Terjemahan Puitis Aqsam al-Qur’ân

F. Terjemahan Puitis Aqsam al-Qur’ân

Perubahan terakhir yang disampaikan oleh tim penyunting adalah mengenai sumpah. 123 Di dalam al-Qur’an Allah sering bersumpah, dengan nama

atau diri-Nya sendiri, ada pula dengan makhluknya. Dalam beberapa ayat, Allah mengawali sumpahnya dengan kata la yang secara harfiah berarti tidak. Jumlah sumpah yang dimulai dengan kata la ini ada delapan buah yaitu: al-Waqi’ah ayat

75, al-Haqqah ayat 38, al-Ma’arij ayat 4, al-Qiyamah ayat 1 dan 2, al-Takwir ayat 15, al-Insyiqaq ayat 16 dan al-Balad ayat 1. Pada umumnya kitab tafsir

menganggap kata-kata la yang berarti tidak ini hanyalah sebagai tambahan, tidak mempunyai fungsi apa-apa. Jadi dianggap sebagai tidak ada saja.

Surat al-Waqi’ah ayat 75 dalam kitab al-Qur’an dan Terjemahannya diterjemahkan dengan: Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang- bintang. Di dalam kitab tafsir, pembahasan dan diskusi tentang sumpah yang diawali dengan kata la ini, apakah harus diartikan atau dianggap tidak ada, selalu diberikan. Biasanya surat al-Waqi’ah ayat 75 tadi, karena itulah merupakan sumpah pertama yang diawali dengan kata la. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata la tersebut harus diartikan, tidak boleh dianggap tidak ada. Untuk hal ini berbagai alasan dan argumen telah dikemukakan. Jassin menerjemahkannya

dengan Aku bersumpah demi jatuhnya bintang-bintang. 124

122 Lihat al-Zamakhsyarî, Al-Kasysyâf, juz I, hal. 16-17. Lihat pula Ibn Katsîr, Tafsir al- Qur’an al-Azîm, juz I, hal. 68.

123 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhist fî ‘Ulûm al-Qur’ân, hal. Kata sumpah berasal dari bahasa Arab ُﻢَﺴَﻘﻟْا (al-qasamu) yang bermakna ُﻦﻴِﻤَﻴﻟْا (al-yamiin) yaitu menguatkan sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan dengan menggunakan huruf-huruf (sebagai perangkat

sumpah) seperti و , ب dan huruf lainnya. Berhubung sumpah itu banyak digunakan orang untuk menguatkan sesuatu, maka kata kerja sumpah dihilangkan sehingga yang dipakai hanya huruf ب- nya saja. Kemudian huruf 124 ب diganti dengan huruf و.

HB. Jassin, al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia, hal. 759

Mahjiddin Yusuf memilih kecendrungan bahwa kata la tersebut harus diartikan, tidak boleh dianggap tidak ada. Karena itu, ayat 75 ia artikan dengan :

75. Han Lonmeusumpah ngon teumpat bintang Teumpat-teumpat nyan di langet luah Meusumpah ngon nyan meu na tateupue

76. Keubit atra nyoe raya sileupah

Kedelapan kata sumpah yang diawali dengan kata la seperti disebutkan di atas ia terjemahkan dengan Han Lonmeusumpah. Masalah ini merupakan topik diskusi tim penyunting yang terakhir dengan Mahjiddin pada Ramadhan 1414 atau Februari 1994. Karena tidak selesai, tim berjanji akan meneruskan diskusi sesudah bulan Ramadhan usai. Tetapi Allah menentukan lain, diskusi tersebut tidak dapat dilanjutkan, karena pada malam Hari Raya Fitrah 1414 H Mahjiddin berpulang ke rahmatullah.

