Penelitian Terkait LANDASAN TEORI

adalah pengkodean bit 1 dan bit 0 tidak dilakukan dengan membandingkan kedua nilai koefisien DCT tersebut, tetapi dengan menambahkan kedua nilai tersebut dengan satu koefisien tertentu yang sama, dan pada waktu verifikasi, dibandingkan dengan citra aslinya [11]. Proses verifikasi dengan melibatkan citra asli memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses verifikasi tanpa melibatkan citra asli. Selain itu, keuntungan lain dengan terlibatnya citra asli adalah dapat digunakan untuk mengatasi masalah proses pengolahan citra seperti rotasi, croping, translasi dan sebagainya. Dengan adanya citra asli tersebut, maka citra asli tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk dilakukan preprocessing proses awal sebelum proses verifikasi, misalnya bagian yang hilang dari citra yang terpotong dapat disisipi dengan bagian dari citra asli. Pengolahan digital dan masih terbuka suatu kesempatan besar untuk perkembangan-perkembangan lebih lanjut. Diatas telah dibicarakan aplikasi watermarking pada data digital seperti citra, video dan audio, sebenarnya masih ada penelitian pada data seperti text digital, maupun pada fax [11]. Agar watermarking sebagai proses pelabelan hak cipta pada data digital dapat berfungsi dengan baik, juga diperlukan adanya suatu badan internasional yang mencatat semua hasil karya yang terdaftar. Badan internasional tersebut sebagai suatu badan hukum yang berkuasa untuk menentukan siapa yang memang merupakan pemilik aslinya berdasarkan terdaftar tidaknya sebuah hasil karya atas nama seseorang. Tanpa adanya suatu badan internasional tersebut, sebaik apapun metoda watermarking yang ada, masalah hak cipta ini tidak dapat diatasi sepenuhnya. Karena kepada siapa kita harus menuntut, dan menjadi penengah dalam persoalan ini, serta apa bukti bahwa data tersebut memang milik orang ini dan bukan milik orang lain [8].

2.6 Penelitian Terkait

Dalam penelitian Rodiah 2004 yang berjudul Watermarking Sebagai Teknik Penyembunyian Label Hak Cipta Pada Data Digital Menggunakan Algoritma DCT Universitas Sumatera Utara Discrete Cosinus Transform dilakukan penghitungan semua koefisien DCT citra untuk proses kuantisasi terhadap nilai konstan. Kuantisasi ini dimaksud untuk mengantisipasi proses kompresi JPEG. Dengan adanya kuantisasi ini memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa kuantisasi, tetapi menimbulkan efek kotak- kotak pada citra. Cara melakukan penyisipan bit adalah setelah dilakukan DCT 2 dimensi terhadap matriks citra, nilai koefisien DCT yang diperoleh dikuantisasi sehingga akan memiliki suatu matriks dalam domain frekuensi. Kelebihan dari domain frekuensi adalah dapat mengganti data dengan lebih sedikit resiko, karena secara garis besar citra aslinya tidak akan mengalami perbedaan yang besar. Pengubahan komponen frekuensi rendah memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap citra. Tetapi tidak harus mengubah ke frekuensi tinggi, karena ada pertimbangan teknis yang menyebabkan hal ini sulit dilakukan. Semakin ke arah frekuensi tinggi, nilai koefisien matriks akan semakin menuju nol. Karena itu pengubahan pada frekuensi tinggi sulit dilakukan. Solusinya adalah menggunakan frekuensi tengah sebagai tempat meletakkan informasi. Pada matriks hasil kuantisasi, frekuensi tengah biasanya berada daerah dengan nomor baris antara 2 sampai 5 atau nomor kolom antara 2 sampai 5 [9]. Pada jurnal Winarso, 2007, Selama proses DCT, sebuah gambar dipecah-pecah menjadi blok-blok yang kecil-kecil yang tiap bloknya memuat 8x8 piksel titik-titik elemen gambar, yang bertindak sebagai masukan bagi suatu DCT. Operasi matematik yang rumit dikenakan pada setiap blok tersebut untuk memperoleh nilai-nilai yang menyatakan karakter penting dari setiap bloknya seperti bagian sisi-sisi atau konturnya yang nantinya harus dapat direpresentasikan. Setelah tiap gambar mengalami proses DCT, kemudian DCT mengkuantisasi dengan menggunakan fungsi-fungsi weighting pembobotan yang dioptimalkan sehingga mendekati sistem visual manusia. Kuantisasi dimaksudkan untuk menyederhanakan bobot angka-angka, yakni senilai 256 yang menunjukkan keseluruhan palet warna dari putih murni sampai hitam murni. Setelah gambar kedua mengalami proses yang sama maka gambar kedua akan disisipkan ke gambar pertama berdasarkan nilai piksel yang dimiliki tiap blok [13]. Universitas Sumatera Utara Penelitian Rakhmatulloh, 2006 etal, dilakukan watermarking untuk memecahkan kasus penggandaan ilegal produk digital. Pada penelitian ini watermarking citra digital ditransformasikan menggunakan Discrete Cosine Transform DCT. Pada proses penanaman watermark, citra ditransformasikan menggunakan DCT menjadi domain frekuensi yang menghasilkan tiga area yaitu Low Frequency FL, Medium Frequency FM, dan High Frequency FH. Bit-bit watermark ditanam pada area FM dengan menggunakan nilai Koefisien Selisih K. Kualitas citra ter-watermark diukur dengan Peak Signal of Noise Ratio PSNR. Semakin besar nilai K diperoleh nilai PSNR yang semakin kecil [8].

2.7 Flowchart