Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe

(1)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh DESMAWARNI

F34103005

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Persembahan untuk ibunda...


(3)

RIWAYAT HIDUP

Desmawarni dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari hasil kolaborasi hebat M.Syar’i (Alm) dan Salimah. Pada tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Kota Jambi dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama di bangku kuliah penulis pernah menjadi anggota Dewan Keluarga Masjid Al-Hurriyah pada tahun 2003-2004. Pada tahun selanjutnya penulis dipercaya menjabat sebagai Pimpinan Perusahaan Buletin Mind, Himalogin. Pada tahun 2005-2006 penulis berkesempatan untuk berperan aktif sebagai staff Departemen Public Relation, Biro Infokom, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri dan di tahun yang sama penulis kembali dipercaya sebagai Pimpinan Umum Buletin Mind. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Gambar Teknik pada tahun 2005-2006 dan asisten praktikum Peralatan Industri pada tahun 2006-2007.

Selain itu penulis juga mendapatkan beberapa beasiswa diantaranya dari YAAB-ORBIT Pusat pada tahun 2003-2005, PPA pada tahun 2005-2007 dan Yayasan GOODWILL Internasional pada tahun 2007. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di Perusahaan Gula Redjosarie, Magetan dengan fokus bidang produksi dan pengawasan mutu gula pasir.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc dan Dr. Ir. Sri Yuliani, MT.


(4)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh:

DESMAWARNI

F34103005

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT

DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: DESMAWARNI

F34103005

Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi

Tanggal lulus: September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc Dr. Ir. Sri Yuliani, MT Pembimbing I Pembimbing II


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

DESMAWARNI


(7)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatnya yang tidak pernah meninggalkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” ini disusun melalui sebuah penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor.

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut;

1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. selaku dosen pembimbing penelitian di BB Litbang Pascapanen yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT. selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran dan kritik terhadap kesempurnaan penulisan ini.

4. Ayahanda yang telah berada disisi-Nya, Ibunda, ayuk dan abang serta Rafiku atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya buat penulis.

5. Seluruh staf dan para laboran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor (Pak Adom, Pak Tri, Pak Yudi, Bu Pia, Mbak Meli, Mbak Dewi, Mbak Lina, Dani, Pak Danu) yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

6. Teman TINers seperjuangan dan sependeritaan di lab BB Litbang Pascapanen (Mayang, Amet, Windi, Widia, Diani, Ariza, Niken, Riri, Syahrian, Dina) atas kesabarannya, kerjasamanya dan motivasinya bagi penulis yang begitu berarti.

7. Teman sebimbingan Mona dan Ika serta teman setim penelitian Mei dan Dira atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.


(8)

8. Girls Power yang selalu membuat hidup penulis berwarna selama ini, Um-um, Mamin, Mangnyang, Yu2, Ndah, Ne2y, Ndi, Anna, Dike, Bunda, Mee-foe, Er2, D3, D-Viem, Be the best always Girls!

9. Teman dan sekaligus saudara-saudara di Boncu dan Wisma rahayu (Tati, Ani, Arda, Fitri, Nur, Lita, Inggit, Lintang, Tina dan kawan-kawan).

10. Keluarga besar TIN 40, yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Tempat dimana penulis belajar menuntut ilmu, mengenal teman, sahabat, saudara, musuh, dan cinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2007


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN...

A. Latar belakang... B. Tujuan...

1 1 3 II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. Jahe... B. Oleoresin jahe... C. Minyak atsiri jahe... D. Mikroenkapsulasi... E. Spray drying... F. BAHAN PENYALUT...

4 4 5 8 8 11 14 III. METODOLOGI...

A. Bahan dan alat... B. Metode penelitian

1. Ekstraksi oleoresin... 2. Penelitian pendahuluan... 3. Penelitian utama...

19 19 19 19 20 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

1. Ekstraksi oleoresin... 2. Penelitian pendahuluan... 3. Penelitian utama...

A. Mikrokapsul dengan berbagai komposisi bahan penyalut... 1. Total volatile oil dan oil retention... 2. Surface oil...

25 25 27 30 30 31 33


(10)

3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……….... 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... B. Pengaruh kondisi pengeringan terhadap komposisi bahan

penyalut terpilih... 1. Total volatile oil dan oil retention... 2. Surface oil... 3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……… 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... 6. Struktur bentuk dan ukuran dengan SEM... 7. Profil komponen dengan GCMS...

36 37 39

40 41 42 45 47 48 49 52 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 59


(11)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh DESMAWARNI

F34103005

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

Persembahan untuk ibunda...


(13)

RIWAYAT HIDUP

Desmawarni dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari hasil kolaborasi hebat M.Syar’i (Alm) dan Salimah. Pada tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Kota Jambi dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama di bangku kuliah penulis pernah menjadi anggota Dewan Keluarga Masjid Al-Hurriyah pada tahun 2003-2004. Pada tahun selanjutnya penulis dipercaya menjabat sebagai Pimpinan Perusahaan Buletin Mind, Himalogin. Pada tahun 2005-2006 penulis berkesempatan untuk berperan aktif sebagai staff Departemen Public Relation, Biro Infokom, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri dan di tahun yang sama penulis kembali dipercaya sebagai Pimpinan Umum Buletin Mind. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Gambar Teknik pada tahun 2005-2006 dan asisten praktikum Peralatan Industri pada tahun 2006-2007.

Selain itu penulis juga mendapatkan beberapa beasiswa diantaranya dari YAAB-ORBIT Pusat pada tahun 2003-2005, PPA pada tahun 2005-2007 dan Yayasan GOODWILL Internasional pada tahun 2007. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di Perusahaan Gula Redjosarie, Magetan dengan fokus bidang produksi dan pengawasan mutu gula pasir.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc dan Dr. Ir. Sri Yuliani, MT.


(14)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh:

DESMAWARNI

F34103005

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT

DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: DESMAWARNI

F34103005

Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi

Tanggal lulus: September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc Dr. Ir. Sri Yuliani, MT Pembimbing I Pembimbing II


(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

DESMAWARNI


(17)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatnya yang tidak pernah meninggalkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” ini disusun melalui sebuah penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor.

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut;

1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. selaku dosen pembimbing penelitian di BB Litbang Pascapanen yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT. selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran dan kritik terhadap kesempurnaan penulisan ini.

4. Ayahanda yang telah berada disisi-Nya, Ibunda, ayuk dan abang serta Rafiku atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya buat penulis.

5. Seluruh staf dan para laboran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor (Pak Adom, Pak Tri, Pak Yudi, Bu Pia, Mbak Meli, Mbak Dewi, Mbak Lina, Dani, Pak Danu) yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

6. Teman TINers seperjuangan dan sependeritaan di lab BB Litbang Pascapanen (Mayang, Amet, Windi, Widia, Diani, Ariza, Niken, Riri, Syahrian, Dina) atas kesabarannya, kerjasamanya dan motivasinya bagi penulis yang begitu berarti.

7. Teman sebimbingan Mona dan Ika serta teman setim penelitian Mei dan Dira atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.


(18)

8. Girls Power yang selalu membuat hidup penulis berwarna selama ini, Um-um, Mamin, Mangnyang, Yu2, Ndah, Ne2y, Ndi, Anna, Dike, Bunda, Mee-foe, Er2, D3, D-Viem, Be the best always Girls!

9. Teman dan sekaligus saudara-saudara di Boncu dan Wisma rahayu (Tati, Ani, Arda, Fitri, Nur, Lita, Inggit, Lintang, Tina dan kawan-kawan).

10. Keluarga besar TIN 40, yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Tempat dimana penulis belajar menuntut ilmu, mengenal teman, sahabat, saudara, musuh, dan cinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2007


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN...

A. Latar belakang... B. Tujuan...

1 1 3 II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. Jahe... B. Oleoresin jahe... C. Minyak atsiri jahe... D. Mikroenkapsulasi... E. Spray drying... F. BAHAN PENYALUT...

4 4 5 8 8 11 14 III. METODOLOGI...

A. Bahan dan alat... B. Metode penelitian

1. Ekstraksi oleoresin... 2. Penelitian pendahuluan... 3. Penelitian utama...

19 19 19 19 20 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

1. Ekstraksi oleoresin... 2. Penelitian pendahuluan... 3. Penelitian utama...

A. Mikrokapsul dengan berbagai komposisi bahan penyalut... 1. Total volatile oil dan oil retention... 2. Surface oil...

25 25 27 30 30 31 33


(20)

3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……….... 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... B. Pengaruh kondisi pengeringan terhadap komposisi bahan

penyalut terpilih... 1. Total volatile oil dan oil retention... 2. Surface oil... 3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……… 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... 6. Struktur bentuk dan ukuran dengan SEM... 7. Profil komponen dengan GCMS...

36 37 39

40 41 42 45 47 48 49 52 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 59


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Mutu jahe dari berbagai daerah... 5

Tabel 2. Jenis bahan penyalut proses mikroenkapsulasi... 15

Tabel 3. Komposisi bahan penyalut... 22

Tabel 4. Karakteristik oleoresin jahe………... 25 Tabel 5. Komposisi bahan penyalut (konsentrasi 20%) dan

Viskositasnya (cps)...

29

Tabel 6. Hasil pengujian larutan bahan penyalut pada beberapa kondisi spray drying...

30

Tabel 7. Total volatile oil dan oil retention mikrokapsul pada variasi suhu inlet dan laju alir umpan...


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shagaol... 6 Gambar 2. Proses pengeringan pada spray dryer... 13 Gambar 3. Diagram alir ekstraksi oleoresin... 20 Gambar 4. Diagram alir proses mikroenkapsulasi penelitian tahap 2.... 24 Gambar 5. Hubungan antara viskositas bahan penyalut dengan

konsentrasi penyalut dalam larutan...

28

Gambar 6. Total volatile oil mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

31

Gambar 7. Oil retention mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut... 33 Gambar 8. Nilai surface oil mikrokapsul dengan variasi komposisi

bahan penyalut...

34

Gambar 9. Nilai aw mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut……... 37 Gambar 10. Kadar air mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut... 38 Gambar 11. Nilai kelarutan dalam air dari variasi komposisi penyalut.... 39 Gambar 12. Surface oil mikrokapsul dengan variasi suhu inlet dan laju

alir umpan...

42

Gambar 13. Nilai aw mikrokapsul dengan variasi suhu inlet dan laju alir bahan...

