Hasil Penelitian

I. Hasil Penelitian

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu dua dusun. Satu dusun berada di wilayah Desa Klopo Duwur Kecamatan Banjarejo, satu dusun lagi berada di wilayah Desa Kediren Kecamatan Randublatung. Semuanya berada dalam wilayah Kabupaten Blora. Dusun yang ada di Desa Klopo Duwur yang dijadikan lokasi penelitian adalah Dusun Klopo Duwur, sedangkan dusun di Desa Kediren yang dijadikan lokasi penelitian adalah Dusun Ploso Wetan.

Pemilihan kedua dusun tersebut dikarenakan di kedua dusun tersebutlah Saminisme sebagai nilai-nilai masih melekat dalam masyarakat. Di samping itu, dari data awal penelitian ditemukan data bahwa di Dusun Ploso Wetan ini terdapat lokasi bekas rumah Samin Surosentiko, sampai saat ini tanah tersebut masih ada dan tidak berani didirikan rumah di atasnya

walaupun oleh keturunannya 2 (lihat foto-foto lokasi tanah dalam lampiran). Kemudian di Dusun Klopo Duwur ajaran Saminisme berkembang yang

disebarluaskan oleh Pak Engkrek dan Samin Surosentiko 3 . Kedua lokasi penelitian ini berada dalam wilayah Kabupaten Blora.

Kabupaten Blora adalah Kabupaten di Jawa Tengah yang merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur (lihat peta Kabupaten Blora dalam peta Jawa Tengah di Lampiran). Secara geografis

Huzer Apriansyah

Kabupaten Blora terletak di antara 111º 16’ s.d. 111º 338’ Bujur Timur dan diantara 6º 528’ s.d. 7º 248’ Lintang Selatan. Kemudian Kabupaten Blora secara administratif berbatasan dengan beberapa kabupaten, meliputi; Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Pati dan Rembang – Jateng Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro – Jatim Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Ngawi – Jatim

Sebelah Barat 4 : Berbatasan dengan Kabupaten Grobogan – Jateng Kecamatan Banjarejo adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Blora dengan luas wilayah 103,52 KM² dengan ketinggian rata-rata antara

75 hingga 181 mdpl 5 . Di Kecamatan Banjarejo inilah Desa Klopo Duwur berada. Jarak pusat Kecamatan Banjarejo ke ibukota kabupaten sejauh 10

KM, kemudian batas-batas administrasi Kecamatan Banjarejo adalah sebagai berikut; Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Tunjungan, Kab.Blora Sebelah Timur : Berbatasan dengan dan Kecamatan Jepon, Kab. Blora Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Randublatung, Kab. Blora

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Ngawen, Kab. Blora 6 Secara administratif di Banjarejo terdapat 20 Desa dengan jumlah penduduk

sebanyak 55.448 jiwa, berikut desa-desa yang ada di Kecamatan Banjarejo beserta jumlah penduduk di masing-masing desa.

Huzer Apriansyah

Tabel 2 Kelurahan/Desa yang ada di wilayah Kecamatan Banjarejo beserta jumlah penduduk berdasar jenis kelamin No

Desa/Kelurahan Penduduk Pria Penduduk Wanita Jumlah

55.448 Sumber : Banjarejo Dalam Angka Tahun 2003

Kecamatan Randublatung memiliki luas wilayah sebesar 1.820,59 KM² dan memliki 16 kecamatan, dua diantaranya adalah Kecamatan Randublatung dan Kecamatan Banjarejo.

Kecamatan Randublatung adalah kecamatan dengan wilayah terluas di wilayah Kabupaten Blora, yaitu seluas 211,13 KM². Randublatung secara adminstratif memiliki batas wilayah sebagai berikut;

Huzer Apriansyah

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Banjarejo, Kab. Blora Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Jepon, Kab. Blora Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Kradenan, Kab. Blora Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Jati, Kab. Blora. Jarak dari ibukota Kabupaten Blora ke Randublatung sejauh 30 KM dengan

waktu tempuh 1 jam. Kecamatan Randublatung memiliki 18 kelurahan/desa. Berikut data kelurahan/desa yang ada di wilayah Randublatung beserta jumlah penduduk berdasar perbandingan jenis kelamin.

Tabel 3. Kelurahan/Desa di wilayah Kecamatan Randublatung beserta perincian jumlah penduduk No Desa/Kelurahan Penduduk Pria

Penduduk Wanita Jumlah

73.372 Sumber : Randublatung Dalam Angka Tahun 2003

Huzer Apriansyah

A.1. Desa Klopo Duwur Desa Klopo Duwur adalah salah satu desa yang ada dalam wilayah Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Desa Klopo Duwur berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat kecamatan Banjarejo, sedangkan dari pusat kecamatan Randublatung berjarak 30 kilometer yang bisa ditempuh dengan waktu 1 jam perjalanan menggunakan bus. Bila diukur dari Desa Kediren jarak kedua desa ini sekitar 27 kilometer, namun kedua desa ini berada dalam kecamatan yang berbeda.

Untuk mencapai Desa Klopo Duwur dari arah Blora (ibukota kabupaten) dapat ditempuh dengan menggunakan bus jurusan Blora-Randublatung kemudian turun di Desa Klopo Duwur, yang berjarak sekitar 10 kilometer saja dari Blora, selain itu bisa pula menggunakan angkutan pedesaan jurusan Blora-Banjarejo kemudian turun di perempatan SLTPN 3 Blora dan perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan jasa ojek.

Kondisi jalan Randublatung - Klopo Duwur merupakan jalan aspal yang mulai rusak dengan medan yang berbukit dan di pinggiran jalan dipenuhi oleh tanaman jati. Namun bila kita menuju Klopo Duwur dari arah Blora jalan relatif datar dengan aspal yang lebih baik bila dibandingkan dengan jalan Randublatung- Klopo Duwur.

Di Desa Klopo Duwur terdapat 6 pedukuhan yang masing-masing dipimpin oleh seorang kami tuwo, berikut ini nama pedukuhan dan kami tuwo yang memimpin masing-masing pedukuhan;

1. Wot Rangkul dengan kami tuwo Pardjo

Huzer Apriansyah

2. Klopo Duwur dengan kami tuwo Kartono

3. Semengkoh dengan kami tuwo Sirin

4. Saleh dengan kami tuwo Rusman

5. Mbandong Kidul dengan kami tuwo Giwan

6. Mbandong Geneng dengan kami tuwo Wiji Sunarto 7 Di tingkat desa, Klopo Duwur dipimpin oleh kepala desa bernama Setyo Agus

Widodo yang telah menjabat sebagai lurah sejak tahun 1998 hingga saat ini atau sekitar tujuh tahun. Sebelum Setyo Agus Widodo kepala desa Klopo Duwur dijabat oleh masing-masing sebagai berikut :

1. Sarbini lurah pada tahun

1947 s.d. 1949

2. Karyo lurah pada tahun

1949 s.d. 1989

3. Hartono lurah pada tahun

1989 s.d. 1997

4. Setyo Agus lurah pada tahun 1998 s.d. sekarang 8 Secara administratif Desa Klopo Duwur berbatasan dengan tiga desa dan

hutan negara, berikut perincian mengenai batas Desa Klopo Duwur: Sebelah Utara berbatasan dengan

Desa Gedong Sari

Sebelah Barat berbatasan dengan

Desa Sumberagung

Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan negara Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Blora kota Desa Klopo Duwur memiliki luas wilayah 687,705 Ha dengan ketinggian 162

Mdpl. Berikut alokasi penggunaan lahan di Desa Klopo Duwur,

Huzer Apriansyah

Tabel 4 Alokasi penggunaan lahan di Desa Klopo Duwur tahun 2002 No

Jenis Penggunaan Lahan Jumlah dalam Ha

1 Perumahan dan pekarangan

2 Sawah pengairan sederhana

3 Pertanian tanah kering

4 Hutan Negara

Sumber : Kecamatan Banjarejo dalam Angka Tahun 2002

A.1.1. Dusun Klopo Duwur Pedukuhan Klopo Duwur berada di pusat desa, masjid, balai desa

dan kantor pos desa berada di wilayah Dusun Klopo Duwur. Klopo Duwur dipimpin oleh seorang kami tuwo bernama Kartono dan dibantu oleh seorang kebayan bernama Hadi Samidjan.

Bila dilihat dari peta desa Dusun Klopo Duwur berada di tengah- tengah desa, jalan kabupaten yang menghubungkan antara Kecamatan Randublatung dengan ibukota Kabupaten Blora melalui wilayah dukuh Klopo Duwur. Pengikut saminisme menurut pak Suradi (Sekdes Klopo Duwur) paling banyak di wilayah Dusun Klopo Duwur terutama di daerah grumbul karang pace yang berada di sebelah Selatan pusat desa, dan berdekatan dengan lokasi pasar kayu milik perhutani.

Data monografi Desa Klopo Duwur sama sekali tidak dapat ditlusuri, menurut pengakuan staf bidang pemerintahan Bapak Sutarno, monografi desa dalam bentuk tertulis telah dipinjam oleh seorang mahasiswa dari IAIN Walisongo Semarang dan sampai penelitian ini

Huzer Apriansyah

dilakukan belum dikembalikan. Karena hal tersebutlah peneliti kesulitan mengumpulkan data geografis dan juga data kependudukan mengenai Dusun Klopo Duwur. Namun demikian batas wilayah dusun Klopo Duwur masih dapat terlacak melalui peta desa, berikut batas wilayah Dusun Klopo Duwur; Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Mbandong Kidul Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sumberagung Sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Wot Rangkul Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Semengkoh Menurut kami tuwo Klopo Duwur, Bapak Kartono bahwa di wilayah

pedukuhannya ajaran Saminisme tetaplah sesuatu yang dipegang masyarakat secara kuat. Meski demikian bukan berarti mereka menolak secara penuh segala sesuatu yang datang dari luar. Mereka berusaha menyesuaikan keadaan tetapi tidak ingin merusak adat dan keyakinan.

A.2. Desa Kediren Desa Kediren termasuk di dalam wilayah Kecamatan Randublatung, jarak dari pusat kecamatan ke Desa Kediren sekitar 3 kilometer yang bisa ditempuh dengan menggunakan jasa ojek sepeda motor atau becak atau juga dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Kediren berada di sebelah Timur Laut dari pusat kecamatan Randublatung. Bila menggunakan bus dapat melalui dua jalur. Jalur pertama menggunakan bus jurusan Cepu lalu berhenti di perempatan Ploso, perempatan ini berada kurang lebih 1,5 KM arah Timur pasar Randublatung, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki ke arah utara kurang lebih 1 KM.

Huzer Apriansyah

Sepanjang perjalanan menuju pusat Desa Kediren kita bisa menjumpai areal persawahan yang pada musim kemarau berubah menjadi ladang yang ditanami jagung (lihat lampiran foto). Setelah melalui perjalanan akan dijumpai kompleks sekolah dasar Kediren, di sebelah Barat kompleks sekolah dasar tersebut terdapat balai Desa Kediren. Jalur kedua adalah menggunakan bus jurusan Randublatung- Blora, lalu berhenti di depan SMU Negeri 1 Randublatung, lalu perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 1,5 KM ke arah Timur menuju pusat desa.

Perjalanan melalui jalur pertama dari jalan raya Randublatung-Cepu, jalan desa menuju balai desa berupa jalan tanah berbatu dengan lebar sekitar dua meter, sedangkan bila melalui jalur kedua yaitu jalur jalan Randublatung – Blora, maka jalan desa yang dilalui berupa jalan beraspal kasar yang keadaannya sebagian besar rusak dan berlubang. Desa Kediren secara geografis berada pada ketinggian

± 52 Dpl dengan suhu maksimum 35°C dan suhu minimum 26°C 9 . Kemudian bila dilihat dari batas administratif Desa Kediren berbatasan dengan lima desa secara

langsung, meliputi : Sebelah Utara

berbatasan dengan Desa Kalisari

Sebelah Barat

berbatasan dengan Desa Wulung

Sebelah Selatan

berbatasan dengan Desa Pilang

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kutukan dan Sumberejo Desa Kediren memiliki tujuh dusun, yaitu :

1. Dusun Ploso Kulon

2. Dusun Ploso Wetan

Huzer Apriansyah

3. Dusun Dong Jambu

4. Dusun Kediren

5. Dusun Tengklik

6. Dusun Dong Glonggong

7. Dusun Sendang Rejo Masing-masing dusun tersebut dipimpin oleh seorang kami tuwo atau kepala dusun, dalam masyarakat para kami tuwo ini dikenal dengan panggilan pak wo yang dalam tugas kesehariannya dibantu oleh seorang kebayan atau dikenal masyarakat dengan sebutan bayan. Berikut ini nama-nama kami tuwo di wilayah Desa Kediren ;

1. Kami tuwo Ploso Kulon : Slamet Widodo berusia 38 tahun

2. Kami tuwo Ploso wetan : Supatno berusia 39 tahun

3. Kami tuwo Dong Jambu : Mijo berusia 62 tahun

4. Kami tuwo Kediren : Sampai saat ini belum ada Kami tuwo

5. Kami tuwo Tengklik

: Yahwan

berusia 50 tahun

6. Kami tuwo Dong Glonggong : Ali Imron berusia (data tidak ada)

7. Kami tuwo Sendang Rejo : Prayitno berusia 48 tahun sedangkan di tingkat desa, kepala desa awalnya diduduki oleh Didik WS, namun pada saat penelitian dilakukan kepala desa bersangkutan tengah mengalami skorsing dari pemerintah kabupaten, karena kasus penyalahgunaan keuangan desa

dan masalah dengan warga terkait pembuatan akta tanah. 10 Selanjutnya tugas kepala desa dijalankan oleh Hartono B.A. yang sebelumnya menjabat sebagai

sekretaris desa, yang kini berkedudukan sebagai pelaksana tugas kepala desa (Plt).

