Dasar Hukum Pengecualian Rahasia Bank Ketentuan Membuka Kerahasiaan Bank Untuk Kepentingan Peradilan Dalam Perkara Pidana

Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan biasa atau pun keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan. Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di negara Swiss. 2 Teori Rahasia Bank yang Bersifat Nisbi Relatif Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, jika untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan demikian teori relatif ini melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertangung jawab sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya.

b. Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, dalam Pasal 40, 41 A, 42, 42 A, 44 A, 47, 47 A, dan 48 telah mengatur menegani rahasia bank. Pasal 40 ayat 1 menyatakan bahwa “ bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Dalam penjelasan atas Pasal 40 dinyatakan “ keterangan mengenai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank”. Bahkan disebutkan bahwa apabila nasabah bank adalah nasabah 7 penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.

c. Pengecualian Rahasia Bank

Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia bank, menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 219PBI2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.

d. Ketentuan Membuka Kerahasiaan Bank Untuk Kepentingan Peradilan Dalam Perkara Pidana

Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi perbankan di Indonesia 6 , telah melangkah lebih jauh, dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 219PBI2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, hal mana PBB baru melalui Konvensi Menentang Korupsi UNCAC tahun 2003 mewajibkan para negara peserta konvensi memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi. 7 Di dalam konsideran poin B 8 Peraturan BI dinyatakan dengan tegas bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk:  · Kepentingan perpajakan; 6 Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. 7 Pasal 40, Konvensi PBB tentang Anti Korupsi UNCAC tahun 2003. 8 Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A Ayat 1 dan Pasal 44A Ayat 2 UU. 8  · Penyelesaian piutang bank;  · Kepentingan peradilan dalam perkara pidana; 9  · Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;  · Dalam rangka tukar menukar informasi antarbank;  · Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah; dan  · Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia. Mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana yang diatur di dalam peraturan BI tersebut Peraturan Bank Indonesia Nomor 219PBI2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Di dalam Pasal 3 Ayat 1 tentang Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia. Sebagai perbandingan di negara Austria, pembukaan kerahasiaan bank dilakukan dengan surat perintah seorang hakim Di dalam Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank Ayat 1, setelah ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia Ayat 2, hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum 10 Ayat 3 di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan: 9 Bandingkan dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, mengenai penyitaan dokumen yang bersifat rahasia harus atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain. 10 Dalam penjelasannya hanya disebutkan agar permintaan izin untuk memperoleh keterangan dari bank atas suatu perkara pidana yang diproses pada semua tingkatan di luar peradilan umum dilakukan dengan koordinasi antar-instansi yang pelaksanaannya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih jauh penulis menafsirkan, dalam hal ini pidana di luar peradilan umum hanya ada di dalam peradilan militer. 9 a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim; b. Nama tersangka atau terdakwa; c. Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan; d. Keterangan yang diminta; e. Alasan diperlukannya keterangan; dan f. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI 11 , kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini Pasal 12 Ayat 1 dan 2. Bahwa atas pembukaan rahasia bank yang tidak mengacu kepada ketentuan dari BI tersebut di atas berdasarkan Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan diancam dengan ketentuan pidana dan sanksi administratif sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 dan Pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai berikut: 1 Sanksi Pidana a. Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun 11 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tentang izin atau persetujuan penyitaan yang hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri di mana benda yang disita berada bagian Keempat terutama Pasal 38. 10 serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- dua ratus miliar rupiah. b. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur yang telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- empat miliar rupiah dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- delapan miliar rupiah. c. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 4.000.000.000,- empat miliar rupiah dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- lima belas miliar rupiah. 2 Sanksi Administratif Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut: a. Denda uang; b. Teguran tertulis; c. Penurunan tingkat kesehatan bank; d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota 11 koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; dan g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan; Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal nasabah berpendapat telah di rugikan sebagai akibat penggunaan keterangan tentang nasabah itu oleh mereka yang memperoleh keterangan itu dari pihak bank yang membocorkannya secara bertentangan dengan rahasia bank, maka nasabah tersebut dapat mengajukan ganti kerugian kepada mereka berdasarkan “pebuatan melawan hukum” sebagaimana diatur oleh Pasal 1365 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan Pegawai Bank adalah semua pejabat dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi sebagaimana menurut Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah: a. Anggota Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank; b. Anggota pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan public, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya; dan d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.

e. Kelemahan Rahasia Bank