2.3. Sistem Patriakhat Pada Masyarakat Nelayan .
Walaupun kosmologi masyarakat pesisir tentang peran laki-laki dan perempuan mengalami pergeseran seiring dengan masuknya teknologi sebagai unsur
matrelialisme budaya, namun determinasi laki-laki dalam setiap aspek kehidupan dan relasi sosial dikalangan nelayan masih terlalu kuat. Nilai-nilai patrilineal dan
patriakhat merupakan perekat bagi penempatan posisi laki-laki dalam struktur sosial masyarakat pesisir. Dengan demikian, kepesisiran yang menunjukkan bahwa wilayah
pesisir lebih terbuka terhadap masuknya peradaban dan kebudayaan dari beragam identitas sosial, sehingga komunitas nelayan memiliki aspek pembauran yang
menyebabkan etnik indigenousnya tidak ekslusif karena terimbas dalam peraduan berbagai kultur masyarakat sekitarnya dan tidak dapat digunakan secara ketat untuk
menyatakan bahwa keseimbangan gender berlaku secara paralel. Pandangan mengenai kodrat perempuan masih tetap dipengaruhi oleh sikap skeptis dan
perlakuan masyarakat pesisir yang menempatkan perempuan pada posisi tawar yang lebih lemah, bila dikaitkan dengan determinasi laki-laki dalam aktivitas harian
terutama berhubungan dengan struktur produksi masyarakat pesisir. Dalam bidang perikanan khususnya pada keluarga nelayan pembagian kerja antara pria dan wanita
dalam rumah tangga, nelayan terbagi menjadi dua sektor, yaitu dalam sektor produksi, pria dominan pada kegiatan perikanan laut, sedangkan wanita dominan
pada kegiatan pengolahan hasil tangkapan juga pemasaran dari olahan hasil tangkapan tersebut namun dalam skala yang kecil. Dalam kegiatan perikanan laut
dapat dikatakan bahwa pria terlibat terutama pada tahap-tahap produksi penangkapan
Universitas Sumatera Utara
ikan, sementara wanita terlibat terutama pada tahap pasca produksi yaitu pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan.
2.4 Beban kerja double burden
Beban kerja double burden yaitu suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender dimana beberapa beban kegiatan diemban lebih banyak oleh
salah satu jenis kelamin. Dengan berkembangnya wawasan kemitraan berdasarkan pendekatan gender, maka perkembangan perempuan mengalami perkembangan yang
cukup cepat, namun perlu di cermati bahwa perkembangan perempuan tidaklah ”mengubah” peranan yang ”lama” yaitu peranan dalam lingkup rumah tangga. Maka
perkembangan peranan perempuan ini sifatnya menambah atau beban kerja terkesan berlebihan. Partisipasi wanita saat bukan sekedar menuntut persamaan hak, tetapi
juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia. Partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan peran transisi. Peran
tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja,
anggota masyarakat dan agen pembangunan. Pada peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis mencari nafkah di berbagai
kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta memanfaatkan lapangan pekerjaan yang tersedia. Murniati :2004
Universitas Sumatera Utara
2.5 Matriproduksi Pada Masyarakat Nelayan