Meningkatkan Taraf Ekonomi

C. Meningkatkan Taraf Ekonomi

Salah satu dampak dari perkembangan pasar adalah meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup secara langsung maupun tidak langsung dari pasar seperti para pedagang ataupun kuli pasar. Berjualan di pasar mereka memperoleh penghasilan yang selanjutnya mampu meningkatkan taraf ekonomi.

Sebagai contoh seorang pedagang di Pasar Triwindu yang bernama Ny. Siswo Soehardjo. Dia berjualan di pasar Triwindu sejak berdirinya pasar itu. Dia berjualan besi-besi tua, karena pasar Triwindu pada masa Mangkunegara VII merupakan pasar yang khusus menjual barang klitikan (besi tua) dan barang pecah

18 Wawancara dengan Ny. Sunarni, Pedagang Bumbon di Pasar Wonogiri, Tanggal 29 April 2010.

belah. Awal mula dia berdagang adalah mengikuti (membantu) neneknya yang juga menjual besi tua. Setelah neneknya meninggal, kemudian dia yang meneruskan usaha neneknya. Ny. Siswo Soehardjo memiliki seorang suami yang bekerja sebagai seorang guru. Dari penghasilan suaminya dirasakan kurang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, kemudian Ny. Siswo Soehardjo memutuskan untuk berdagang di Pasar Triwindu untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Tidak disangka penghasilan dari usaha berdagang di Pasar Triwindu ini ternyata lebih besar bila dibandingkan pekerjaan suaminya sebagai guru. Untuk itu Ny. Siswo Soehardjo memutuskan meneruskan dan mengembangkan usaha ini. Selama berdagang di Pasar Triwindu, Ny. Siswo Soehardjo dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga dapat meningkatkan taraf ekonomi dengan adanya peningkatan barang dagangan yang dijual di Pasar Triwindu. Terlebih lagi pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Pada masa inilah Pasar Triwindu mulai dibanjiri dengan barang-barang antik sehingga banyak pembeli yang datang dari mancanegara. Dan usaha ini juga

telah menjadi usaha turun temurun. 19 Selain Ny. Siswo Soehardjo, ada pedagang lain di Pasar Triwindu yang

mampu meningkatkan kehidupan perekonomiannya, yaitu Ny. Karyorejo mulai berjualan Soto sebelum Pasar Triwindu didirikan. Ny. Karyorejo ini dulu berjualan Soto dengan cara berkeliling dan berhenti di depan Pura Mangkunegaran. Suatu ketika KGPAA Mangkunegara VII pernah memanggil Ny. Karyorejo dan akhirnya memberi tempat kepada Ny. Karyorejo untuk bedagang Soto di sekitar Pasar Triwindu. Setelah Pasar Triwindu dibangun Ny. Karyorejo mulai berdagang Soto di

19 Wawancara dengan Ny. Siswo Soehardjo, pedagang klitikan di Pasar Triwindu. 29 Januari 2010.

Pasar Triwindu dan sejak saat itulah Soto ini dinamakan Soto Triwindu sampai sekarang. Dari usaha berjualan Soto, Ny. Karyorejo dapat mencukupi kehidupan ekonomi keluarganya. Usaha ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan Ny. Karyorejo saja tetapi juga mempengaruhi kehidupan Ny. Yoso Sumarto (putri Ny. Karyorejo). Setelah Ny. Karyorejo meninggal, Ny. Yoso Sumarto yang menggantikan ibunya berdagang Soto di Pasar Triwindu. Dari usaha ini Ny. Yoso Sumarto dapat mencukupi kehidupan sehari-hari bersama keluarganya dan juga dapat meyekolahkan putra-putrinya. Pekerjaan ini juga menjadi pekerjaan turun-temurun hingga sampai

ke tingkat cucu dari Ny. Karyorejo. 20 Sementara itu, di pasar lain milik Praja Mangkunegaran yakni Pasar Legi,

lebih banyak lagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pedagang. Seperti Ny. Indalaini dan Ny. Suraini yang merupakan kakak beradik. Mereka mulai berjualan mandiri sejak tahun 1973 meneruskan usaha orang tuanya yaitu Ny. Wongso Wijoyo. Sebelumnya mereka hanya membantu orang tuanya, setelah orang tuanya meninggal maka mereka meneruskan usahanya. Pembeli mereka berasal dari sekitar wilayah Praja Mangkunegaran dan sebagian lagi dari luar

21 kota. Mereka dulu berjualan kaos, 22 kenthel, celana yang terbuat dari bagor, dan klitikan. Berdagang di pasar Legi mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari. Selain itu, usaha mereka juga meningkat dengan bertambahnya barang

20 Wawancara dengan Sri Lestari dan Purwani, pedagang Soto Triwindu di Pasar Triwindu. 6 Februari 2010. Soto Triwindu saat ini dikelola oleh tujuh orang putra-putri dari Ibu Yoso Soemarto.

