Meridian Yin Kaki-Hati

6. Meridian Yin Kaki-Hati

Memiliki 14 titik akupunktur

Jika kita menggunakan bagian bawah kepalan tangan kanan untuk memukul paha, berarti kita juga menstimulasi Meridian Yang Usus Kecil yang berfungsi untuk kesehatan lambung, usus kecil, dan jantung. Meridian ini memiliki 19 titik akupunktur.

Jika kita menggunakan pangkal telapak tangan kanan bagian kiri untuk memukul paha, berarti kita juga menstimulasi meridian Yin tangan-jantung. Meridian ini memiliki 9 titik akupunktur. Khasiatnya sangat dibutuhkan oleh kita karena diantara manfaatnya adalah untuk mengatasi gelisah, tidur tidak tenang, kelainan jiwa, histeria, lidah kelu, dan lain-lain.

Jika kita menggunakan pangkal telapak tangan kanan bagian kanan, berati kita turut menstimulasi Meridian Yin tangan-paru- paru yang memiliki 11 titik akupuntur.

Jika kita menggunakan pangkal telapak tangan kanan bagian tengah untuk memukul paha, berati kita juga merangsang Meridian Yin tangan-selaput jantung. Memiliki 9 titik akupunktur dan di antara manfaatnya adalah untuk mengatasi gangguan emosi serta pikiran, depresi ringan, epilepsi, lidah kaku sehingga sulit bicara, gelisah, tertawa tak kunjung henti tanpa sebab, tidak sadarkan diri atau koma, dan lain-lain.

Saat kita dalam posisi tasyahud akhir ketika sholat, kita memang tidak memukul paha, melainkan hanya meletakkan tangan di atas paha. Mungkin tujuannya adalah untuk menyebarluaskan energi positif luar biasa yang kita dapatkan dari sholat sehingga energi-energi positif ini menyebarluas melalui meridian ke seluruh tubuh.

Terapi Memukul Paha ini baru berdasarkan ilmu kedokteran Tiongkok yang saya jelaskan secara ilmiah berdasarkan buku berjudul Dasar Teori Ilmu Akupunktur karya Sim Kie Jie, Terapi Pijat Tangan karya Putu Oka Sukanta, dan 10 Menit Menuju Sehat Dengan Terapi Tulang Kepala Belakang karya Prof. H.M. Hembing Wijaya Kusuma.

Mungkin suatu hari nanti Terapi ini dijelaskan dengan penjelasan yang lebih menarik oleh pakarnya dengan melibatkan banyak disiplin ilmu kesehatan.

... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (al-Baqarah: 216)

Firman Allah SWT yang Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (An-Nisaa’ : 29)

Sabda Rasulullah SAW. Yang artinya : “Hai hamba-hamba Allah ! berobatlah ! Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan penyakit, kecuali diciptakannya pula

obat penyembuhnya, kecuali lanjut usia”

Ibnu Qayyim dalam bukunya yang berjudul Metode pengobatan Nabi SAW. menulis : dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan dari Abu Mas’ud secara marfu, ”Setiap kali Allah menurunkan penyakit, Allah pasti menurunkan penyembuhnya. Hanya saja ada orang yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahuinya”. Ungkapan ”setiap penyakit pasti ada obatnya”, artinya bisa bersifat umum sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter karena belum ditemukan obatnya. Padahal Allah telah menurunkan obat untuk penyakit-penyakit tersebut, akan tetapi manusia belum dapat menemukan ilmu obat penyakit tersebut, atau Allah belum memberi petunjuk kepada manusia untuk menemukan obat penyakit itu. Karena ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas yang diajarkan oleh Allah.

Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah juga menulis dalam buku yang sama: “Kiat lain terhadap musibah adalah dengan menyadari bahwa yang memberi musibah kepadanya itu adalah Allah yang Maha Bijaksana, Rabb dari segala Makhluk yang Bijak, Ar-Rahman (Maha Penyayang), Rabb dari segala Makhluk yang penuh rahmat. Dan juga menyadari bahwa Allah mengirimkan musibah itu kepadanya bukan untuk membinasakannya, bukan untuk menyiksanya dan juga bukan untuk menyakitinya. Tetapi Allah memberikan cobaan itu untuk menguji kesabaran, keridhaan dan keimanannya. Agar Allah mendengar do’a dan penyerahan dirinya kepada-NYA, agar ia bersimpuh di depan pintu-NYA; dengan mengharapkan rahmat-NYA, memasrahkan kehancuran hatinya di hadapan-NYA, dan menyampaikan keluh kesah kepada-NYA. Kalau Allah tidak mengobati para hamba-NYA melalui cobaan dan bala, niscaya mereka akan melampaui batas, berbuat semena- mena dan tidak mengenal aturan”.

William James berujar, ”Penderitaan telah membantu kita untuk mencapai suatu batas yang tidak pernah terbayangkan. Andaikata Dostoyevsky dan Leo Tolstoy tidak mengalami kehidupan yang pahit, keduanya tak akan sukses menulis memoar dan novel-novel yang mengagumkan dan abadi hingga saat ini”. Dengan demikian, keyatiman; kebutaan; pengasingan; dan kemiskinan adalah salah satu sebab tumbuhnya kreativitas, produktivitas, kemajuan dan kontribusi.

Jhon F. Kennedy : ”Krisis besar akan melahirkan sosok yang hebat dan akan melahirkan keberanian untuk bertindak” Putus asa atau putus harapan (al-ya’is wa qunut). Putus asa berarti hilangnya gairah, semangat (morale), sinergi, dan

motivasi hidup setelah seseorang tidak berhasil menggapai sesuatu yang diinginkan. Akibat ketidakberhasilan maka seseorang tidak mau berusaha, apalagi mengulangi pada pekerjaan yang sama, bahkan seringkali keputusasaan mengakibatkan bunuh diri. Putus asa dianggap patologis karena ia menafikan potensi hakiki manusiawi, tidak mempercayai takdir dan sunnah Allah, dan merasa putus asa terhadap rahmat dan karunia-NYA.

Menghindari putus asa tidak berarti bersikap tamanni, dalam arti, mengkhayal dan berangan-angan mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, seperti seseorang yang menginginkan hidup yang layak tanpa disertai usaha dan bekerja. Menghindari putus asa berarti menumbuhkan moril (morale) hidup, dalam arti, mengkondisikan mental dengan keteguhan hati (courage), semangat (zeal), kepercayaan (confidence), disiplin (discipline), kegairahan (enthusiasm), dan hasrat (willingness) untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Guion mengemukakan bahwa semangat hidup memiliki arti tidak adanya konflik; perasaan bahagia; penyesuaian diri yang baik; keterlibatan ego dalam beraktivitas; perasaan lapang ketika terlibat dalam suatu kelompok; kumpulan berbagai sikap dalam hubungan kerja; penerimaan individu terhadap tujuan kelompok; dan keadaan yang mendatangkan kepuasan yang diakibatkan oleh totalitas situasi kehidupan. Berbagai elemen tersebut merupakan indikator pengukuran semangat dan keputusasaan seseorang dalam menjalankan kehidupan ini.

Di dalam Al-Qur’an, karakter orang-orang yang mudah putus asa adalah (1) apabila diberikan kesenangan niscaya ia berpaling dan bersikap sombong kepada Allah SWT., tetapi apabila ditimpa kesusahan niscaya mudah berputus asa (QS. Al- Isra’ : 83); (2) karena kesesatannya, ia mudah berputus asa dari rahmat Tuhannya dan tidak mau berterima kasih kepada- NYA; (QS. Al-Hajr : 56, Hud : 9); (3) senantiasa memohon kebaikan kepada Allah, jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan, tetapi diberi rahmat sesudah ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata : “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu datang “ (QS. Fushshilat : 49 – 50)

Untuk menghindari keputusasaan, manusia dianjurkan untuk mengaktualisasikan seluruh potensinya secara maksimal dalam mencapai sesuatu, kemudian menyerahkan hasilnya (tawakkal) kepada Allah SWT. Pengerahan potensi harus dibarengi dengan penguasaan hukum-hukum Allah SWT., baik yang berkaitan dengan hukum kauni (hukum ciptaan Allah yang berkaitan dengan alam dan isinya) maupun hukum Qur’ani (hukum ciptaan Allah yang berkaitan dengan nilai dan moral kehidupan). Statement “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kepada-NYA kami kembali) yang diucapkan oleh seseorang ketika mendapatkan musibah, merupakan realisasi dari sikap ketidakputusasaan dalam menghadapi kenyataan hidup.