Huzer Apriansyah

Dalam tugas keseharian kepala desa dibantu oleh lima orang kepala urusan, para kepala urusan tersebut sebagai berikut : Kepala urusan pemerintahan dijabat

: Kustam

Kepala urusan pembangunan dijabat

: Sri Basuwono

Kepala urusan keuangan dijabat

: Sukidjo

Kepala urusan umum dijabat

: Asa Mulya

Kepala urusan kesejahteraan sosial dijabat : Mudjito Selanjutnya bila dilihat dari luas wilayah,maka Desa Kediren memiliki luas 1.042,877 Ha dengan alokasi lahan sebagai berikut Tabel 5 Alokasi penggunaan lahan Desa Kediren tahun 2005

No Jenis Penggunaan Lahan Jumlah dalam Ha

1 Perumahan dan pekarangan

2 Sawah pengairan sederhana

3 Pertanian tanah kering

4 Hutan Negara

Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Kediren tahun 2005

Setengah dari wilayah Desa Kediren adalah areal hutan negara yang dikelolah oleh Perhutani. Sawah penduduk dan pertanian tanah kering luas lahannya bersifat tentatif, karena sawah dengan pengairan sederhana pada musim kemarau akan berubah menjadi ladang atau pertanian tanah kering.

Bila dibandingkan dengan alokasi penggunaan lahan pada tahun 1996 terdapat pergeseran penggunaan lahan terutama pada lahan sawah pengairan sederhana, berikut tabel alokasi penggunaan lahan pada tahun 1996.

Huzer Apriansyah

Tabel 6. Alokasi penggunaan lahan Desa Kediren tahun 1996 No

Jenis Penggunaan Lahan Jumlah dalam Ha

1 Perumahan dan pekarangan

2 Sawah pengairan sederhana

3 Pertanian tanah kering

4 Hutan Negara

Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Kediren tahun 1996

Perhatikan tabel berikut untuk melihat perubahan pengalokasian lahan Tabel 7 Perbandingan Alokasi Lahan Desa Kediren Antara Tahun 1996 dan 2005

No Jenis Penggunaan

2005 Lahan

Jumlah (Ha)

Jumlah (Ha) %

1 Perumahan dan

2 Sawah pengairan

3 Pertanian tanah

4 Hutan Negara

25,030 2,4 Sumber : Daftar Isian Desa Kediren Tahun 1996 dan 2005 dan perhitungan

peneliti Berikut tabel selisih alokasi penggunaan lahan di Desa Kediren pada tahun 1996

dan 2005 Tabel 8. Selisih alokasi penggunaan lahan di Desa Kediren tahun 1996 dan 2005

No Jenis Penggunaan Lahan Selisih Antara 1996 dan 2000 Jumlah lahan (Ha)

1 Perumahan dan pekarangan

2 Sawah pengairan sederhana

3 Pertanian tanah kering

4 Hutan Negara

+ 0,6 Sumber : Perhitungan peneliti berdasar data isian potensi Desa Kediren

5 Lain-lain

Huzer Apriansyah

Perubahan alokasi penggunaan lahan terbesar terjadi pada sawah pengairan sederhana yang berkurang 20.122 Ha dari tahun 1996 dan peningkatan penggunaan lahan terjadi pada jenis penggunaan untuk perumahan dan pekarangan. Selanjutnya pada penggunaan lahan untuk pertanian tanah kering berkurang sebanyak 4.000 Ha atau sekitar 0,4 %, penggunaan lahan untuk kebutuhan lain-lain seperti jalan, pemakamam umum dan sebagainya meningkat sebanyak 6.122 Ha.

Fasilitas umum yang tersedia di Desa Kediren antara lain sebuah taman kanak-kanak dan tiga sekolah dasar, bangunan sekolah tersebut berada dalam satu kompleks dan penggunaannya saling bergantian (Lihat lampiran foto). Dari daftar isian potensi desa tahun 2005 dapat pula diketahui Desa Kediren memiliki jalan desa beraspal sepanjang dua kilometer, namun dari pengamatan langsung di lapangan kondisi jalan dapat dikatakan rusak, karena sebagian besar berlubang dan aspal sudah mulai menghilang. Desa Kediren juga memiliki jalan tanah berbatu sepanjang 1,5 kilometer serta sebuah jembatan beton. Fasilitas lainnya berupa enam buah posyandu, namun posyandu tersebut tidaklah memiliki tempat khusus yang permanen melainkan berupa rumah penduduk yang dipakai secara bergantian pada hari tertentu, yaitu hari sabtu.

A.2.1. Dusun Ploso Wetan Lokasi utama penelitian ini adalah di salah satu dusun yang ada di

Wilayah Desa Kediren yaitu Dusun Ploso Wetan. Pusat pemerintahan Desa Kediren berada di wilayah perbatasan antara Dusun Ploso Wetan dan Ploso Kulon (lihat peta Desa Kediren dalam lampiran). Kemudian bila

Huzer Apriansyah

dilihat dari peta desa, Dusun Ploso Wetan ini merupakan dusun terluas keempat setelah Dusun Dong Jambu, Ploso Kulon, dan Kediren.

Jalan umum di Ploso Wetan terdiri dari jalan berbatu dan jalan tanah. Rumah-rumah penduduk memanjang mengikuti jalan dusun. Sebagian besar rumah penduduk merupakan rumah dengan bentuk atap joglo dengan lantai tanah (lihat foto rumah penduduk di lampiran). Dari peta desa juga nampak bahwa Dusun Ploso Wetan berada di tengah-tengah desa dengan berbatasan dengan dusun-susun lain, yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kalisari dan Hutan Perhutani Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Ploso Kulon Sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Tengklik dan Dong Glonggong Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Dong Jambu

Dusun Ploso Wetan dipimpin oleh kami tuwo atau pak wo bernama Supatno yang lahir pada tanggal 28 November 1966, pak wo berpendidikan akhir di Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA). Kegiatan sehari-hari pak wo selain menjalankan tugas pemerintahan juga bertani layaknya penduduk lainnya. Beliau memiliki dua orang putra yang tengah bersekolah di sekolah dasar.

Di Dusun Ploso Wetan inilah terdapat sebidang tanah yang merupakan tanah peninggalan Samin Surosentiko. Di lokasi tanah tersebut di bagian depan terdapat rumah yang dihuni oleh keturunan Samin Surosentiko, namun di bagian belakang lahan yang menurut warga merupakan lokasi pondok Samin Surosentiko ketika berada di Ploso

Huzer Apriansyah

Kediren. Pondok tersebut menurut Mbah Randim (cucu Samin Surosentiko yang kini bermukim di Tanduran, Kedung Tuban) dirusak oleh Belanda ketika mereka menggeledah kediamannya dan juga mengambil kitab karangan Samin Surosentiko.

Selanjutnya di Dusun Ploso Wetan ini terdapat beberapa fasilitas umum seperti sebuah masjid, sebuah posyandu dan sebuah mushollah. Di ujung Timur dusun dan juga di ujung Selatan terdapat pos ronda, yang pada siang hari biasanya dijadikan tempat berkumpul para pemuda dan bapak-bapak.

B. Kondisi Sosial Ekonomi Pengikut Saminisme

“..sak iki wis okeh sing obah, wis podo sekolah malah ono sing dadi guru, polisi

karo pegawai. Namung yo kuwi tetap iling lan ngamalke ajarane leluhur..”

(Sekarang ini sudah banyak yang berubah, sudah pada sekolah malah ada yang jadi guru, polisi dan pegawai. Tetapi ya itu tetap ingat dan ngamalkan ajaran leluhur) (Bapak Suradi, cucu Lurah Karyo yang menjabat di Klopo Duwur pada tahun 1948 s.d. 1989)

Masyarakat Samin terus mengalami perubahan seiring berubahnya keadaan. Perubahan sosial, ekonomi dan politik di tingkat nasional maupun di tingkat kabupaten ikut memberi pengaruh atas perubahan pada masyarakat Samin. Sebagai bentuk komunitas sosial tentulah masyarakat Samin mengalami adaptasi sosial untuk mempertahankan identitas sosial budaya mereka. Berikut ini petikan pidato Lurah Karyo yang masih diingat oleh cucunya, Bapak Suradi. Petikan pidato ini disampaikan oleh Lurah Karyo pada saat perpisahan dengan mahasiswa KKN Semarang pada tahun 1969.

Huzer Apriansyah

“..lur sedulur angger arep turun putumu pinter uduh keminter lho yo, pinter koyo mas-mase iki mestine turunmu disekolahke. Nek ora, kabean turunmu sing tek iyek nengkene yo ora pinter-pinter. Nek ora sekolah nasibe yo ora bakal bedo karo bapak ibune sing macul wae saben dino”

( Saudara kalau mau anak cucumu pintar bukan kemintar lho ya, pintar seperti mas-mas ini (peserta KKN), seharusnya anakmu disekolahkan. Kalau tidak, semua turunanmu yang lahir disini tidak akan pintar. Kalau tidak sekolah nasibnya ya tidak bakal berbeda dengan bapak ibunya yang mencangkul setiap hari)

Demikianlah salah satu hal yang bisa dijadikan rujukan mengapa perubahan sosial terjadi dalam masyarakat Samin, terutama menyangkut pendidikan. Bila dilihat dari pendidikan, masyarakat di Desa Kediren dan Klopo Duwur sudah sangat beragam mulai dari tidak tamat sekolah dasar hingga yang berpendidikan di perguruan tinggi.

Saat ini masyarakat pengikut Saminisme telah hidup membaur dengan masyarakat luas, tidak ada struktur khusus yang dimiliki masyarakat Samin, seperti ketua adat, atau sebagainya. Meski demikian mereka biasanya masih menganggap satu atau dua orang sebagai sesepuh masyarakat Samin.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai masyarakat samin terlebih dahulu kita definisikan apakah yang dimaksud masyarakat Samin dalam penelitian ini, yaitu: kelompok individu di lokasi penelitian yang masih mengakui keberadaan ajaran saminisme dan menjadikannya salah satu referensi dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Samin saat ini merasa malu bila disebut atau mengakui kesaminan mereka, pelabelan bahwa masyarakat samin adalah masyarakat yang edan dan tidak beradab. Hal tersebut dapat kita lihat dari petikan-petikan wawancara berikut;

Huzer Apriansyah

“wong samin itu sering dianggap gila mas, padahal sesungguhnya mereka itu yo biasa, sama seperti kita. Cuma dalam berkomunikasi kita harus pandai- pandai memahami mereka. Contoh saja kalau bertamu ke rumah mereka kalau sudah ditawari suguhan harus segera kita makan atau minum, karena kalau

sampai suguhan itu ditarik lagi, sampai kapanpun kita tidak akan disuguhi” 11

“Pemerintah malah ora nguri-uri budaya neng kene, malah dianggap ora pener, cobo mas bayangke jamane bupati Sumarno S.H. mung gara-gara nek pertemuan sering diecehi bupatine wong Samin terusane sing berbau Samin

dilarang, lha njuk piye ?sing edan ki sopo” 12

(Pemerintah malah tidak menjaga/memperhatikan budaya disini, yang terjadi justru dianggap tidak benar, coba mas bayangkan zamannya Bupati Sumarno S.H. cyma gara-gara kalau pertemuan sering diejek “bupatine wong Samin” terus semua yang berbau samin dilarang)

“ Samin itukan orang-orang lugu mas jadi kesannya memang aneh, di masa sekarang melihat orang yang berbuat seperti Samin itu memang begitu, tapi

sekarang sudah banyak yang berubah” 13

“Saya dulu pernah bertugas di Randublatung sekitar tahun 1970an, nah waktu acara-acara pramuka biasanya kita melakukan perjalanan hingga ke Klopo Duwur. Kalau ketemu dengan masyarakat Samin itu anak-anak memang merasa agak khawatir, tetapi setelah kita beri penjelasan ya kekhawatiran itu hilang. Anak-anak khawatir karena banyak mendengar cerita miring tentang

Samin” 14

Dari pengamatan di lapangan masyarakat Samin akan mudah dikenali dari watak kesederhanaannya. Kesederhanaan itu terlihat dari cara berpakaian, rumah dan juga dari cara mereka memandang kehidupan di dunia. Hasil pengamatan di lapangan di lokasi penelitian ada beberapa hal menonjol dalam masyarakat samin yang ditemukan hingga saat ini:

1. Bentuk rumah berupa joglo berbahan dasar kayu dan tidak dilantai semen, jadi langsung berlantai tanah atau ada sebagian kecil yang berlantai semen kasar. Di sebagian besar kandang ternak menyatu dengan rumah dan berada di bagian depan rumah (lihat foto dalam lampiran)

Huzer Apriansyah

2. Pakaian keseharian mereka sangat sederhana, umumnya kaum pria bercelanan kolor hitam dengan baju kaos atau sebagian lain bertelanjanng dada dan jarang menggunakan alas kaki. Namun untuk kalangan pemuda biasanya sudah menggunakan busana modern. Kaum perempuan lazimnya menggunakan kain.

3. Dalam melakukan banyak pekerjaan biasanya dilakukan bersama-sama, misalnya dalam ngarit dan sebagainya.

4. Yang paling utama adalah cara pandang mereka yang sangat berdekatan dengan ajaran Saminisme yang menekankan harmoni dan kesederhanaan

Berdasarkan wawancara dan pengamatan lapangan dalam penelitian ini jumlah masyarakat yang masih cukup kuat mengikuti ajaran Saminisme di lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 9.Perkiraan Jumlah Keluarga Pengikut Saminisme 15 No

Nama Dusun

Jumlah KK

1 Dusun Klopo Duwur Desa

21 s.d. 30 KK

Klopo Duwur, Banjarejo

2 Dusun Ploso Wetan Desa

11 s.d. 15 KK

Kediren, Randublatung

Sumber : Data Primer penelitian, 2005

B.1. Suasana Dusun Suasana kedua Dusun Ploso Wetan pada pagi hari keadaan dusun cukup ramai, biasanya para orang tua berangkat ke ladang pada sekitar pukul

06.30 pagi, kemudian para warga yang memperjualbelikan hasil pertanian mereka ke pasar juga berangkat pada waktu-waktu tersebut. Anak-anak sekolah yang bersekolah di Sekolah Dasar Kediren 01 dan 02 juga berangkat

Huzer Apriansyah

ke sekolah pada waktu-waktu tersebut dengan beramai-ramai berjalan kaki dari rumah. Sedangkan anak-anak yang bersekolah di jenjang SLTP dan SMU juga berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, biasanya anak-anak SMU bersekolah di SMU Negeri 1 Randublatung dan yang SLTP di SLTP Negeri 1 Randublatung. Khusus yang bersekolah di SLTP Negeri 1 Randublatung dan juga di SMK setelah berjalan kaki melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus.