Akhirnya melalui diskusi sesama tim penyunting, diputuskan untuk mengikuti kecendrungan umum kebanyakan kitab tafsir, dan karena itu mengubah

arti kedelapan sumpah yang diawali dengan kata la menjadi Ulon meusumpah. Dengan demikian terjemahan surat al-Waqi’ah menjadi:

75. Ulon meusumpah ngon teumpat bintang Teumpat-teumpat nyan di langet luah Meusumpah ngon nyan meu na tateupue

76. Keubit atra nyoe raya sileupah

Dalam al-Qur’an ada tiga macam term yang biasa diterjemahkan sebagai sumpah secara umum. Ketiga term tersebut adalah al-Qasam, al-Halif dan al- Yamîn. Secara leksikal, term-term ini mempunyai makna-makna yang sama dan masing-masing term dapat diartikan dengan lainnya. Term al-Qasam dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 33 kali; 22 kali di antaranya bermakna sumpah, yaitu 6 kali dalam bentuk aqsamu, 8 kali dalam bentuk la uqsimu, 1 kali dalam bentuk la tiqsimu. 2 kali yuqsimani, 1 kali bentuk qasamahuma, sekali

bentuk taqasau, dan dua kali dalam bentuk al-Qasam. 125 Sedangkan al-Halif

125 Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqî, al-Mu’jam al Mufahras li Alfâzh wa al-Qur’an, cet. II, (t.t.: Dar al-Fikr, 1981), hal. 544-545. Lihat juga Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa

al-A’lam al-Qur’aniyah, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, t.th.), hal. 425-426 al-A’lam al-Qur’aniyah, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, t.th.), hal. 425-426

Term la-Yamin digunakan sebanyak 71 kali dalam berbagai pengertian. 127 Sebanyak 23 kali di antaranya dalam pengertian sumpah. Dapat disimpulkan bahwa dari tiga term sumpah yang telah disebutkan, hanya term al-Qasam saja

yang dapat disandarkan kepada Allah. 128 Dua term lainnya hanya bisa disandarkan kepada sumpah-sumpah manusia.

Sumpah-sumpah Allah dalam al-Qur’an yang menggunakan kata kerja yang nampak (zhahir), semuanya menggunakan kata kerja yang berasal dari al- Qasam, yaitu uqsimu. Namun ada hal menarik yang terdapat pada ayat-ayat yang menggunakan kata kerja tersebut. Kata kerja uqsimu selalu dihubungkan dengan huruf lâ, sehingga menjadi lâ uqsimu. Di dalam al-Qur’an kata kerja seperti itu ditemukan sebanyak delapan kali, dua kali di awal surat dan enam lainnya di

tengah-tengah surah. Ada berbagai macam komentar yang disampaikan oleh para ulama mengenai lâ pada frase tersebut dan apa fungsinya. Di antaranya ada yang berpendapat bahwa frase lâ uqsimu sebenarnya berasal dari lauqsimu (sungguh

saya bersumpah) yang menggunakan huruf lâm al-Qasam. 129 Huruf lâm dibaca panjang menjadi lâ, mengikuti kebiasaan yang terjadi dalam syair ketika berhenti

pada suatu lafal. 130

126 Muhammad Fuad Abd al-Bâqî, al-Mu’jam al Mufahras, hal. 215. Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa al-A’lam al-Qur’aniyyat, hal. 133.

127 Dalam kamus al-Qur’an disebutkan bahwa makna-makna al-Yamin adalah kekuatan, sumpah, janji, tangan kanan, raja, agama, raja, sebelah kanan sesuatu dan arah. Lihat al-Husain Ibn

Muhammad al-Damaghaniy, Qâmus al-Qur’an wa Isthilah al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al Ilm al-Malayin, 1980), cet. III, hal. 505-506

128 Sedangkan menurut Louis Ma’luf, dalam konteks bangsa arab, sumpah yang diucapkan oleh orang Arab itu biasanya menggunakan nama Allah atau selain-Nya. Pada intinya sumpah itu

menggunakan sesuatu yang diagungkan seperti nama Tuhan atau sesuatu yang disucikan. Louis Ma’luf, al-Munjid, (Beirut: al-Mathba’ah al-Kathaliqiyyah, 1956), hal. 664