Kehidupan dan kematian merupakan hukum kauni Allah, yang diberikan kepada manusia, untuk mengetahui siapa di antara mereka yang lebih baik kualitas amalnya (QS. Al-Mulk : 2). Betapa pun pedih dan susahnya hidup ini, manusia harus menempuhnya dengan baik dan sabar, dan tidak diperbolehkan putus asa, apalagi mau bunuh diri.

Orang yang akan meninggal dunia, ia akan mengalami relativitas waktu (kondisi waktu yang berbeda) dengan orang- orang yang masih hidup di sekitarnya. Hal itu disebabkan ia sudah dekat dengan daerah ketakterhinggaan daripada kehidupan dunia. Orang yang mengalami sakaratul maut, yang menurut perkiraan manusia (orang-orang) sekitarnya, waktu naza’nya si fulan misalnya, hanya 1 hari atau 1 jam atau hanya satu menit saja, maka menurut yang mengalaminya, waktu tersebut sangat relatif, bisa dirasakan sebagai waktu yang berbeda dengan waktu dunia dan perbedaan itu hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Kadang saat itu, bisa lebih cepat dari waktu dunia dan kadang saat itu bisa jauh lebih lama dari waktu dunia. Bahkan, menurut Al-Qur’an (surat Al-Ma’aarij: 4), perbedaan atau perbandingan itu bisa mencapai 50.000 tahun dibanding satu hari atau perbandingan itu bisa mencapai/dirasakan selama 300 tahun dibanding setengah hari (menurut surat Al- Kahfi:25). sedangkan menurut imam Al-Ghazali, cepat tidaknya perjalanan ruh sangat bergantung pada amal perbuatannya ketika hidup di dunia. Singkatnya, mungkin kita berpikir orang yang bunuh diri atau overdosis mengalami penderitaan sakaratulmaut hanya beberapa menit atau beberapa detik tapi bagi yang merasakannya, bisa jadi ratusan tahun bahkan mungkin milyaran tahun jika mengingat alam akhirat adalah alam abadi.

Bunuh diri menunjukkan akumulasi konflik batin yang paling parah. Jika seseorang mengalami penderitaan atau sakit yang luar biasa maka ia harus tegar dan menyerahkan diri kepada-NYA. Dalam menghadapi hal itu, Nabi SAW. Memberikan resepnya dalam suatu hadistnya :

Diriwayatkan dari Anas ra katanya : Rasulullah SAW.bersabda : “Janganlah kamu bercita-cita supaya cepat mati karena ditimpa suatu kesulitan. Sekiranya dia berada dalam keadaan yang mengharuskan dia berbuat demikian, bolehlah dia berkata : “Ya Allah, hidupkanlah aku sekiranya hidup itu lebih baik bagiku. Akan tetapi sekiranya mati itu lebih baik bagiku, matikanlah aku” (HR. Al-Bukhari dari Anas).

H 6$

6 $HG 6&

(J" " $ & @8A 4 0)

Apa yang saya pahami tentang maksud Khalifah fil ardh? apa yang saya pahami tentang setan? bagaimana saya memandang alam semesta?

Dunia Sinyal-Sinyal Elektris Semua informasi yang kita miliki tentang dunia tempat kita hidup disampaikan kepada kita melalui lima indra kita. Dunia

yang kita ketahui terdiri dari apa yang dilihat mata, diraba tangan, dicium hidung, dikecap lidah, dan didengar telinga kita. Kita tidak pernah berpikir bahwa dunia "luar" mungkin berbeda dengan apa yang disampaikan indra kepada kita, karena kita telah bergantung hanya kepada kelima indra tersebut sejak lahir.

