27,5 o C sampai 26,33 o C. Hal tersebut dikarenakan suhu lingkungan ruang yang relatif rendah sehingga suhu dalam pengepakan pun menurun. Menurut Setyowati 1995 dalam Sufianto 2008, bahwa suhu lingkungan dapat mempengaruhi suhu dalam kemasan. Namun kisaran penurunan suhu dalam kemasan tersebut hanya 1 o C, sehingga tidak berbahaya bagi ikan uji. Stickney 1979 dalam Ghozali 2007 menyatakan bahwa, secara umum fluktuasi suhu yang membahayakan bagi ikan adalah 5°C dalam waktu 1 jam. Pada jam ke-120 suhu disetiap perlakuan berturut-turut adalah 26,33±0,23 o C perlakuan A, 26,50 o C perlakuan B, 26,50 o C perlakuan C, 26,40 o C perlakuan D, 26,53±0,06 o C perlakuan K. Suhu terendah media pengangkutan sampai dengan 120 jam pengangkutan adalah 26,33+0,33 o C pada perlakuan A 100 purewater. Kondisi tersebut tidak berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan Black Ghost karena masih dalam kisaran hidup ikan Black Ghost 26 o C Indriani, 2001. Menurut Jhingran dan Pullin 1985, untuk pengangkutan jarak jauh dan lama lebih dari 24 jam oksigen harus selalu tersedia dan suhu tidak boleh melebihi 28°C. Derajat keasaman pH selama uji pengangkutan mengalami penurunan secara signifikan, hal tersebut diduga karena adanya peningkatan CO 2 selama pengangkutan berlangsung. Pada saat kandungan CO 2 tinggi maka pH air rendah demikian pula sebaliknya jika rendah maka pH air tinggi Boyd, 1990. Rata-rata pH terendah selama uji pengangkutan, yaitu perlakuan K 100 air sumur sebesar 6,50±0,10 pada jam ke-120 Lampiran 9. Nilai pH merupakan parameter lingkungan yang bersifat mengontrol laju metabolisme melalui kontrol terhadap aktivitas enzim Aini, 2008. Menurut Wardoyo dan Djokosetyanto 1988, nilai pH air yang ideal untuk pengangkutan adalah 6,5 sampai 8,5 dan nilai pH optimal untuk pengangkutan ikan hidup adalah 6-7. Menurut Indriani 2001 keasaman pH yang cocok untuk ikan Black Ghost sekitar 6,6; namun dengan pH 6-7 pun ikan ini masih dapat hidup. Keasaman pH purewater relatif stabil pada nilai 31 kisaran 7 Purewatercleo, 2010, sehingga lebih optimal untuk keberlangsungan hidup ikan Black Ghost. Pada jam ke-48 hingga jam ke-72, terjadi peningkatan CO 2 yang cukup tinggi disetiap perlakuan. Kadar CO 2 pada jam ke-72 berturut-turut adalah 56,60±5,77 mgℓ perlakuan A; 59,93±9,99 mgℓ perlakuan B; 56,60±69,92 mgℓ perlakuan C; 59,93 mgℓ perlakuan D dan 59,93±9,99 mgℓ perlakuan K. Peningkatan kadar CO 2 terus berlanjut hingga uji transportasi berakhir. Kadar CO 2 yang melebihi 50 mgℓ tersebut mengakibatkan kematian ikan uji disetiap perlakuan, karena menurut Fry dan Noris 1962 kadar 50-100 mgℓ dapat membunuh ikan dalam waktu relatif lama. Kadar CO 2 dalam air juga mempengaruhi pH air. Pada saat kandungan CO 2 tinggi maka pH air rendah demikian pula sebaliknya jika rendah maka pH air tinggi Boyd, 1990. Peningkatan kadar CO 2 yang sangat signifikan tersebut, diduga salah satu penyebab penurunan tingkat kelangsungan hidup KH yang cukup drastis pada waktu yang sama Tabel 5. Perlakuan K dan perlakuan B penurunan KH pada jam ke-24 dan jam ke-72 yang terjadi cukup besar. Hal tersebut diduga karena tingginya kadar CO 2 dan diikuti menurunnya konsentrasi DO yang cukup drastis pada jam ke-48 Tabel 6, sehingga mengakibatkan ikan menjadi stress bahkan ada yang mengalami kematian. Namun, tidak semua ikan mengalami kematian karena menurut Wheaton 1977, dalam sistem akuatik perairan memungkinkan memiliki karbon dioksida dan oksigen dalam kadar tinggi, tetapi ini jarang terjadi serta tidak menjadi masalah yang dipertimbangkan ketika menggunakan oksigen untuk menentukan kualitas air. Konsentrasi total amonia nitrogen TAN meningkat secara signifikan hingga jam ke-72 disetiap unit perlakuan. Hal tersebut dikarenakan pada awal perlakuan, ikan bergerak sangat aktif sehingga tingkat metabolisme ikan meningkat