Teknik pewarnaan dimulai dengan membilas preparat dengan air mengalir setelah dikeluarkan dari inkubator. Pewarnaan dilakukan dengan memasukkan
sediaan ke dalam zat warna hematoksilin eosin selama 2-3 menit. Dibilas dengan air mengalir kemudian dimasukkan kedalam pewarnaan eosin lalu dibilas kembali
dengan air mengalir. Preparat dimasukkan kedalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat serta alkohol absolut 1 dan 2. Penjernihan preparat dilakukan dengan
memasukan kedalam xylol dalam beberapa menit. Lalu preparat dikeringkan di udara terbuka. Kemudian ditutup dengan cover glass yang direkatkan dengan zat
perekat entelen. Setelah kering, preparat kemudian diberi label sesuai sampel yang diperoleh Hartono, 1989.
3.3.5 Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan dengan memberikan nilai skoring berdasarkan derajat perubahan pada paru
– paru. Pengamatan dilakukan pada 20 lapang pandang dengan perbesaran 400. untuk penilaian skoring sebagai berikut :
Tabel 3 Skoring Histopatologi No
Skor Keterangan
1 2
3 4
5 1
2 3
4 normal tidak ada perubahan
kongesti hiperemi oedema
hemorhagi dan vaskulitis infiltrasi sel radang hingga nekrosa
3.3.6 Analisis Data
Data yang telah diperoleh berdasarkan penilaian skoring selanjutnya di analisis dengan uji statistik non parametrik. Pada penelitian ini uji statistika yang
digunakan adalah Kruskal Wallis dengan uji Dunn sebagai uji lanjutnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10
4.0
EID
50
0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai
hewan coba Tabel 4. Ayam kelompok kontrol positif K
1
mengalami kematian 100 pada hari ke-7 pasca infeksi. Sebanyak 1 dari 8 ayam 12,5 dalam kelompok
P
2
mati pada hari ke-6 pasca infeksi dan 4 dari 7 ayam 57,1 dari kelompok P
2
mati di hari ke-7 pasca infeksi virus. Data tersebut menunjukkan bahwa sambiloto mampu dalam menunda kematian ayam. Ekstrak sambiloto diaplikasikan per oral
dengan dosis 1 ml per ekor pada ayam umur satu minggu selama tiga minggu sebelum ayam ditantang virus AI. Pada hari ke-7 pasca infeksi virus AI, ayam P
2
yang masih hidup kemudian dieuthanasi dengan memasukan udara 3-5 ml intracardiac dan dinekropsi untuk koleksi sampelnya.
Tabel 4 Hasil data kematian setelah uji tantang virus AI Perlakuan
Jumlah Ayam
Jumlah ayam mati pada hari ke- setelah tantangan Virus AI
Persentase kematian
1 2
3 4
5 6
7 Sambiloto +
infeksi virus 8
- -
- -
- 1
4 62,5
Infeksi virus 8
- -
- -
- -
8 100
Berdasarkan data kematian diketahui bahwa bahan aktif dalam ekstrak sambiloto tidak mampu menginaktifkan virus AI, tetapi mampu menghambat virus
untuk menginfeksi sel. Selanjutnya ayam yang mati sampai hari ke-7 pasca infeksi tanpa dimatikan kemungkinan telah terinfeksi virus AI. Kemampuan bahan aktif
untuk menghambat infeksi virus dapat terjadi jika zat-zat yang terkandung dalam sambiloto dapat meningkatkan kekebalan tubuh hewan sehingga virus tidak mudah
bereplikasi. Hal ini terbukti dengan 3 ekor dari 8 ekor ayam yang diberi ekstrak tanaman dan diuji tantang virus AI bertahan hidup sampai hari ke-7 pasca infeksi.