129 Lihat al-Shâbûni, Rawâi’ al-Bayân: Tafsîr Âyât al-Ahkâm min al-Qur’an, (td), juz II, hal. 505. Fakhr al-Din ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Jilid XV, Juz. XXX,

hal. 106 130 al-Shâbûni, Rawâi’ al-Bayân, hal. 505. Mannâ’ al-Qattân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-

Qur’ân, hal. 234

Adapula yang berpendapat bahwa asalnya adalah falanâ uqsimu (maka saya bersumpah). Lam di sini adalah lâm al-Ibtida’. 131 Pendapat ini didasarkan

pada Qira’at atau bacaan al-Qur’an dari al-Hasan yang membaca frase lâ uqsimu dengan fal uqsimu. al-Zamaksyarî berpendapat bahwa tidak mungkin lâm yang terdapat dalam lâ uqsimu itu adalah lâm al-Qasam dengan dua alasan: pertama, bahwa seandainya lam al-Qasam, maka seharusnya juga diikuti oleh nun al- Taukid. Kedua, kata kerja sumpah itu harus merujuk perbuatan sekarang tidak boleh pada perbuatan yang akan datang.

Ada pertanyaan yang menarik yang dilontarkan oleh al-Zarkasyî dan al- Suyûtî. Apa gunanya sumpah dalam al-Qur’an bagi orang beriman, yang pasti percaya firman Tuhan. Atau sebaliknya, percuma saja kalimat sumpah dalam al- Qur’an yang ditujukan kepada orang kafir. Bagaimanapun juga mereka tidak

percaya kebenaran al-Qur’an. Al-Suyûtî 132 berargumentasi bahwa al-Qur’an

diturunkan dalam bahasa Arab, sedangkan kebiasaan bangsa Arab (ketika itu) menggunakan al-Qasam ketika menguatkan atau menyakinkan suatu persoalan. Sedangkan Abû al-Qasim al-Qusyairî berpendapat al-Qasam dalam al-Qur’an untuk menyempumakan dan menguatkan argumentasi (hujjah). Dia beralasan untuk memperkuat argumentasi itu bisa dengan kesaksian (syahadah) dan sumpah (al-Qasam). Sehingga tidak ada lagi yang bisa membantah argumentasi tersebut. 133

Ada yang berpendapat bahwa la pada frase tersebut adalah la zâ’idat yang berfungsi untuk mempertegas. La ini tidak perlu diterjemahkan dengan ‘tidak’, karena ia diletakkan untuk menguatkan kandungan pebicaraan, maka cukup menggambarkan penekanan dalam terjemahannya, seperti menyisipkan kata ‘benar-benar’, sehingga la uqsimu bisa diterjemahkan dengan ‘saya benar-benar

bersumpah’. 134

131 al-Zamaksyarî, Tafsîr al-Kasysyâf, jilid IV, hal. 456 132 al-Suyûtî. al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur‘ân, hal. 322 133 al-Suyûtî. al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur‘ân, hal. lihat. QS.3:18 dan QS.1O:53. 134 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek

Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hal. 785

Sumpah atau al-Qasam merupakan suatu hal atau kebiasaan bangsa Arab dalam berkomunikasi untuk menyakinkan lawan bicaranya. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh bangsa Arab merupakan suatu hal yang oleh al-Qur’an direkonstruksi bahkan ada yang didekonstruksi nilai dan maknanya. Oleh karena itu, al-Qur’an diturunkan di lingkungan bangsa Arab dan juga dalam bahasa Arab,

maka Allah juga menggunakan sumpah dalam mengkomunikasikan kalam-Nya. 135

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terjemahan dalam bentuk puisi tidak akan merubah akurasi makna dan pemahaman teks al-Qur’an. Dan metode ini menjadi instrument penting dalam membantu proses pemahaman teks.

135 Muchatab Hamzah, Studi Al-Qur’an Komprehensif, (Yogyakarta: Gama Media. 2003), hal. 207