Pembahasan Hasil Analisis Data
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan perhitungan uji anava dua jalan dengan sel tak sama yang dilakukan diperoleh F a = 0.08 < 3.99 = F tab . F a adalah anggota Daerah Kritik maka diambil keputusan uji H 0A tidak ditolak. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan prestasi belajar matematika sama baiknya dengan model pembelajaran konvensional pada materi Keliling dan Berdasarkan perhitungan uji anava dua jalan dengan sel tak sama yang dilakukan diperoleh F a = 0.08 < 3.99 = F tab . F a adalah anggota Daerah Kritik maka diambil keputusan uji H 0A tidak ditolak. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan prestasi belajar matematika sama baiknya dengan model pembelajaran konvensional pada materi Keliling dan
Tidak terpenuhinya hipotesis pertama dimungkinkan karena ada faktor lain yang bukan merupakan variabel penelitian yang tidak terkontrol ikut berpengaruh selama proses penelitian. Faktor tersebut diantaranya:
1. Siswa belum bisa menyesuaikan diri dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.
Hal ini disebabkan karena terbatasnya waktu dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yaitu sekitar satu bulan sedangkan hampir setahun siswa dikenai model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu dimungkinkan siswa mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan model pembelajaran TSTS. Akibatnya pembelajaran menjadi tidak efektif bagi siswa.
2. Proses diskusi terhambat. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya :
a) Semua anggota kelompok merupakan siswa yang pasif dalam berdiskusi,
akibatnya proses diskusi dan transfer ilmu tidak berjalan dengan baik.
b) Siswa kurang komunikatif dalam menyampaikan idenya, akibatnya terdapat sebagian siswa salah dalam menafsirkan ide yang disampaikan temannya.
c) Siswa kurang bisa menjalin hubungan dengan teman kelompoknya, akibatnya tidak terjadi komunikasi yang baik antar anggota kelompok.
d) Pada saat diskusi, siswa lebih suka mengerjakan sendiri tugas kelompoknya daripada dengan temannya.
3. Kesalahan dalam pembagian kelompok yang tidak dapat memperhatikan segala aspek. Walaupun kelompok sudah dibagi secara heterogen, namun terdapat bebarapa kelompok yang aktif berdiskusi tetapi yang didiskusikan adalah masalah di luar mata pelajaran matematika.
4. Terbatasnya kemampuan guru dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan pada saat proses diskusi dan mengendalikan suasana kelas yang 4. Terbatasnya kemampuan guru dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan pada saat proses diskusi dan mengendalikan suasana kelas yang
5. Kebiasaan siswa yang memberikan respon kurang positif terhadap guru lain yang bukan merupakan guru mereka sendiri.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan perhitungan uji anava dua jalan dengan sel tak sama yang dilakukan diperoleh F b = 8.71 > 3.14 = F tab. F b adalah anggota Daerah Kritik maka diambil keputusan uji H 0B ditolak. Hal ini berarti ketiga kategori aktivitas belajar matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) memberikan efek yang tidak sama terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi Keliling dan Luas Segitiga dan Segi Empat
Selanjutnya dari uji komparasi ganda diperoleh DK = {F | F > 6.28} dan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a F .1.2 = 4.25 ∉ DK. Hal ini berarti tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan siswa dengan aktivitas belajar sedang. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki aktivitas belajar matematika tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baik pada materi Keliling dan Luas Segitiga dan Segi Empat.
b F .1.3 = 13.73 ∈ DK. Hal ini berarti ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan siswa dengan aktivitas belajar rendah. Karakteristik perbedaan tersebut sesuai dengan karakteristik perbedaan rataan marginalnya. Dari Tabel 4.6 diperoleh rataan prestasi belajar matematika siswa kelompok aktivitas tinggi adalah 81.31 dan rataan prestasi belajar matematika siswa kelompok aktivitas belajar rendah adalah 65.49. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa dengan aktivitas belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan aktivitas belajar rendah pada materi Keliling dan Luas Segitiga dan Segi Empat.
c F .2.3 = 4.76 ∉ DK. Hal ini berarti tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada siswa dengan aktivitas belajar sedang dan siswa dengan aktivitas belajar rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa dengan aktivitas belajar matematika sedang dan rendah memiliki prestasi belajar yang sama baik pada materi Keliling dan Luas Segitiga dan Segi Empat.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan perhitungan uji anava dua jalan dengan sel tak sama yang dilakukan diperoleh F ab = 1.15 < 3.14 = F tab .F ab merupakan anggota Daerah Kritik maka diambil kesimpulan H 0AB tidak ditolak. Ini berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran yang diberikan dengan aktivitas belajar matematika siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi Keliling dan Luas Segitiga dan Segi Empat.
Karena tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar matematika siswa, akibatnya pada masing-masing model pembelajaran (TSTS dan Konvensional), siswa dengan aktivitas belajar matematika tinggi memiliki prestasi sama baiknya dengan siswa dengan aktivitas belajar sedang. Akan tetapi siswa dengan aktivitas belajar matematika tinggi memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan aktivitas belajar rendah.
Demikian pula untuk masing-masing kategori aktivitas belajar matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah), model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sama baiknya dengan model pembelajaran konvensional pada materi Keliling dan Luas Segitiga dan Segi Empat. Hal ini bertentangan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa untuk siswa dengan kategori aktivitas belajar matematika tinggi dan sedang, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model pembelajaran konvensional, sedangkan untuk kategori aktivitas rendah, model pembelajaran konvensional memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.
Tidak terpenuhinya hipotesis ketiga mungkin dikarenakan:
a. Pada kelas dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, siswa yang memiliki aktivitas belajar matematika rendah mulai sadar belajar dan termotivasi belajar, akibatnya untuk siswa dengan aktivitas belajar rendah, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan prestasi belajar yang sama baiknya dengan model pembelajaran konvensional.
b. Tingkat kepandaian siswa pada kelas dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dimungkinkan lebih menentukan kemampuan siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan, akibatnya siswa dengan aktivitas belajar matematika tinggi tetapi tingkat kepandaiannya relatif rendah memiliki prestasi belajar matematika yang rendah pula.
c. Faktor yang ada dalam diri siswa pada saat pengisian angket turut mempengaruhi nilai skor angket, misalnya pengisian jawaban tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yang dialami siswa.