Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali
kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya.
Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan,
berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik
sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur bank.
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri,
sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu
lembaga keuangan yang berfungi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia Bank tersebut secara
konsisten dan bertanggung jawab.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasinya dengan beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut:
1. Apakah pengertian rahasia bank dan amnesti pajak ? 2. Bagaimana Implementasi rahasia bank dalam penegakan hukum terhadap
tindak pidana pencucian uang dari pelaporan Wajib Pajak WP dalam mengikuti program amnesti pajak?
3
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN RAHASIA BANK
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system
keuangan dan system pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara
yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan
pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global. Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat
penting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya
tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan system pembayaran dari negara yang bersangkutan. Hal ini adalah seperti yang pernah terjadi ditahun 1998
ketika banyak bank di Indonesia, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada pada waktu itu gulung tikar.
3
Karena bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada
bank. Oleh karenanya bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat
yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut,
3 https:m.detik.comfinancemoneter3338307banyak-bank-tutup-akibat-krisis-1998-jadi-alasan-
dibentuknya-lps , diakses 30 Maret 2017.
4
sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan
adalah juga kepentingan masyarakat banyak. Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pengertian mengenai rahasia bank selalu
ditentukan dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Berkaitan dengan itu, ketentuan Pasal 40 ayat 1 menentukan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43,
dan Pasal 44. Bahwa pengertian dan ruang lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU
No. 7 Tahun 1992 dan UU No. 10 Tahun 1998 memiliki perbedaan. Dalam UU No 7 Tahun 1992 ketentuan rahasia bank tersebut lebih luas, karena berlaku bagi setiap nasabah
dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Adapun ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam UU No. 10 Tahun 1998 lebih sempit, karena
hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Integritas pengurus.
2. Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan.
3. Kesehatan bank yang bersangkutan. 4. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
5
Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang
dan badan yang memperoleh pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri, meliputi : Jumlah kredit, Jumlah dan jenis rekening nasabah
Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga lainnya, Pemindahan transfer uang, Pemberian garansi bank, Pendiskontoan surat-surat berharga, dan
Pemberian kredit. Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dikemukakan bahwa makna yang terkandung
dalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga mengenai keadaan keuangan dan hal-hal
lain yang patut dirahasiakan dari nasabahnya, untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan dari bank itu sendiri.
4
a. Teori Rahasia Bank
Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, sesungguhnya bagaimana sifat dari ketentuan rahasia bank tersebut? Menurut Drs. Muhammad Djumhana, S.H.
dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, terdapat dua teori mengenai rahasia bank, yaitu sebagai berikut:
5
1 Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak
Berbicara mengenai teori-teori rahasia bank, maka ada ketentuan mnegenai rahasia bank itu sehingga kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat nasabah bahwa bisa
juga bahwa bank sendiri sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi
sorotan masyarakat.
4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada media group, 2005, hal. 135-136.
5
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012, hal. 158.
6
Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun, baik dalam
keadaan biasa atau pun keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.
Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di negara Swiss.
2 Teori Rahasia Bank yang Bersifat Nisbi Relatif
Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, jika untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk
kepentingan negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dengan demikian teori relatif ini melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara
Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertangung jawab sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya.
b. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal 10 November
1998, dalam Pasal 40, 41 A, 42, 42 A, 44 A, 47, 47 A, dan 48 telah mengatur menegani rahasia bank. Pasal 40 ayat 1 menyatakan bahwa “ bank wajib merahasiakan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Dalam penjelasan atas Pasal 40 dinyatakan “ keterangan mengenai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang
wajib dirahasiakan bank”. Bahkan disebutkan bahwa apabila nasabah bank adalah nasabah
7
penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.
c. Pengecualian Rahasia Bank
Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan.
Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia
bank, menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 219PBI2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah
Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.
d. Ketentuan Membuka Kerahasiaan Bank Untuk Kepentingan Peradilan Dalam Perkara Pidana
Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi perbankan di Indonesia
6
, telah melangkah lebih jauh, dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 219PBI2000 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, hal mana PBB baru melalui Konvensi Menentang Korupsi UNCAC tahun 2003
mewajibkan para negara peserta konvensi memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi.
7
Di dalam konsideran poin B
8
Peraturan BI dinyatakan dengan tegas bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah
penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk:
· Kepentingan perpajakan;
6 Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
7 Pasal 40, Konvensi PBB tentang Anti Korupsi UNCAC tahun 2003. 8 Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A Ayat 1 dan Pasal 44A Ayat 2 UU.