dan menyebabkan laju eksresi TAN juga meningkat. Pada jam ke-96 konsentrasi TAN mengalami penurunan sesaat dan meningkat kembali hingga jam ke-120. Menurut Handayani dan Samsundari 2005 dalam Wibisono 2010, penurunan konsentrasi TAN diduga karena komponen konsentrasi TAN yang berbentuk NH 3 menguap ke udara atau masuk ke dalam darah ikan melalui proses 32 difusi. Pada jam ke-120 Gambar 6 menunjukan kadar konsentrasi TAN tertinggi pada perlakuan K 100 air sumur jam ke-120, yaitu sebesar 7,29±0,77 mgℓ. Nilai konsentrasi amonia NH 3 diperoleh dari data konsentrasi TAN dengan memperhitungkan kondisi pH dan suhu pada setiap perlakuan dengan menggunakan tabel presentase amonia tidak terionisasi Tabel 2. Kadar konsentrasi NH 3 pada media pengangkutan mengalami peningkatan hingga jam ke-48. Kisaran konsentrasi NH 3 dari setiap perlakuan pada jam ke-48, yaitu 0,0278–0,0364 mgℓ Lampiran 15. Peningkatan NH 3 dalam air media pengangkutan berasal dari buangan metabolit ikan. Froese 1985 menyatakan laju metabolisme ikan selama pengangkutan sampai tiga kali lebih tinggi dari metabolisme rutin, sehingga menyebabkan laju ekskresi hasil metabolisme selama proses pengangkutan meningkat pula. Peningkatan NH 3 tersebut diduga mengakibatkan penurunan KH di setiap unit perlakuan Tabel 6 yang cukup drastis, karena menurut menurut Sawyer dan McCarty 1978 dalam Effendi 2003 menyatakan bahwa kadar NH 3 diperairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,02 mgℓ. Pada jam ke-48 tersebut juga terjadi penurunan DO Tabel 5 yang cukup signifikan sehingga mengakibatkan NH 3 menjadi lebih toksik beracun terhadap ikan uji. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi 2003, bahwa toksisitas amonia NH 3 terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut DO, pH dan suhu. Perlakuan K 100 air sumur memiliki konsentrasi DO terendah pada jam ke-48 Tabel 5 sehingga penurunan KH yang terjadi paling tinggi Tabel 6 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada Gambar 7 terlihat bahwa setelah jam ke-48 konsentrasi NH 3 mengalami penurunan hingga jam ke-120. Nilai terendah konsentrasi NH 3 jam ke- 120, yaitu sebesar 0,0153±0,0057 mgℓ pada perlakuan K 100 air sumur dan tertinggi jam ke-120 sebesar 0,0204±0,0027 mgℓ pada perlakuan D 75 purewater + 25 air sumur. Penurunan konsentrasi NH 3 tersebut diduga karena menurunnya KH, maka buangan metabolit menjadi berkurang. Penyebab penurunan konsentrasi NH 3 lainnya diduga karena adanya penurunan pH dan suhu yang drastis setelah jam ke-48 tersebut. Menurut Supriyono et al. 2007 rendahnya suhu dan pH juga berpengaruh terhadap laju eksresi amonia oleh ikan, 33 semakin rendah suhu maka laju ekskresi amonia akan semakin rendah. Boyd 1992 menyatakan bahwa semakin rendah pH dan suhu maka amonia yang dalam bentuk amonia tak terionisasi NH 3 akan semakin kecil. Berdasarkan Gambar 8, menunjukan bahwa konsentrasi nitrit NO 2 ˉ di media pengangkutan ikan Black Ghost terjadi penurunan hingga jam ke-120. Hal tersebut diduga karena terjadi penurunan konsentrasi NH 3 . Nitrit NO 2 ˉ merupakan bentuk peralihan dari amonia dan bersifat toksik Effendi, 2000. Kisaran nilai konsentrasi NO 2 ˉ jam ke-120, yaitu sebesar 0,10-0,65 mgℓ. Kisaran nilai konsentrasi NO 2 ˉ tergolong berbahaya bagi ikan uji karena menurut Moore 1991 dalam Effendi 2003, menyatakan bahwa kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mgℓ dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif. Keberadaan NO 2 ˉ sangat penting untuk diketahui, karena menurut Boyd 1990, apabila konsentrasi methemoglobin hasil oksidasi haemaglobin oleh NO 2 ˉ dalam darah ikan mencapai 50, ikan akan mengalami hypoxia yang dapat menyebabkan kematian terutama apabila konsentrasi oksigen terlalu rendah. Pada Gambar 9 terlihat bahwa adanya peningkatan kesadahan terhadap semua perlakuan selama uji