45

Gambar 14. Proses hidrasi, awal collaps, dan full collaps pada produk flavor terenkapsulasi...

46

Gambar 15. Kadar air mikrokapsul dengan variasi suhu inlet dan laju alir umpan...

47

Gambar 16. Kelarutan dalam air mikrokapsul dengan dengan variasi suhu inlet dan laju alir bahan...

48

Gambar 17. Morfologi mikrokapsul MSc (suhu 170°C/15ml/menit) dengan menggunakan SEM (20kv, perbesaran 100X (kiri)


(23)

dan1500X (kanan))... Gambar 18. Morfologi mikrokapsul MG dengan menggunakan SEM

(20kv, perbesaran 100X (kiri) dan1500X (kanan))...

50

Gambar 19. Morfologi mikrokapsul MSc (suhu 190°C dan 15ml/menit) dengan menggunakan SEM (20kv, perbesaran 100X (kiri) dan1500X (kanan))...

50

Gambar 20. Morfologi mikrokapsul MSc (suhu 190°C dan 15ml/menit,kiri) dan MG (kanan) dengan menggunakan SEM (20kv, perbesaran 1500X)...


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Analisis oleoresin... 60 Lampiran 2. Analisis mikrokapsul... 62 Lampiran 3. Gambar sampel oleoresin dan mikrokapsul... 65 Lampiran 4. Data kadar air mikrokapsul dengan variasi bahan

penyalut...

66

Lampiran 5. Data nilai aw mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

67

Lampiran 6. Data surface oil produk mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

68

Lampiran 7. Data total volatile oil produk mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

69

Lampiran 8. Data oil retention produk mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

70

Lampiran 9. Data nilai kelarutan dalam air mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

71

Lampiran 10. Data kadar air mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

72

Lampiran 11. Data nilai aw mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

74

Lampiran 12. Data surface oil mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

76

Lampiran 13. Data total volatile oil mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

78

Lampiran 14. Data oil retention mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying………

79

Lampiran 15. Data analisa keragaman kelarutan dalam air variasi kondisi spray drying...

80


(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jahe (Zingiber officinale) memiliki ruang lingkup penggunaan yang cukup luas. Rimpang jahe antara lain digunakan untuk bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan dan minuman, dan juga dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional maupun obat-obatan modern. Semakin luas penggunaan jahe dalam industri akan semakin meningkatkan permintaan akan jahe setiap tahunnya.

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor jahe. Ekspor jahe Indonesia rata-rata meningkat 32.75 % per tahun sedangkan pangsa pasar jahe Indonesia terhadap pasar dunia 0,8 % (Depprind, 2005). Walaupun volume ekspor jahe cukup tinggi, tetapi sebagian besar ekspor jahe masih dalam bentuk bahan mentah (rimpang jahe segar) dan setengah jadi (jahe asinan dan jahe kering), sedangkan dalam bentuk yang diolah (produk jadi) sangatlah sedikit.

Salah satu bentuk olahan jahe yang sangat disukai industri pangan dan obat-obatan di dunia adalah oleoresin. Nilai ekonomis oleoresin diprediksi mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan nilai jahe segar dengan kekuatan flavor 28 kali lebih kuat dibandingkan jahe segar (Purseglove, 1981).

Oleoresin memiliki beberapa keunggulan lain diantaranya adalah (1) dapat menanggulangi masalah kontaminasi mikroba; (2) mengurangi volume dan berat sehingga mengurangi biaya transportasi; (3) memudahkan pengolahan sehingga lebih praktis dalam pembuatan bumbu masak dan produk-produk pangan; (4) menyeragamkan keawetan dan kelezatan; (5) menghindari pemalsuan yang sering terjadi pada rempah-rempah (dengan penambahan kayu dan daun); (6) memungkinkan standarisasi kekuatan flavor; (7) mengandung antioksidan alami; serta (8) memiliki waktu simpan yang lama pada kondisi yang ideal (Djubaedah, 1986; Sudibyo, 1989).

Dibalik keunggulan-keunggulan tersebut bentuk olahan jahe berupa oleoresin ini memiliki beberapa kelemahan. Konsistensinya yang lengket dan


(26)

kental mempersulit penanganan bahan dalam aplikasi di industri sedangkan penggunaannya di industri hanya dalam konsentrasi yang rendah. Disamping itu, perubahan kimia dan organoleptik yang bersifat destruktif juga dapat terjadi pada oleoresin selama penyimpanan. Untuk itu diperlukan suatu cara agar diperoleh bentuk olahan yang lebih mudah ditangani dan juga dapat melindungi mutu bahan aktif yang terdapat di dalam oleoresin. Mikroenkapsulasi dapat menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah-masalah di atas.

Radwick et al. (2002) mendefinisikan mikroenkapsulasi merupakan proses penyalutan suatu bahan aktif baik itu padatan, cairan ataupun gas dalam sebuah bahan polimer penyalut. Mikroenkapsulasi dilakukan untuk melindungi komponen flavor (oleoresin) dari perubahan destruktif dan dapat meningkatkan stabilitas komponen flavor, serta mengubahnya menjadi bubuk free-flowing sehingga dapat menekan kerugian selama penyimpanan dan pendistribusian. Pada penelitian ini dilakukan mikroenkapsulasi oleoresin jahe dengan metode spray drying. Bahan penyalut yang akan digunakan adalah gum arab, maltodekstrin dan natrium kaseinat.

Penelitian enkapsulasi flavor dengan menggunakan gum arab telah banyak dilakukan. Krishnan et al. (2005) juga telah melakukan penelitian menggunakan gum arab, maltodekstrin dan pati termodifikasi yang telah komersil (Hi-cap) sebagai bahan penyalut enkapsulasi oleoresin kapulaga. Kemudian Sootitanwat et al. (2003) menggunakan kombinasi maltodekstrin dan gum arab sebagai bahan penyalut d-limonen, begitu pula Thevenet (1988) menggunakan kombinasi gum arab dan maltodekstrin sebagai penyalut minyak jeruk.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa kombinasi bahan penyalut gum arab dan maltodekstrin lebih efektif melindungi bahan aktif dibandingkan dengan bahan penyalut lainnya. Gum arab memiliki kemampuan retensi yang tinggi dengan sifat emulsifikasi yang baik sedangkan maltodekstrin tidak memiliki kemampuan emulsifikasi namun dapat menurunkan viskositas emulsi dan memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi. Maltodekstrin juga mudah diperoleh dan terjangkau dari segi biaya.


(27)

Sebaliknya penggunaan gum arab cukup berkendala dikarenakan harganya yang mahal dan persediaan terbatas (Trubiano et al., 1988). Oleh karena itu diperlukan adanya bahan penyalut pengganti gum arab atau bahan pendamping gum arab yang dapat digunakan sebagai campuran bahan penyalut yang lebih efektif dengan kemampuan emulsifikasi yang lebih baik daripada penggunaan gum arab murni.

Natrium kaseinat adalah salah satu jenis protein susu yang potensial sebagai bahan penyalut. Keunggulan bahan ini yaitu sifat emulsifikasinya yang sangat baik sehingga bahan aktif atau flavor dapat tersaluti dengan lebih baik di dalam bahan penyalut. Banyak penelitian telah menelaah penggunaan natrium kaseinat sebagai penyalut. Pada penelitian minyak jeruk, retensi flavor yang diperoleh tinggi dengan kadar minyak pada permukaan yang rendah (Kim dan Morr, 1996).

Faktor lain yang menentukan keberhasilan mikroenkapsulasi dengan metode spray drying adalah kondisi spray drying (suhu inlet dan laju alir umpan). Ketidaksesuaian kondisi pengeringan dengan kestabilan bahan penyalut terhadap panas dapat menyebabkan penurunan retensi dan kerusakan struktur mikrokapsul.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari pengaruh komposisi bahan penyalut (tiga jenis bahan penyalut yakni gum arab, maltodekstrin dan natrium kaseinat dalam beberapa komposisi) terhadap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan meliputi nilai total volatile oil, surface oil, oil retention, nilai aw dan kadar air, struktur mikrokapsul, serta kelarutan mikrokapsul tersebut dalam air.

2. Mempelajari pengaruh kondisi spray drying (laju alir umpan dan suhu inlet) terhadap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAHE

Jahe merupakan tanaman herba tahunan yang termasuk ke dalam Divisi Spermatopyhta, Kelas Angiospermae, Subkelas Monocotyledone, Famili Zingiber, Species Zingiber officinale. Kata Zingiber sendiri berasal dari bahasa Sanskerta singibera yang berarti berbentuk tanduk karena bentuk percabangan rimpangnya yang mirip bentuk percabangan tanduk rusa, sedangkan officinale yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Jansen, 1981).

Bagian jahe yang banyak dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang atau rhizoma jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen jika batangnya berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering (umur 9-10 bulan) atau sampai warna agak cokelat (umur 12 bulan). Bentuk rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur dengan daging berwarna kuning atau jingga, berserat dan berbau harum. Panjang rimpang mencapai 7-15 cm dengan lebar 3-6 cm dan tebal 1-2 cm (Koswara, 1995).

Menurut Burkill (1935), jahe dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan ukuran rimpangnya, yaitu jahe besar dan jahe kecil, sedangkan berdasarkan warna dikenal dua macam jahe, yaitu jahe merah dan jahe putih. Di Indonesia jahe dikelompokkan menjadi tiga klon jahe berdasarkan ukuran dan warna rimpang yaitu jahe putih besar, jahe merah dan jahe putih kecil. Di Jawa Barat jahe putih besar dikenal dengan nama jahe badak atau jahe gajah, jahe merah dikenal dengan nama jahe sunti dan jahe putih kecil dikenal dengan nama jahe emprit.

Jahe emprit berwarna putih sampai kuning, mempunyai rimpang relatif kecil, rasa lebih pedas, kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan dengan jahe badak dan lebih rendah bila dibandingkan dengan jahe sunti. Jahe emprit terutama digunakan untuk bumbu dapur dan bahan baku minyak atsiri serta oleoresin. Kandungan minyak atsiri pada jahe adalah 1.5-3.5% berdasarkan berat kering (dry basis). Jahe kering yang diolah


(29)

menjadi minyak atsiri dan oleoresin berasal dari jahe yang sudah tua, yang dipanen pada umur 9 bulan atau lebih (Yuliani et al., 1991). Tabel 1 dibawah ini akan memperlihatkan mutu jahe dari berbagai daerah dan standar mutu perdagangan. Dari tabel terlihat jahe merah memiliki kadar minyak atsiri tertinggi, dan jahe putih besar memiliki kadar atsiri terendah.