Akan tetapi, penelitian modern dalam berbagai bidang ilmu menunjukkan pemahaman sangat berbeda dan menimbulkan keraguan serius tentang indra kita serta dunia yang kita pahami dengannya.

Titik awal pendekatan ini adalah bahwa gagasan "dunia luar" yang terbentuk dalam otak kita hanya sebuah respon yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris. Merahnya apel, kerasnya kayu, bahkan, ibu, ayah, keluarga Anda dan segala sesuatu yang Anda miliki, rumah, pekerjaan, kalimat-kalimat dalam buku ini, hanya terdiri atas sinyal-sinyal elektris.

Frederick Vester menjelaskan apa yang telah dicapai ilmu pengetahuan tentang subjek ini: Pernyataan-pernyataan beberapa ilmuwan bahwa "manusia adalah sebuah citra, segala sesuatu yang dialaminya bersifat

sementara dan menipu, dan alam semesta ini adalah bayangan", tampaknya dibuktikan oleh ilmu pengetahuan mutakhir. Untuk memperjelas permasalahan ini, mari kita pikirkan indra penglihatan kita, yang memberikan informasi paling luas

tentang dunia luar. Bagaimana Kita Melihat, Mendengar dan Mengecap? Proses penglihatan terjadi melalui cara yang sangat canggih. Paket-paket cahaya (foton) yang melintas dari objek ke mata

melewati lensa di bagian depan mata. Paket-paket cahaya ini terpecah-pecah dan jatuh terbalik pada retina di bagian belakang mata. Di sini, cahaya tersebut diubah menjadi sinyal-sinyal elektris, kemudian dikirimkan oleh sel-sel saraf ke bintik kecil yang disebut pusat penglihatan di bagian belakang otak. Sinyal listrik ini diterjemahkan sebagai sebuah citra setelah melalui serangkaian proses. Tindakan melihat sebenarnya terjadi dalam bintik kecil ini, yang merupakan tempat gelap pekat dan terisolasi total dari cahaya.

Sekarang, marilah kita kaji kembali proses yang tampaknya biasa dan tidak istimewa ini. Saat kita mengatakan "kita melihat", sebenarnya kita melihat efek impuls yang mencapai mata dan muncul di dalam otak setelah cahaya diubah menjadi sinyal listrik. Jadi ketika kita mengatakan "kita melihat" sebenarnya kita sedang mengamati sinyal-sinyal elektris di dalam otak kita.

Semua citra yang kita lihat dalam kehidupan dibentuk di dalam pusat penglihatan, yang hanya beberapa kubik sentimeter dari keseluruhan volume otak. Baik buku yang sedang Anda baca maupun dataran tanpa batas yang Anda lihat ketika menatap cakrawala tercakup dalam ruangan kecil ini. Hal lain yang harus diingat adalah bahwa otak terisolasi dari cahaya, di dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada kontak antara otak dengan cahaya itu sendiri.

Kita dapat menjelaskan situasi menarik ini dengan sebuah contoh. Andaikan ada Stimulasi dari sebuah objek diubah sebuah lilin menyala di depan kita. Kita bisa duduk di depan lilin tersebut dan menjadi sinyal-sinyal elektris dan memperhatikannya untuk beberapa lama. Selama itu otak kita tidak pernah mempengaruhi otak.

Ketika kita bersentuhan langsung dengan cahaya lilin. Bahkan ketika kita melihat cahaya lilin, "melihat", kita sebenarnya menyaksikan

bagian dalam otak kita gelap gulita. Kita melihat dunia yang berwarna-warni dan efek dari sinyal-sinyal elektris ini dalam cerah di dalam otak kita yang gelap.

pikiran kita.