8
· Penyelesaian piutang bank;
· Kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
9
· Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;
· Dalam rangka tukar menukar informasi antarbank;
· Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah; dan
· Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.
Mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana yang diatur di dalam
peraturan BI tersebut Peraturan Bank Indonesia Nomor 219PBI2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.
Di dalam Pasal 3 Ayat 1 tentang Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau
izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia. Sebagai perbandingan di negara Austria, pembukaan kerahasiaan bank dilakukan dengan surat perintah seorang hakim
Di dalam Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin
tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank Ayat 1, setelah ada permintaan tertulis dari
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Ayat 2, hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum
10
Ayat 3 di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan:
9 Bandingkan dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, mengenai penyitaan dokumen yang bersifat rahasia harus atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat
kecuali undang-undang menentukan lain. 10 Dalam penjelasannya hanya disebutkan agar permintaan izin untuk memperoleh keterangan dari bank
atas suatu perkara pidana yang diproses pada semua tingkatan di luar peradilan umum dilakukan dengan koordinasi antar-instansi yang pelaksanaannya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Lebih jauh penulis menafsirkan, dalam hal ini pidana di luar peradilan umum hanya ada di dalam peradilan militer.
9
a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim; b. Nama tersangka atau terdakwa;
c. Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan; d. Keterangan yang diminta;
e. Alasan diperlukannya keterangan; dan f. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah
dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI
11
, kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan
nasabah yang diblokir atau disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini Pasal 12 Ayat 1 dan 2.
Bahwa atas pembukaan rahasia bank yang tidak mengacu kepada ketentuan dari BI tersebut di atas berdasarkan Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan diancam dengan ketentuan pidana dan
sanksi administratif sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 dan Pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai berikut:
1 Sanksi Pidana
a. Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia, dengan
sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun
11 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tentang izin atau persetujuan penyitaan yang hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri di mana
benda yang disita berada bagian Keempat terutama Pasal 38.
10
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- dua ratus miliar rupiah.
b. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur yang telah
diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,-
empat miliar rupiah dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- delapan miliar rupiah. c. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 4.000.000.000,- empat miliar rupiah dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,- lima belas miliar rupiah.
2 Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank
Indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut: a. Denda uang;
b. Teguran tertulis; c. Penurunan tingkat kesehatan bank;
d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun
untuk bank secara keseluruhan; f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat
pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota
11
koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; dan
g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;
Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Dalam hal nasabah berpendapat telah di rugikan sebagai akibat penggunaan keterangan tentang nasabah itu oleh mereka yang memperoleh keterangan itu dari pihak
bank yang membocorkannya secara bertentangan dengan rahasia bank, maka nasabah tersebut dapat mengajukan ganti kerugian kepada mereka berdasarkan “pebuatan melawan
hukum” sebagaimana diatur oleh Pasal 1365 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan Pegawai Bank adalah semua pejabat dan karyawan Bank.
Pihak Terafiliasi sebagaimana menurut Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:
a. Anggota Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank;
b. Anggota pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; c. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan public, penilai,
konsultan hukum, dan konsultan lainnya; dan d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi
pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.
e. Kelemahan Rahasia Bank
12
Simpanan nasabah penyimpan adalah sumber dana bagi bank. Oleh karena itu, wajar jika undang-undang mengatur agar bank melindungi nasabahnya, tetapi disisi lain
tentu ada juga nasabah penyimpan yang berstatus debitur beritikad jahat bad faith, dengan berlindung di balik rahasia bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra
bisnisnya, misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang menerima cek atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin mengetahui
saldo simpanan nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu karena dilindungi oleh rahasia Bank. Hal semacam ini tentu akan mempengaruhi citra kepercayaan masyarakat
terhadap Bank. Oleh karena itu menghadapi nasabah penyimpan yang beritikad jahad, bank tidak perlu ragu melakukan tindakan black list dan kepada Bank Indonesia selaku
pengawas dan pembina perbankan. Penegakan hukum yang tegas justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank.
12
B. PENGERTIAN AMNESTI PAJAK
Pembangunan nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan, memerlukan
pendanaan besar, salah satunya bersumber utama dari penerimaan pajak. Oleh karena itu kebijakan amnesti pajak dapat dilihat sebagai kebijakan ekonomi
yang bersifat mendasar, jadi tidak semata-mata kebijakan terkait fiskal apalagi khususnya pajak. Jadi ini adalah kebijakan yang dimensinya lebih luas, kebijakan ekonomi secara
umum. Karena dari sisi pajaknya sendiri, dengan adanya amnesti pajak maka ada potensi penerimaan yang akan bertambah dalam APBN baik di tahun ini atau tahun-tahun
sesudahnya yang akan membuat APBN lebih sustainable. APBN lebih sustainable dan kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar sehingga otomatis ini akan
12 Abdulkadir Muhammad, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Penerbit: PT. Citra Adtya
Bakti, Bandung, 2004, hal. 75-85.