Tabel 1. Mutu jahe dari berbagai daerah Jenis Daerah asal Kadar air (%) Kadar minyak atsiri (ml/100gr) Kadar abu (%) Jahe putih kecil

Jahe putih kecil Jahe putih kecil Jahe putih kecil Jahe putih besar Jahe putih besar Jahe kuning Jahe kuning Jahe merah Jahe merah Standar Perdagangan Bengkulu Sukabumi Cipanas Bali Bogor Cianjur Jambi Madiun Bengkulu Kalimantan 6.70 12.6 10.6 11.8 8.60 13.9 19.4 12.2 6.50 7.80 12.0 2.14 3.05 3.22 2.71 1.12 1.62 2.12 1.60 3.92 3.96 1.50 10.5 7.20 8.90 7.80 9.70 6.60 - 9.00 15.9 7.40 8.00 Sumber : Koswara (1995)

B. OLEORESIN JAHE

Oleoresin adalah gabungan dari resin dan minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman tertentu dengan mempergunakan pelarut organik misalnya oleoresin dari rempah-rempah. Oleoresin berbentuk padat atau semi padat dan biasanya konsistensinya lengket. Selain mengandung resin dan minyak atsiri, oleoresin juga mengandung bahan lain seperti senyawa aromatik, zat warna, vitamin, dan lainnya yang penting dari rempah tersebut (Whitteley et al., 1952). Bentuk oleoresin jahe berupa cairan pekat berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35% (Koswara, 1995).

Secara umum, oleoresin jahe tersusun oleh komponen-komponen gingerol dan zingerone yang merupakan senyawa fenol dan ketofenol, shogaol (senyawa homolog zingerone), minyak atsiri dan resin. Kandungan oleoresin jahe segar antara 0,4-3,1%, tergantung umur panen dan tempat tumbuhnya.


(30)

Semakin tua umur jahe, semakin besar kandungan oleoresinnya. Komposisi kuantitatif oleoresin jahe tergantung pada suhu dan jenis pelarut, jenis jahe dan komposisi pelarut yang digunakan (Koswara, 1995).

Menurut Purseglove (1981), komponen utama pemberi pedas adalah gingerol, yaitu 1-(4’-hydroxy-3’-methoxyphenyl)-5-hydroxyalkan-3-one) yang merupakan deret homolog alkil keton. Senyawa ini mempunyai rantai cabang yang berbeda-beda panjangnya. Sesuai dengan jumlah atom C pada rantai cabangnya, dikenal (3)-, (4)-, (5)-, (6)-, (8)-, dan (10)-gingerol. Gingerol terdapat pada jahe yang masih segar. Dalam pengolahan dan bila dikeringkan, gingerol dapat berubah menjadi shogaol yaitu 1-(4-hidroksi-3-metoksi fenil)-4-dekana-3-one yang merupakan senyawa dengan gugus beta tak jenuh. Gingerol dapat terdegradasi lebih lanjut menjadi zingerone dan aldehid pada suhu tinggi.

Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shogaol seperti yang terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shagaol (Darsana, 1995)


(31)

Oleoresin mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bentuk olahan jahe lainnya, karena mempunyai rasa dan aroma seperti aslinya. Keunggulan oleoresin adalah (1) dapat menanggulangi masalah kontaminasi mikroba; (2) mengurangi volume dan berat sehingga mengurangi biaya transportasi; (3) meningkatkan nilai ekonomi jahe; (4) memudahkan pengolahan sehingga lebih praktis dalam pembuatan bumbu masak dan produk-produk pangan; (5) menyeragamkan keawetan dan kelezatan; (6) menghindari pemalsuan yang sering terjadi pada rempah-rempah (dengan penambahan kayu dan daun); (7) memungkinkan standarisasi kekuatan flavor; (8) mengandung antioksidan alami; serta (9) memiliki waktu simpan yang lama pada kondisi yang ideal (Djubaedah, 1986; Sudibyo, 1989).

Menurut Farrel (1985) kelemahan oleoresin adalah (a) flavor-nya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut yang digunakan; (b) wujudnya berupa cairan kental sampai semipadat sehingga sulit ditangani dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan; (c) mengandung tanin kecuali bila diperlakukan secara khusus.

Oleoresin diperoleh dengan cara mengekstrak rempah-rempah dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Bahan rempah-rempah berbentuk bubuk halus dicampur dengan pelarut dan diekstraksi. Larutan dipisahkan dengan penyaringan pelarut dan pelarutnya disuling. Oleoresin yang dihasilkan mengandung aroma dan flavor (Djubaedah, 1986).

Persiapan bahan baku mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan, yang dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang akan dilakukan. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan oleoresin yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula sehingga menyebabkan perubahan aroma dan rasa (Purseglove et al., 1981).

Menurut Djubaedah (1986), perlakuan terbaik dalam ekstraksi oleoresin jahe adalah ekstraksi bertahap dengan cara perkolasi pada suhu 40°C, selama 2 jam dengan pelarut etanol. Partikel berukuran 30-40 mesh sudah cukup sesuai untuk ekstraksi. Derajat kehalusan lebih dari 40 mesh tidak menaikkan


(32)

daya ekstrak oleoresin dari bahan, karena minyak atsiri dapat menguap selama penggilingan.

C. MINYAK ATSIRI JAHE

Kandungan minyak atsiri merupakan salah satu kualitas yang sering diujikan pada oleoresin rempah, karena sebagian besar rempah-rempah digunakan terutama karena kandungan minyak volatil yang sangat menentukan flavornya. Jumlah minyak atsiri yang dalam oleoresin mempengaruhi kualitas oleoresin. Semakin banyak kandungan minyak atsiri dalam oleoresin maka kualitas oleoresin semakin baik (Sutianik, 1999).

Menurut Purseglove (1981), minyak atsiri mengandung komponen volatil diantaranya adalah komponen seskuiterpen dan monoterpen. Sesquiterpen pada jahe terdiri dari seskuiterpen hidrokarbon dan alkohol. Seskuiterpen hidrokarbon terdiri dari alpha-zingiberen, beta-zingiberen, kurkumin, beta-bisabolen, beta-farnesen, beta-seskuiphelandren, dan seskuitujen. Seskuiterpen alkohol terdiri dari zingiberol (cis-beta-eudesmol-dan trans-beta-eudesmol), nerediol, cis-beta-seskuiphelandrol, cis-sabinen. Monoterpen pada jahe antara lain champen, 4-3-karen, p-simen, mirsen, d-beta-phelandren, alphapinen, dan sabinen. Pada golongan teroksidasi teridentifikasi d-borneol, bornil asetat, 1-8-sineol, sitral, sistronelil asetat, geraniol dan linalool.

D. MIKROENKAPSULASI

Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan, cairan ataupun gas dalam sebuah bahan polimer penyalut (Radwick et al., 2002). Bahan yang disalut tersebut umumnya disebut sebagai bahan–bahan inti atau bahan aktif. Struktur yang meyelimuti bahan inti disebut dinding, film pelindung atau penyalut yang berguna melindungi inti dari kerusakan dan pelepasan inti dari penyalut (Young et al., 1993).

Menurut Balasa dan Fanger (1971), ukuran mikrokapsul dapat berkisar dari 0.2-5000μm dan memiliki beragam bentuk. Sedangkan King (1995) menyatakan bahwa, apabila ukuran partikel >5000μm disebut makrokapsul,


(33)

ukuran partikel antara 0.2-5000μm disebut mikrokapsul, dan apabila ukuran partikelnya antara <0.2μm (2000Å) disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung dari teknik pembuatannya, jenis bahan inti dan polimer (bahan penyalut) yang digunakan (Jackson dan Lee, 1991).

Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi yang pada umumnya pada industri makanan. Risch dan Anderson (1995) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi banyak digunakan untuk mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, warna dan garam. Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai flavor alami, seperti minyak atsiri dan oleoresin, maupun flavor buatan. Salah satu yang terpenting dalam penerapannya ialah mengubah bahan cair atau pasta menjadi padatan sehingga dihasilkan produk yang kering dan dapat melindungi bahan tersebut dari penguapan, oksidasi, dan reaksi kimia (Rosenberg et al., 1988).

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah flavor terlindungi dari perubahan destruktif (penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, mudah dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan serangga (higienis) dan berkadar air rendah serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang distandarisasi (Koswara, 1995). Kerugian proses ini ialah penampakan flavor yang mungkin akan berbeda dari bahan alaminya dan biaya proses yang relatif mahal (Heath, 1986).

Metode–metode proses enkapsulasi yang sudah dievaluasi dan dikomersialkan untuk penggunaan pada bahan makanan yaitu dengan metode spray drying, penyalutan dengan suspensi udara, extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dziezak, 1988). Proses enkapsulasi dapat pula dilakukan dengan teknik enkapsulasi lain seperti koaservasi (Soottitantawat et al., 2005) dan kokristalisasi (Jackson dan Lee, 1991).

Extrusion adalah metode mikroenkapsulasi yang dapat dikategorikan sebagai metode yang baru dan masih terus dikembangkan. Pada proses


(34)

ekstrusi, bahan inti didispresikan pada karbohidrat cair yang kemudian bahan inti akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama kontak terjadi. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Schultz (1956) yang mencoba mendispersikan minyak kulit jeruk pada dekstrosa cair dengan sedikit ditambahkan maltodekstrin. Stabilitas bahan yang terenkapsulasi dapat mencapai 6 bulan lamanya. Kelemahan metode ekstrusi antara lain biaya operasinya yang mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan dengan metode spray drying.

Pada metode suspensi udara, partikel padatan yang akan disaluti ada pada suatu kolom udara panas dan disemprot dengan bahan penyalut dari atas melalui sebuah nozzel. Proses ini dapat menghasilkan butiran yang seragam dan sebagian besar proses ini masih bersifat batch (Dziezak, 1988).

Spray cooling/spray chilling adalah dua metode mikroenkapsulasi yang memang relatif sama dengan metode spray drying. Perbedaan kedua metode ini dengan metode spray drying terletak pada suhu udara yang digunakan pada ruangan pengering dan aplikasi penyalutan. Pada metode spray drying menggunakan udara panas untuk menguapkan solvent dari dispersi penyalut sedangkan metode spray cooling/spray chilling menggunakan udara dingin untuk menurunkan suhu yang dipertimbangkan di bawah titik pembekuan dari lemak cair yang digunakan sebagai penyalut (Bakan dan Anderson, 1978).