Pada waktu antara pukul 8 pagi hingga 12 siang suasana dusun biasanya senyap, yang tinggal di rumah biasanya hanya orang-orang tua, para ibu dan anak-anak yang belum bersekolah. Pada petang hari setelah beristirahat sepulang dari ladang atau sawah biasanya masyarakat berkumpul di kursi bambu yang biasanya ada di depan-depan rumah penduduk. Kursi- kursi bambu ini hampir ada di tiap depan rumah penduduk di kedua dusun. Banyak hal yang diperbincangkan di kursi bambu ini, beberapa kali saat penulis hadir di kursi bambu mendapatkan perbincangan seputar kondisi ladang, harga jagung, rencana dana kompensasi BBM, cerita-cerita mistik dan sebagainya. Keadaan yang hampir serupa juga di Klopo Duwur.

B.2. Keadaan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang diamati dalam penelitian ini. Secara umum tingkat pendidikan masyarakat di tingkat Desa, baik di Klopo Duwur maupun di Kediren sangat beragam. Namun penelitian ini tidak menemukan data tingkat pendidikan di tingkat Dusun Klopo Duwur

Huzer Apriansyah

dan Ploso Wetan. Berikut ini data tingkat pendidikan penduduk di Desa Klopo Duwur dan Kediren pada tahun 2003.

Tabel 10. Tingkat Pendidikan Anak Umum 5 tahun ke atas di Desa Klopo Duwur dan Kediren Tahun 2003

Tingkat Pendidikan

Desa Klopo Duwur

Desa Kediren

1. Tidak sekolah

2. Belum Tamat SD/MI

3. Tidak Tamat SD/MI

4. SD/MI

5. SMP/MTS

6. SLTA/Sederajat

Sumber : Banjarejo dalam Angka Tahun 2003 dan Randublatung dalam Angka Tahun 2003

Di kedua desa tersebut penduduk terbanyak berpendidikan SD sederajat, di Kediren ada 3437 orang atau sekitar 72,7%, selanjutnya 563 orang belum tamat SD atau sekitar 11,9 %. Sedangkan di Desa Klopo Duwur ada 985 orang yang tamat SD/MI atau sekitar 24,5 %, yang tidak tamat SD/MI sebanyak 972 orang atau sekitar 24,2 %.

Penelitian ini belum berhasil mengumpulkan data pendidikan di tingkat dusun Klopo Duwur dan Kediren dikarenakan data yang tersedia hanya di tingkat desa bukan dusun. Berikut ini data mengenai tingkat pendidikan informan yang merupakan pengikut ajaran saminisme dan berdomisili di Ploso Wetan dan Klopo Duwur.

Huzer Apriansyah

Tabel 11. Tingkat Pendidikan Informan Pengikut Ajaran Saminisme Di Klopo Duwur dan Ploso Wetan

Tingkat Pendidikan

Klopo Duwur

Ploso Wetan

1. Tidak Tamat SD

2. SD/MI

3. SMP/MTS

4. SLTA/Sederajat

Sumber : Data Primer diolah, 2005

Tingkat pendidikan pengikut saminisme di kedua dusun lokasi penelitian yang terbesar berpendidikan sekolah dasar. Di Ploso Wetan dari

10 informan, lebih dari setengah atau 60 % berpendidikan sekolah dasar dan di Klopo Duwur setengah dari informan berpendidikan sekolah dasar.

B.3. Pekerjaan Penduduk Penduduk di kedua desa lokasi penelitian ini mayoritas bekerja di sektor pertanian disusul kemudian pekerjaan di sektor jasa perdagangan. Berikut tabel pekerjaan penduduk di Desa Kedien dan Desa Klopo Duwuwr berdasarkan data Badan pusat Statistik Kabupaten Blora tahun 2003.

Huzer Apriansyah

Tabel 12 Pekerjaan Penduduk Di Desa Kediren dan Klopo Duwur

Pekerjaan

Klopo Duwur

2. Buruh Tani

3. Buruh Industrti

4. Buruh Bangunan

8. PNS/Polri/TNI

Sumber : Randublatung Dalam angka Tahun 2003 dan Banjarejo Dalam angka Tahun 2003

Sektor pertanian jika dilihat dari tabel merupakan pekerjaan utama penduduk, tetapi perlu dilihat penduduk yang bekerja di sektor pertanian terdapat dua jenis, yaitu petani yang memiliki lahan dan buruh tani. Buruh tani lazimnya mengerjakan tanah pertanian milik orang lain. Pekerjaan utama lainnya setelah pertanian adalah sektor perdagangan.

Data mata pencaharian di tingkat dusun tidak tersedia. Untuk memberi gambaran mengenai kehidupan ekonomi masyarakat pengikut Saminisme di dua dusun lokasi penelitian ini berikut akan disajikan data pekerjaan informan yang merupakan pengikut saminisme di kedua dusun lokasi penelitian;

Huzer Apriansyah

Tabel 13 Pekerjaan Informan Penelitian yang merupakan pengikut

Saminisme di Dusun Klopo Duwur dan Ploso Wetan

Pekerjaan

Klopo Duwur

Ploso Wetan

1. Petani

2. Buruh Tani

3. PNS/Polri/TNI

Sumber : Data Primer diolah, 2005 Informan penelitian di kedua dusun terbesar memiliki pekerjaan di bidang pertanian, baik petani dengan lahan maupun buruh tani yang menggarap lahan milik orang lain.

C. Sejarah dan Perkembangan Saminisme

Saminisme sebagai sebuah paham telah berkembang dan mengalami berbagai peristiwa sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan pengikut Saminisme ada yang dipengaruhi keadaan di luar masyarakat samin dan ada yang terjadi secara independen tanpa pengaruh dari luar masyarakat Samin. Berikut ini adalah deskripsi mengenai sejarah dan perkembangan ajaran Saminisme dari awal berdiri hingga saat ini. Sumber utama dari deskripsi mengenai sejarah perkembangan saminisme ini ada beberapa sumber :

1. Sebuah tulisan tangan yang ditulis oleh seorang guru dasar di Kecamatan Jepon bernama Soewarso yang lahir pada tanggal 14 Agustus 1928. Tulisan tersebut ditulis pada tahun 1977. Penelitian ini berhasil mendapatkan salinan dari tulisan tersebut dalam bentuk copy. Untuk

Huzer Apriansyah

mempermudah proses pengutipan dalam deskripsi berikut untuk sumber dari tulisan ini akan diberi kode (SW)

2. Sumber kedua adalah tulisan Suripan Sudi Hutomo berjudul Samin Surosentiko dan ajaran-ajarannya yang ditulis tahun 1973 dan diterbitkan dalam kumpulan tulisan berjudul Tradisi dari Blora. Citra Almamater Surabaya tahun 1996. (SSH)

3. Tulisan Sartono Kartodirjo dengan judul Comparative History of Rural Conflict yang disampaikan dalam European Colloquium II di Goterborg tahun 1991 dan dibukukan dalam buku Indonesian Historiography terbitan Kanisius Yogyakarta 2001. (SK)

4. Tulisan Hamid Abdullah berjudul Peranan Elit Pedesaan Dalam Gerakan Sosial yang dibukukan dalam buku Hasil Seminar Sejarah Nasional IV terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisonal Tahun 1991.(HA)

5. Tulisan Soerjanto Sastrtoatmodjo berjudul Masyarakat Gerakan Saminisme : Siapakah mereka ? yang dimuat dalam majalah Optimis nomor 43 tahun 1983 dan dibukukan dalam buku berjudul Masyarakat Samin, Siapakah Mereka ? terbitan Narasi Yogyakarta tahuun 2003.

6. Hasil wawancara dengan Mbah Randim (cucu Samin Surosentiko yang tinggal di Tanduran Desa Mantren Blora)

7. Hasil wawancara dengan Mbah Nyamu (masih keturunan kemungkinan cicit Samin Surosentiko)

Huzer Apriansyah

Saminisme pertama kali diajarkan oleh Samin Surasentiko di sebagian tempat terutama di daerah Tapelan Bojonegoro, Menden dan Randublatung

namanya yaitu Samin Surantika. Samin Surosentiko lahir di Desa Ploso Kediren 16 pada tahun 1859 (SSH : 13). Samin memiliki empat oang saudara, hingga dalam

tradisi pengikut Saminisme, lima bersaudara ini diidentikkan dengan pandawa lima (penuturan mbah Nyamu). Ayah dari Samin Surosentiko adalah Raden Surowijaya, oleh pengikut Saminisme dikenal dengan Samin Sepuh.

Nama asli Samin Surosentiko adalah Raden Kohar kemudian diganti menjadi Samin untuk memberi citraan lebih merakyat (SSH:13). Menurut Harry J Benda dan Lance Castles (1969) seperti dikutip Suripan (1996:13) Samin memiliki pertalian saudara dengan Kyai Keti di Bojonegoro dan Pangeran Kusumaningayu atau yang bernama Raden Mas Adipati Brotodoningrat yang

memerintah di Sumoroto 17 pada tahun 1802-1826 (SSH:13) namun menurut Soerjanto Sastroatmodjo, nama Pangeran Kusumaningayu merupakan sebuah

kesalahan karena nama tersebut mengarah pada nama putri istana. Maka yang benar menurut Sastroatmodjo adalah Pangeran Aryo Kusumowinahyu (SS:59). Menurut Soewarso Samin Surosentiko bukanlah petani biasa, ia termasuk keturunan bangsawan yang juga mendapatkan pendidikan selayaknya anak-anak bangsawan (SW : 5). Dalam perkembangannya sejak tahun 1889 Samin mulai mengembangkan ajarannya di berbagai tempat, mulai dari Ploso Kediren, Bapangan, Klopo Duwur dan beberapa tempat lainnya (SSH:14).

Huzer Apriansyah

Dari berbagai sumber yang digunakan dalam penelitian ini terutama yang disebut pada permulaan, secara kronologis sejarah dan perkembangan Saminisme dideskripsikan sebagai berikut : Tahun 1890

Samin Suraosentiko mulai mengembangkan ajarannya di Desa Klopo Duwur. Di samping orang asli Klopo Duwur juga banyak orang-orang dari desa lainnya seperti Tapelan datang ke Klopo Duwur untuk berguru pada Samin Surosentiko.

Pemerintah kolonial Belanda hanya menganggap Saminisme sebagai ajaran kebatinan yang sama sekali tidak membahayakan pemerintahan. Pada fase

awal ini memang Samin lebih mengedepankan ajaran kebatinan 18 Tahun 1903

Pada tahun ini Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 772 orang pengikut Saminisme yang tersebar di 34 desa di Blora bagian Selatan dan di

daerah Bojonegoro. 19 Tahun 1905

Orang-orang desa penganut Saminisme pada tahun-tahun ini mulai mengubah tatacara hidup mereka dalam masyarakat. Mereka mulai melakukan pembangkangan dari menyetor pajak dan menghindari kerja untuk kepentingan pemerintah. Mereka juga mulai menolak menyetor padi ke lumbung desa. Pengikut Saminisme pada saat ini mulai menolak untuk mengandangkan sapi di

kandang umum bersama masyarakat lainnya. 20

Huzer Apriansyah

Tahun 1907 Orang-orang Samin berjumlah 5000 pemerintah kolonial Belanda mulai merasa takut, apalagi tatkala mendengar bahwa tanggal 1 Maret 1907 mereka akan berontak. Pada waktu itu desa Kedung Tuban Blora, ada orang Samin menyelenggarakan selamatan. Orang samin yang datang menghadiri selamatan di Desa Kedung Tuban tersebut lalu ditangkap sebab mereka dianggap mempersiapkan pemberontakan.

Selanjutnya pada tanggal 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh para pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian setelah 40 hari dari pengangkatan tersebut, Samin Surosentiko ditangkap oleh raden Pranolo, Ndoro Seten di Randublatung, Blora. Kemudian Samin dipindahkan ke Rembang untuk menjalani pemeriksaan akhirnya Samin bersama delapan orang pengikutnya dinyatakan bersalah dan

diasingkan ke luar Jawa. Samin Surosentiko diasingkan ke Sumatera Barat. 21 Tahun 1908

Pengikut Samin Surosentiko, Wongsorejo menyebarkan ajaran Samin di distrik Jiwan, Madiun. Pengikutnya hingga ratusan, mereka menolak membayar pajak. Namun Wongsorejo dan dua orang sahabatnya ditangkap dan gerakan

Saminisme di Madiun mulai melemah. 22 Tahun 1911

Surohidin, menantu samin Surosentiko dan Engkrak, murid Samin Surosentiko menyebarkan ajaran Saminisme di Grobogan. Karsiyah pengikut

Samin mengembangkan ajaran Saminisme di Kajen, Pati. 23

Huzer Apriansyah

Tahun 1912 Pengikut ajaran Saminisme mencoba menyebarkan Saminisme di Jatirogo, Tuban. Namun usaha tersebut gagal Tahun 1914

Tahun ini merupakan tahun kenaikan pajak oleh pemerintah Belanda. Hal ini membuat perlawanan masyarakat Samin memuncak. Pengikut Saminisme sama sekali sudah tidak mau berhubungan dengan pamong desa dan aparat pemerintahan. Di Madiun juga terjadi hal serupa, begitupun di Kajen dan Larangan, Pati. Bahkan di Larangan penduduk desa menyerang lurah dan polisi. Di Tapelan Bojonegoro, asisten wedana diancam oleh masyarakat. Namun kemudian masyarakat yang mengancam ditangkap dan dipenjara.

Pada tahun inipulalah Samat, pengikut Saminsme di Pati, yang memimpin penduduk desa mengajarkan bahwa Ratu adil akan segera datang bila tanah yang

digadai oleh pemerintah Kolonial Belanda dikembalikan kepada orang Jawa. 24 Tahun 1915

Pengikut Saminisme kembali mencoba mengembangkan ajarannya ke Jatirogo, Tuban, namun untuk kedua kalinya juga gagal. 25

Tahuun 1916 Ajaran Saminisme mulai berkembang di daerah Undaan, Kudus.