13
banyak membantu program-program pembangunan tidak hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak yang dimaksud dengan Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya
terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara
mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
13
Tetapi disisi lain, di sisi yang di luar fiskal atau pajaknya, dengan kebijakan amnesty ini yang diharapkan dengan diikuti repatriasi sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia
di luar negeri maka akan sangat membantu stabilitas ekonomi makro. Apakah itu dilihat dari nilai tukar rupiah, apakah itu dilihat dari cadangan devisa, apakah itu dilihat dari neraca
pembayaran atau bahkan sampai kepada likuiditas dari perbankan. Jadi kebijakan ini sangat strategis karena dampak yang sifatnya makro, menyeluruh dan fundamental bagi
perekonomian Indonesia. catatan dirjen pajak, Kementrian Keuangan dalam situs resminya mengatakan, latar belakang amnesti pajak antara lain:
pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan.
kepatuhan WP rendah karena: masih marak aktivitas ekonomi di dalam negeri yang
belum dilaporkan kepada otoritas pajakn dan masih banyak harta WNI yang berada di luar negeri yang belum dilaporkan dalam SPT.
perlu terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan Harta ke Indonesia dan
peran serta masyarakat untuk membayar pajak secara merata tanpa ada pembeda.
14
Sedangkan menurut konsideran bagian menimbang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak menyebutkan:
13 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. 14
https:diplomasiekonomi.kemlu.go.idimagestaxamnestyPaparan20Tax20Amnesty.pdf , diakses 30
maret 2017.
14
a. “bahwa pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan, memerlukan
pendanaan besar bersumber utama dari pajak”. b. “bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat, diperlukan
kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua potensi dan sumber daya yang ada”.
c. “bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu ditingkatkan karena terdapat harta, baik didalam maupun
diluar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak penghasilan”.
d. “bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu
menerbitkan kebeijakan pengampunan pajak”.
15
Atas dasar pemikiran seperti tersebut diatas maka di terbitkanlah oleh pemerintah kebijakan pengampunan pajak dan dituangkan dalam undang-undang.
Bagi banyak negara, pengampunan pajak tax amnesty seringkali dijadikan alat untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak tax revenue secara cepat
dalam jangka waktu yang relatif singkat. Program amnesti pajak ini dilaksanakan karena
semakin parahnya upaya penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh manfaat perolehan dana, terutama kembalinya dana yang disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini
dalam mempunyai kelemahan dalam jangka panjang dapat berakibat buruk berupa menurunnya kepatuhan sukarela voluntary compliance dari WP patuh, bilamana amnesti
pajak dilaksanakan dengan program yang tidak tepat. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan amnesti pajak di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam
melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di Afrika Selatan, Irlandia dan
15 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, Bagian Menimbang.
15
India, dengan maksud untuk mempelajari kebijakan dari masing-masing negara serta menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan program ini dapat berhasil dan mencapai
target yang ditetapkan, serta perspektifnya bagi pebisnis Indonesia.
16
Penyelundupan pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para WP yang jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan
ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah yang dibarengi dengan penyelundupan pajak ini sangat merugikan negara karena berarti hilangnya
penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayaai program pendidikan, kesehatan dan program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh sebab itu timbul
pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belum dibayar dari kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan pajak tax amnesty.
17
Di Indonesia, sumber utama dari penerimaan keuangan negara ialah pajak. Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara APBN. Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Bahkan pada tahun sekarang 2016, pendapatan negara Indonesia di sektor perpajakan
mencapai 74,6 persen dari persentase keseluruhan pendapatan negara.
18
Lazimnya negara hukum bahwa segala kebijakan pemerintah harus berdasarkan hukum, pemerintah pun membentuk aturan untuk dijadikan sebagai dasar atau penuntun
pengambilan kebijakan dibidang perpajakan. Pemerintah selalu berupaya untuk menjadikan sistem perpajakan di Indonesia menjadi lebih baik. Perubahan sistem perpajakan dari tahun
ke tahun juga merupakan salah satu upaya untuk menelaah keefektivitasan sistem tersebut dalam meningkatkan penerimaan pajak setiap tahunnya, maka dari itu Undang-Undang
tentang Perpajakan selalu berubah setiap saat. Salah satu langkah konkret pemerintah
16 Urip santoso dan Justina Setiawan, Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No. 2 Juli 2009.
17 Erwin Silitonga, dalam makalah yang berjudul , Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan pajak, dan Referendum, 2006.