Metode spray cooling umumnya menggunakan bahan penyalut berupa minyak nabati dengan titik leleh berkisar 45-122°C sedangkan pada metode spray chilling menggunakan bahan penyalut berupa minyak nabati dengan titik leleh 32-42°C. Aplikasi kedua metode ini umumnya terbatas untuk enkapsulasi bahan inti yang berbentuk padat seperti vitamin dan mineral (Risch dan Anderson, 1995).

Koaservasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan fenomena pemisahan fase dalam sistem koloid. Pemisahan fase erat kaitannya dengan pengendapan atau flokulasi zat koloid. Menurut Komari (1994), terdapat dua jenis metode koaservasi, yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi kompleks. Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu jenis polimer sebagai bahan penyalut, sedangkan koaservasi kompleks


(35)

menggunakan lebih dari satu jenis polimer. Terbentuknya dinding/koaservat yang menyelaputi bahan inti pada metode ini disebabkan oleh netralisasi dari koloid yang mempunyai muatan yang berlawanan pada pH tertentu. Magdasi dan Vinetsky (1996) menyatakan bahwa koaservasi kompleks telah digunakan untuk mengkapsulkan beberapa jenis bahan inti seperti minyak makan, vitamin E, vitamin C, minyak parfum, minyak kedelai, dan minyak atsiri yang diaplikasikan untuk obat-obatan, kosmetika dan makanan.

Kokristalisasi merupakan metode yang menggunakan sukrosa sebagai bahan penyalut, hal ini dapat merujuk penelitian mikroenkapsulasi oleoresin pala (Chandrayani, 2002). Dalam kokristalisasi, enkapsulasi terjadi akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang menghasilkan bentuk yang mengelompok dengan jarak ukuran 3-300μm yang diantaranya akan tersalut bahan inti. Proses enkapsulasi ini lebih mudah namun pemilihan bahan penyalut terbatas dan produk yang dihasilkan tidak seperti produk enkapsulasi metode lainnya yang berbentuk kristal kecil dan halus.

Dari berbagai metode diatas, spray drying adalah metode yang paling umum untuk proses enkapsulasi komponen flavor. Keuntungan penggunaan metode ini antara lain adalah ketersediaan peralatan yang sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius, 1988). Keuntungan lain dari metode spray drying adalah teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah diaplikasikan, mampu memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, bahan penyalut yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan penyalut yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan penyalut yang mengendap (Thies, 1996).

E. SPRAY DRYING

Pengeringan semprot atau spray drying merupakan metode enkapsulasi yang paling tua dalam industri pangan dan ditemukan pada tahun 1930 (Dziedzak, 1988). Faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang terkapsul


(36)

diantaranya adalah bahan penyalut, bahan pengemulsi dan kondisi proses pengeringan (Thies, 1996).

Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan bahan emulsi, homogenisasi, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan). Masalah yang biasanya muncul pada penggunaan spray drying adalah adanya bahan inti yang melekat pada permukaan dinding kapsul yang dapat teroksidasi dan menyebabkan perubahan flavor pada produk (Dziezak, 1988).

Secara umum proses yang terjadi di dalam spray dryer meliputi atomisasi atau penyemprotan bahan melalui penyemprot (atomizer), kontak antara bahan dengan udara pengering, evaporasi dan pemisahan partikel kering dan udara (Masters, 1979). Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Disamping itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara dan menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif dengan kecepatan aliran bahan dan mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan putaran atomizer (Heldman et al., 1981). Tahapan pengeringan pada spray dryer disajikan pada Gambar 2.


(37)

Gambar 2. Proses pengeringan pada spray dryer (Heldman et al., 1981)

Evaporasi terjadi karena adanya kontak antara droplet dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas dari udara pengering ke droplet dan air yang terdapat dalam droplet akan menguap. Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara pengering. Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan, semakin tinggi total padatan bahan, maka proses evaporasi akan berlangsung lebih cepat (Heldman et al., 1981).

Suhu pengeringan tergantung dari produk yang dikeringkan. Suhu pengeringan dapat mempengaruhi mikrokapsul. Suhu inlet yang tinggi digunakan untuk meningkatkan aliran penguapan dari membran semipermeabel pada permukaan droplet. Rentang suhu inlet yang umumnya aman digunakan dan menghasilkan retensi yang baik adalah 160-210°C (Rennecius et al., 1988).

Kondisi pengeringan sangat bergantung pada bahan penyalut yang digunakan dan bahan intinya. Ketidaksesuaian antara bahan penyalut dan kondisi pengeringan dapat mengakibatkan kebocoran atau terjadinya efek “balooning” dan dapat menurunkan retensi (Rennecius et al., 1988). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa suhu inlet 180°C dan laju alir


(38)

20ml/menit efektif digunakan pada penelitian mikroenkapsulasi pada minyak kedelai (soy oil) dengan bahan penyalut natrium kaseinat (Hogan et al., 2001). Selain itu suhu inlet 178±2°C, dengan laju alir umpan 5ml/menit juga efektif digunakan pada enkapsulasi oleoresin lada dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab (Shaikh et al., 2006).

Menurut Rulkens dan Thijsen (1972), bahan aktif dapat tetap tertahan di dalam kapsul karena adanya suatu mekanisme difusivitas selektif walaupun suhu yang digunakan tinggi selama pengeringan. Dinyatakan bahwa difusivitas bahan volatil akan menurun secara drastis jika berada dalam konsentrasi yang rendah seiring dengan menurunnya konsentrasi air di dalam emulsi. Saat air mencapai titik konsentrasi kritis, lapisan bahan penyalut yang melingkupi droplet bahan aktif akan bertindak sebagai membran yang bersifat tidak permeabel terhadap bahan volatil sehingga hanya air yang teruapkan. F. BAHAN PENYALUT

Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai penyalut bahan inti (bahan aktif) dalam proses enkapsulasi (Masters, 1979). Menurut Young et al. (1993), bahan penyalut yang digunakan dalam spray drying harus memiliki kemampuan kelarutan yang tinggi dan kemampuan mengemulsi, serta harus dapat membentuk lapisan film, dan menghasilkan larutan berkonsentrasi tinggi dengan viskositas rendah. Selain itu, bahan penyalut harus mampu antara lain: (1) melindungi bahan aktif dari oksidasi, panas, cahaya, kelembaban, dan lain-lain; (2) mencegah penguapan dari komponen volatil; (3) membuat bahan aktif menjadi a free flowing powder untuk mengurangi penanganan dan pencampuran dalam sistem makanan kering (King et al., 1976).

Beberapa bahan penyalut yang biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi disajikan pada Tabel 2.


(39)

Tabel 2. Jenis bahan penyalut proses mikroenkapsulasi Kelas Jenis

Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC

(Carboymethylcellulose), ethyl selulosa, metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, asetat butilat phitat selulosa.

Lemak Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida, lilin tawon

Bahan anorganik Kalsium fosfat, silikat

Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber: Jackson dan Lee (1991)

Karbohidrat seperti pati-pati terhidrolisis dan emulsifying starches, serta dari jenis gum (terutama Gum acacia atau gum arab) paling umum digunakan sebagai bahan penyalut (Reineccius, 1988). Krishnan et al. (2005), juga telah melakukan penelitian menggunakan tiga jenis bahan penyalut yakni gum arab, maltodekstrin dan pati termodifikasi yang telah komersil (Hi-cap) sebagai bahan penyalut oleoresin kapulaga. Hasilnya menunjukkan gum arab lebih efektif sebagai bahan penyalut dibandingkan bahan lainnya.

Selain itu, penelitian terhadap penggunaan campuran protein dengan karbohidrat juga telah dilakukan diantaranya penggunaan gum arab, isolat protein kedelai dan isolat protein gandum untuk minyak jeruk (Kim et al., 1996), dan penggunaan campuran isolat protein gandum dan laktosa untuk lemak susu (Moreau dan Rosenberg, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan penyalut dari jenis protein maupun kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan penyalut.

Menurut Zhao dan Whistler (1994), pati dapat berinteraksi dengan komponen-komponen lain seperti protein membentuk granula (sphere) dalam proses spray drying. Granula ini dapat membawa sejumlah komponen bahan pangan seperti minyak dan flavor untuk mengontrol pelepasannya dari struktur poros granula.


(40)

1. Gum Arab

Gum arab (gum Acacia) merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum arab berasal dari getah yang dihasilkan dari berbagai spesies pohon-pohon Acacia. Dari banyak spesies Acacia yang ditemukan, hanya tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu, Acacia senegal, Acacia seyal, dan Acacia laeta. Secara fisik, gum arab merupakan molekul bercabang banyak dan kompleks. Bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah (Fardiaz, 1989).

Komponen penyusun gum arab antara lain adalah gula-gula sederhana seperti D-galaktosa, L-arabinosa, L-rhamnosa, dan unit asam glukoronat (Thevenet, 1988). Gum juga tersusun atas protein (2%, wt/wt) yang terikat kovalen dalam komponen penyusun molekuler (Anderson et al., 1985).

Gum arab mudah larut ketika diaduk dalam air. Gum ini sifatnya unik jika dibandingkan dengan gum lain dikarenakan kemampuannya yang dapat membentuk larutan dengan kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan konsentrasi sampai 50% (Glicksman dan Sand, 1973). Gum lain akan membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi rendah (1-5%), sedangkan gum arab baru mencapai kekentalan maksimum pada konsentrasi 40-50 %. Rendahnya sifat kekentalan ini berhubungan dengan sifat molekul globular yang bercabang banyak dan kompleks dari gum arab.

Selain kelarutannya yang tinggi, karakteristik utama gum arab adalah bersifat pembentuk tekstur, pembentuk film, pengikat dan juga pengemulsi yang baik dengan adanya komponen protein di dalam gum arab. Gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan metode spray drying karena gum ini dapat membentuk lapisan yang dapat melindungi dari proses perubahan dekstruktif. Meski begitu gum arab memiliki kelemahan yakni harganya yang cukup mahal dan ketersediaannya terbatas serta ketahanan oksidasinya rendah. Untuk itu biasanya penggunaan gum arab dicampur dengan dekstrin seperti maltodekstrin (Thevenet, 1988).


(41)

2. Maltodekstrin

Maltodekstrin (C6H12O5)n H2O didefinisikan sebagai produk hidrolisat pati (polimer sakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al.,1995).