transportasi dengan waktu pengangkutan sampai dengan 120 jam. Nilai rata-rata kesadahan di media pengangkutan terendah, yaitu pada perlakuan A 100 purewater sebesar 17,24 mgℓ CaCO 3 jam ke-0, sedangkan nilai rata-rata kesadahan tertinggi pada perlakuan K 100 air sumur sebesar 118,20 mgℓ CaCO 3 jam ke-120 . Kisaran kesadahan tersebut tidak berbahaya bagi ikan uji karena menurut Swingle 1968 dalam Mukti 2006 menyatakan bahwa kesadahan yang kurang dari 15 mgℓ CaCO 3 equivalen, akan menyebabkan pertumbuhan organisme perairan menjadi lambat dan bahkan akan menyebabkan kematian. Effendi 2003 menyatakan bahwa kesadahan adalah gambaran kation logam divalen valensi dua. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi nilai kesadahan, maka semakin tinggi konsentrasi logam atau ion yang terkandung dalam perairan tersebut. Pernyataan tersebut diperkuat bahwa kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun kesadahan kalsium dan magnesium membentuk senyawa kompleks dengan logam berat tersebut Effendi, 2003. 34 Konduktivitas media pengangkutan untuk semua perlakuan mengalami peningkatan selama uji transportasi sampai dengan 120 jam Gambar 10. Nilai rata-rata kesadahan di media pengangkutan terendah, yaitu pada perlakuan A 100 purewater sebesar 0,34 µmhoscm jam ke-0, sedangkan nilai rata-rata kesadahan tertinggi pada perlakuan K 100 air sumur sebesar 0,97 µmhoscm jam ke-120 . Konduktivitas adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai konduktivitas. Reaktivitas, bilangan valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai konduktivitas Mackereth et al., 1989 dalam Effendi, 2003. Berdasarkan penjabaran kesadahan dan konduktivitas di atas, bahwa nilai kesadahan dan konduktivitas menunjukan konsentrasi ion yang terkandung dalam perairan. Hasil tersebut juga dapat merepresentasikan nilai salinitas karena menurut Boyd 1988 dalam Effendi 2003 menyatakan bahwa salinitas merupakan konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Data kesadahan Lampiran 19 dan konduktivitas Lampiran 21 yang diperoleh menunjukan perlakuan yang menggunakan purewater perlakuan A atau penambahan purewater dalam media pengangkutan perlakuan B, C dan D memiliki nilai kesadahan dan konduktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan K 100 air sumur. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa perlakuan K memiliki konsentrasi total ion yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Tingginya konsentrasi total ion dapat mengurangi kelarutan oksigen DO dalam media air pengangkutan, sehingga diduga berdampak pada menurunnya tingkat kelangsungan hidup KH karena kekurangan oksigen. Menurut Wheaton 1977 menyatakan bahwa meningkatnya salah satu parameter air berupa konsentrasi total ion atau suhu akan mengurangi kandungan oksigen pada saat jenuhsaturasi. Berdasarkan data hasil uji transportasi ikan Black Ghost yang diperoleh Tabel 5, menunjukan bahwa perlakuan telah memberi pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup KH. Perbedaan yang nyata antara kontrol dengan perlakuan terjadi dimulai pada jam ke-48. Pada jam ke-48 tersebut, KH tertinggi terjadi pada perlakuan A dan perlakuan D dengan nilai KH yang sama, 35 yaitu sebesar 94,17+1,44, sedangkan KH terendah terjadi pada kontrol sebesar 85,00+6,61. Berdasarkan hasil analisis biaya Lampiran 28 perlakuan D secara ekonomis lebih efisien dan menghasilkan keuntungan terbesar dibandingkan dari semua perlakuan. Keuntungan yang diperoleh mencapai Rp.136.017,00 per kantong packing untuk perlakuan D. Keuntungan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan transportasi ikan Black Ghost secara konvensional. Transportasi ikan Black Ghost secara konvensional adalah transportasi ikan Black Ghost yang biasa dilakukan oleh praktisi budidaya ataupun eksportir, dimana media pengangkutan menggunakan