R.L. Gregory memberikan penjelasan berikut tentang aspek menakjubkan dari melihat, suatu kegiatan yang kita anggap biasa saja:

Kita begitu terbiasa dengan melihat sehingga diperlukan lompatan imajinasi untuk menyadari bahwa terdapat kerumitan di balik ini. Tetapi cobalah pikirkan hal ini. Mata kita diberi citra kecil dan terbalik, dan kita melihat benda-benda nyata di sekitar kita. Dari pola simulasi pada retina mata inilah kita memahami dunia benda, dan ini adalah suatu keajaiban.

Hal yang sama berlaku pula bagi seluruh indra kita. Suara, sentuhan, rasa dan aroma seluruhnya dikirimkan dalam bentuk sinyal-sinyal listrik ke otak, di mana sinyal-sinyal ini diterjemahkan di pusatnya masing-masing.

Bahkan ketika kita merasakan cahaya dan panas nyala api, bagian dalam otak kita tetap gelap gulita dan suhunya tidak pernah berubah.

Berkas cahaya dari sebuah objek jatuh di retina secara terbalik. Di sini, bayangan diubah menjadi sinyal-sinyal

penglihatan di belakang otak. Karena otak terisolasi dari cahaya, tidak mungkin cahaya mencapai pusat penglihatan. Artinya, kita menyaksikan dunia yang penuh cahaya dan kedalaman dalam titik kecil yang terisolasi dari cahaya.

Proses mendengar terjadi dengan cara yang sama. Telinga luar menangkap suara melalui daun telinga dan membawanya ke telinga bagian tengah; telinga bagian tengah meneruskan dan memperkuat getaran suara ini ke telinga bagian dalam; telinga bagian dalam mengubah getaran suara ini menjadi sinyal-sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Seperti halnya mata, Proses mendengar terjadi dengan cara yang sama. Telinga luar menangkap suara melalui daun telinga dan membawanya ke telinga bagian tengah; telinga bagian tengah meneruskan dan memperkuat getaran suara ini ke telinga bagian dalam; telinga bagian dalam mengubah getaran suara ini menjadi sinyal-sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Seperti halnya mata,

Semua yang kita lihat sehari-hari dibentuk dalam "pusat penglihatan", di belakang otak kita, yang hanya berukuran beberapa sentimeter kubik. Baik buku yang sedang Anda baca, maupun pemandangan tanpa batas yang Anda saksikan ketika memandang horizon termuat dalam ruang kecil ini. Karenanya, kita tidak melihat objek dengan ukuran sebenarnya di luar, namun dalam ukuran yang ditangkap oleh otak.

Meskipun demikian, suara paling lemah pun bisa ditangkap dalam otak. Proses ini sangat presisi sehingga telinga orang sehat mampu mendengarkan suara apa pun tanpa gangguan atau interferensi asmosferik. Dalam otak yang terisolasi dari suara, Anda menangkap simfoni orkestra, kebisingan di tempat ramai dan semua jenis suara dalam rentang frekuensi yang lebar mulai dari desir dedaunan hingga deru pesawat jet. Namun jika pada saat itu tingkat suara dalam otak Anda diukur dengan suatu peralatan sensitif, akan didapati bahwa di dalam otak sepenuhnya sunyi.

Persepsi kita tentang aroma terbentuk dengan cara yang sama. Molekul-molekul 'volatil' (mudah menguap) yang dikeluarkan benda seperti vanila atau mawar mencapai reseptor (sensor penerima) berupa rambut-rambut lembut di daerah epitel hidung sehingga terjadilah interaksi. Interaksi ini disampaikan ke otak sebagai sinyal elektris dan dipahami sebagai aroma. Segala sesuatu yang kita cium, baik yang enak maupun tidak, pada hakikatnya adalah pemahaman otak terhadap interaksi molekul- molekul volatil yang diubah ke dalam sinyal-sinyal elektris. Anda menangkap bau parfum, bunga, makanan kegemaran, laut atau aroma lain yang Anda suka ataupun tidak, di dalam otak Anda. Molekul-molekul itu sendiri tidak pernah menyentuh otak. Jadi sama dengan pendengaran dan penglihatan, yang sampai ke otak Anda hanya sinyal-sinyal listrik. Dengan kata lain, semua aroma yang sejak lahir Anda anggap berasal dari objek-objek luar, sebenarnya hanya sinyal-sinyal elektris yang Anda rasakan melalui indra.