Maltodekstrin tidak memiliki kemampuan sebenarnya dalam emulsifikasi (lipofil atau hidrofil). Maltodekstrin tersusun dari unit glukosa, dan tidak efektif untuk menstabilkan minyak atau flavor dalam larutan berviskositas. Untuk itu biasanya maltodekstrin dikombinasi dengan bahan seperti gum arab atau pati termodifikasi lainnya untuk keperluan stabilitas emulsi (Kenyon dan Anderson, 1988). Menurut Bang dan Reinecius (1985), maltodekstrin atau pati termodifikasi dengan DE (dekstrosa equivalen) yang rendah (kurang dari 20) efektif untuk mikroenkapsulasi flavor.

Maltodekstrin adalah senyawa yang non-hygroscopic. Maltodekstrin dapat larut dalam air dingin dengan sempurna sehingga dapat melepaskan flavor secara cepat dalam penggunaannya pada aplikasi tertentu. Flavor dan rasa manis pada maltodekstrin sangat rendah sehingga dapat cepat hilang dalam penggunaannya. Maltodekstrin juga terjangkau dari segi biaya dan mudah diperoleh (Kenyon dan Anderson, 1988).

3. Natrium Kaseinat

Natrium kaseinat (Na-Kas) salah satu contoh senyawa protein susu yang merupakan bahan penyalut yang potensial. Natrium kaseinat dilaporkan mempunyai stabilitas panas yang cukup baik (~140°C), bersifat tidak (sulit) larut dalam air dan aman untuk digunakan sebagai produk pangan (Singh, 1995).

Ruis (2007) menyatakan, kemampuan fungsional natrium kaseinat atau juga dikenal sebagai sodium kaseinat ini mencakup beberapa fungsi seperti emulsifikasi, water-fat binding, agen pengeras, dan pengental (gelation). Sebagai penstabil emulsi, natrium kaseinat dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua fase disebabkan adanya karakter ampifilik yang kuat dari komponen utama kasein yakni αS1- dan β-kasein. Kasein tipe αS1- lebih


(42)

bersifat hidrofilik sehingga dapat mengikat komponen polar, sedangkan tipe β-kasein lebih bersifat hidrofobik yang dapat mengikat komponen non-polar (Swaisgood, 1982).

Banyak penelitian telah menelaah penggunaan natrium kaseinat sebagai penyalut. Seperti pada penelitian minyak jeruk, retensi flavor yang diperoleh cukup baik dengan kadar minyak pada permukaan yang rendah (Kim dan Morr, 1996).


(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe putih kecil dari wilayah Jawa Barat dan tiga jenis bahan penyalut (gum arab, maltodekstrin, dan natrium kaseinat). Bahan kimia yang digunakan meliputi etanol sebagai pelarut ekstraksi oleoresin, dan pelarut untuk analisis (heksan, toluen) dan bahan-bahan lainnya.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spray dryer Lab Plant Sd 05 (Inggris), disc mill, rotary vacum evaporator (Buchi Rotavapor R114), homogenizer (Brabender Kinematika, Switzerland), alat kromatografi gas, SEM (Scanning Electron Microscope JSM-5310LV), alat distilasi cleavenger, piknometer, timbangan analitik, peralatan gelas (gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi), termometer, desikator, hot plate stirer, dan peralatan lainnya untuk keperluan analisis.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu mulai April 2007 hingga Juli 2007 di Laboratorium Kimia Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

C. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Masing-masing tahapan dirancang untuk mencapai tujuan khusus yang diinginkan.

1. Ekstraksi oleoresin jahe

Tahap ini bertujuan untuk mengekstraksi oleoresin dari bahan baku utama (jahe putih kecil). Metode ekstraksi mengadopsi metode ekstraksi oleoresin Djubaedah (1986) dan Koswara (1995).


(44)

2. Penentuan komposisi bahan penyalut dan konsentrasi penyalut

Tahap ini bertujuan menentukan komposisi bahan penyalut dan konsentrasi penyalut yang akan digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, yaitu tahap mikroenkapsulasi. Penetapan komposisi dan konsentrasi penyalut dilakukan secara trial and error dengan beberapa pertimbangan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan juga dari pustaka mengenai sifat penyalut dan ketersediaannya. Penyalut yang digunakan yaitu maltodekstrin, gum arab dan natrium kaseinat.

3. Penentuan kondisi spray drying

Tahap ini bertujuan menentukan kondisi pengeringan yang akan digunakan pada penelitian pembuatan mikrokapsul. Variasi suhu inlet dan laju alir umpan dipilih karena variasi kedua perlakuan tersebut berdasarkan penelitian terdahulu memberikan pengaruh terhadap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan dan merupakan kondisi operasi yang mudah dikendalikan. Percobaan dilakukan secara trial and error dengan mencoba rentang suhu inlet dan laju alir umpan pada kisaran tertentu.

4. Mikroenkapsulasi dengan variasi komposisi bahan penyalut

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi bahan penyalut yang telah ditetapkan pada tahapan penelitian kedua terhadap karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe yang dihasilkan. Metode mikroenkapsulasi oleoresin jahe yang digunakan diadopsi dari beberapa literatur seperti pada penelitian mikroenkapsulasi oleoresin kapulaga dan lada hitam (Krishnan et al., 2005; Shaikh et al., 2006). Konsentrasi penyalut yang digunakan adalah 20% (berdasarkan tahapan penelitian kedua), dan konsentrasi bahan aktif (oleoresin) yang digunakan 10% (w/w dari konsentrasi bahan penyalut).


(45)

5. Pengaruh kondisi pengeringan (spray drying) terhadap mikrokapsul berkomposisi bahan penyalut terpilih

Tahap ini bertujuan mengetahui pengaruh kondisi pengeringan (spray drying) terhadap karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe yang dihasilkan. Variasi suhu inlet serta laju alir umpan yang digunakan adalah hasil tahapan penelitian ketiga.

D. PROSEDUR PENELITIAN

Rincian prosedur adalah sebagai berikut: 1. Ekstraksi oleoresin jahe

Jahe segar yang telah disortasi, diiris 5-10 mm dan kemudian dicuci bersih. Irisan jahe dikeringkan di oven pada suhu 50-60°C selama ±20 jam sehingga kadar air jahe mencapai 8-10 %. Jahe kering digiling menjadi serbuk yang berukuran 30-40 mesh. Selanjutnya serbuk jahe dicampurkan dengan etanol dalam perbandingan 1:6 dan diaduk selama 2 jam. Campuran jahe dan pelarut dimaserasi selama 24 jam dan dilanjutkan dengan pemisahan ampas dan ekstrak. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu 50–60°C. Penguapan bertujuan memisahkan oleoresin dengan pelarut etanol. Analisis yang dilakukan terhadap oleoresin meliputi rendemen oleoresin, bobot jenis, sisa pelarut, dan kadar minyak atsiri. Diagram alir ekstraksi oleoresin dapat dilihat pada Gambar 3.


(46)

Rimpang Jahe

Pengirisan (5-10 mm)

Pengeringan ±20jam (50-60°C)

Penggilingan (30-40 mesh)

Pengadukan (± 2jam) dan Maserasi (24jam)

Serbuk Jahe

Pemisahan Padatan dan Penguapan Pelarut

Etanol

Ampas Oleoresin

Gambar 3. Diagram alir ekstraksi oleoresin 2. Penentuan komposisi penyalut dan konsentrasi bahan penyalut

Komposisi penyalut ditentukan berdasarkan studi pustaka dan metode trial and error. Gum arab yang biasanya digunakan pada enkapsulasi flavor sebagai penyalut tunggal dikurangi proporsi penggunaannya. Maltodekstrin yang memiliki ketahanan oksidasi yang baik dan dapat menurunkan viskositas emulsi dikombinasikan dengan gum arab dengan proporsi penggunaan yang lebih besar. Bahan penyalut ketiga yang dicoba dikombinasikan adalah natrium kaseinat yang memiliki sifat emusifier yang tinggi. Dari pertimbangan diatas diperoleh tiga komposisi yang akan digunakan pada tahapan penelitian berikutnya yaitu (1) komposisi maltodekstrin-gum arab (2:1), (2) komposisi maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (2:0,5:0,5), dan (3) komposisi maltodekstrin-natrium kaseinat (2:1).


(47)

Konsentrasi bahan penyalut dapat ditentukan dengan mengukur viskositas suspensi tiap bahan penyalut pada beberapa konsentrasi. Kemudian masing-masing suspensi dikeringkan dengan alat spray dryer guna mengetahui kemampuan spray dryer dalam memompa bahan penyalut ke dalam sistem pengeringan. Hasil pengujian ini dihubungkan dengan viskositas suspensi bahan penyalut sehingga dapat menjadi acuan kisaran viskositas larutan yang masih aman untuk dipompakan ke spray dryer dan tidak mempersulit proses atomisasi. Dari kisaran viskositas suspensi ini, maka konsentrasi bahan penyalut dapat ditentukan dan disesuaikan dengan komposisi bahan penyalut.

3. Penentuan kondisi spray drying

Kondisi spray drying ditentukan dengan cara menguji pengeringan suspensi bahan penyalut tanpa bahan aktif di dalam spray dryer dengan rentang suhu inlet 150-200°C dan laju alir umpan 15-20 ml/menit. Dari hasil uji pengeringan ini diamati konsistensi produk yang dihasilkan dan kestabilan aliran selama di spray dryer (kemudahan atomisasi). Kondisi pengeringan yang menghasilkan konsistensi produk yang kering (tidak banyak loss) dan aliran bahan yang stabil akan digunakan pada penelitian tahap berikutnya. 4. Mikroenkapsulasi dengan variasi komposisi bahan penyalut

Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan bahan emulsi, homogenisasi bahan aktif, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan) (Dziezak, 1988). Pada tahapan persiapan emulsi, penyalut dilarutkan ke dalam air dengan komposisi dan konsentrasi bahan penyalut sesuai hasil tahapan penelitian kedua.

Tahapan berikutnya adalah homogenisasi bahan aktif. Oleoresin 10% (w/w dari konsentrasi bahan penyalut) diemulsikan ke dalam masing-masing komposisi bahan penyalut. Bahan penyalut dan bahan aktif (oleoresin) dicampur hingga menjadi campuran homogen dengan alat homogenizer pada kecepatan 6000 rpm selama ±30 menit (ukuran droplet emulsi 1-2 μm). Emulsi tersebut lalu dikeringkan dengan spray dryer pada suhu inlet 170°C


(48)

dan laju alir umpan 15 ml/menit yang mana kondisi ini dipilih berdasarkan penelitian tahapan ketiga. Komposisi yang menunjukkan karakteristik mikrokapsul terbaik akan digunakan pada penelitian tahap selanjutnya.