Tabel 5 Persentase kerusakan jaringan pada paru-paru Kelompok
Perlakuan Skor lesio histopatologi
1 2
3 4
K1
a
Infeksi virus 2
7,06 10,59
40 40,35
K2
bd
Tanpa perlakuan 40,69
45 11,31
2 P1
c
Ekstrak + Infeksi virus 9,58
30,94 21,02
31,42 8,04
P2
d
Ekstrak 48,14
32,14 10,93
5,77 3,02
Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata
p0,05
= normal tanpa perubahan 3
= hemorhagi dan vaskulitis 1
= kongesti hiperemi 4
= infiltrasi sel radang hingga nekrosa 2
= edema
Pada organ paru-paru ayam yang diinfeksi virus AI setelah pemberian ekstrak sambiloto P
1
ditemukan kerusakan jaringan yang lebih ringan dengan lesio yang dominan adalah 31,42 berupa hemorhagi dan vaskulitis dan rataan skoring adalah 2
Tabel 5. Pada kelompok K
1
infeksi virus kerusakan paling dominan adalah skor 4 yaitu infiltrasi sel radang hingga nekrosa jaringan. Nekrosa jaringan Gambar 6
terjadi akibat sel-sel mati setelah ditempati agen, kemudian agen akan berpindah menuju sel normal lain untuk bereplikasi. Untuk itu, ayam dengan perlakuan berupa
pemberian ekstrak sambiloto cenderung lebih ringan lesionya. Hal tersebut didukung oleh kelompok tidak ditantang dengan virus AI K
2
didominasi oleh jaringan dengan lesio berupa kongesti Gambar 7 sejumlah 45. Sedangkan ayam pada kelompok
yang diberi ekstrak sambiloto P
2
menunjukkan kerusakan yang didominasi oleh sel normal 48,14.
Gambaran histopatologi paru-paru ayam yang diuji tantang virus AI, terdapat perbedaan yang nyata P0,05 antar semua kelompok perlakuan pada
ayam berdasarkan analisis statistik non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis Tabel 5. Hanya pada kelompok K
2
dan P
2
setelah dilakukan uji lanjut tidak terdapat perbedaan yang nyata. Sedangkan melalui gambaran histopatologi pada kelompok P
2
setelah diberi ekstrak sambiloto menunjukkan kerusakan yang paling ringan dan didominasi oleh sel normal 48.14 Tabel 5. Kemungkinan dikarenakan pengaruh
ekstrak sambiloto yang dapat mengurangi lesio yang terjadi.
Gambar 6 Paru-paru ayam : Infiltrasi sel radang I dan nekrosa jaringan N pada kelompok ayam yang ditantsang virus AI K
1
. Pewarnaan HE. Pembesaran 400x.
Gambar 7 Paru-paru ayam : Kongesti pembuluh darah K pada kelompok ayam diberi ekstrak sambiloto dan ditantang virus AI P
1
-8. Pewarnaan HE. Pembesaran 50x.
N
K
K K
I
Gambar 8 Paru-paru ayam : Penimbunan cairan edema ekstravaskuler E pada kelompok ayam diberi ekstrak sambiloto dan ditantang virus AI P
1
-2. Pewarnaan HE. Pembesaran 200x.
Gambar 9 Paru-paru ayam : Edema pulmonum Ep dan hemorhagi H pada kelompok ayam yang ditantang virus AI K
1
. Pewarnaan HE. Pembesaran 200x.
E
H
Ep Ep
Imunitas nonspesifik diduga merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang dimiliki oleh zat aktif ekstrak sambiloto. Kemampuan imunitas ini meliputi
komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa, komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, dan komplemen, serta komponen seluler nonspesifik yaitu
sel limfosit, heterofil, eosinofil dan makrofag. Limfosit, heterofil, eosinofil, dan makrofag melakukan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai
mediator untuk menarik sel-sel inflamasi lain ke daerah infeksi. Menurut Amroyan et al. 1999, mekanisme kerja dari andrografolid pada sambiloto berbeda dengan
sediaan anti peradangan non steroid dan lebih dekat dengan anti thrombotic. Telah dilakukan percobaan menggunakan sambiloto secara in vitro dan in vivo yang
dilakukan menggunakan zat aktif andrografolid dan ekstrak sambiloto dalam media larutan cair dengan menggunakan mencit. Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa ekstrak sambiloto serta andrografolid yang terkandung di dalamnya dapat menstimulasi kekebalan tubuh terhadap antigen, umumnya yang imunitas nonspesifik
Mills dan Bone 2000. Hasil pengamatan histopatologi organ paru-paru ayam yang tidak diberi
ekstrak sambiloto serta tidak diuji tantang dengan virus avian influenza H5N1 P
2
menunjukkan kerusakan jaringan yang ringan. Bila dibandingkan dengan ayam yang tidak diberi ekstrak sambiloto kemudian diinfeksi virus avian influenza H5N1 K
1
menunjukkan terdapatnya perbedaan yang nyata antara keduanya Tabel 5. Terdapat peningkatan kerusakan jaringan pada kelompok kontrol positif K
1
. Kerusakan jaringan yang paling mencolok ditemukan adalah hemorhagi dan vaskulitis serta
infiltrasi sel radang hingga nekrosa jaringan. Kelompok kontrol positif K
1
memperlihatkan mekanisme infeksi virus yang jelas karena banyak lesio yang didominasi oleh infiltrasi sel radang hingga nekrosa jaringan. Menurut Easterday dan
Hinshaw 1987 infeksi virus H5N1 pada ayam menyebabkan fokus peradangan dan infiltrasi sel radang pada organ paru-paru, myocardium, otak, mata, dan otot lurik.