Tahun 1917 26 Para pengikut Pak engkrak meningkatkan perlawanan terhadap Kolonial

Belanda dengan strategi yang disebut “Pratikel Pasif” 27

Huzer Apriansyah

Tahun 1930 Saminisme mulai mengalami kemunduran yang sangat besar. Pengembangan Saminisme terhenti bahkan pengikut ajaran terus berkurang.

Kepemimpinan di tubuh pengikut juga sangat lemah. 28 Secara ringkas demikianlah tahun-tahun penting dalam sejarah dan

perkembangan Saminisme sebagai sebuah ajaran. Selanjutnya perlu pula dideskripsikan bagaimana Samin dan pengikut utamanya menghadapi desakan pemerintah kolonial Belanda untuk membayar pajak. Berikut ini merupakan petikan wawancara Bapak Soewarso dengan Mbah Suro Kuncung yang terdapat

dalam salinan tulisan tangan karya Bapak Soewarso 29 “Diklumpukna ning alun-alun, didhoreti bar didhoreti yo tetep ora ngekeki

etung-etungan, terus dikon balik ning mondhokane kanjengan meneh, malah beneran theruk-theruk dikeki mangan, wong bature akeh. Terus esuke sembok karo aku nusul ning kanjengan. Wong-wong yo disusul sikep sak turune kabeh, ana sing nggawa bayi cilik barang. Kantore nganti bek uwong, menowo

kanjengan bingung, terus kon muleh kabeh” 30

(Dikumpulkan di alun-alun lalu mukannya dicorat soret dusuruh memberikan pajak, namun setelah itu tetap saja tidak diberikan. Lalu kebenaran disuruh pulang ke rumah asisten wedana. Nah disana sembari membungkuk- bungkukkan badan diberi maka. Keesokan harinya saya dan ibu menyusul, banyak orang-orang yang kesana, istri juga ada yang masih membawa anak kecil, hingga kediaman asisten wedana penuh. Hingga pejabat pada bingung dan semua disuruh pulang.)

Petikan di atas menunjukkan bagaimana Samin Surosentiko dan pengikut Saminisme dikumpulkan oleh pemerintah kolonial Belanda di alun-alun Randu- blatung, namun dengan berbagai cara termasuk dengan tidak menjawab dan acuh terhadap pamong pemerintahan. Hal ini membuat frustrasi pemerintah kolonial dan akhirnya semua yang dikumpulkan disuruh kembali ke kantor asisten wedana. Keesokan harinya semua sanak famili warga yang dikumpulkan, mulai dari orang

Huzer Apriansyah

tua istri dan anak-anak datang menjenguk sampai akhirnya asisten wedana menyuruh pulang semua pengikut Saminisme yang dikumpulkan. Pemerintah kolonial tidak berhasil menarik pajak dari masyarakat pengikut Saminisme

Berikut ini juga hasil wawancara langsung di lapangan dengan Mbah Randim mengenai ketegaran pengikut Saminisme menghadapi tekanan pemerintah kolonial;

“Nduk Ploso mondhokane mbahku digledah oleh opas, kabeh dibongkari. Wong-wong Samin ora podo wedih, pokok’e kabeh tetep sedulur. Ora masalah

ora disenengi karo londone” 31

(Di Ploso rumah mbahku -maksudnya Samin Surosentiko- di geledah oleh pasukan Belanda, semua di bongkar, tapi masyarakat tidak takut, kita semua tetap saudara, tidak masalah walau pemerintah Belanda tidak suka)

Petikan wawancara di atas menunjukkan bahwa saat penggeledahan rumah Samin Surosentiko tidak membuat pengikutnya menjadi menyerah dan berhenti mengikuti ajaran Saminisme. Demikianlah beberapa gambaran mengenai perjuangan pengikut Saminisme memperjuangkan keyakinan politik mereka.

D. Ajaran-Ajaran Saminisme

Saminisme sebagai sebuah ajaran menurut Soewarso memiliki tiga macam ajaran khusus yang dikembangkan, yaitu ajaran politik, sosial dan budaya. Sedangkan menurut Suripan (1996 : 21), disamping ajaran politik dan sosial saminisme terfokus pada ajaran kebatinan atau spiritual.

Berikut ini adalah deskripsi mengenai ajaran-ajaran saminisme, untuk mempermudah pemaparan agar lebih sistematis, penjelasan akan dibagi dalam tiga sub pemaparan; ajaran spiritual, ajaran sosial dan ajaran politik Saminisme. Sumber data dalam pembahasan mengenai ajaran Saminisme ini adalah;

Huzer Apriansyah

1. Sebuah tulisan tangan yang ditulis oleh seorang guru dasar di Kecamatan Jepon bernama Soewarso yang lahir pada tanggal 14 Agustus 1928. Tulisan tersebut ditulis pada tahun 1977. Penelitian ini berhasil mendapatkan salinan dari tulisan tersebut dalam bentuk copy. Untuk mempermudah proses pengutipan dalam deskripsi berikut untuk sumber dari tulisan ini akan diberi kode (SW)

2. Sumber kedua adalah tulisan Suripan Sudi Hutomo berjudul Samin Surosentiko dan ajaran-ajarannya yang ditulis tahun 1973 dan diterbitkan dalam kumpulan tulisan berjudul Tradisi dari Blora. Citra Almamater Surabaya tahun 1996. (SSH)

3. Tulisan Soerjanto Sastroatmodjo berjudul Masyarakat Gerakan Saminisme : Siapakah mereka ? yang dimuat dalam majalah Optimis nomor 43 tahun 1983 dan dibukukan dalam buku berjudul Masyarakat Samin, Siapakah Mereka ? terbitan Narasi Yogyakarta tahun 2003.

4. Hasil wawancara dengan Bapak Suradi, tokoh Saminisme di Klopo Duwur yang juga cucu dari lurah Karyo (lurah Klopo Duwur pada tahun 1948 s.d. 1989)

5. Hasil wawancara dengan Mbah Randim (cucu Samin Surosentiko yang tinggal di Tanduran Desa Mantren Blora)

6. Hasil wawancara dengan Mbah Nyamu (masih keturunan kemungkinan cicit Samin Surosentiko)

Huzer Apriansyah

D.1. Ajaran Spiritual Saminisme Menurut Suripan Sudi Utomo (1996:22) ajaran spiritual Samin Suronsentiko adalah mengenai manunggaling kawula gusti atau sangkan paraning dumadi . Sangkan paraning dumadi diintepretasikan oleh Parsudi Suparlan dalam kata pengantar pada buku Santri, Abangan dan Priyayi karya Clifford Geertz: Darimana manusia berasal, apa dan siapa dia pada masa kini, dan kemana tujuan hidup yang dijalani dan dituju. Keyakinan spiritual Saminisme menurut Victor T. King (1973:459) seperti dikutip Suripan Sudi Hutomo (1996:22) disebut sebagai agama adam atau The Relegion of Adam .

Keyakinan mengenai manunggaling kawula gusti diibaratkan rangka umanjing curiga (tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya), hal ini terdapat dalam serat uri-uri pambudi :

“Rangka umanjing curiga punika ngibarating ngilmu anedahaken pamoring kawula gusti ingkang sejati. Sinaning kawula, jumeneng Gusti balaka. Ageng (gonja) wesi aji punika senepa pamor netepaken bilih kados makaten punika dipun wastani pamoring kawula Gusti, Sejatosipun gesang punika namung kaling-kalingan wuwujudan kita piyambak. Inggih gesang penjenengan inggih ingkang anggesangaken badan kita punika nunggil pancer. Gesanng sejati punika inggih

egesangi sagung dumados” 32

(Tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya mengibaratkan ilmu ke Tuhan-an. Hal ini menunjukkan pamor (percampuan) antara mahluk dan Khaliknya yang benar-benar sejati. Bila mahluk musnah, yang ada hanyalah Tuhan. Senjata tajam merupakan ibarat campuran yang menunjukkan bahwa itulah yang disebut campuran mahluk dan khaliknya. Sebenarnya yang dinamakan hidup hanyalah terhalang oleh badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging dan tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah yang menjadi sama-sama pancer kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal yang ada di semesta alam)

Huzer Apriansyah

Hubungan antara manusia dan Tuhan juga dijelaskan dalam bagian lain dari serat uri-uri pambudi berikut ini

“...Janjining manungsa gesang wonten dunya punika dados utusaning Pengeran, sageda amewahi asrining jagad, namung sadarni nglampahi. Dados dhumawahing lalampahan begja tuwin cilaka, bingah tuwin susah, saas tuwin sakit, sadaya wau sampun ngantos angresula sanget. Amergi sampun sagah dene prajanjining manungsa. Gesang wonten ing dunya punika segeda angestotaken angger-anggering Allah, dateng

asalipun piyambak-piyambak...” 33

(Menurut perjanjian, manusia adalah pesuruh Tuhan di dunia untuk menambah keindahan jagat raya. Dalam hubungan ini manusia harus menyadari bahwa mereka hanyalah sekedar melaksanakan perintah. Oleh karena itu apabila manusia mengalami kebahagiaan dan kecelakaan, sedih, dan gembira, sehat, sakit, semuanya harus diterima tanpa keluhan. Sebab manusia adalah terikat pada perjanjiannya. Yang terpenting adalah manusia hidup di dunia ini harus mematuhi hukum Tuhan, yaitu memahami pada asal usulnya masing-masing)

Menurut Bapak Suradi ajaran spiritual Samin merupakan ajaran yang diambil dari Kyai Samin yang berasal dari perpaduan antara ajaran Islam dan nilai-nilai budaya Jawa. Berikut petikan wawancara dengan bapak Suradi : “kalau nilai-nilai yang berasal dari arab diterapkan begitu saja ya tidak

cocok, maka Mbah Samin itu memadukan nilai-nilai Islam dari Arab dengan nilai-nilai dari kebudayaan asli sini”

Bila kita perhatikan ajaran spiritual Samin mengenai konsep manusia sebagai utusan Tuhan yang ada dalam serat uri-uri pambudi pernyataan Pak Suradi ada benarnya. Konsep manusia sebagai utusan Tuhan di dalam Islam sama dengan konsep khalifah yang bisa kita temukan dalam surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya adalah sebagai berikut : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat;

“Sesunguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka menjawab:

Huzer Apriansyah

“Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengambil apa yang tidak kamu ketahui”

Selanjutnya konsep ini dipadukan dengan sikap nrimo sebagai konsekuensi atas posisi manusia yang merupakan “pesuruh Tuhan”, hingga berbagai keadaan yang menimpa manusia harus dapat diterima begitu saja. Hal ini tentu saja memiliki kesamaan dengan konsepsi nrimo ing pandum dalam budaya Jawa.

Secara umum spiritualitas ajaran Samin ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku sosial mereka sehari-hari. Dalam tradisi lisan masyarakat menurut penuturan Mbah Randim agama iku gaman, adam pangucape, man gaman lanang (agama adam adalah senjata hidup). Spiritualitas Saminisme memang dikenal dengan agama Adam.

Satu hal lainnya mengenai spiritualitas Saminisme yang sangat penting adalah kepercayaan mereka bahwa manusia pada dasarnya tidaklah pernah mati, karena yang mati adalah jasadnya tetapi urip adalah abadi. Dalam masyarakat Samin mati adalah berganti pakaian atau salin sandhangan .

D.2. Ajaran Sosial Saminisme Saminisme dikenal tidak hanya sebagai gerakan spiritual yang memiliki ajaran kebatinan semata, melainkan juga sebagai gerakan sosial dan politik yang memiliki ajaran khusus dalam bidang sosial dan politik.

Huzer Apriansyah

Dalam bidang sosial ajaran-ajaran Samin banyak berkaitan dengan tata kehidupan individu dalam berhubungan dengan individu lainnya.

Berikut ini ajaran Samin Surosentiko mengenai tata aturan perilaku sosial individu. Dalam masyarakat Samin hal-hal tersebut dikenal dengan angger-angger pratikel , berikut petikannya : “Tumandukipun sageda anglenggahi keleresan tuwin mawi lalapah ingkang

ajeng, sampun ngantos miyar-miyur.Tekadipun sampun ngantos keguh dening godha rencana, tuwin sageda anglampahi sabar lair batosipun, amati sajroning urip. Tumindak ing kelaian sarwa kuwawi anyanggi sadaya lelampahan ingkang dhumawahing sariranipun. Sanadyan kataman sakit, ngerakaos pagesangnipun, ketaman sok serik serta pengawon-awon saking sanes, sadaya wau sampun ngantos ngeresula serta amales piawon, nanging panggalihipun sageda lestari enget.”

(Arah tujuannya agar dapat berbuat baik dengan niat yang sungguh-sungguh, sehingga tidak ragu-ragu lagi. Tekad jangan sampai goyah oleh sembarang godaan, serta harus menjalankan kesabaran lahir dan batin, sehingga bagaikan mati dan hidup. Segala tindak tanduk yang terlahir haruslah dapat menerima segala cobaan yang datang padanya. Walaupun terserang sakit, hidupnya mengalami kesulitan tidak disenangi orang, dijelek-jelekkan orang, semuanya harus diterima tanpa gerutuan, apalagi membalas berbuat jahat, melainkan orang harus selalu ingat pada Tuhan)

Individu dalam masyarakat Samin dituntut memiliki kesabaran, keteguhan dan kesadaran sebagai mahluk Tuhan. Ajaran-ajaran ini hingga saat ini masih dianggap penting oleh masyarakat hingga tetap terus dipertahankan, meski dalam praktiknya mengalami perubahan. Ajaran sosial mengenai saminisme ini menurut Mbah Randim adalah upaya manusia untuk menjaga keseimbangan antara tiga unsur; manusia, alam dan Tuhan.