18
http:www.kemenkeu.go.idapbn2016 , diakses 30 maret 2017.
16
dalam bidang pajak pada tahun sekarang 2016 ialah program tax amnesty pengampunan pajak yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak.
1. Tujuan Amnesti Pajak
Di Indonesia, sumber utama dari penerimaan keuangan negara ialah pajak. Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Bahkan pada tahun sekarang 2016, pendapatan negara Indonesia di sektor
perpajakan mencapai 74,6 persen dari persentase keseluruhan pendapatan negara.
19
Pengampunan Pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Kewajiban
perpajakan yang mendapatkan pengampunan Pajak terdiri atas kewajiban Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang
Mewah. Setiap WP berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. jika WP belum mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak, WP mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan. Setiap Wajib Pajak
WPOP dan WP Badan berhak mendapatkan pengampunan pajak kecuali yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan
P21, sedang proses peradilan, atau sedang menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan. Jenis pajak yang mendapat pengampunan mencakup seluruh jenis pajak Pusat:
PPh, PPN, Bea Meterai, PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan. Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat keterangan memperoleh fasilitas
pengampunan pajak berupa:
19 http:www.kemenkeu.go.idapbn2016
, diakses 30 Maret 2017.
17
a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak dan tahun pajak sampai dengan akhir tahun pajak
terakhir b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga atau denda untuk kewajiban
perpajakan dalam masa pajak bagian tahun pajak dan tahun pajak sampai dengan akhir tahun pajak
c. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak bagian
tahun pajak dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir. d. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam hal WP sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas
kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir yang sebelumnya telah ditangguhkan sampai dengan diterbitkanya surat keterangan.
Setelah mengikuti Amnesti Pajak apabila WP ingin menginvestasikannya dalam bentuk lain, dapat dilakukan di tahun kedua danatau tahun ketiga dalam bentuk:
Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi OJK.
Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.
Investasi di sektor property.
Pejabat yang berwenang dilarang memberitahukan data atau informasi terkait Pengampunan Pajak kecuali atas permintaan WP sendiri.
2. Makna dan Fungsi Pajak
18
Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut harus memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian bangsa atau negara dalam hal pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri
berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Beberapa ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh P.J.A. Andriani dalam Brotodihardjo R. Santoso, 1998. Menyebutkan
bahwa : “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Pajak mempunyai 2 fungsi utama, yaitu fungsi penerimaan budgetair dan fungsi mengatur reguler. Fungsi budgetair dimaksudkan bahwa pajak berfungsi sebagai sumber
dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan fungsi reguler dimaksudkan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial ekonomi. Pengertian Hukum Pajak Hukum pajak adalah suatu kaidah hukum tertulis yang
mengatur tentang WP dan pejabat pajak. Dimana WP adalah orang atau individu dan badan yang memiliki hak dan kewajiban atas pajak, sedangkanpejabat pajak adalah orang atau
badan yang memiliki wewenang pajak kepada para WP.
19
Menurut Rochmat Soemitro, pengertian hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah pemungut pajak dan rakyat
pembayar pajak. MenurutRochmat Soemitro hukum pajak mengatur siapa saja yang tergolong sebagai subjek wajib pajak dan apa saja kewajiban yang diberikan oleh
pemerintah, apa saja hak pemerintah, objek apa saja yang dikenakan pajak, bagaimana cara mengajukan keberatan, serta beberapa cara penagihan dan sebagainya.
Menurut Hadisoeprapto, pengertian hukum pajak adalah serangkaian beberapa peraturan yang mengatur tentang tata cara pemungutan pajakserta pada situasi-situasi apa
pajak akan dikenakan dan berapa banyak pajak yang harus dipungut. Unsur-unsur Hukum Pajak Hukum pajak berbicara tentang:
a. Subjek Pajak Subjek pajak adalah orang atau badan yang dikenakan pajak atau hukum yang
mengatur tentang perpajakan. Subjek pajak dikatakan WP jika subjek pajak telah memenuhi atau dikenakan pajak sesuai dengan yang termuat dalamUU perpajakan dan UUD NKRI
1945. b. Objek Pajak
Objek pajak adalah segala sesuatu yang dikenakan atas WP oleh pejabat pajak sesuai dengan kriteria yang dikenakan oleh WP seperti PPN, PPnBM, PPh, Bea Cukai, dll.
c. Pejabat Pajak Pejabat pajak adalah orang atau badan yang berwenang atas permintaan, penagihan,
dan pemberitahuan kepada WP atas pajak yang dikenakan. Dalam pelaksanaan tugasnya, pejabat pajak memiliki wewenang dalampenagihan pajak, baik yang bersifat biasa maupun
secara paksa melalui SPT, STP yang diajukan kepada WP. Meskipun demikian pelaporan atas pajak dari WP dilakukan secara independensi, atau diwakili oleh perwakilan WP wakil
rakyat, kuasa hukum, atau pejabat pajak itu sendiri.