Analisis yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi surface oil (oleoresin pada permukaan kapsul), total volatile oil (total minyak atsiri pada produk), oil retention (perbandingan % minyak atsiri sebelum dienkapsulasi dan setelah dienkapsulasi), kadar air dan nilai aw, struktur mikrokapsul dengan SEM serta kelarutannya dalam air.

5. Pengaruh kondisi pengeringan (spray drying) terhadap mikrokapsul berkomposisi bahan penyalut terpilih

Komposisi penyalut terpilih dari tahap 4 yang menunjukkan karakteristik mikrokapsul terbaik akan digunakan pada pengamatan terhadap pengaruh kondisi pengeringan spray dryer yang bervariasi, yakni variasi suhu inlet (160, 170, 180, dan 190°C) dan laju alir umpan (15 dan 20 ml/menit). Rentang suhu inlet dan laju alir umpan yang digunakan sesuai hasil penelitian pendahuluan. Diagram alir tahapan proses ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Analisis yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi surface oil (oleoresin pada permukaan kapsul), total volatile oil (total minyak atsiri pada produk), oil retention (perbandingan % minyak atsiri sebelum dienkapsulasi dan setelah dienkapsulasi), kadar air dan nilai aw, struktur mikrokapsul dengan SEM serta kelarutannya dalam air.


(49)

Suspensi Pencampuran

Pengeringan di Spray Dryer

(Suhu Inlet 160, 170, 180 dan 190°C dan laju alir umpan 15 dan 20 ml/menit)

Homogenisasi (30 menit, ± 6000 rpm)

Emulsi

Bubuk Kapsul

Komposisi Bahan Penyalut Terpilih Tahap 4

(konsentrasi 20% dalam larutan)

Oleoresin (10% dari konsentrasi bahan penyalut)

Aquades

Analisis mikrokapsul

Gambar 4. Diagram alir proses mikroenkapsulasi dengan variasi kondisi pengeringan.

E. RANCANGAN PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan satu faktor (komposisi bahan penyalut) pada tahap mikroenkapsulasi dengan variasi komposisi bahan penyalut dan dua faktor (suhu inlet dan laju alir umpan) pada tahap mikroenkapsulasi dengan variasi kondisi spray drying (suhu inlet dan laju alir umpan).

Faktor perlakuan komposisi penyalut terdiri dari tiga taraf. Faktor perlakuan suhu inlet diragamkan dalam empat taraf, 160, 170, 180, dan 190°C,


(50)

seda

- i (i = 1, kuan komposisi bahan penyalut

τi = han penyalut

pa efek acak dalam pengamatan ke-j utk taraf

Model un kelima:

ijk = μ + τi + βj + (βτ)ij + εijk

(k = 1, 2, .., n) untuk taraf ke - i (i = 1, 2, .., a) perlakuan A (suhu inlet) dan taraf ke - j (j = 1, 2) μ =

τi = n A (suhu inlet) ntuk perlakuan B (laju alir umpan)

k utk taraf t) dan taraf ke - j perlakuan B ngkan faktor perlakuan laju alir umpan diragamkan dalam dua taraf, 15 dan 20 ml/menit. Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pengolahan data menggunakan bantuan software SPSS (2000) dan Microsoft excel (XP, 2003).

Model untuk satu perlakuan pada tahapan penelitian keempat : Yij = μ + τi + εij

Yijk = nilai pengamatan ke - j ( j = 1, 2, .., n) untuk taraf ke 2, .., a) perla

μ = rata-rata umum

efek taraf ke - i untuk perlakuan komposisi ba εij = kekeliruan, beru

ke-i perlakuan komposisi bahan penyalut

tuk dua perlakuan pada tahapan penelitian Y

Yijk = nilai pengamatan ke - k

perlakuan B (laju alir umpan) rata-rata umum

efek taraf ke - i untuk perlakua βj = efek taraf ke - j u

(βτ)ij = efek interaksi antara τi dan βj

εijk = kekeliruan, berupa efek acak dalam pengamatan ke -ke - i perlakuan A (suhu inle


(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

. Ekstraksi Oleoresin Jahe

Ekstraksi oleoresin jahe yang dilakukan merujuk pada penelitian ara (1995). Oleoresin jahe yang dihasilkan pada pene

Karakteristik Oleoresin A

Djubaedah (1986) dan Kosw

litian ini memiliki karakteristik seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik oleoresin jahe

Parameter Analisis

nelitian Pustaka Hasil Pe

P cairan ken erwarna

coklat gelap a enampakan tal coklat cairan kental b

hingga coklat tua

Aroma khas jahe, sangat bau dan flavor seperti

kuat jahe a

Rendemen 16,06 % 3,5-10 % b

Kadar sisa pelarut 1,74 % 30 ppm atau 0,003% c Kadar minyak atsiri 27,1% (v/w) atau

23,8% (w/w)

18-35% (v/w) a Bobot Jenis 1,0486 1,026-1,045 d

S 243 da al., 19

uliani et al., 199 DA dalam Pruthi, 19

iki penampakan berupa cairan kental dari dua lapisan yakni minyak dan resin atau zat pada

etas, kondisi dan ukuran umber : a (EOA No. lam Purseglove et

1)

81) b

(Y

c (F 80) d (Koswara, 1995)

Oleoresin yang diperoleh memil berwarna coklat tua dan terdiri

t. Aroma dari oleoresin ini sangat kuat dan khas jahe. Rendemen yang diperoleh dapat dikategorikan tinggi yakni 16,06 %. Nilai ini lebih tinggi dari pada rendemen oleoresin Yuliani et al. (1991) dan juga lebih tinggi dari pada rendemen oleoresin yang umumnya diekstraksi menggunakan pelarut etanol yakni berkisar 5-11% terhadap bahan awal kering (Koswara, 1995). Namun demikian pada penelitian Lestari (2006) dengan menggunakan metode yang sama, dapat menghasilkan rendemen sebesar 20,1%.

Menurut Pruthi (1980), ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu oleoresin yaitu meliputi vari


(52)

serbu

%. Menurut Anton (2001) pelarut harus dihilangkan deng

enurut Arsyad (2001) meru

ut, maka ekstraksi oleoresin dapa

berada pada rentang standar EOA. Apabila dibandingkan deng

k, pemilihan pelarut, kondisi ekstraksi dan proses penguapan pelarut. Jahe emprit yang digunakan dalam penelitian ini berusia tua (berkisar 8-9 bulan) sehingga kandungan kadar atsirinya tinggi dan memungkinkan diperoleh rendemen yang tinggi.

Rendemen yang tinggi juga berkaitan dengan nilai residu atau sisa pelarut yang tinggi yakni 1,74

an sisa residu ± 0,1 % dan dengan pertimbangan yaitu tidak bersifat memabukkan dan kandungan maksimal 1% (untuk bahan pangan). Nilai residu pelarut yang terdapat pada oleoresin ini memang belum memenuhi standar mutu seperti yang terlihat pada Tabel 4. Hal ini dapat terjadi karena proses pemisahan pelarut yang dilakukan kurang sempurna.

Pemisahan yang kurang sempurna dikarenakan sulitnya menghilangkan titik aziotropik pelarut. Campuran aziotropik m

pakan campuran zat cair dan gas tertentu dengan perbandingan tertentu sehingga selama distilasi titik didihnya tetap. Komposisi fase uapnya sama dengan fase cair dan menyebabkan komposisi uapnya tidak berubah meski dalam keadaan mendidih. Campuran ini dapat dipisahkan secara penyulingan dengan memberi larutan ketiga, adsorpsi atau dengan pengkristalan bertingkat. Pemakaian suhu pemisahan yang lebih tinggi dari pada titik didih pelarut dapat memisahkan pelarut yang lebih banyak namun tidak dapat dihindari akan terjadinya kehilangan atsiri yang lebih besar pula.

Somaatmaja (1981) juga menyarankan bahwa untuk mengurangi kehilangan minyak atsiri selama pengambilan pelar

t dilakukan melalui tiga tahap, yaitu penyulingan minyak atsiri, kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi oleoresin terhadap sisa penyulingan, dan mencampurkan kembali minyak atsiri dan resin yang sudah terbebas dari pelarut organik.

Kadar minyak atsiri pada oleoresin yang diperoleh pada penelitian ini 27,1%. Nilai ini

an kadar atsiri oleoresin komersial di pasaran 25-30% (Koswara,1995), nilai kadar atsiri oleoresin yang diperoleh juga masih memenuhi standar. Kehilangan minyak atsiri sebenarnya dapat terjadi sejak saat bahan baku


(53)

dipersiapkan. Titik kritis kehilangan atsiri pada persiapan bahan baku yakni saat perajangan, pengeringan jahe, dan proses penggilingan jahe kering.

Bobot jenis oleoresin yang dihasilkan adalah sebesar 1,0486. Nilai ini lebih tinggi dari pada nilai bobot jenis yang dihasilkan oleh penelitian-pene

B. Penentuan Komposisi Bahan Penyalut dan Konsentrasi Bahan Penyalut Menurut Young et al. (1993), bahan-bahan penyalut yang digunakan

i kem

atrium kaseinat. Komposisi bahan penyalut diten

enggunaan gum arab di dalam komposisi penyalut lebih besar dari pada

a penentuan konsentrasi bahan penyalut litian sebelumnya yaitu berkisar antara 1,026-1,045 (pada Tabel 4). Nilai bobot jenis suatu oleoresin ditentukan oleh komposisi kimia penyusun oleoresin tersebut. Semakin tinggi kadar komponen fraksi berat dalam suatu oleoresin maka bobot jenisnya akan semakin tinggi (Ketaren, 1980).

dalam spray drying harus memiliki kelarutan yang tinggi dan memilik ampuan membentuk emulsi. Selain itu, bahan penyalut juga harus dapat membentuk lapisan film dan menghasilkan larutan dalam konsentrasi yang tinggi dengan viskositas rendah.