Hal-hal yang berkaitan dengan tata aturan juga termuat dalam hal-hal yang harus ora dilakoni masyarakat Samin 34 , berikut hal-hal tersebut :

Tiyang niku kudu ora nglakoni : (orang itu harus tidak melakukan)

Huzer Apriansyah

1. Drengki (dengki)

2. Srehi (khianat)

3. Dahpen (mencampuri urusan ornag lain)

4. Ndromos (suka meminta barang orang lain dengan kata-kata manis)

5. Kemeren (irihati)

6. Nemu disingkiri, bila menemukan barang dikembalikan, karena yang kehilangan pastilah bingung.

7. Colong jupuk disiriki (Jangan mengambil milik orang lain)

8. Ucapan niku sing bener (Ucapan yang benar) Ajaran-ajaran tersebut merupakan ajaran perilaku yang telah ada sejak Samin Surosentiko, hingga saat ini pengikut Saminisme sangat meyakini bahwa untuk hidup selamat di dunia harus mengikuti ajaran tersebut. Selanjutnya ajaran ini juga diyakini untuk diikuti oleh pengikut Saminisme sebagai bekal untuk salin sandhangan (meninggal).

Ajaran mengenai perilaku individu ini juga ada dalam undaran sebagai berikut : Her run tumurning tumus

Winetu hing praja, Nalar wikan reh kasudarman, Hayu rumiyeng badra, Nukti nuting lagon, Wirama natyeng kewuh Sangka-sangganing-rat

(Adapun siat-sifat kebaikan yang layak diajarkan, tidak lain mesti diolah oleh pertimbangan nalar antaranya kewaspadaan dan bijaksana dalam berbuat sebagai pelindung,

Huzer Apriansyah

berusaha menanamkan di setiap tempat., hendaknya laksana menata gending, lagu yang bersuasana ‘mengatasi penghalang hayat’ yakni segala yang kita emban sebagai tugas selaku

mahluk di jagad besar 35

Ajaran yang menyerupai hal di atas juga dapat ditemukan dalam dokumen ceramah Samin Surosentiko di lapangan Desa Kasiman pada 11 Juli 1901. Lan lakunira saputat-saputat

Nastyasih kukuluwung, Lagangan harah Kadyatmikan cuwul heneng Pambudi malatkung Sing dingin, hakarsa Adyatmika tanpolih. Dwinya maneges tapi Hakarep tumiyang Katinempuh Gendholan Batin, nagarah-arah Catur mangeran ayun lweh Dening tatasnya ngadil Myang Peneamangkin, sumarah Rengkep hatikel patuh

Ceramah Samin tersebut menurut Soerjanto Sastroatmodjo menerangkan mengenai kejatmikaan yang berjumlah lima, meliputi;

Pertama, jatmika dalam kehendak, yang berlandaskan pada usaha pengendalian diri. Kedua, jatmika dalam ibadah suci yang disertai pengabdian kepada sesama makhluk. Ketiga, jatmika dalam mawas diri, menjenguk batin sendiri suatu ketika demi keseimbangan diri dan lingkungan. Keempat, jatmika dalam mengatasi bencana, yang terjadi lantaran cobaan Khaliq atas Mahluk-Nya. Kelima, Jatmika sebagai pegangan budi sejati. Ajaran mengenai bagaimana sikap individu dalam

Huzer Apriansyah

menghadapi kondisi lingkungan dan tata cara berhubungan dengan individu lain juga muncul dalam tradisi lisan masyarakat pengikut Saminisme, tradisi itu nampak dalam ucapan keseharian, seperti:

1. Aja drengki, srei, tukar padu, dahpen kemeren, Aja kutil jumput, bedhog colong (Janganlah mengganggu orang, jangan suka bertengkar, jangan iri hati, jangan suka mengambil barang milik oang tanpa seizin pemiliknya)

2. Sabar lan trokal empun ngantos jrengkeisrei empun ngantos riya, sepada empun nganti pek pinek kutil jumput bedhog colong. Napa malih bedhog colong, napa malih milik barang, nemu barang neng dalan mawon kula simpangi. (Berbuatlah sabar dan trokal, janganlah menggangu orang, janganlah takkabur pada sesama orang, janganlah mengambil barang milik orang tanpa seijin pemiliknya. Apalagi mencuri, menemukan barang tercecer di jalan saja itupun dijauhi.)

Di samping ajaran-ajaran tersebut di atas, ada lagi sebuah keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat pengikut Saminisme yang berkaitan dengan sifat kebersamaan. Semua orang bagi masyarakat samin adalah saudara (sedhulur), hingga masyarakat samin memanggil orang dengan panggilan lur sedulur. Seperti dikemukakan oleh Mbah Randim “urip iku nggolek seduluran sing okeh, menyang nduk ngendi yo nggoleh sedulur, rak kabeh iki sedhulur” . Secara umum ajaran-ajaran mengenai pola laku individu ini

Huzer Apriansyah

telah dipahami lama oleh masyarakat dan bagi pengikut saminisme hingga hari ini tetaplah diperhatikan.

D.3. Ajaran politik Saminisme Saminisme merupakan gerakan reaksi sosial masyarakat petani di Blora yang mengikuti ajaran Samin Surosentiko. Gerakan ini merupakan bentuk reaksi atas rusaknya tetanan sosial budaya lokal mereka. Kerusakan tersebut disebabkan intervensi budaya dan politik dari kolonial Belanda dan

ketertekanan ekonomi 36 . Pada akhirnya muncullah keinginan untuk kembali pada tatanan awal atau tatanan yang dibangun oleh leluhur. Maka menurut

Hamid Abdullah Saminisme merupakan gerakan revivalisme. Saminisme tidak bisa dilihat hanya sebagai gerakan spiritual, karena banyak ajaran dan perilaku politik dalam Saminisme yang diajarkan. Saminisme pada tingkat tujuan berupaya menciptakan formula politik dalam rangka mengorganisir wadah perjuangan untuk membentuk suatu masyarakat baru yang memiliki norma sosial yang tersendiri. Gerakan ini bersifat lokal, sederhana dan etnosentris. Bagi W.F. Wartheim dari Universitas Amsterdam menyimpulkan bahwa saminisme adalah gerakan escapism . Yaitu gerakan sosial yang berusaha menciptakan sebuah dunia tersendiri yang bersifat abstrak untuk menghindari tekanan hidup yang

mereka alami dalam dunia realitas. 37

Saminisme memiliki ajaran mengenai prasyarat sebuah negara yang kuat, seperti terungkap dalam metrum dudukwuluh berikut : Negaranta

Niskala handuga arum,

Huzer Apriansyah

Hapraja mulwikang gati, Gen ngaub miwah sumungku, Nurriya haengemi ilmu, Rukunarga tan hana

38 Blekuthu

(Sebuah negara, akan bisa kuat sentausa dan punya peranan yang menentukan dalam percaturan dunia bila unsur-unsur pemerintahan, kelompok elite yang menentukan kebijakan itu menghormati kepercayaan-kepercayaan leluhur, selalu ingat akan sejarah yang membentuknya, dan memelihara perkembangan ilmu pengetahuan secara patut. Bila demikian halnya, rakyat akan rukun-rukun bahagia,

39 tiada permusuhan diantaranya)

Terlihat jelas bahwa Saminisme juga mengatur ageman keprajan (politik pemerintahan). Selanjutnya ajaran politik saminisme lainnya adalah mengenai pewaris tanah Jawa berikut petikan ceramah Samin Surosentiko

pada tahun 1889 di ara-ara desa Bapangan 40 Gur tameh eling bilih sira

Kebeh horal sanes turun pandawa Lan huwis nyipati kabrokalan Krandah majapait sakeng Kakrage wadya musuh. Mula sakuwit liyen kala nira Puntadewa titip tanah Jawa Marang hing Sunan Kalijaga Hiku maklumat tuwila kajantaka

(Orang samin adalah tidak lain keturunan Pandawa tepatnya Prabu Puntadewa, saudara tertua, yang berbudi luhur dan tanpa pamrih. Kedua, pada zaman senjakala Majapahit keturunan ini mengalami pukulan dari orang-orang Demak yang mabuk kemenangan. Trah pandawa di Majapahit sudah tahu siapa salah dan siapa benar. Maka sewaktu mereka tersiksa Prabu Puntadewa menampakkan kembali ke dunia Pergi ke Demak dan menitipkan keselamatan Tanah Jawa kepada Sunan Kalijaga.)

Huzer Apriansyah

Dari ceramah tersebut dapatlah dikatakan bahwa orang Samin beranggapan merekalah yang berhak mewarisi tanah Jawa dalam arti peradaban maupun budayanya. Pemahaman inilah yang kemudian memberi pembenaran kultural cara pandang masyarakat Samin untuk menolak membayar pajak kepada penjajah bahkan hingga setelah penjajahan.

Dalam masyarakat Samin juga dikenal istilah sangkak. Bahasa sangkak 41 adalah bentuk bahasa diplomasi, untuk mengecoh penjajah.

Bahasa sangkak ini digunakan untuk berkomunikasi dengan para priyayi, pamong desa atau bila bertemu dengan para opas. Namun, hingga kini sangkak telah menjadi semacam kebiasaan pengikut Saminisme. Beberapa contoh bahasa sangkak dalam kehidupan sehari-hari pengikut Saminisme adalah sebagai berikut : Bila ditanya “kowe arep menyang endi ?” (kamu mau pergi kemana ?) Maka, jawabannya “arep mengarep” (mau kedepan) Lalu, ditanya lagi “seko endi ?” (darimana ?) Dijawab “seko mburi” (dari belakang) Kalau ditanya “turunmu ono piro ?”(anakmu ada berapa) Berapapun jumlah anak dari orang yang ditanya pastilah jawabannya “turunku ono loro lanang karo whedok” (anakku ada dua, laki-laki dan perempuan).

Secara umum demikianlah ajaran-ajaran politik utama masyarakat Samin yang diajarkan oleh Samin Surosentiko dan murid-muridnya kepada

Huzer Apriansyah

pengikut Saminisme. Ajaran-ajaran tersebut masih dianggap berlaku oleh pengikut Saminisme hingga saat ini.

E. Politik Penghilangan Identitas Saminisme

Masyarakat Blora secara umum seringkali merasa terhina dan malu bila diidentikkan dengan Saminisme, hal ini bisa kita lihat dari petikan wawancara dengan beberapa orang di luar masyarakat Samin berikut ini;

“...kami khususnya saya itu kalau sedang bertemu orang dari luar kota sering merasa malu karena dianggap orang samin, tidak hanya saya mas tapi banyak orang yang sama. Lalu kami disini bersama-sama menghapus anggapan itu. Pelan-pelan saminisme itu dihilangkan” (Ibu pegawai bagian referensi perpustakaan daerah Blora –pendapat ini dikutip tanpa diketahui narasumber)

“...sekarang Samin itu sudah musnah mas, yang ada itu nyamin. Jadi kalau penelitian tentang Samin rasanya tidak bisa lagi. Sekarang semua sudah maju, banyak yang jadi sarjana, pegawai bahkan ada yang sudah sangat kaya, pokoknya Samin sudah hilang dari sini” (Bpk Hadiyono, sekretaris kecamatan Randublatung-wawancara dilakukan saat peneliti memberikan surat pemberitahuan pra survey)

“...dulu waktu saya tugas mengajar di Blora tahun 1969-an, karena saya itu pembina pramuka maka saya dan anak-anak sering ke daerah yang masih kental masyarakat Saminnya, ya memang banyak anak-anak yang takut.sayapun agak takut” (Ibu ely, warga Cepu yang pernah bertugas di Randublatung dan bertemu peneliti di Stasiun Kereta Poncol Semarang)

“Sudah tidak adalah itu yang namanya masyarakat Samin, paling-paling itu ada peninggalan tanah dari Samin Surosentiko di Ploso Wetan. Kalau perilaku itu sudah sama semua, normallah” (Bpk. Hartono, Plt. Kepala Desa Kediren)

Saminisme sebagai sebuah identitas kultural dan sosial memang mengalami penghilangan secara sengaja oleh pemerintah terutama pemerintah

daerah 42 . Berikut beberapa bukti penguat dari hal tersebut: Pertama, dalam Harian Berita Nasional tertanggal 11 November 1991

dinyatakan secara resmi oleh Pemerintah Kabupaten Blora bahwa masyarakat atau orang samin sudah tidak ada lagi 43 . Kedua, dalam buku Menuju dalam Perjalanan:

Huzer Apriansyah

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Kabupaten Blora yang diterbitkan Dewan Harian Cabang Angkatan ’45 Kabupaten Blora dituliskan dengan jelas pada halaman 17, sebagai berikut:

“...Menurut dongeng, legenda ataupun cerita rakyat, konon seorang laki-laki bernama Samin Surosentiko (Samin, nama kecil sebelum kawin, setelah kawin ditambah Surosentiko) bertempat tinggal di desa Plosokediren, kecamatan Randublatung...”

Dari kalimat tersebut nampak dengan jelas upaya menjadikan eksistensi pendiri ajaran Saminisme sekedar mitos, padahal keberadaan Samin Surosentiko adalah nyata atau empiris (lihat foto dalam lampiran, berupa foto tokoh-takoh Samin yang diasingkan ke berbagai daerah di luar Jawa).

Ketiga, menurut Amrih Widodo kehadiran politik kebudayaan “strategi pembangunan berwawasan jatidiri” yang dilakukan pemerintah orde baru yang di Jawa Tengah dilaksanakan oleh H.Ismail (Mantan Gubernur Jateng), telah ikut memberikan kontribusi bagi hilangnya identitas ke-Saminan. Hal ini disebabkan proyek penulisan buku Sejarah Hari Jadi Blora (1987) yang berusaha melakukan penyatuan simbol, tanaman khas, dan sebagainya termasuk menelusuri hari jadi Blora. Hari jadi Blora ditetapkan 11 Desember 1749, yaitu bertepatan dengan pengangkatan bupati pertama Blora (Wilatikta) oleh Sultan Yogyakarta, dengan kondisi ini eksistensi perlawanan politik Samin dan pengikutnya tidak mendapat tempat yang layak. Padahal kebijakan ini mengandung ironi, karena bagaimana bisa kabupaten yang merupakan bagian dari sebuah negara berdaulat (Indonesia) lebih dulu lahir daripada induknya. Blora dianggap ada sebagai sebuah daerah berdaulat sejak 1749 tetapi Indonesia baru ada sejak 1945.

