MIKROENKAPSULASI Pengaruh Komposisi Bahan Pengkapsul Terhadap Kualitas Mikrokapsul Oleoresin Lada Hitam (Piper nigrum L.)

Tabel 4. Persyaratan mutu oleoresin lada SNI 0025-1987-B Karakteristik Persyaratan Warna Bentuk Aroma Kadar piperin bb min Kadar minyak atsiri vv min Indeks bias minyak atsiri n d 25 Sisa pelarut dalam oleoresin maks Coklat muda, coklat kehijauan, coklat Pasta cair, pasta kental Khas lada 35,0 10,0 1,4820 – 1,4960 Tergantung syarat negara pengimpor

C. MIKROENKAPSULASI

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses pengkapsulan bahan aktif yang berbentuk cair atau padat dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat fisika dan kimia seperti yang dikehendaki. Bahan pengkapsul yang berfungsi sebagai dinding pembungkus bahan inti tersebut dirancang untuk melindungi bahan-bahan terbungkus dari faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas bahan tersebut Rosenberg et al., 1990. King 1995 menyatakan bahwa apabila ukuran partikel 5000 µ m disebut makrokapsul, ukuran partikel antara 0,2 sampai 5000 µ m disebut mikrokapsul, dan bila ukurannya kurang dari 0,2 µ m disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung dari teknik pengkapsulannya, jenis polimer yang digunakan, dan jenis bahan inti yang dikapsulkan Jackson and Lee, 1991. Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi, pada umumnya adalah industri makanan. Risch 1995 menyatakan bahwa mikroenkapsulasi banyak digunakan untuk mempertahankan flavour, asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, pewarna, dan garam. Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai flavor alami, seperti minyak atsiri dan oleoresin, maupun flavor buatan. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah flavour terlindungi dari perubahan dekstruktif penguapan selama penyimpanan, mudah dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan serangga higienis, berkadar air rendah, dan dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavour yang distandardisasi Koswara, 1995. Bakan 1973 mengemukakan bahwa proses mikroenkapsulasi secara umum melalui tiga tahap yaitu: a. Bentuk tiga fase kimia yang belum saling bercampur, yaitu fase pembawa air, fase material inti yang akan dilapisi dan fase pengkapsul. b. Penempelan bahan pengkapsul pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini terjadi karena bahan pengkapsul diadsorbsikan pada antar permukaan yang terbentuk antara materi inti dan bahan cair. c. Pemadatan pelapis untuk membentuk mikroenkapsul yang biasanya terjadi akibat adanya panas. Menurut Bakan 1973, keberhasilan suatu mikroenkapsulasi dan sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter penting, yakni : a. Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat atau cair b. Bahan pengkapsul yang digunakan c. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan fisika atau kimia d. Tahapan proses mikroenkapsulasi e. Struktur dinding mikrokapsul Berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan inti, komposisi bahan pengkapsul, dan metode mikroenkapsulasi; mikrokapsul yang dihasilkan dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yakni tipe berinti tunggal simpelmonocore, tak teratur irregular, berinti banyak multi-core, multilapis multi-wall, dan matrik Gibbs et al. , 1999. Kelima morfologi mikrokapsul tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Morfologi dari tipe mikrokapsul yang berbeda Gibbs et al., 1999. Beberapa metode proses enkapsulasi yang sudah dikomersilkan untuk penggunaan bahan makanan yaitu 1 metode spray drying, 2 pengkapsulan dengan suspensi udara, 3 ekstruksi dan, 4 spray cooling atau spray chilling. Proses enkapsulasi dapat pula dilakukan dengan teknik koaservasi, kokristalisasi, dan thin layer drying. Kokristalisasi merupakan metode yang menggunakan sukrosa sebagai bahan pengkapsul merujuk penelitian mikroenkapsulasi oleoresin pala Chandrayani, 2002. Enkapsulasi pada metode ini terjadi akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang menghasilkan bentuk berkelompok sehingga menyalut bahan inti. Koaservasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan fenomena pemisahan fase dalam sistem koloid. Pemisahan fase erat kaitannya dengan pengendapan atau flokulasi zat koloid Soottitantawat et al., 2005. Metode thin layer drying dilakukan dengan menyalut bahan inti dengan bahan pengkapsul tertentu kemudian dikeringkan menjadi lembaran tipis. Selanjutnya lembaran ini digiling sehingga berbentuk serbuk. Suspensi udara berfungsi sebagai alat mikroenkapsulasi dimana partikel padatan yang akan diselaputi ada pada suatu kolom udara panas dan kemudian disemprot dengan bahan pengkapsul dari atas melalui nozzle yang akan menghasilkan lapisan-lapisan tipis pada permukaan partikel. Dziezak, 1988. Spray cooling atau spray chilling adalah metode mikroenkapsulasi dengan lemak sebagai bahan pengkapsulnya Bakan dan Anderson, 1987. Lemak