Teknik yang digunakan dalam ekstraksi sambiloto adalah bahan dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 45 C, sampai kadar air 10 ,
kemudian digiling dengan ukuran 60 mesh. Bahan yang sudah halus masing- masing direndam dalam alkohol 95 dengan perbandingan 1 : 5. Diaduk
dengan pengaduk listrik selama 4 jam, kemudian didiamkan 1 malam. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Diambil bagian cairannya,
diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai alkoholnya habis. Ekstrak pekat yang dihasilkan kemudian dimurnikan dengan etil asetat. Diperoleh
ekstrak pekat murni. Kemudian penentuan kandungan zat dalam sambiloto secara kualitatif melalui kombinasi dengan metode gas kromatografi
spektrofotometri massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah komponen campuran kimia sambiloto, berdasarkan polaritas campuran.
Bagian utama dari kromatografi adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, detektor, dan suhu. Spektofotometri massa digunakan untuk
identifikasi dan penentuan struktur senyawa kimia, informasi terpenting adalah berat molekul Setyono et al. 2008.
3.3.2 Pengelompokan Hewan
Hewan dikelompokan atas dasar perlakuan yang dilakukan,yaitu: Tabel 2 Pengelompokan Hewan
No Kelompok Keterangan
1. Perlakuan positif
P1 Perlakuan
+; dicekok
dengan ekstrak
sambiloto dan ditantang dengan virus AI 2.
Perlakuan negatif P2
Perlakuan -; dicekok dengan ekstrak sambiloto tetapi tidak ditantang virus AI
3. Kontrol positif
K1 Kontrol +; tidak dicekok ekstrak sambiloto
dan ditantang virus AI 4.
Kontrol negatif K2
Kontrol -; tidak dicekok ekstrak sambiloto dan tidak ditantang virus AI
Gambar 5 Perlakuan di fasilitas BSL 3.
Keterangan gambar 5: A
= Keadaan luar fasilitas BSL 3 B
= Pengambilan virus AI H5N1 dengan dosis 10
4.0
EID
50
0,1 ml CD
= Penyuntikan virus intranasal di laboratorium BSL 3 E
= Pemeliharaan ayam post infeksi di laboratorium BSL 3 F
= Penyimpanan organ dalam pot plastik yang terendam BNF 10
3.3.3 Infeksi AI
Dalam penelitian ini tindakan perlakuan dan pemeliharaan ayam dilakukan di laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Infeksi ayam
menggunakan virus avian influenza H5N1 dengan dosis 10
4.0
x EID
50
0,1 ml diperoleh dari PT Vaksindo Satwa Nusantara. Infeksi dilakukan dengan rute
intranasal pada ayam yang telah berumur 4 minggu di fasilitas BSL 3 bertempat di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Bogor. Pengamatan dilakukan
selama 7 hari pasca infeksi, diamati setiap pagi dan sore, kemudian dicatat jumlah ayam yang mati. Namun, bila terdapat ayam yang belum mati sampai hari ketujuh
akan dieuthanasi dengan cara memasukan udara 3-5 ml intracardiac. Setelah itu dinekropsi untuk diambil organ paru-parunya. Spesimen organ disimpan dalam
botol plastik yang terendam buffer neutral formalin 10 dan diberi label pada botol tersebut sesuai kelompok perlakuan ayam.
3.3.4 Tahapan Pembuatan Histopatologi
Sampel dari setiap perlakuan yang disimpan dalam botol berlabel di pilih organ yang diinginkan, dalam hal ini paru-paru. Kemudian dipotong melintang
dengan ukuran panjang ±4 mm, lebar 3 mm, dan tebal 3 mm lalu dimasukan ke dalam container. Dicelupkan kedalam botol berisi larutan buffer neutral formalin
10 agar terfiksasi dan organ tidak rusak. Kemudian organ tersebut didehidrasi dengan larutan alkohol bertingkat, mulai dari 70, 80, 90, 95, absolut 1
dan absolut 2. Masing-masing membutuhkan waktu minimal ±2 menit agar organ terdehidrasi sempurna. Organ direndam di dalam larutan xylol selama 30 menit.
Kemudian organ tersebut ditanam dalam parafin cair di lemari pemanas selama 2 jam dan dimasukkan dalam blok pencetaknya. Setelah itu parafin disimpan dalam
lemari es hingga menjadi beku. Parafin yang telah berbentuk blok kemudian dipotong dengan mikrotom sesuai ukuran yaitu 5-6 µm agar potongan tidak
mengkerut taruh potongan di atas permukaan air yang bersuhu 45°C. Lalu bilas dengan aquades hangat 38-40°C, kemudian tempel pada gelas objek dan
dikeringkan di inkubator dengan suhu 60°C selama satu malam.
Teknik pewarnaan dimulai dengan membilas preparat dengan air mengalir setelah dikeluarkan dari inkubator. Pewarnaan dilakukan dengan memasukkan
sediaan ke dalam zat warna hematoksilin eosin selama 2-3 menit. Dibilas dengan air mengalir kemudian dimasukkan kedalam pewarnaan eosin lalu dibilas kembali
dengan air mengalir. Preparat dimasukkan kedalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat serta alkohol absolut 1 dan 2. Penjernihan preparat dilakukan dengan
memasukan kedalam xylol dalam beberapa menit. Lalu preparat dikeringkan di udara terbuka. Kemudian ditutup dengan cover glass yang direkatkan dengan zat
perekat entelen. Setelah kering, preparat kemudian diberi label sesuai sampel yang diperoleh Hartono, 1989.
3.3.5 Pengamatan Histopatologi