20
d. Sumber Hukum Pajak Sumber Hukum Pajak adalah suatu sumber hukum kaidah tertulis yang mengatur
tentang perpajakanyang meliputi peraturan perundang-undangan, traktat, yurisprudensi, doktrin, dan hukum tetap.
e. Kedudukan Hukum Pajak Seperti yang kita ketahui sebelumnya, hukum pajak mengatur secara keseluruhan
warga negara yang dalam hal ini yaitu pejabat pajak dan WP dalam proses pelaksanaan wewenang, hak, dan kewajiban yang dapat menimbulkan suatu sanksi administratif, atau
pidana oleh karena itu hukum pajak memiliki kedudukan sebagai hukum publik bersifat universal.
f. Tujuan Hukum Pajak Tujuan hukum pajak semata-mata yang termuat dalam pembukaan UUD NKRI 1945
Negara yaitu, menciptakan kesejahteraan dan tujuan hidup seluruh warga negara. g. Ruang Lingkup Hukum Pajak Hukum pajak meliputi:
1 Penagihan atas pajak oleh pejabat pajak; 2 Pembayaran pajak berjangka oleh wajib pajak;
3 Bea Cukai dan Bea Materai; 4 Pemberian sanksi administrasi dan pidana;
5 Penerbitan surat teguran atau surat paksa; 6 Keringanan atas pajak tertentu; dan
7 Pemberian gugatan atau teguran terhadap kesalahan pajak.
3. Pemeriksaan Pajak
Kegiatan pemeriksaan pajak terhadap WP perbankan sebagai pihak terperiksa terkait dengan pengujian atas kebenaran pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas bunga deposito atau
tabungan tentunya tunduk kepada Pasal 29 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
21
Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam ketentuan perpajakan, pemotongan PPh dikenakan atas Bunga Deposito atau Tabungan dengan tarif 20 atau sesuai dengan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda P3B dan bersifat final. Kewajiban pemotongan ini berlaku untuk semua bank yang berkedudukan termasuk cabang bank luar negeri yang
ada di Indonesia. Namun terdapat pengecualian atas pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 seperti bunga deposito dan
tabungan yang: a. dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang seluruh penghasilannya termasuk
bunga deposito tabungan yang tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. b. jumlah deposito tabungan tidak melebihi Rp. 7.000.000,- tujuh juta rupiah untuk
jumlah yang tidak terpecah-pecah, yang diperoleh. c. diterima atau diperoleh bank atau cabang bank luar negeri yang ada di Indonesia.
d. diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan.
e. diterima atau diperoleh bank yang ditunjuk oleh pemerintah dalam rangka kepemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana.
Prinsipnya, ketentuan perpajakan telah mengakomodasi kerahasiaan perbankan dengan perlakuan khusus bagi Bukti Potong PPh Pasal 4 ayat 2 atas Bunga Deposito atau
Tabungan untuk tidak melaporkannya kepada KPP. Namun hal ini dipandang berbeda oleh para WP Perbankan, mereka dalam prakteknya tidak mengisi identitas perpajakan nasabah
dalam bukti potongnya dan bahkan tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka pemeriksaan.
Permasalahan terkait dengan ketakutan dari para WP perbankan akan bocornya informasi keadaan keuangan nasabah sebenarnya dapat diatasi dengan mekanisme khusus
dalam pemeriksaan pajak. Mekanisme khusus tersebut berupa kegiatan pemeriksaan pajak
22
atas data-datadokumen informasi deposito atau tabungan dilakukan dalam suatu ruangan khusus yang dapat dipantau dan direkam oleh pihak bank tanpa ada kegiatan dokumentasi
yang dilakukan oleh pemeriksa pajak seperti fotokopi Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Bunga Deposito atau Tabungan, pemotretan dokumen melalui telepon seluler
ataupun kamera dan lain-lain. Mekanisme khusus ini sekiranya mendapat perhatian kepada otoritas perpajakan di Indonesia untuk dapat dibakukan dalam suatu peraturan dalam ruang
lingkup pemeriksaan pajak.
C. Rahasia Perbankan dan Pemeriksaan Pajak