Demikian pula dengan empat macam reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Sensor-sensor ini menangkap rasa asin, manis, asam dan pahit. Setelah serangkaian proses kimia, sensor-sensor rasa mengubah persepsi rasa ini ke dalam sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Sinyal-sinyal ini dipahami sebagai rasa oleh otak. Rasa yang Anda peroleh ketika Anda memakan coklat atau buah yang Anda suka merupakan interpretasi sinyal-sinyal elektris oleh otak. Anda tidak pernah dapat menjangkau objek di luar tersebut; Anda tidak pernah dapat melihat, mencium atau merasakan coklat itu sendiri. Sebagai contoh, jika saraf pengecap yang terhubung ke otak dipotong, apa pun yang Anda makan tidak akan sampai pada otak; Anda akan kehilangan kemampuan mengecap.

Sampai di sini, kita mendapati fakta lain: kita tidak pernah bisa yakin bahwa apa yang kita rasakan ketika kita mengecap makanan adalah sama dengan apa yang orang lain rasakan ketika dia mengecap makanan yang sama, atau apa yang kita tangkap ketika kita mendengar bunyi adalah sama dengan apa yang ditangkap orang lain ketika dia mendengar bunyi yang sama. Terhadap fakta ini, Lincoln Barnett mengatakan bahwa "tidak seorang pun dapat mengetahui apakah orang lain melihat warna merah atau mendengar nada C sama dengan yang dilihat dan didengarnya."

Indra peraba kita tidak berbeda dengan indra lainnya. Ketika kita meraba sebuah objek, semua informasi yang membantu kita mengenali dunia luar dan objek-objek dibawa ke otak oleh saraf pada kulit. Rasa sentuhan dibentuk dalam otak kita. Berlawanan dengan keyakinan umum, kita merasakan sentuhan bukan di ujung jari atau kulit melainkan di pusat sentuh di dalam otak. Sebagai hasil tafsiran otak terhadap stimulan-stimulan elektris yang datang dari suatu objek, kita menangkap rasa yang berbeda dari objek-objek tersebut seperti keras atau lunak, panas atau dingin. Kita mendapatkan semua detail informasi yang membantu kita mengenali sebuah objek dari stimulan seperti ini. Dua filsuf terkenal, B. Russell dan L. Wittgeinstein, mengungkapkan pemikiran mereka tentang fakta penting ini sebagai berikut:

Sebagai contoh, apakah sebuah jeruk benar-benar ada atau tidak dan bagaimana buah ini menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki. Sebuah jeruk hanya terdiri dari rasa yang dikecap lidah, aroma yang dicium hidung, warna dan bentuk yang dilihat mata; dan hanya sifat-sifat inilah yang dapat dijadikan bahan pengujian dan penelitian. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah tahu dunia fisik.

Tidak mungkin kita menjangkau dunia fisik. Semua objek di sekeliling kita adalah kumpulan persepsi dari penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Dengan mengolah data di pusat penglihatan dan di pusat-pusat sensoris lain, seumur hidup otak kita berhadapan bukan dengan materi "asli" yang ada di luar kita, melainkan dengan tiruan yang terbentuk di dalam otak. Pada titik inilah kita keliru mengasumsikan bahwa tiruan-tiruan ini adalah materi-materi sejati di luar kita.

"Dunia Luar" dalam Otak Kita Berdasarkan fakta-fakta fisik yang telah digambarkan sejauh ini, kita dapat meyimpulkan sebagai berikut: segala sesuatu

yang kita lihat, sentuh, dengar dan indrakan sebagai "materi", "dunia" atau "alam semesta" tidak lain hanya sinyal-sinyal listrik dalam otak kita.