Bahan penyalut yang digunakan pada penelitian ini ada tiga jenis yaitu gum arab, maltodekstrin, dan n

tukan berdasarkan sifat dari bahan penyalut dan ketersediaannya. Gum arab dapat menghasilkan mikrokapsul yang memiliki retensi tinggi namun ketahanan oksidasi rendah. Oleh karena itu penggunaan gum arab dapat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi. Kendala lain adalah harga gum arab yang mahal dan ketersediaannya terbatas.

Pada penelitian sebelumnya seperti pada penelitian Thevenet (1988), proporsi p

proporsi maltodekstrin. Oleh karena itu, pada penelitian ini diujikan komposisi penyalut dengan proporsi penggunaan maltodekstrin yang lebih besar dari pada proporsi gum arab. Penelitian ini juga mencoba menggunakan natrium kaseinat yang dikenal memiliki sifat emulsifier sebagai pengganti peran gum arab yang juga dikenal baik sebagai pengemulsi. Komposisi penyalut dapat dilihat pada Tabel 4.

Hal lain yang perlu ditentukan adalah konsentrasi bahan penyalut. Reineccius (2004) menyatakan bahw


(54)

16 26.4 47.2 141.2 38 73.2 181.6 738 201.6 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

10 20 30 40

Konsentrasi penyalut (%)

s V i ko si tas ( c p s) Natrium kaseinat Gum Arab Maltodekstrin yang

gal bahan penyalut. Hasi

ditentukan. Kenyon dan

Gambar 5. Hubungan antara viskositas bahan penyalut dengan konsentrasi tepat sangat penting untuk memberikan perlindungan bahan aktif secara efektif. Dijelaskan pula bahwa meningkatnya konsentrasi penyalut dalam larutan akan meningkatkan retensi bahan aktif (flavor) karena dapat mempercepat terbentuknya kulit atau pengerasan film yang melingkupi droplet bahan aktif. Namun demikian ada titik optimum dimana konsentrasi bahan penyalut akan menurunkan retensi dan menghambat proses pengeringan pada spray dryer. Pemilihan konsentrasi bahan penyalut sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan operasi spray dryer yang digunakan.

Untuk mendapatkan konsentrasi bahan penyalut yang sesuai, maka pada tahap awal dilakukan pengujian viskositas larutan tung

l penelitian menunjukkan bahwalarutan maltodekstrin memiliki viskositas terendah dibandingkan larutan bahan penyalut lainnya pada konsentrasi yang sama. Hal ini dapat diamati pada Gambar 5. Pada konsentrasi 10%, maltodekstrin memiliki viskositas 16,0 cps sedangkan gum arab memiliki viskositas yang lebih tinggi (38,0 cps). Viskositas tertinggi dimiliki oleh larutan natrium kaseinat (201,6 cps) pada konsentrasi 10% (w/w).

Hasil tersebut yang turut mendasari pemilihan maltodekstrin sebagai basis terbesar di dalam larutan komposisi penyalut yang telah

Anderson (1988) menyatakan bahwa maltodekstrin dapat larut dalam air dingin dengan sempurna sehingga dapat melepaskan flavor secara cepat dalam penggunaannya pada aplikasi tertentu.


(55)

Selanjutnya, larutan tunggal bahan penyalut yang telah diukur visko

tajam dengan peningkatan kons

jian viskositas larutan tunggal bahan penyalut ini dihubungkan pula

suspensi penyalut.

sitasnya dikeringkan dengan spray dryer. Berdasarkan pengujian kemampuan dan kelancaran pemompaan aliran bahan khususnya dengan melihat kelancaran dan kemudahan proses atomisasi di spray dryer, dapat diketahui bahwa larutan maltodekstrin yang berviskositas lebih rendah lebih mudah dipompakan ke dalam spray dryer dan alirannya lebih stabil dibandingkan larutan natrium kaseinat dan gum arab. Larutan maltodekstrin 40% (141,2 cps) masih dapat dipompakan meskipun tidak selancar larutan maltodekstrin yang konsentrasinya lebih rendah.

Viskositas larutan gum arab meningkat

entrasi. Hal ini menyebabkan pemompaan larutan cenderung menjadi lebih sulit dengan peningkatan konsentrasi. Larutan gum arab 30% (181,6 cps) sudah sangat kental dan sulit untuk dipompakan ke dalam spray dryer. Demikian pula halnya dengan larutan natrium kaseinat 10% (201,6 cps). Viskositas yang terlalu tinggi pada larutan dapat menyebabkan kerusakan pada nozzle dan menghambat proses atomisasi sehingga dapat terjadi ketidakstabilan pada aliran di dalam spray dryer. Oleh sebab itu, berdasarkan hubungan viskositas dengan kestabilan aliran di dalam spray dryer maka rentang aman viskositas larutan yang dapat dipompakan adalah kurang dari 141,2 cps (viskositas larutan 40% maltodekstrin).

Hasil pengu

dengan komposisi bahan penyalut yang akan digunakan pada penelitian tahap selanjutnya (proses mikroenkapsulasi). Adanya natrium kaseinat dalam larutan akan meningkatkan viskositas yang lebih tajam dibandingkan penyalut lainnya. Komposisi penyalut maltodekstrin-natrium kasienat (MSc:2:1) diprediksi memiliki viskositas tertinggi. Oleh sebab itu, konsentrasi bahan penyalut dicoba 20% (w/w) dijadikan basis pada tahapan penelitian mikroenkapsulasi. Pada konsentrasi penyalut 20 %, komposisi MSc memiliki viskositas tertinggi (101,6 cps). Nilai ini masih dalam rentang aman (kurang dari 141,2 cps) sehingga diduga sesuai dengan kemampuan spray dryer yang digunakan. Tabel 4 menyajikan komposisi bahan penyalut dan viskositas


(56)

Tabel 4. Komposisi bahan penyalut* dan Viskositasnya

Kode Gum Arab

Maltodekstrin Natrium Kaseinat

Viskositas (cps)

MG 1 2 0 64,0

MSc 0 2 1 101,6

MGSc 0.5 2 0.5 68,8

Ket: MG = Maltodekstrin-gum arab

MGSc = Maltodekstrin-gum arab-natrium seinat c = ltodekstrin trium kaseinat

*Komposisi dinyatakan dalam perbandingan berat C

let dan laju alir umpan merujuk pada beberapa penelitian terdahulu (Hogan et al., 2001; Krishnan et an juga berdasarkan pada pengujian spray dryer

yang lengket pada bagian dinding

° ka

MS Ma -na

. Penentuan Kondisi Spray Drying

Penentuan kondisi spray drying yang berupa suhu in

al., 2005; Rennecius et al., 1988) d

terhadap larutan penyalut tanpa bahan aktif (dapat dilihat pada Tabel 6). Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada suhu 160°C dengan laju alir 15 atau 20 ml/menit, produk yang dihasilkan memiliki konsistensi yang kering walaupun masih ada larutan yang hilang atau tidak teruapkan (loss) dan produk

chamber. Berbeda dengan hasil dari kondisi pengeringan pada suhu 170°C laju alir 15 ml/menit yang mana hasilnya lebih kering dan aliran bahan lebih stabil. Kondisi ini (suhu 170°C laju alir 15 ml/menit) digunakan pada tahapan penelitian mikroenkapsulasi variasi komposisi bahan penyalut dan suhu 160-190 C dengan laju alir 15 dan 20 ml/menit digunakan pada tahapan mikroenkapsulasi dengan variasi kondisi pengeringan (spray drying). Hasil tahapan ini disajikan pada Tabel 5.


(57)

Tabel 5. Hasil pengujian larutan bahan penyalut pada beberapa kondisi spray drying

Inlet Umpan

20 ml/menit Suhu Laju Alir Umpan

15 ml/menit

Laju Alir Keterangan (°C)

150 agak basah, lengket agak basah, kisaran suhu keluaran masih sangat rendah, pengeringan lengket

tidak optimal, (60-70°C) 160 kering, masih ada yang

lengket ,

kering, ada bagian yang lengket

kisaran suhu keluaran masih berada pada rentang standar (75-85°C)

170 kering,

pengeringan sudah cukup baik dari segi fisik produk dan kestabilan aliran (95-100°C)

kering, bagian yang melekat didinding tidak banyak, (85-100°C)

180 kering elekat di

dinding tidak banyak,

kering bagian yang m

(85-105°C)

190 kering kering bagian yang melekat di banyak, dinding tidak

(90-115°C)

200 kering kering suhu pengeringan yang terdapat tinggi, sudah

produk yang berubah wa suhu keluaran tinggi (11 125°C)

rna,

0-D. Mikroenkapsulasi Dengan Variasi Komposisi Bahan Penyalut

Pada tahapan penelitian ini akan dipelajari mikroenkapsulasi oleoresin

terha

jahe dengan menggunakan tiga komposisi bahan penyalut dan pengaruhnya dap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan. Komposisi bahan penyalut yang digunakan sesuai dengan hasil tahapan penelitian kedua, yaitu komposisi maltodekstrin-gum (MG:2:1), maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (MGSc:2:0.5:0.5) dan maltodekstrin-natrium kaseinat (MSc:2:1) dengan konsentrasi bahan penyalut 20%. Konsentrasi bahan aktif yang diemulsikan 10% (dari konsentrasi bahan penyalut) dan emulsi dikeringkan pada kondisi spray drying, suhu inlet 170°C dan laju alir umpan 15 ml/menit. Penampakan


(58)

warna mikrokapsul secara visual bervariasi dari kuning-hingga kuning muda, dapat dilihat pada Lampiran 3.

1. Total Volatile Oil dan Oil Retention

Total volatile oil atau total kadar minyak atsiri adalah total jumlah dari minyak atsiri yang terdapat di mikrokapsul (baik di dalam maupun yang melekat dipermukaan). Total volatile oil yang dihasilkan dari mikrokapsul pada tahapan penelitian ini bervariasi untuk setiap komposisi bahan penyalut. Total kadar minyak atsiri tertinggi dihasilkan mikrokapsul MSc (2,19%), sedangkan mikrokapsul MGSc menghasilkan total kadar minyak atsiri 1,93% dan mikrokapsul yang menghasilkan kadar atsiri terendah adalah mikrokapsul MG (1,75%). Hasil total kadar minyak atsiri mikrokapsul jika dibandingkan dengan total kadar minyak atsiri bahan aktif semula menunjukkan nilai retensi bahan aktif (oil retention). Pada Gambar 6 terlihat variasi total kadar minyak atsiri dan oil retention mikrokapsul.

