Analisis Hubungan Ideologi Politik dan Nilai-Nilai Saminisme

C. Analisis Hubungan Ideologi Politik dan Nilai-Nilai Saminisme

Cipto Mangoensarkoro dalam Amrih Widodo (Majalah Basis Nomor 09-10 tahun 2000) menyebutkan bahwa masyarakat Samin dengan ideologi sosialisme waham (sosialisme utopis), hal ini juga dilengkapi oleh Soerjanto Sastroatmodjo (2003 : 11) yang menyebutkan bahwa Saminisme merupakan gerakan yang serupa dengan organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonialisme Gerakan Saminisme ini merupakan gerakan yang mirip dengan organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonialisme dengan kekuatan agraris terselubung. Aktivitas dari Saminisme merupakan aktivitas berkelanjutan, gerakan ini bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok. Tantangan terhadap pemerintah yang ditampakkan oleh Saminisme

Huzer Apriansyah

adalah dengan prinsip “diam”, tidak bersedia membayar pajak dan tidak bersedia menyumbangkan tenaga untuk negera.

Tjipto Mangoenkosemo menyimpulkan bahwa Saminisme adalah hasil perpaduan antara ajaran Hindu dan perilaku anarkhis petani kuno yang mengekspresikan diri karena penjajahan Belanda dan eksploitasi kapitalisme. Seorang ahli Belanda Petrus Blumberger menyimpulkan bahwa Saminisme adalah ajaran yang didasarkan pada persamaan untuk semua manusia dan pemilikan bersama atas semua tanah dan hasilnya. Juga melakukan penolakan terhadap kekuasaan dalam bentuk apapun atau kewajiban-kewajiban sosial lainnya yang berbentuk keharusan membayar pajak dan kerja tanpa upah. (dalam Amrih Widodo).

Ada kata-kata yang sangat terkenal yang diucapkan oleh Samin Surosentiko ketika berceramah di tanah lapang di Desa Bapangan Blora, ia mengatakan bahwa tanah Jawa bukan milik Belanda, melainkan milik wong Jowo, maka tidak perlu membayar pajak, justru sang pemiliklah yang harus memanfaatkannya. (Murbandono, Sinar Harapan 5 Februari 2005). Ajaran-ajaran perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas dan tidak adil secara detail ditulis Samin Surosentiko dalam sebuah kitab Serat Jamus Kalimasada. Namun menurut Sastroatmodjo (2003 : 12) serat ini jatuh ke tangan pejabat Belanda dan dimusnahkan, hingga sulit untuk melacak ajaran perlawanan Saminisme, namun sebagian masih dapat ditelusuri dari tembang macapatan dan juga dari salinan serat tersebut yang masih disimpan penduduk.

Huzer Apriansyah

Saminisme merupakan gerakan reaksi sosial masyarakat petani di Blora yang mengikuti ajaran Samin Surosentiko. Gerakan ini merupakan bentuk reaksi atas rusaknya tetanan sosial budaya lokal mereka. Kerusakan tersebut disebabkan

intervensi budaya dan politik dari kolonial Belanda dan ketertekanan ekonomi 49 . Pada akhirnya muncullah keinginan untuk kembali pada tatanan awal atau tatanan

yang dibangun oleh leluhur. Saminisme tidak bisa dilihat hanya sebagai gerakan spiritual, karena banyak ajaran dan perilaku politik dalam Saminisme yang diajarkan. Saminisme pada tingkat tujuan berupaya menciptakan formula politik dalam rangka mengorganisir wadah perjuangan untuk membentuk suatu masyarakat baru yang memiliki norma sosial yang tersendiri. Gerakan ini bersifat lokal, sederhana dan etnosentris. Bagi W.F. Wartheim dari Universitas Amsterdam menyimpulkan bahwa saminisme adalah gerakan escapism. Yaitu gerakan sosial yang berusaha menciptakan sebuah dunia tersendiri yang bersifat abstrak untuk menghindari

tekanan hidup yang mereka alami dalam dunia realitas. 50

Saminisme memiliki ajaran mengenai prasyarat sebuah negara yang kuat, seperti terungkap dalam metrum dudukwuluh berikut : Negaranta