Huzer Apriansyah

Keempat, pada tahun 1985 karena jengkel melihat meningkatnya jumlah pengunjung dan permohonan penelitian mengenai saminisme, pemerintah Blora melarang kunjungan atau penelitian tentang Samin. Bahkan bupati menyatakan

sudah tidak ada masyarakat Samin 44 . Hal ini sesuai dengan pernyataan carik Desa Klopo Duwur Bapak Suradi yang mengatakan bahwa pada saat Blora di bawah

Bupati Soemarno, semua kegiatan tradisi Samin dilarang. Bupati Blora pada tahun 1989 seperti dikemukakan Amrih Widodo adalah Soemarno SH. Perhatikan daftar bupati Blora dan tahun menjabatnya berikut ini:

Nama Bupati Tahun Menjabat

1. Tumenggung Wilatikta 1749 – 1762

2. Djajeng Tirtana 1762 – 1782

3. RT. Tirtakoesoema 1782 – 1812

4. RT. Prawirajoeda 1812 – 1823

5. RT. Tirtanegara 1823 – 1842

6. RT. A Tjakranegara I 1842 – 1843

7. RT. Tirtanegara 1843 – 1847

8. RT. Natawidjaya 1847 – 1857

9. RT. A Tjakranegara II 1857 – 1886

10. RT. A Tjakranegara III 1886 – 1912

11. Said Abdoel kadir Djaelani 1912 – 1926

12. Tjakraningrat 1926 – 1938

13. Moerdjana Djajadigda 1938 – 1942

14. Soediana 1942 – 1945

15. Mr. Iskandar 1945 – 1948

16. R. Wibisono 1948 – 1949

17. R. Siswadi Djojosoerono 1949 – 1952

18. R. Soediono 1952 - 1957

19. R. Soenartio 1957 – 1960

20. R. Soekirno Sastrodimedjo 1960 – 1967

21. Srinardi 1967 – 1973

22. Soepadhi Joedodarmo 1973 – 1979

23. H. Soemarno, SH 1979 – 1989

24. H. Soekardi Hardjopawiro, MBA 1989 – 2000

25. Ir. H. Basuki Widodo 2000 – sekarang Sumber : Blora Dalam Angka Tahun 2003

Demikianlah beberapa hal penguat adanya upaya untuk memisahkan masyarakat Samin dari identitas kultural mereka. Upaya ini tentu saja sangat berhubungan

Huzer Apriansyah

dengan adanya pelabelan negatif tehadap masyarakat Samin, yang dianggap tidak waras, tidak rasional, suka berdebat dan berbagai pelabelan negatif lainnya. Menururt Amrih Widodo hal ini juga tekait dengan penulisan sejarah Samin yang banyak dipengaruhi oleh laporan-laporan dari penulis kolonial yang melakukan penelitian karena perintah dari pejabat kolonial Belanda seperti, J.E Jesper (asisten residen Tuban) atas perintah Gubernur Jenderal atau Petrus Blumberger

dalam trilogi bukunya. 45 Laporan-laporan mengenai Saminisme oleh beberapa ahli ini cenderung

mereduksi Saminisme sebagai gerakan spiritual yang melakukan perlawanan pasif dan sering diidentikkan dengan gerakan komunisme lokal. 46

F. Orientasi Politik Masyarakat Pengikut Saminisme

Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe budaya politik pengikut Saminisme, untuk itu terlebih dahulu akan dideskripsikan mengenai orientasi politik masyarakat Samin. Meliputi, orientasi kognitif, yaitu pengetahuan tentang sistem politik dan kepercayaan pada sistem politik, peranan dan segala kewajibannya, serta input dan outputnya. Kedua, orientasi afektif, yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya dan penampilannya. Ketiga, orientasi evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek–obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.

Data mengenai orientasi-orientasi politik pengikut saminisme ini diperoleh dari wawancara yang dilakukan berulang terhadap beberapa informan, yang berdasar pengakuan yang bersangkutan merupakan pengikut saminisme atau dari

Huzer Apriansyah

analisa penulis terhadap pernyataan-pernyataan informan yang mengindikasikan bahwa informan adalah pengikut saminisme ditambah dengan bantuan informasi dari sesepuh pengikut Saminisme di dusun masing-masing.

Untuk mengetahui orientasi kognitif pengikut Saminisme diajukanlah beberapa pertanyaan dengan tujuan mengetahui tingkat pengetahuan mereka mengenai sistem politik. Pada tahap awal ditanyakan mengenai dasar negara, lambang negara, dan wilayah negara. Selanjutnya, juga ditanyakan mengenai sistem pemilihan umum dan kepartaian di Indonesia saat ini.

Tingkat pengetahuan pengikut saminisme mengenai hal-hal dasar dalam sistem politik cukup beragam, kebanyakan dari mereka menghindari menjawab pertanyaan tersebut dengan alasan takut salah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengingatkan mereka pada keadaan seputar masa-masa pembersihan anggota partai komunis Indonesia (PKI), karena kalau salah bisa dikira anggota PKI dan bisa masuk penjara, begitu kilah mereka. Namun setelah terus menerus melakukan komunikasi mulailah mereka mau berbicara menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Mengenai dasar negara sebagian besar informan mengetahui pancasila, namun tidak bisa menjelaskan sila-sila dalam pancasila. Berikut beberapa petikan wawancara beberapa informan mengenai dasar negara;

"..ojo takon-takon kuwi mas, aku wong tani yo ora paham, sing penting yo pancasila, mbiyen pamong ngomong koyo kuwi. Nduk teve-teve yo okeh soalan pancasila" (Dasuki, 62 tahun. Petani di Klopo Duwur)

(..jangan tanya-tanya itu mas, aku orang tani ya tidak mengerti, yang penting ya pancasila, dulu pamong bicaranya begitu. Di televisi juga banyak dibahas tentang pancasila)

Huzer Apriansyah

keingintahuan untuk mengetahui isi pancasila juga tidak ada dalam keinginan Pak Dasuki, baginya tidaklah penting mengetahui hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan kepentingan mereka.

"lha wong tani ora mesti ngerti koyo kuwi, urusane pamong desa. Sing penting ora ngelek-ngeleke pancasila. Wong ndeso ki sing penting uripe tenang iso nggolek mangan"

(Lha petani tidak harus mengerti kayak begitu, urusannya pamong desa. Yang penting tidak menjelek-jelekan pancasila. Orang desa yang penting hidupnya tenang bisa mencari makan)

Jawaban serupa juga muncul saat ditanya mengenai undang-undang dasar 1945, tapi ada penjelasan menarik dari Pak Dasuki;

"ngerti opo ora ngerti urusan-urusan politik kuwe yo ora ono gunane nggoh kaum tani, soale sing uri-uri nasib petani yo ora ono. Biasane malah sing disalahke yo petani"

(Mengerti atau tidak urusan-urusan politik itu ya tidak ada gunanya untuk petani, soalnya yang memperhatikan nasib petani ya tidak ada. Biasanya yang sering disalahkan ya petani)

dari pendapat tersebut terlihat ada kesan ketidakpedulian terhadap sistem politik. Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Rasiyo, petani di Ploso Wetan berusia

74 tahun : "aku ngertine Bung Karno, lha pancasila iku pikirane Sukarno, sing ngerti

sak jero-jerone yo Sukarno, petani-petani nduk Ploso mung-mungan ngerti urusan tentang pancasula opo maneh sak isi-isine"

(Aku mengerti Bung Karno, nah pancasila itu pikirannya Sukarno, yang mengerti isinya ya Sukarno, petani di desa Ploso ya ndak mungkin mengerti tentang pancasila apalagi dengan isinya)

Kecendrungan lebih memahami dasar negara dimiliki oleh pengikut saminisme yang berusia di bawah 50 tahun dan berpendidikan SLTP seperti pendapat berikut;

"Pancasila itu dasar negara yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia isinya mengenai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,

Huzer Apriansyah

permusyawaratan dan keadilan. Itu yang saya tahu. Tapi terus terang saya belum tahu benar apa gunanya pancasila untuk kehidupan" (Ngasirun, karyawan di Ploso Wetan berusia 38 tahun

Dapatlah kita melihat perbandingan pendapat dan tingkat pengetahuan dari pengikut saminisme yang telah mengalami pendidikan formal dengan yang relatif belum bersinggungan dengan pendidikan formal tingkat lanjutan. Selanjutnya mengenai kepemimpinan nasional beberapa informan merasa tidak mengetahui dengan jelas, mengenai perubahan presiden juga tidak terlalu mengerti hanya memiliki informasi yang relatif terbatas. Tetapi ada beberapa pengetahuan yang bisa dijadikan gambaran mengenai pandangan/pengetahuan mereka mengenai kepemimpinan nasional:

"..aku ijek kelingan zamane Sukarno kuwe, ono pemberitaan Sukarno menyang nang Cepu lha terus masyarakat yo podo seneng, kuwe aku ijek nom, sak teruse zaman Suharto petani-petani dibageni pupuk karo sandangan, lha nduk teve-teve dikabarke korupsi, digenteni sing liyane, paling ngertine Megawati" (Sukardji, petani Ploso Kediren usia 49 tahun)

(aku masih teringat zaman Sukarno itu, ada pemberitaan Sukarno pergi ke Cepu, nah masyarakat yo pada senang. Itu aku masih muda, selanjutnya masa Suharto, petani dibagikan pupuk dengan pakaian, selanjutnya di televisi dikhabarkan korupsi, diganti dengan yang lain, yang lain itu paling ya saya ketahui Megawati)

Secara umum pemberitaan media menjadi salah satu sumber utama informasi bagi masyarakat Samin dalam mengakses pengetahuan mengenai kepemimpinan nasional. Berikut ini kutipan wawancara dengan Pak Siwan, petani

72 tahun di Klopo Duwur "Mas jare tiang sepuh, Bung Karno iku ora salin sandhangan Bung Karno

tekan sak iki yo ijek urip, sing ngawasi bangsa iki yo Bung karno " (Siwan,

72 tahun, Klopo Duwur)

(Mas kata orang tua Sukarno itu belum mati, tetapi masih hidup dan sekarang yang mengawasi negara ini)

Huzer Apriansyah

Sosok Sukarno bagi sebagian masyarakat pengikut Saminisme telah menjadi semacam mitos. Berikut petikan wawancara Soewarso dengan Mbah Suro

Kuncung. 47 "Sukarno iku ora salin sandhangan, nanging isih nglayang terus momong

wong-wong Jowo. Sukarno ora iso salin sandhangan nganti jebote jaman"

(Sukarno itu tidak mati, tetapi masih mengambang dan terus menjaga orang- orang Jawa. Sukarno tidak bisa mati sampai berakhirnya zaman)

Dua pernyataan di atas memperlihatkan bahwa sesungguhnya masyarakat pengikut Saminisme menganggap bahwa sampai saat ini Sukarno memiliki peran dalam bangsa Indonesia, sebagai orang yang menjaganya. Hal yang menyiratkan bahwa masyarakat Samin mempercayai bahwa Sukarno tidaklah mati, juga disampaikan oleh Mbah Randim. Ketika penulis berkunjung ke kediaman Mbah Randim beliau berpesan agar bila penulis bertemu dengan Sukarno agar disampaikan pada Sukarno untuk silaturahmi ke kediaman Mbah Randim.

Selanjutnya pengetahuan mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga terbilang rendah, hal ini tercermin dari beberapa pernyataan berikut ini:

"Indonesia opo yo mas..? (bingung)…aku ora ngerti, sing jelas Aceh yo Aceh, Jowo yo Jowo, mbiyen neng tanah Jowo ono Majapahit lha kuwi cikal bakale sak iki. Wilayah Indonesia yo ora ngerti mas" (Simun, 78 tahun, Ploso Wetan)

(Indonesia apa ya mas ? -bingung- aku tidak mengerti, yang jelas Aceh ya Aceh, Jawa ya Jawa, dulu di tanah jawa ada Majapahit lha itu cikal bakalnya saat ini. Wilayah Indonesi ya tidak mengerti)

Pandangan lainnya :

"Kulo mboten ngertos asline Indonesia niku pundi-pundi mawon, lha sak ngertose kulo Indonesia nggih mriki, Jakarta, Semarang, yo kuto-kuto niku mas" (Siwan, 72 tahun, Klopo Duwur)

Huzer Apriansyah

(Saya tidak mengerti aslinya Indonesia itu mana-mana saja, nah semengertinya saya Indonesia ya sini, Jakarta, Semarnag, ya kota-kota itu mas)

Sedangkan menurut Sumarni

"Indonesia itu terdiri dari banyak daerah kalau tidak salah sekarang ada 27 provinsi, ada yang di Sumatera, Kalimantan, juga Jawa bahkan sampai ke ujung-ujung ada Irian"

Pendapat-pendapat tersebut menunjukkan adanya pengetahuan yang tidak lengkap yang dimiliki informan, sehingga informasi mengenai wilayah NKRI tidak terlalu diketahui dengan baik. Keadaan ini merupakan keadaan umum dari sistem pengetahuan informan mengenai sistem politik Indonesia secara umum elemen- elemennya diketahui namun jauh dari lengkap.

Untuk memperlengkap data mengenai keadaan pengetahuan informan mengenai hal-hal dasar sistem politik berikut jawaban beberapa informan mengenai pemilihan umum;

"pemilu memilih wakil rakyat dari partai-partai politik untuk di dewan perwakilan biasanya wakil-wakil rakyat yang akan menjadi wakil-wakil kita dalam pemerintahan" (Suyoko, 38 tahun. Klopo Duwur)

Informan lainnya berpendapat;

"Pilihan pejabat-pejabat, sing milih rakyat langsung, lha mengko wakil-wakil rakyat ngusahake kebutuhan-kebutuhan rakyat, contone gili, listrik karo liane" (Kastamin, 52 tahun. Klopo Duwur)

(Pemilihan pejabat-pejabat, yang memilih rakyat secara langsung, lha nanti wakil-wakil rakyat mengusahakan kebutuhan-kebutuhan rakyat, contohnya jalan, listrik dan yang lainnya)

Informan lainnya berpendapat :

"Pemilu untuk memilih anggota DPR, yang memilih kita semua" (Kawit, 42 tahun tinggal di Ploso Wetan)

Huzer Apriansyah

Demikianlah pengetahuan informan mengenai pemilu yang diwakili pendapat beberapa informan. Selanjutnya pertanyaan mengenai pemilihan ini dilanjutnya dengan manfaat pemilihan umum menurut informan, sebagai berikut :

"wah urusan manfaate pemilu yo ora ngerti mas, wis nyoblos yo wis" (Joko Rukiyat) (Wah urusan manfaat pemilu ya saya tidak tahu, setelah nyoblos ya sudah)

"Manfaat langsung nganggeh petani kalian tiang alit niku nggih kadosipun mboten enten" (Kawit, Ploso Wetan)

(Manfaat langsung untuk petani dan orang kecil itu ya sepertinya tidak ada)

"manfaate niku mung sebatas seneng ono keramean" (Laminah, 54 tahun, Ploso Wetan)

(Manfaatnya itu cuma sebatas senang ada keramaian)

Semua informan yang menjawab pertanyaan ini tidak ada yang menjawab manfaat pemilihan umum secara langsung, dapatlah dikatakan bagi mereka pemilihan umum tidak ada manfaat langsung.