Seseorang yang memakan buah pada hakikatnya tidak berhadapan dengan buah sebenarnya tetapi dengan persepsi tentang buah dalam otak. Objek yang dianggap sebagai buah oleh orang tersebut sebenarnya terdiri dari kesan-kesan elektris di dalam otak mengenai bentuk, rasa, bau dan tekstur buah. Jika saraf penglihatan yang terhubung ke otak tiba-tiba rusak, citra buah akan hilang secara tiba-tiba. Putusnya saraf yang menghubungkan sensor-sensor di hidung dengan otak akan mengganggu proses penciuman. Singkatnya, buah hanyalah interpretasi sinyal-sinyal listrik oleh otak.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kesan jarak. Jarak, misalnya antara Anda dan buku ini, hanya perasaan hampa yang terbentuk di dalam otak. Objek yang tampak jauh dalam pandangan seseorang terbentuk juga di dalam otak. Sebagai contoh, seseorang yang melihat bintang-bintang di langit beranggapan bahwa bintang-bintang tersebut berada dalam jarak jutaan tahun cahaya darinya. Akan tetapi, apa yang dia "lihat" sebenarnya adalah bintang-bintang dalam dirinya sendiri, yaitu di dalam pusat penglihatannya. Ketika Anda membaca kalimat-kalimat ini, Anda sebenarnya tidak berada di dalam ruangan yang Anda kira, sebaliknya ruanganlah yang berada di dalam diri Anda. Karena melihat tubuh Anda, Anda jadi berpikir bahwa Anda berada di dalamnya. Akan tetapi, Anda harus ingat bahwa tubuh Anda juga sebuah citra yang dibentuk di dalam otak.

Hal yang sama berlaku pada semua persepsi Anda lainnya. Sebagai contoh, ketika Anda berpikir bahwa Anda mendengar suara televisi di kamar sebelah, Anda sebenarnya sedang mendengarkan suara tersebut di dalam otak Anda. Anda juga tidak dapat membuktikan bahwa kamar tersebut benar-benar ada di sebelah kamar Anda, atau bahwa suara televisi datang dari kamar tersebut. Baik suara yang Anda pikir datang dari jarak beberapa meter maupun bisikan seseorang di sebelah Anda, ditangkap oleh pusat pendengaran yang berukuran hanya beberapa sentimeter persegi di dalam otak Anda. Terlepas dari pusat persepsi ini, tidak ada konsep seperti kanan, kiri, depan atau belakang. Jadi suara tidak datang pada Anda dari kanan, kiri atau dari udara; tidak ada arah dari mana suara tersebut datang.

Aroma yang Anda tangkap demikian pula; tidak satu aroma pun yang sampai kepada Anda dari jarak jauh. Anda beranggapan bahwa hasil akhir yang terbentuk di dalam pusat penciuman adalah aroma objek di luar. Akan tetapi, sebagaimana citra mawar di dalam pusat penglihatan Anda, aroma bunga ini pun berada di dalam pusat penciuman; tidak ada mawar atau aromanya di luar.

"Dunia luar" yang ditunjukkan oleh persepsi kita hanya kumpulan sinyal listrik yang sampai pada otak kita. Sepanjang hidup kita, sinyal-sinyal ini diproses oleh otak dan kita hidup tanpa menyadari bahwa kita telah keliru menganggap sinyal-sinyal tersebut sebagai wujud asli objek-objek yang berada di "dunia luar". Kita telah terpedaya karena kita tidak pernah dapat menjangkau materi itu sendiri dengan indra kita.

Lagi-lagi, otak kitalah yang menafsirkan dan memaknai sinyal-sinyal yang kita anggap sebagai "dunia luar". Sebagai contoh, marilah kita perhatikan indra pendengaran. Sesungguhnya otak kitalah yang mengubah gelombang suara di "dunia luar" menjadi sebuah simfoni. Sehingga dapat dikatakan bahwa musik adalah persepsi yang dibuat oleh otak kita. Dengan cara yang sama, ketika kita melihat warna, apa yang sampai pada mata kita hanya sinyal-sinyal listrik dengan beragam panjang gelombang. Sekali lagi otak kitalah yang mengubah sinyal-sinyal ini menjadi warna. Tidak ada warna di "dunia luar". Apel juga tidak merah, langit tidak biru atau pohon tidak hijau. Apel, langit dan pohon terlihat seperti itu hanya karena kita mengindranya seperti itu. "Dunia luar" sepenuhnya tergantung pada pengindraan seseorang.