didinginkan pada suhu tertentu sehingga bahan inti yang berbentuk padat seperti vitamin dan mineral terkapsulkan didalamnya Risch, 1995 Metode spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam proses mikroenkapsulasi pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah tersedia Gouin, 2004. Mikroenkapsulasi dengan teknik ini merupakan yang paling tua untuk proses enkapsulasi dan digunakan pertama kali sekitar tahun 1930an untuk membuat perisa dengan gum akasia sebagai bahan pengkapsulnya Shahidi Han, 1993. Diagram skematik proses spray drying dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram skematik proses spray drying Keuntungan penggunaan metode spray drying antara lain adalah peralatan yang digunakan sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam penggunaan bahan pengkapsul, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan stabilitas flavour yang dihasilkan juga sangat baik Reineccius, 1988. Keuntungan lainnya adalah teknologi ini sudah banyak dikuasai sehingga mudah diaplikasikan, mampu memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pengkapsul yang mengendap Thies, 1996. Dibandingkan dengan metode freeze-drying , biaya spray drying 30-50 kali lebih murah Desobry et al., 1997. Proses yang terdapat dalam spray drying ada tiga tahap : 1 persiapan bahan emulsi, 2 homogenisasi, dan 3 penyemprotan emulsi ke dalam chamber atomisasi massa pada tempat pengeringan. Tahap pertama adalah pembentukan emulsi yang stabil dari bahan inti dalam larutan pengkapsul. Emulsi yang akan diatomisasi dipreparasi dulu dengan cara mendispersikan bahan inti, yang biasanya hidrofobik, dalam larutan bahan pengkapsul yang immisibel. Dispersi ini harus dihomogenisasi dengan atau tanpa pengemulsi. Pada awal proses spray drying, droplet emulsi berdiameter 1-100 μm Dziezak, 1988. Emulsi minyak dalam air yang dihasilkan kemudian diatomisasi ke dalam udara panas yang dihembuskan ke drying chamber dan penguapan zat pelarut biasanya air mendorong pembentukan mikrokapsul. Partikel yang disemprotkan diasumsikan sebagai parikel yang berbentuk bola dengan minyak terbungkus didalamnya, dalam fase aquatik Dziezak, 1988 . Proses atomisasi bertujuan agar dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, sehingga transfer panas antara udara panas dan suspensi larutan dapat optimal. Proses kontak antara partikel hasil atomisasi dan udara pengering adalah proses pengeringan. Proses ini terjadi pada suhu antara 150-220°C. Proses penguapan air bahan berlangsung sangat cepat sekitar 5 detik Corrigan, 1995. Waktu eksposisi dan evaporasi air yang cepat menjaga temperatur inti dibawah 40 o C walaupun proses spray drying menggunakan suhu tinggi Dubernet dan Benoit, 1986 . Tabel 5 berikut merupakan beberapa penelitian tentang mikroenkapsulasi metode spay drying beberapa bahan aktif. Tabel 5. Mikroenkapsulasi beberapa bahan aktif dengan metode spray drying No Bahan Inti Bahan Pengkapsul Suhu Umpan o C Suhu Inlet o C Suhu Outlet o C 1 Anhydrous milk fat Protein whey laktosa 50 160 80 2 Etil butirat etil kaprilat Protein whey laktosa 5 160 80 3 Oregano, citronela dan marjoram Protein whey protein susu TD 185-195 85-95 4 Minyak kedelai Sodium kaseinat karbohidrat TD 180 95 5 Kalsium sitrat, kalsium laktat Turunan selulosa asam polimetakrilik TD 120-170 91-95 6 Likopen Gelatin sukrosa 55 190 52 7 Minyak ikan Turunan pati sirup glukosa TD 170 70 8 Minyak esensial kardamom Gum Mesquite Suhu ruang 195-205 105-115 9 Arakidonil L-askorbat Maltodekstrin gum arab polisakarida kedelai TD 200 100-110 10 Oleoresin kardamom Gum arab pati termodifikasi maltodekstrin TD 160-180 115-125 11 Bixin Gum arab maltodekstrin sukrosa Suhu ruang 180 130 12 D-Limonen Gum arab pati termodifikasi maltodekstrin TD 200 100-120 13 L-Menthol Gum arab pati termodifikasi TD 180 95-105 14 Oleoresin lada hitam Gum arab pati termodifikasi TD 176-180 105-115 15 Oleoresi kurkumin Gum arab pati termodifikasi maltodekstrin TD 158-162 115-125 16 Minyak ikan Pektin bitsirup glukosa TD 170 70 17 Minyak esensial Caraway Protein susu protein whey maltodekstrin TD 175-185 85-95 18 Asam lemak rantai pendek Maltodekstringum arab TD 180 90 Keterangan : TD : Tidak dilaporkan Sumber : Gharsallaoui et al. 2007 Mikroenkapsulasi oleoresin lada hitam metode spray drying telah dilakukan oleh Saikh et al. 2006 dengan menggunakan gum arab dan pati termodifikasi Hi- Cap. Gum arab dilaporkan memiliki kemampuan proteksi lebih baik daripada pati termodifikasi dilihat dari waktu paruh t 12 perlindungannya. Waktu paruh mikrokapsul dengan gum arab mencapai 71 minngu sementara dengan pati termodifikasi hanya 55 minggu. Menurut Gharsallaoui et al., 2007, gum arab memiliki kemampuan yang sangat baik sebagai bahan pengkapsul namun mahalnya biaya, minimnya suplai, dan variasi kualitas membatasi pemakaiannnya. Hal ini mendorong para peneliti mencari bahan pengkapsul alternatif.

D. BAHAN PENGKAPSUL