Setelah mendapat gambaran mengenai pengetahuan-pengetahuan dasar pengikut Saminisme tentang sistem politik dan instrumen dasarnya, maka akan dideskripsikan mengenai pengetahuan mereka mengenai cara menyampaikan aspirasi terhadap sistem politik. Beberapa informan menjawab pertanyaan seputar input politik ini dengan jawaban sederhana "tidak tahu”, semuanya diserahkan ke pihak yang berhak (pamong). Namun ada tiga informan yang melihat bahwa menyampaikan aspirasi adalah sesuatu yang jauh dari mereka, karena mereka sebagai orang kecil tak berhak menyampaikan pendapat kepada negara.

"sing bagian usul-usul kuwi wis ono sing ngurusi, malah biasane ono neng teve, kaum tani yo ora mungkin ngomong urusan-urusan penting kuwi mas, mboten ngertos, mangke malah keleru" (Rasiyo, 74 tahun. Tinggal di Ploso kediren)

Huzer Apriansyah

(Yang bagian usul-usul itu sudah ada yang mengurus, malah biasanya ada di televisi. Petani ya tidak mungkin membicarakan urusan-urusan penting tersebut mas. Tidak mengertilah, malah ntar salah)

Namun, dua orang informan, Supatno dan Suyoko dapat menjelaskan bahwa menyampaikan aspirasi bisa dilakukan oleh siapa saja, tidaklah harus seorang yang berpendidikan tinggi. Cara penyampaian itupun menurut mereka beragam, seperti menuliskan surat atau datang ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Setelah deskripsi mengenai pengetahuan dan pemahaman dasar tentang sistem politik selanjutnya deskripsi mengenai aspek afeksi (rasa) terhadap sistem politik. Perasaan informan terhadap sistem politik tidak diambil hanya dari wawancara yang resmi (formal) tetapi bisa juga dari komentar-komentar ringan informan saat berbincang hal-hal yang juga ringan. Dalam aspek ini biasanya pertanyaan yang diberikan tidak spesifik menuju pada subyek tertentu, pertanyaan bersifat sangat umum seperti misalnya "pripun pak keadaan negarane sak niki ?". Informan biasanya menjawab dengan panjang lebar, hingga kadang hal-hal yang sedianya tidak terpikirkan justru keluar dari informan.

Bagi Pak Dasuki kehidupan sebagai petani rasanya berat, tapi karena inilah kehendak Tuhan, ya tetap harus dijalankan dengan tekun dan ikhlas. Meskipun seringkali sebagai petani mengalami kesusahan ekonomi tetapi Dasuki melihat pemerintah tidaklah pernah tahu kesusahannya. Pada masa Suharto Dasuki merasa ya semua sama saja, tidak banyak berubah. Kehidupannya sebagai petani tidaklah banyak berubah dari waktu ke waktu, berikut petikan wawancara dengan Dasuki:

"ora mungkin penggede nduk teve-teve ngerti wong tani, mbiyen jamane Suharto podo wae, ora ono bedane. Tapi sak iki kabean larang, panen jagung wae seringe rugi, tapi arep piye, wis keadaane koyo iki, yo dilakoni."

Huzer Apriansyah

(Tidak mungkin pejabat di televisi mengerti petani, dulu zamannya Suharto sama saja, tidak ada bedanya. Tetapi sekarang semua mahal, panen jagung saja sering rugi, tapi mau bagaimana, keadaanya sudah begini ya dijalani saja)

Pada kesempatan lain Dasuki menuturkan tentang keadaan Indonesia dalam pandangannya sebagi petani

"Dipikir-pikir yo mas, urip neng kene (maksudnya Ploso) kepenak, arep nyambel, lombok iso njalok, arep ngerebus jagung iso njupuk. Nek urusane karo wong njobo dadi angel, urusan-urusan susah, mboh koyo opo iki negarane. Jere listrik arep mundak, minyak yo iyo. Urip sing mulane kepenak sak iki kabean dadi angel"

(Dipikir-pikir ya mas, hidup disini enak, mau buat sambal, cabai bisa minta, mau masak jagung bisa minta. Kalau urusandengan orang luar jadi susah. Tidak tahu seperti apa ini negaranya. Katanya listrik mau naik, minyak juga iya. Hidup yang awalnya enak sekarang jadi susah)

Pada kesempatan-kesempatan lain Dasuki juga seringkali merasakan bahwa semakin lama semakin susah untuk mensekolahkan cucunya, kalau tidak sekolah akan semakin susah, sekolah juga susah begitulah kira-kira keluhan Dasuki. Berbeda dengan Dasuki, Mbah Hadi yang telah berusia 78 tahun cenderung diam dan berkata mboten ngertos jika ditanya mengenai perasaannya. Tapi sebuah petang Mbah Hadi pernah bercerita tentang tetangganya yang kehilangan uang di Semarang saat sedang ke Semarang. Ia merasa saat ini sudah tidak aman, ia berkata kalau dulu yang mengambil uang itu orang lain (Belanda) tetapi sekarang saudara sendiri ya mengambil uang saudaranya, berikut petikannya

"…mbiyen sing njupuk etung-etungan kuwi, bangsa liyo, sak iki sedulure dewe sing njupuk etungan-etungan "

(..Dulu yang mengambil uang itu bangsa lain, sekarang saudaranya sendiri yang mengambil -mencuri- uang)

Huzer Apriansyah

Sedangkan bagi Kastamin menilai bahwa hidup memang tidak perlu tergantung pada siapa yang berkuasa (negara), karena tiap orang punya urusannya, jadi masalah kehidupan ya urusan masing-masing. Sedangkan menurut Iskuat yang merupakan kaum muda dari pengikut Saminisme beranggapan bahwa mereka tidak perlu pusing-pusing memikirkan keadaan negara karena sudah ada yang memikirkan. Kemudian, kesusahan hidup yang kadang mereka hadapi bagi Iskuat salah satu penyebabnya karena pemerintah yang tidak peduli pada nasib mereka. Berikut kutipan pendapat Iskuat :

“dimana-mana sudah banyak orang yang memikirkan masalah negara mas, dadi yo ra usah mumet-mumet mikirke kuwe. Lha pemerintah sing elek kuwi sing nyebabke nasib petani ora apik-apik mas ” (Iskuat petani di Kediren, usia

32 tahun)

Secara umum masyarakat memiliki kesadaran bahwa kondisi kehidupan sosial ekonomi mereka dipengaruhi oleh kinerja pemerintah, hal ini nampak dari beberapa pernyataan di atas. Selanjutnya secara khusus akan dideskripsikan pandangan informan terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bapak Suradi menilai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan mengalami banyak kesulitan karena saat pemilihan SBY bertepatan dengan tompo suron yaitu pada Senin kliwon. Hingga dalam mitologi Jawa apa-apa yang dimulai pada hari tompo suron akan berdampak banyak musibah yang datang. Disamping itu pernyataan lainnya sebagai berikut;

"Negara kudu nduwe patokan, dadi budaya iku yo di uri-uri, presiden yo kudune nduwe pujonggo, siji seko Islam sijine seko Jowo. Nek budaya ora di uri-uri negara pastine bakal susah terus, tinggalane leluhur kuwe yo patokan, nek negara ora duwe patokan yo susah"

(Negara harus punya ukuran, jadi budaya itu ya diperhatikan. Presiden seharusnya punya pujangga, satu dari Islam satunya dari Jawa. Kalau budaya

Huzer Apriansyah

tidak diperhatikan negara pastinya akan susah terus. Peninggalan leluhur itu ya ukurannya. Kalau negara tidak punya patokan ya susah)

Mari kita simak perasaan informan lainnya mengenai pemerintahan SBY;

“jamane wis apik, pemerintahne juga apik. Presidene yo apik. Tur uripe wong alit tetap koyo ngene wae mas. Pemerintahne apik, masyarakate mestine iso apik uripe” (Rasiyo, Ploso Wetan 74 tahun)

(Zaman sudah baik, pemerintahnya juga baik. Presiden ya baik. Tetapi hidup orang kecil tetap saja begini saja. Pemerintah baik seharusnya masyarakat bisa baik kehidupannya)

“Negara saat ini tidak lebih baik dari sebelum-sebelumnya, keadaan masyarakat semakin susah, nasib guru seperti saya malah tambah buruk. Dulu rasanya lebih baik dari sekarang” (Suyoko, 38 tahun. Guru tinggal di Klopo Duwur)

Petikan hasil wawancara di atas mewakili pendapat-pendapat lainnya yang hampir serupa, pada umumnya informan merasa sangat prihatin atas keadaan negara saat ini. Kebutuhan ekonomi yang kian meningkat tidak diikuti dengan bantuan dari negara yang berarti. Hingga mereka merasa keadaan saat ini tidak lebih baik dari sebelumnya (pemerintahan sebelumnya). Keadaan ini seringkali mereka banding-bandingkan dengan keadaan di masa Suharto. Berikut ini pendapat beberapa informan;

“biyen jamane Suharto, sandhangan isih murah, beras yo murah. Kepenak malah mas, nek dibangding-bandingke etung-etungan sak iki sepuluh ewu ora ono ajine” (Kastamin, 53 tahun.Klopo Duwur) (Dulu zaman Suharto pakaian murah, beras juga murah. Enak malah mas, kalau dibanding-bandingkan uang sekarang sepuluh ribu tidak ada kekuatannya)

“Suharto digenti, karepe nasib rakyat luwih apik, lha tapi koyo ngene iki mas...?” (Sukardji, 49 tahun. Ploso Wetan) (Suharto diganti, harapannya nasib rakyat lebih baik, tetapi malah seperti ini mas ?)

Huzer Apriansyah

“Ngapunten nggih mas, masalah Suharto kulo nggih mboten ngertos, namung pas niku nggih isih kepenak, mboten onten sing aneh-aneh” (Siwan, 72 tahun. Tinggal di Ploso Wetan) (Maaf ya mas, masalah Suharto ya tidak mengerti, tetapi saat itu ya masih enak, tidak ada yang aneh-aneh)

“Memang suharto punya banyak kesalahan, tetapi kalau kita lihat-lihat, pemerintah setelah Suharto juga tak kunjung lebih baik, nyatanya hari ini semakin sulit. Masyarakat semakin susah, korupsi juga tidak berhenti malah tambah jadi”( Supatno, kami tuwo Ploso Wetan)

Pendapat-pendapat informan di atas adalah menunjukkan ada semacam rasa tidak puas dengan kondisi pemerintahan saat ini dan merasa bahwa keadaan di masa pemerintahan Suharto lebih baik, karena beban hidup mereka tidak seberat sat ini.

Akhirnya setelah mendapat gambaran mengenai aspek kognitif dan afektif dari orientasi politik informan, selanjutnya perlu mengetahui penilaian informan terhadap kebijakan sistem politik. Dalam rangka mempermudah deskripsi, maka sengaja hanya menanyakan pendapat informan mengenai rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintahan SBY (saat pengumpulan data lapangan tahap ke dua pada bulan September belum ada keputusan resmi kenaikan BBM). Secara umum semua informan menolak rencana kenaikan BBM, namun ada yang merasa pasrah dengan keadaan tersebut, lalu ada sebagian lain yang ingin agar kenaikan dibatalkan. Berikut petikan wawancara dengan dua orang informan yang dapat mewakili pendapat-pendapat lainnya.

“minyak regone mundak, alamat tambah susah uripe. Ceto-ceto wis susah, malah ditambani meneh. Aku yo ora setuju rencana kuwi. Tapi nek umpamane tetep diundake yo arep piye meneh, mestine ditompo, meski jane ora lilo” (Pasno. 39 tahun, Ploso Wetan)

(Minyak harganya naik, alamat tambah susah hidupnya. Jelas-jelas sudah susah, malah ditambah lagi. Aku ya tidaksetuju rencana itu. Tapi seandainya dinaikkan ya mau bagaimana lagi, semestinya diterima, meski sebenarnya tidak rela)

Huzer Apriansyah

“bagaimana caranya kenaikan BBM harus dibatalkan, demo ya ndak apa-apa mas, ini sudah kelewatan, masak di saat susah-susah begini bbm juga dinaikkan bisa-bisa ndak makan betulan. Sekarang saja untuk beli beras susah, apalagi kalau BBM naik” (Suyoko, 38 tahun. Klopo Duwur)

Demikianlah deskripsi mengenai orientasi politik masyarakat pengikut Saminisme baik dari sisi pengetahuan terhadap komponen dasar sistem politik, pemahaman dan penilaian mereka terhadap sistem politik.

G. Perilaku Memilih Pengikut Saminisme Dalam Pemilu

Setelah mendapatkan gambaran mengenai orientasi politik masyarakat Samin berikut ini deskripsi mengenai perilaku memilih mereka dalam pemilihan umum legislatif, pemilihan presiden dan juga pemilihan kepala daerah secara langsung.

G.1. Pemilu 2004 di Desa Klopo Duwur Secara umum rangkaian pemilu tahun 2004 di Desa Klopo Duwur berlangsung normal. Tidak ada hal-hal yang bersifat gangguan berarti dalam pelaksanaan pemilu terjadi di Klopo Duwur, meski juga sempat terganggu masalah logistik pemilu yang terlambat. Berikut data mengenai tingkat partisipasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden putaran pertama di Desa Klopo Duwur.