Kerusakan jaringan akibat infeksi virus di organ paru-paru diduga seperti mekanisme peradangan akibat infeksi. Dimulai dengan perlekatan virus pada reseptor
α-2-3 dan α-2-6, dilanjutkan dengan replikasi virus kemudian virus masuk sistem
sirkulasi viremia mengakibatkan peningkatan dilatasi pembuluh darah dan vaskularisasi pada jaringan, sehingga terjadi kongesti Gambar 7. Kemudian
kongesti menginduksi pelepasan sitokin Interleukin-2, IFN, dan TNF, sehingga terjadi penurunan permeabilitas endotel. Akibatnya plasma darah keluar dari
pembuluh darah menimbulkan penimbunan cairan edema Gambar 8 dan endapan protein. Selanjutnya darah keluar dari pembuluhnya, disebut hemorhagi Gambar 9.
Biasanya hal tersebut disertai dengan vaskulitis atau peradangan pembuluh darah. Dengan meningkatnya aktivitas darah dan mediator peradangan menginduksi sel
radangsel pertahanan untuk masuk ke jaringan lewat pembuluh darah. Sel pertahanan akan memfagosit virus dalam jaringan dan melokalisir jaringan yang terinfeksi
menjadi fokus radang. Bila virus gagal difagosit, sel tempat virus bereplikasi kemudian akan terjadi nekrosa Gambar 6, dimulai dengan picnotis, kariorhexis, dan
kariolisis. Kerusakan jaringan yang berlangsung kronis biasanya ditemukan pembentukan jaringan ikat fibrosis.
Dibandingkan kedua kelompok yang merupakan kontrol perlakuan yang tidak dicekok ekstrak sambiloto K
2
dan salah satu ditantang dengan virus AI H5N1 K
1
. Terdapat perbedaan nyata antara keduanya ditinjau dari kerusakan jaringan organ
paru-paru secara histopatologi Tabel 5. Hal tersebut dikarenakan paru-paru memang merupakan salah satu organ target replikasi virus avian influenza dan merupakan
organ yang kontak dengan lingkungan sehingga banyak ditemukan fokus peradangan serta infiltrasi sel radang Easterday dan Tumova 1978. Berbeda halnya dengan
keadaan jaringan pada paru-paru ayam yang tidak diberi perlakuan apapun K
2
. Hanya sedikit sekali kerusakan jaringan yang ditimbulkan, karena memang
kecenderungan jaringan masih normal Tabel 5. Saat kedua perlakuan yang sama-sama diinfeksi dengan virus flu burung
menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara sampel yang diberi ekstrak sambiloto P
1
dan kelompok K
1
tanpa ekstrak sambiloto Tabel 5. Lesio jaringan pada ayam kelompok P
1
lebih ringan dan didominasi oleh hemorhagi dan vaskulitis, sedangkan pada ayam kelompok K
1
kerusakan lebih parah yang didominasi oleh infiltrasi sel radang hingga nekrosa. Potensi ekstrak sambiloto dalam menekan terjadinya
kerusakan jaringan masih belum jelas mekanismenya. Menurut Kardono et al. 2003, ekstrak sambiloto bermanfaat sebagai anti peradangan dengan kandungan aktif
andrografolid. Andrografolid secara signifikan mampu menurunkan kadar histamin serum dan infiltrasi sel
–sel radang pada saluran pernafasan. Mekanisme zat ini adalah meningkatkan produksi hormon glukokortikosteroid dari kelenjar adrenal.
Glukokortikosteroid menghambat
peradangan dengan
cara menghambat
pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin, histamin, thromboxanes, dan leukotriens.