Sri Lestari dan Purwani sebagai tenaga operasionalnya.

21 Pada jaman dahulu kaos terbuat dari serat nanas, suatu bahan yamg masih kasar dan kualitasnya buruk. Hal ini dikarenakan harga kapas untuk membuat kain masih mahal.

22 Semacam kain kafan untuk orang yang sudah meninggal pada jaman dahulu.

dagangan. 23 Ny. Kodijah adalah pedagang bumbon di Pasar Tegalgede, dulu Ny. Kodijah

pernah berdagang di Pasar Karanganyar. Di berdagang di Pasar Karanganyar sejak tahun 1943. Setelah Pasar Karanganyar di pindah ke Pasar Tegalgede, dia melanjutkan usahanya di Pasar Tegalgede. Ny. Kodijah berdagang di pasar bersama kedua orang tuanya, namun setelah orang tuanya meninggal dia bersama adiknya melanjutkan usaha tersebut sampai sekarang. Penghasilan yang dia dapatkan dari hasil berdagang tidak dapat dipastikan, namun bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari penghasilan dia sehari-hari, dia sisihkan sedikit demi sdikit untuk meningkatkan usahanya dengan menambah barang dagangan yang dia jual. Dari usaha berdagang ini Ny. Kodijah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-

hari dan juga dapat meningkatkan barang dagangan yang dia jual. 24 Ny. Bambang adalah seorang pedagang buah-buahan di Pasar Wonogiri. Dia

berdagang di Pasar Wonogiri sejak tahun 1943. Usianya kini sudah mencapai 81 tahun tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk berdagang di pasar. Bagi Ny. Bambang berdagang itu tidaklah sukar, apalagi dengan pengalamannya selama ini dia bisa sangat luwes menawarkan dagangannya kepada para pembeli. Baginya asal pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari itu sudah membuatnya bersyukur. Dari penghasilan dia sehari-hari, dia juga bisa menabung untuk menyekolahkan anak-anaknya dan untuk menambah barang dagangannya. Dari usaha berdagang ini Ny. Bambang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-

23 Wawancara dengan Ny. Indalaini dan Ny. Suraini, pedagang toko kelontong di sekitar Pasar Legi. 28 Januari 2010.

24 Wawancara dengan Ny. Kodijah, Pedagang Bumbon Pasar Tegalgede, Tanggal 29 April 2010.

hari, menyekolahkan anak-anaknya, dan juga dapat meningkatkan barang dagangan yang dia jual. 25

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pasar-pasar tradisional di Praja Mangkunegaran mempunyai peran penting bagi masyarakat Mangkunegaran. Keberadaan pasar-pasar tradisional mampu membuka lapangan pekerjaan baru, yaitu sebagai pedagang, pembantu pedagang (membantu melayani pembeli), dan kuli pasar. Dengan bekerja di pasar mereka telah mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Bahkan sebagian dari mereka ada yang mampu meningkatkan (mengembangkan) usaha mereka. Hal ini menyebabkan meningkatnya taraf ekonomi mereka. Selain itu sebagian dari mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya

sampai lulus sarjana muda, 26 dan mempunyai rumah serta ada yang sudah menunaikan ibadah haji.

Hal ini membuktikan bahwa keinginan Mangkunegara VII untuk menyejahterakan rakyatnya dengan membuka pasar-pasar tradisional yang diperuntukkan bagi para pedagang kecil telah tercapai. Para pedagang di pasar-pasar tradisional dapat memperoleh penghasilan yang cukup dari pekerjaan berdagang di pasar-pasar tradisional.

25 Wawancara dengan Ny. Bambang, Pedagang Buah-buahan Pasar Wonogiri, Tanggal 30 April 2010.

26 Sarjana Muda pada jaman dahulu setingkat D3 pada jaman sekarang. Pada jaman dahulu, bagi masyarakat yang dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus Sarjana Muda, mereka akan

merasa bangga.