Bahkan kerusakan kecil pada retina mata dapat menyebabkan buta warna. Ada orang yang menangkap warna biru sebagai hijau, ada yang menangkap merah sebagai biru dan ada pula yang melihat semua warna sebagai abu-abu dengan beragam intensitas.

berwarna atau tidak. Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:

tidak penting

Pada awalnya, dipercaya bahwa warna, aroma dan sebagainya "benar-benar ada", tetapi berangsur-angsur pandangan seperti itu ditinggalkan, dan kemudian dipahami bahwa hal-hal tersebut tergantung pada pengindraan kita.

Penemuan-penemuan fisika modern menunjukkan bahwa alam semesta merupakan suatu kumpulan persepsi. Pertanyaan berikut muncul pada sampul majalah ilmu pengetahuan Amerika terkenal, New Scientist yang mengangkat fakta ini dalam terbitan 30 Januari 1999: "Di Luar Realitas: Apakah Alam Semesta Sebenarnya Sebuah Pesiar Informasi dan Materi Hanyalah Fatamorgana?"

Perkembangan teknologi masa kini telah memungkinkan manusia untuk merasakan suatu pengalaman yang nyata tanpa perlu adanya "dunia luar" atau "materi." Kemajuan sangat besar dalam teknologi virtual reality [kenyataan maya] telah menghasilkan sejumlah bukti-bukti yang secara khusus sangat meyakinkan.

Secara sederhana, virtual reality [kenyataan maya] adalah pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang dibangkitkan komputer, yang terlihat nyata dengan bantuan sejumlah peralatan tertentu. Teknologi ini, yang dapat diterapkan di berbagai bidang, dikenal sebagai"virtual reality" [kenyataan maya], "virtual world" [dunia maya], atau "virtual environment" [lingkungan maya]. Ciri terpentingnya adalah dengan menggunakan perangkat yang dirancang untuk tujuan tertentu, teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya tersebut terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata. Sejak beberapa tahun lalu, kata "immersive'' [tenggelam] telah mulai digunakan di depan istilah "virtual reality" [kenyataan maya], yang mencerminkan keadaan bahwa mereka yang menyaksikan kenyataan maya benar-benar tenggelam dalam apa yang sedang mereka alami.

Penjelasan dari sistem dunia maya ini didasarkan pada panca indra manusia. Misalnya, ketika pengguna sistem dunia maya memakai sarung tangan khusus, perangkat di dalam sarung tangan tersebut mengalirkan sinyal-sinyal ke ujung-ujung jari. Ketika sinyal-sinyal ini diteruskan ke dan ditafsirkan oleh otak, pengguna tersebut merasakan bahwa dirinya sedang menyentuh kain sutra atau vas bunga yang penuh hiasan, lengkap dengan seluruh pernak pernik pada permukaannya— meskipun benda semacam itu pada kenyataannya tidak ada di sekitarnya.

Salah satu penerapan terpenting dari dunia maya adalah di bidang kedokteran. Universitas Michigan telah mengembangkan suatu teknologi untuk melatih para pembantu dokter—khususnya para karyawan di ruang gawat darurat—untuk melatih ketrampilan mereka di sebuah laboratorium dunia maya. Di sini, gambaran lingkungan sekitar diciptakan dengan memunculkan rincian seluk beluk sebuah ruang operasi pada lantai, dinding, dan langit-langit dari sebuah ruangan. "Gambar" ini disempurnakan dengan memunculkan sebuah meja operasi, lengkap dengan pasien yang akan dioperasi di atasnya, di bagian tengah ruangan. Para calon ahli bedah memakai kacamata 3-Dimensi mereka dan mulai melakukan operasi "maya" mereka. Dan siapa pun yang melihat gambar-gambar yang dipantulkan pada kacamata 3-Dimensi tidak dapat membedakan antara ruangan operasi sungguhan dengan ruangan maya ini.