Kandungan anetol yang menyebabkan sambiloto mengeluarkan aroma dan rasa yang khas. Zat ini juga mempunyai kemampuan daya antibakteri. Cara kerjanya
dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan mendenaturasi protein sel. Menurut Rohimah 1997, flavonoid merupakan salah satu zat yang terkandung dalam ekstrak
sambiloto yang tersebar luas dalam senyawa-senyawa gllikon dan aglikon yang larut dalam air. Salah satu fungsi flavonoid adalah sebagai hormon pertumbuhan tanaman
dan inhibitor pertumbuhan enzim dengan mengkompleks protein. Flavanoid dapat menghambat perkembangan agen dengan bertindak sebagai inhbitor enzim.
Mekanisme penghambatan tersebut dengan cara menghambat produksi energi dan sintesis asam-asam nukleat atau protein. Melalui mekanisme tersebut pertumbuhan
dan perkembangan agen dapat ditekan. Tingkat kerusakan jaringan secara histopatologi pada ayam dengan perlakuan
pencekokan sambiloto kemudian diinfeksi virus avian influenza P
2
berbeda nyata dengan ayam dengan perlakuan P
1
hanya diberi ekstrak sambiloto Tabel 5. Kerusakan jaringan akibat infeksi virus AI lebih tinggi dibandingkan yang tidak
diinfeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sambiloto dalam meningkatkan imunitas ayam melalui mekanisme kekebalan non spesifik. Dengan peningkatan sel pertahanan
sehingga kerusakan jaringan dapat dicegah dan dikurangi frekuensinya. Dalam
penelitian Chao dan Lin 2010, secara signifikan andrografolid menghambat pertumbuhan granuloma akibat infeksi agen. Hal itu disebabkan kemampuan
peningkatan kekebalan non spesifik yang dapat menekan pertumbuhan agen.
Diperoleh hasil bahwa ayam kelompok kontrol tanpa perlakuan K
2
berbeda nyata dengan kelompok ayam P
1
yang diberi ekstrak sambiloto kemudian diinfeksi virus AI Tabel 5. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerusakan jaringan tetap tinggi
meskipun sudah diberi ekstrak sambiloto dibandingkan dengan sampel yang tanpa diinfeksi virus flu burung. Artinya infeksi virus dapat terjadi namun tingkat
kerusakanya dapat dikurangi melalui aktivitas zat aktif ekstrak sambiloto dalam tubuh.
Antioksidan juga dipercaya dapat mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Hal tersebut sesuai dengan Kardono et al. 2003, yang menyatakan bahwa salah satu
efek ekstrak sambiloto adalah antioksidan. Antioksidan berfungsi mengikat radikal bebas dalam jaringan. Efek radikal bebas dalam tubuh adalah memicu terjadinya
kerusakan jaringan dengan berikatan pada sel, biasanya pada membran sel. Sel yang mulanya normal yang diikat radikal bebas dengan mengambil elektron dari sel
tersebut dapat menyebabkan perubahan struktur asam nukleutid. Sebenarnya, tubuh ayam dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja bila jumlahnya terlalu
berlebihan, maka kemampuan untuk menetralisirnya akan lemah. Beberapa faktor bisa mempengaruhi metabolisme zat aktif dalam tubuh,
pengaruh utama ini dapat dibagi dalam faktor internal dan faktor eksternal dari ayam. Faktor internal yang mungkin berpengaruh dalam hal ini adalah penyakit ayam,
karena ayam yang digunakan dalam penelitian ini bukan ayam yang bebas patogen atau SPF Spesific Pathogen Free. Faktor internal yang dapat mempengaruhi
metabolisme obat adalah penyakit ayam. Faktor eksternal biasanya didominasi oleh temperatur kandang dan perlakuan terhadap ayam. Faktor tersebut memicu
meningkatnya stres pada hewan. Dengan peningkatan stres maka kemampuan tubuh dalam menyerap zat aktif akan berkurang.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara histopatologi ekstrak sambiloto berpotensi mengurangi kerusakan jaringan organ
paru-paru ayam dan mampu mengurangi tingkat kematian akibat infeksi virus AI. Infeksi virus AI pada ayam menimbulkan kongesti, edema, hemorhagi dan infiltrasi
sel radang hingga nekrosa jaringan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis bertingkat ekstrak sambiloto agar diperoleh dosis optimumnya. Untuk memperkuat informasi mengenai
potensi ekstrak sambiloto dalam menanggulangi virus AI H5N1 perlu dievaluasi juga
secara histopatologi pada organ lain, seperti otak, mata, hati, jantung, dan usus.