Huzer Apriansyah

Tabel 14. Partisipasi dalam Pemilu Presiden dan Wakil tahun 2004 di Desa Klopo Duwur

Data Pemilih

Laki-laki

Perempuan Jumlah

Jumlah pemilih terdaftar yang

2673 menggunakan hal pilih

Jumlah pemilih terdaftar yang

696 tidak menggunakan hak pilih

(20,9%) (20,7%) Jumlah pemilih terdaftar

(100%) (100%) Sumber : Model D-1-PWP Milik PPS Klopo Duwur

Data yang tersedia mengenai tingkat partisipasi untuk Klopo Duwur hanya data partisipasi dalam pemilihan presiden, sedangkan data partisipasi pemilu legislatif tidak tersedia. Pada pemilihan presiden putaran pertama ada 696 pemilih yang tidak menggunakan hak pilih ditambah dengan angka 39 pengguna yang menggunakan hak pilih tetapi surat suara dinyatakan tidak sah. Total jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih baik karena memang tidak hadir ke lokasi pemungutan suara maupun yang hadir tetapi hak suaranya dinyatakan tidak sah karena surat suara tidak sah berjumlah 735 pemilih yang berarti sekitar 21,8 %. Untuk melihat tingkat partisipasi di tingkat Dusun Klopo Duwur, berikut ini data mengenai tingkat partisipasi pemilih di tingkat dusun. Tabel 15. Partisipasi dalam Pemilu Presiden 2004 di Dusun Klopo Duwur

Data Pemilih

Laki-laki

Perempuan Jumlah ∗

Jumlah pemilih terdaftar yang

367 menggunakan hal pilih

(37,9%) (49,9%) Jumlah pemilih terdaftar yang

371 tidak menggunakan hak pilih

(62,1%) (50,1%) Jumlah pemilih terdaftar

(100%) (100%) Sumber : Model D-1-PWP Milik PPS Klopo Duwur

∗ Berdasarkan data pemilih di tps 1,2 dan 3 di Dusun Klopo Duwur

Huzer Apriansyah

Data di atas menunjukkan bahwa dalam pemilihan presiden dan wakil presiden di Dusun Klopo Duwur yang terdapat tiga TPS tingkat partisipasi di bawah 50%. Selanjutnya adalah hasil pemilu legislatif di tingkat desa; Tabel 16. Hasil Pemilihan Umum Legislatif di Desa Klopo Duwur Tahun 2004

Nama Partai

Jumlah Suara

Peringkat

1. PNI Marhaenisme

2. Partai Buruh Sosial Demokrat

3. Partai Bulan Bintang

4. Partai Merdeka

5. Parta Persatuan Pembangunan

6. Partai PDK

7. Partai PIB

9. Parta Demokrat

10. Partai Keadilan dan Persatuan

11. Partai Penegak Demokrasi Ind

12. Partai PNUI

13. Partai Amanat Nasional

17. Partai Bintang Reformasi

19. Partai Damai Sejahtera

20. Partai Golkar

21. Partai Patriot Pancasila

22. Partai Syarikat Indonesia

23. Partai Persatuan Daerah

1 21 Sumber : Data PPS Desa Klopo Duwur tahun 2004

24. Partai Pelopor

Huzer Apriansyah

Pada pemilihan umum legislatif partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi pengumpul suara terbanyak disusul oleh PDIP diikuti oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Selanjutnya data mengenai perolehan suara pemilihan presiden putaran pertama di Desa Klopo Duwur Tabel 17. Hasil Pengumpulan Suara Pemilihan Presiden Putaran Pertama Desa

Klopo Duwur No Nama Pasangan Capres-Wapres Jumlah Suara

Peringkat

1 H. Wiranto, SH dan

Ir. H. Salahuudin Wahid

2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan

1 KH.A. Hasyim Muzadi

3 Prof. DR.H.M Amien Rais dan

DR.Ir.H. Siswono Yudo Husodo

4 H. Susilo Bambang Yudhoyono

Dan Drs.H.M.Jusuf Kalla

5 DR.H.Hamzah Haz dan

H.Agum Gumelar, M.Sc.

Sumber : Model D1-PWP milik PPS Desa Klopo Duwur Pada pemilihan putaran pertama ini pasangan Megawati dan Hasyim Muzadi unggul di atas SBY dan Yusuf Kalla. Keunggulan PPP dalam pemilihan legislatif tidak diikuti dengan keunggulan calon presiden dari PPP, Hamzah hanya berada di atas pasangan Amien Rais, padahal dalam pemilihan legislatif PPP unggul sebagai pengumpul suara terbanyak.

Huzer Apriansyah

Untuk memfokuskan pada perilaku politik pengikut Saminisme berikut ini hasil perolehan suara dalam pilpres putaran pertama di dusun Klopo Duwur yang terdiri dari empat tempat pemungutan suara (TPS), yaitu TPS 1,2 dan 3 Berikut data perolehan suara di Klopo Duwur: Tabel 18. Perolehan Suara Pilpres Putaran 1 di Dusun Klopo Duwur

No * Nama Pasangan Capres-Wapres Jumlah Suara Peringkat

1 H. Wiranto, SH dan

Ir. H. Salahuudin Wahid

2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan

1 KH.A. Hasyim Muzadi

3 Prof. DR.H.M Amien Rais dan

DR.Ir.H. Siswono Yudo Husodo

4 H. Susilo Bambang Yudhoyono

Dan Drs.H.M.Jusuf Kalla

5 DR.H.Hamzah Haz dan

H.Agum Gumelar, M.Sc.

Sumber : Model D1-PWP milik PPS Desa Klopo Duwur Di Dusun Klopo Duwur pengumpul suara terbanyak adalah pasangan Megawati diikuti oleh pasangan SBY-Kalla kemudian Wiranto dan Salahudin Wahid.

G.2. Pemilu 2004 di Desa Kediren

* Berdasarkan akumulasi suara dari tps 1,2 dan 3 yang berlokasi di dusun Klopo Duwur

Huzer Apriansyah

Secara umum rangkaian pemilu tahun 2004 di Desa Kediren berlangsung normal. Tidak ada hal-hal yang bersifat gangguan pelaksanaan pemilu terjadi di Kediren, berikut data mengenai tingkat partisipasi dalam pemilihan presiden putaran pertama di Desa Kediren. Tabel 19. Partisipasi dalam Pemilu Legislatif tahun 2004 di Desa Kediren

Data Pemilih

Laki-laki

Perempuan Jumlah

Jumlah pemilih terdaftar yang

3029 menggunakan hal pilih

654 tidak menggunakan hak pilih

Jumlah pemilih terdaftar yang

(17,8%) (17,8%) Jumlah pemilih terdaftar

(100%) (100%) Sumber : Model D-1-PWP Milik PPS Kediren

Data yang tersedia mengenai tingkat partisipasi untuk Kediren hanya data partisipasi dalam pemilihan presiden, sedangkan data partisipasi pemilu legislatif tidak tersedia. Pada pemilihan presiden putaran pertama ada 654 pemilih yang tidak menggunakan hak pilih ditambah dengan angka 30 pengguna yang menggunakan hak pilih tetapi surat suara dinyatakan tidak sah. Total jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih baik karena memang tidak hadir ke lokasi pemungutan suara maupun yang hadir tetapi hak suaranya dinyatakan tidak sah karena surat suara tidak sah berjumlah 771 pemilih yang berarti sekitar 18,5 %. Sebagai pembanding tingkat partisipasi, berikut data tingkat partisipasi dalam pemilihan kepala daerah pada tanggal 27 Juni 2005. Berikut data tingkat partisipasi pemilih di desa Kediren dalam pemilihan kepala daerah secara langsung;

Huzer Apriansyah

Tabel 20 Partisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Kediren 2005 Data Pemilih

Laki-laki

Perempuan Jumlah

Jumlah pemilih terdaftar yang

2793 menggunakan hal pilih

957 tidak menggunakan hak pilih

Jumlah pemilih terdaftar yang

(22,2%) (25,5%) Jumlah pemilih terdaftar

(100%) (100%) Sumber : Model D-1-KWK Milik PPS Kediren tahun 2005

Data tingkat partisipasi menunjukkan bahwa pada pemilihan kepala daerah secara langsung pada putaran pertama ada 3750 pemilih namun yang tidak menggunakan hak suara 957 pemilih ditambah dengan pemilih yang menggunakan hak pilih tapi dinyatakan tidak sah sebanyak 117 hingga total yang tidak atau gagal menggunakan hak pilih sebanyak 1074 pemilih atau sekitar 28,6 persen (lebih dari satu perempat dari pemilih). Penelitian juga berhasil menelusuri data tingkat partisipasi hingga ke tingkat dusun. Berikut data tingkat partisipasi warga Ploso Wetan dalam pemilihan presiden putaran pertama. Tabel 21. Partisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Ploso Wetan

Perempuan Jumlah ∗ Jumlah pemilih terdaftar yang

Data Pemilih

Laki-laki

584 menggunakan hal pilih

318 tidak menggunakan hak pilih

Jumlah pemilih terdaftar yang

(36,4%) (35,3%) Jumlah pemilih terdaftar

(100%) (100%) Sumber : Model D-1-KWK Milik PPS Kediren tahun 2005

Dari data di tingkat dusun Ploso jumlah pemilih terdaftar sebanyak 902 pemilih dan yang tidak menggunakan hak pilih sebanyak 318 pemilih atau sekitar 35.3 %.

∗ Berdasar akumulusi jumlah pemilih di empat TPS 8,9,10 dan 11

Huzer Apriansyah

Selanjutnya adalah hasil pemilu legislatif di tingkat desa; Tabel 22. Hasil Pemilihan Umum Legislatif di Desa Kediren Tahun 2004

Nama Partai

Jumlah Suara

Peringkat

1. PNI Marhaenisme

2. Partai Buruh Sosial Demokrat

3. Partai Bulan Bintang

4. Partai Merdeka

5. Parta Persatuan Pembangunan

6. Partai PDK

7. Partai PIB

9. Parta Demokrat

10. Partai Keadilan dan Persatuan

11. Partai Penegak Demokrasi Ind

12. Partai PNUI

13. Partai Amanat Nasional

17. Partai Bintang Reformasi

19. Partai Damai Sejahtera

20. Partai Golkar

21. Partai Patriot Pancasila

22. Partai Syarikat Indonesia

23. Partai Persatuan Daerah

18 14 Sumber : Data PPS Desa Kediren tahun 2004 Pada pemilihan umum legislatif partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

24. Partai Pelopor

menjadi pengumpul suara terbanyak disusul oleh partai Golkar diikuti oleh Partai

Huzer Apriansyah

Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Selanjutnya data mengenai perolehan suara pemilihan presiden putaran pertama di Desa Kediren Tabel 23. Hasil Pengumpulan Suara Pemilihan Presiden Putaran Pertama Desa

Kediren No Nama Pasangan Capres-Wapres Jumlah Suara

Peringkat

1 H. Wiranto, SH dan

Ir. H. Salahuudin Wahid

2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan

2 KH.A. Hasyim Muzadi

3 Prof. DR.H.M Amien Rais dan

DR.Ir.H. Siswono Yudo Husodo

4 H. Susilo Bambang Yudhoyono

Dan Drs.H.M.Jusuf Kalla

5 DR.H.Hamzah Haz dan

H.Agum Gumelar, M.Sc.

Sumber : Model D1-PWP milik PPS Desa Kediren Pada pemilihan putaran pertama ini pasangan SBY dan Kalla unggul di atas Megawati, padahal dalam pemilihan legislatif PDIP unggul jauh di atas partai-partai lain. Pada pemilu legislatif PDIP sebagai partai pengusung pasangan Megawati dan Hasyim Muzadi meraih 939 suara pada pemilu presiden, Megawati meraih 1007 suara yang berarti naik 68 suara, sedangkan Demokrat dan PBB yang merupakan pengusung SBY dan Kalla pada pemilu legislatif meraih 144 dan 21

Huzer Apriansyah

suara yang berarti berjumlah 165 suara, kemudian pada pemilihan presiden, SBY- Kalla meraih 1206 suara atau naik 1041 suara.

Untuk memfokuskan pada perilaku politik pengikut Saminisme berikut ini hasil perolehan suara dalam pilpres putaran pertama di dusun Ploso Kediren yang terdiri dari empat tempat pemungutan suara (TPS), yaitu TPS 8,9,10 dan 11. Berikut data perolehan suara di Ploso Wetan: Tabel 24. Perolehan Suara Pilpres Putaran 1 di Ploso Wetan

No * Nama Pasangan Capres-Wapres Jumlah Suara Peringkat

1 H. Wiranto, SH dan

Ir. H. Salahuudin Wahid

2 Hj. Megawati Soekarnoputri dan

2 KH.A. Hasyim Muzadi

3 Prof. DR.H.M Amien Rais dan

DR.Ir.H. Siswono Yudo Husodo

4 H. Susilo Bambang Yudhoyono

Dan Drs.H.M.Jusuf Kalla

5 DR.H.Hamzah Haz dan

H.Agum Gumelar, M.Sc.

Sumber : Model D1-PWP milik PPS Desa Kediren Bila kita amati tidak ada perubahan berarti dari perolehan suara bila dibandingkan dengan suara para capres dan wapres di tingkat desa, namun yang

* Berdasarkan akumulasi suara dari tps 8,9,10 dan 11 yang berlokasi di Ploso Wetan

Huzer Apriansyah

menarik adalah pergeseran urutan ketiga dari pasangan Wiranto dan Salahudin Wahid kepada pasangan Amien Rais dan Siswono, di tingkat desa Wiranto berada di urutan ketiga namun di Ploso Wetan justru pasangan Amien Rais yang berada di urutan ketiga. Untuk urutan pertama tetap diduduki oleh pasangan SBY.

Untuk data mengenai pemilihan anggota legislatif tidak terdapat data yang memadai untuk tingkat Dusun Ploso Wetan, namun berdasarkan informasi dari informan di empat TPS di Ploso Wetan, urutan pertama diduduki oleh PDIP, disusul PKPI dan Golkar.