MG : maltodekstrin-gum arab (2:1) Oil Retention (%)

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

MG MGSc MSc

Komposisi Penyalut T o ta l V o la ti le o il ( % ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3

O il R etenti on (% )

MGSc: maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (2:0.5:0.5) Total Volatile Oil (%) MSc : maltodekstrin-natrium kaseinat (2:1)


(59)

Dari hasil analisis ragam terhadap total kadar minyak atsiri (pada Lampiran 9), diketahui adanya pengaruh yang nyata dari variasi komposisi bahan penyalut pada tingkat kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa total kadar minyak atsiri mikrokapsul berbeda nyata satu sama lain. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan bahan penyalut dalam melindungi bahan aktif dan mempertahankannya.

Mikrokapsul MSc memiliki total kadar minyak atsiri yang tertinggi. Ini berkaitan dengan kemampuan natrium kaseinat sebagai penstabil emulsi minyak dalam air yang sangat baik. Natrium kaseinat dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua fase disebabkan adanya karakter ampifilic yang kuat dari komponen utama kasein yakni αS1-Kasein (lebih hidrofilik) dan β-Kasein (lebih hidrofobik) (Ruis, 2007) sehingga minyak yang terdispersi di dalam larutan bahan penyalut akan teremulsi dengan lebih baik dan kehilangan minyak selama proses pengemulsian maupun proses pengeringan dapat diminimalkan. Hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa bahan penyalut dari jenis protein maupun kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan penyalut. (Kim dan Morr, 1996; Moreau dan Rosenberg, 1996; Lien et al., 1995).

Menurut Zhao dan Whistler (1994), pati dapat berinteraksi dengan komponen-komponen lain seperti protein membentuk granula (sphere) dalam proses spray drying. Granula ini dapat membawa sejumlah komponen bahan pangan seperti minyak dan flavor dan dapat mengontrol pelepasannya dari struktur poros granula.

Komposisi bahan penyalut maltodekstrin-gum arab tidak seefektif kedua komposisi penyalut lainnya dalam mengemulsikan minyak (bahan aktif) di dalam larutan bahan penyalut. Kemampuan emulsifkasi gum arab yang hanya memiliki kandungan protein 2% (Anderson et al., 1985) tidak sebaik kemampuan emulsifikasi protein susu seperti natrium kaseinat. Emulsi minyak (bahan aktif) dalam larutan yang tidak stabil sangat rentan akan kehilangan bahan aktif selama proses homogenisasi dan proses pengeringan.


(60)

Berdasarkan hasil total kadar minyak atsiri, oil retention tertinggi dimiliki mikrokapsul MSc (92,17%), bahan aktif yang hilang selama proses pada mikrokapsul MSc hanya 7,83%, sedangkan pada mikrokapsul yang komposisi maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (MGSc) kehilangan bahan aktif mencapai 19%. Kehilangan terbesar dimiliki oleh mikrokapsul berbahan penyalut maltodekstrim-gum (MG) yang mencapai lebih dari 25%. Kehilangan bahan aktif dapat terjadi saat pengeringan di spray dryer berlangsung. Sifat emulsi yang tidak sempurna dapat menyebabkan bahan aktif tidak tersaluti dengan baik sehingga mudah menguap selama proses pengeringan.

2. Surface Oil Mikrokapsul

Persentase Surface oil pada penelitian ini merupakan parameter yang menunjukkan besarnya oleoresin yang tidak terkapsulkan atau yang melekat di permukaan kapsul. Nilai surface oil ini sangat penting diketahui untuk melihat seberapa efisien dan efektif bahan aktif dapat tersalutkan di dalam kapsul. Surface oil akan lebih mudah mengalami kerusakan dan teroksidasi sehingga dapat menurunkan kualitas bahan aktif yang disalut. Gambar 7 menyajikan hasil analisis surface oil dari mikrokapsul yang memiliki komposisi bahan penyalut yang berbeda-beda.

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70

MG MGSC MSC

Kom

MG : maltodekstrin-gum arab (2:1)

MGSc: maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (2:0.5:0.5) MSc : maltodekstrin-natrium kaseinat (2:1)

posisi Penyalut

S

u

rf

ac

e o

il

(%

)


(1)

Lampiran 12a. Hasil analisis keragaman kadar air mikrokapsul variasi kondisi spray drying

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Suhu Inlet 3,532969 3 1,177656 77,70103 2,94E-06 4,066181 Laju alir 2,520156 1 2,520156 166,2784 1,24E-06 5,317655 Interaksi 0,292969 3 0,097656 6,443299 0,015804 4,066181

Eror 0,12125 8 0,015156

Total 6,467344 15

Perlakuan suhu inlet, laju alir dan interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air mikrokapsul (FHit >F crit).

Lampiran 12b. Uji lanjut Duncan kadar air Alpha =0,05

Subset

Suhu_inlet

1 2 3

190 1,875

180 2,075

170 2,325

Duncan(a,b)

160 3,113

Lampiran 13a. Hasil analisis keragaman aw mikrokapsul variasi kondisi spray drying

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Suhu Inlet 0,024283 3 0,008094 520,1111 1,66E-09 4,066181 Laju alir 0,017096 1 0,017096 1098,51 7,49E-10 5,317655 Interaksi 0,002069 3 0,00069 44,31995 2,49E-05 4,066181 Eror 0,000125 8 1,56E-05

Total 0,043572 15

Perlakuan suhu inlet, laju alir dan interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai aw mikrokapsul (FHit >F crit).

Lampiran 13b. Uji lanjut Duncan aw (alpha =5%) Suhu Inlet Subset

1 2 3 4

190 0,314

180 0,334

170 0,354

Duncan(a,b)

160

0,418 Berada pada subset yang sama berarti tidak berbeda nyata.


(2)

Lampiran 14a. Hasil analisis keragaman surface oil variasi kondisi spray drying

Perlakuan suhu inlet, laju alir memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai Surface Oil mikrokapsul (FHit >F crit).

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Suhu Inlet 0,001344 3 0,000448 14,9047 0,001224 4,066181 Laju Alir 0,000467 1 0,000467 15,51773 0,0043 5,317655 Interaksi 9,16E-05 3 3,05E-05 1,015258 0,43516 4,066181

Eror 0,000241 8 3,01E-05

Total 0,002143 15

Lampiran 14b. Uji lanjut Duncan Surface_Oil ( Alpha =5%)

Suhu_Inlet Subset

1 2

Duncan(a,b) 190 0,1629

180 0,1632

170 0,1656

160 0,1849

Berada pada subset yang sama berarti tidak berbeda nyata.

Lampiran 15. Hasil analisa keragaman kelarutan dalam air variasi kondisi spray drying

ANOVA

Source of

Variation SS df MS FHit P-value F crit

Suhu Inlet 0,58535 3 0,195117 1,61973 0,260027 4,066181 Laju Alir 0,093025 1 0,093025 0,772232 0,405148 5,317655 Interaksi 0,192925 3 0,064308 0,533845 0,671867 4,066181

Eror 0,9637 8 0,120462

Total 1,835 15

Perlakuan suhu inlet dan laju alir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kelarutan dalam air (Fhit<Fcrit).


(3)

Lampiran 16a. Hasil GCMS minyak atsiri oleoresin jahe

Alpha -zingiberene

Komponen % area

Alpha-zingiberene 50.73

Farnesene 14.51 Beta-Sesquiphelandrene 19.06

Beta-eudesemol 0.77

Lampiran 16b. Hasil GCMS minyak atsiri flavor terenkapsulasi (MSc:170:15)

farnesene

Beta -sesquiphelandreden

Alpha -zingiberene

Beta -sesquiphelandreden

farnesene

Komponen % area

Alpha-zingiberene 52.58

Farnesene 14.89 Beta-Sesquiphelandrene 19.48


(4)

Lampiran 16c. Hasil GCMS minyak atsiri flavor terenkapsulasi (MSc:190:15)

Alpha -zingiberene

Beta -sesquiphelandren

farnesene

Komponen % area

Alpha-zingiberene 46.59

Farnesene 17.31 Beta-Sesquiphelandrene 18.88


(5)

Lampiran 17. Analisis nilai ekonomis oleoresin dan mikrokapsul 1. Harga jahe emprit di pasaran bervariasi tergantung kualitas.

Asumsi harga jahe standar ekspor = Rp.7000-10.000,-/kg (Depperind, 2005)

Konversi 60-75% hilang Jahe : 10 kg

Jahe kering 2.5 kg Harga jahe : (kadar air 5-10%) (10×10.000= Rp. 100.000,-)

Oleoresin 250 gram*

(*rendemen pada produk ekspor = 10 %, harga Rp. 500.000/250 gram, dengan kadar atsiri 35%, www.essentialoil.com )

Harga jual 250 gram oleoresin ≈ Rp. 500.000,-

Dari hasil perbandingan kasar harga keduanya maka dapat disimpulkan; • Nilai ekonomis oleoresin diprediksi mencapai 5 kali lebih

tinggi dibandingkan nilai jahe segar. 2. Asumsi :

I. Oleoresin 10 gram (kadar atsiri : 35%) : Rp. 20.000,

II. Dienkapsulasi dengan bahan penyalut Maltodekstrin-Natrium kaseinat (MSC (2:1))

III. Rendemen mikrokapsul 85%, emulsi 1,5 liter (20% penyalut) menghasilkan 255 gram mikrokapsul.

Biaya variabel produksi :

• Bahan aktif 30 gram oleoresin≈Total volatile oil (35%)

Rp. 60.000, - ( Rp. 5.714/ gram volatile oil) • Maltodekstrin (200 gram) Rp. 15.000, - • Na-Kas (100 gram) Rp. 25.000, - Rp.100.000,-


(6)

Biaya pengolahan dan operasi:

Spray drying, Homogenizer Rp 250.000,00-/operasi,

Operator Rp 40.000,00-/hari ________+ Jumlah total biaya produksi Rp. 390.000,00-

Mark up harga 60 %, sehingga harga jual 255 gram mikrokapsul: −

= − +

× .390.000, ) .390.000, .624.000, 100

/ 60

( Rp Rp Rp

Oil retention 92.1 %, sehingga total volatile oil adalah 3,22%.

Total volatile oil dari 255 gram mikrokapsul = 8.211 gram oil

Jadi, harga jual : Rp. 75.995.6,-/gram volatile oil

Jadi, nilai ekonomis mikrokapsul dibandingkan dengan oleoresin adalah :

714 . 5 .

, 6 . 995 . 75 .

Rp

Rp

= 13.2, atau 13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan oleoresin jahe.