Niskala handuga arum, Hapraja mulwikang gati, Gen ngaub miwah sumungku, Nurriya haengemi ilmu, Rukunarga tan hana

51 Blekuthu (Sebuah negara, akan bisa kuat sentausa

dan punya peranan yang menentukan dalam percaturan dunia bila unsur-unsur pemerintahan, kelompok elite yang menentukan kebijakan itu menghormati kepercayaan-kepercayaan leluhur,

Huzer Apriansyah

selalu ingat akan sejarah yang membentuknya, dan memelihara perkembangan ilmu pengetahuan secara patut. Bila demikian halnya, rakyat akan rukun-rukun bahagia,

52 tiada permusuhan diantaranya)

Terlihat jelas bahwa Saminisme juga mengatur ageman keprajan (politik pemerintahan). Selanjutnya ajaran politik saminisme lainnya adalah mengenai pewaris tanah Jawa berikut petikan ceramah Samin Surosentiko

pada tahun 1889 di ara-ara desa Bapangan 53 Gur tameh eling bilih sira

Kebeh horal sanes turun pandawa Lan huwis nyipati kabrokalan Krandah majapait sakeng Kakrage wadya musuh. Mula sakuwit liyen kala nira Puntadewa titip tanah Jawa Marang hing Sunan Kalijaga Hiku maklumat tuwila kajantaka (Orang samin adalah tidak lain keturunan Pandawa

tepatnya Prabu Puntadewa, saudara tertua, yang berbudi luhur dan tanpa pamrih. Kedua, pada zaman senjakala Majapahit keturunan ini mengalami pukulan dari orang-orang Demak yang mabuk kemenangan. Trah pandawa di Majapahit sudah tahu siapa salah dan siapa benar. Maka sewaktu mereka tersiksa Prabu Puntadewa menampakkan kembali ke dunia Pergi ke Demak dan menitipkan keselamatan Tanah Jawa kepada Sunan Kalijaga.)

Dari ceramah tersebut dapatlah dikatakan bahwa orang Samin beranggapan merekalah yang berhak mewarisi tanah Jawa dalam arti peradaban maupun budayanya. Pemahaman inilah yang kemudian memberi pembenaran kultural cara pandang masyarakat Samin untuk menolak membayar pajak kepada penjajah bahkan hingga setelah penjajahan.

Bila kita runut hubungan antara ideologi politik dan nilai tradisi pengikut Saminisme terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan indikator pengaruh ideologi

Huzer Apriansyah

atas nilai tradisi. Sosialisme yang memiliki cita-cita terbentuknya masyarakat tanpa kelas merupakan nilai yang juga terdapat dalam Saminisme, hal ini terlihat dari pemahaman mereka mengenai hubungan antar manusia bagi mereka kaben sedhulur (semua bersaudara) yang artinya memiliki kesejajaran sosial.

Nilai yang dipahami masyarakat Samin bahwa pada dasarnya setiap mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia, hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh ada kelompok tertentu yang melakukan penindasan atas manusia yang lain, maka dalam konteks kepemilikan masyarakat Saminpun cenderung mengesampingkan kepemilikan pribadi. Namun secara umum konsepsi sosialisme dalam tradisi Samin adalah sebuah keyakinan akan perlunya norma sosial tersendiri bagi mereka. Namun, ada pula perbedaan antara Saminisme dengan sosialisme, dalam sosialisme cita-cita terbentuknya masyarakat komunis harus melalui fase revolusi sosial yang menggunakan kekerasan, tetapi dalam saminisme kekerasan adalah sesuatu yang terlarang, hingga perjuangan mewujudkan cita-cita adalah dengan perlawanan tanpa kekerasan yang cenderung bersifat terus menerus, hingga dapatlah digunakan rumusan James Scott untuk mengidentifikasi metode perjuangan masyarakat Samin, yaitu metode perjuangan sehari-hari. Everyday resistences, adalah sebuah metode perlawanan tanpa kekerasan dengan mengandalkan bentuk-bentuk aktivitas yang berbentuk sabotase dan menolak bekerjasama dengan pihak yang mereka benci. Uraian di atas menunjukkan adanya pengaruh ideologi sosialisme yang bersifat escapism (utopis) terhadap nilai tradisi yang diyakini masyarakat Samin.

Huzer Apriansyah