air sumur tanpa filtrasi dan kepadatan ikan yang rendah. Adapun kepadatan maksimal yang sering digunakan adalah 25 ekorℓ, sedangkan penelitian ini menggunakan 40 ekorℓ. Asumsi tingkat kematian berkisar 10 untuk durasi transportasi 2 hari 48 jam dan 30 untuk durasi transportasi 5 hari 120 jam. Dari hasil perhitungan analisis biaya Lampiran 26 transportasi konvensional selama 2 hari hanya menghasilkan keuntungan sebesar Rp.79.626,00 per kantong. Pada jam ke-120, KH tertinggi terjadi pada perlakuan A sebesar 69,17+3,82, sedangkan KH terendah terjadi pada kontrol sebesar 20,83+13,77. Hal tersebut diduga karena media pengangkutan perlakuan A yang menggunakan 100 purewater dapat mempertahankan kualitas air media pengangkutan yang lebih baik. Untuk perlakuan B, perlakuan C dan perlakuan D yang menggunakan percampuran purewater, menunjukan nilai KH yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil analisis biaya Lampiran 29 menunjukan perlakuan A pada jam ke-120 memberikan keuntungan paling besar. Keuntungan yang diperoleh mencapai Rp.87.850,00 per kantong packing. Keuntungan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan transportasi ikan Black Ghost secara konvensional selama 5 hari 120 jam, yang hanya menghasilkan keuntungan sebesar Rp.57.126,00 Lampiran 28. Perbedaan keuntungan ekonomis tersebut di atas, akan signifikan serta linear seiring dengan perubahan biaya angkut dan harga ikan. Setelah uji transportasi, ikan Black Ghost dipelihara selama 10 hari. Dari hasil uji statistik tingkat kelangsungan hidup KH ikan Black Ghost selama 36 pemeliharaan Tabel 7, terlihat perbedaan yang nyata antar perlakuan dimulai hari ke-5. Tingkat kelangsungan hidup KH tertinggi pada hari ke-5 terjadi pada perlakuan A sebesar 84.44±3.85, sedangkan KH terendah terjadi perlakuan K sebesar 64.44±16.78. Untuk KH tertinggi pada hari ke-10, yaitu pada perlakuan A sebesar 71+8,07, sedangkan KH terendah terjadi pada perlakuan K sebesar 45+38,92. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan uji dapat beradaptasi pasca pengangkutan. Laju pertumbuhan harian LPH tertinggi dari pemeliharaan ikan Black Ghost adalah perlakuan D sebesar 0,48. Untuk LPH terendah terjadi pada perlakuan B sebesar 0,19. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan Black Ghost masih dapat tumbuh normal pasca pengangkutan. 38

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perbandingan komposisi purewater dan air sumur memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup KH ikan Black Ghost dan kualitas air media pengangkutan ikan. Pengaruh yang nyata terhadap KH mulai terjadi saat jam ke-48. Pengangkutan ikan Black Ghost dengan kepadatan tinggi 40 ekorℓ dalam media pengangkutan menjadi paling tidak 50 dapat mempertahankan KH dan kualitas media pengangkutan yang baik sampai dengan jam ke-48. Pada jam ke-48 tersebut, KH tertinggi terjadi pada perlakuan A dan perlakuan D dengan nilai KH yang sama, yaitu sebesar 94,17+1,44. Namun secara ekonomis perlakuan D 70 purewater + 25 air sumur lebih menguntungkan. Pada jam ke-120, perlakuan A 100 purewater menghasilkan nilai KH tertinggi sebesar 69,17+3,82 dengan nilai oksigen terlarut DO sebesar 5,50+0,12 mgℓ dan nilai total amonia nitrogen TAN sebesar 6,77±0,58 mgℓ. Perlakuan A dengan komposisi 100 purewater memiliki kualitas air yang relatif lebih baik dan stabil pada media pengangkutan ikan sistem tertutup serta menghasilkan KH yang tinggi. Pemeliharaan ikan Black Ghost selama 10 hari pasca uji transportasi menunjukan perlakuan A memiliki KH tertinggi sebesar 71+8,07, sedangkan untuk laju pertumbuhan harian LPH tertinggi adalah perlakuan D sebesar 0,48.

4.2 Saran

Untuk mengoptimalkan hasil yang didapat, perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap padat tebar, reduksi zat toksik dan respon stres ikan dalam media purewater .